’HIDOEP’
91
makan dan minoem sadja, apa bedanja dengen binatang.
Tapi ada pribasa telah kata: Siapa loeka, ia peri.
Meliat actienja „Penoeloeng Masjarakat" jang heibat dan dapet samboetan anget dari masjarakat, ada brapa pemimpin (toekang keproek) telah berkwatir aken kedoedoekannja jang sebagi radja zonder makota nanti tergoeling. Marika poen membikin tegen actie, tapi dengen djalan blakang.
Selagi Tiong-gie di poentjak kemashoeran kerna iapoenja sepak terdjang pada soeatoe hari mendadak ia telah dikirim ka roemah-sakit Yang Seng le, kerna kepalanja telah botjor sebab dapet keproekan dari orang jang tida terkenal!
Tiong-gie sebelonnja soedah taoe dirinja ada jang arah, kerna ia telah trima banjak soerat boedek jang antjem djiwanja.
„Djika seorang djahat dan goena kantong sendiri brani bertarohken djiwanja, kenapakah seorang jang betjik dan goena masjarakat tida brani berkorban djiwa?" begitoelah Tiong-gie sering berkata boeat andjoerin soepaja kawan-kawannja djangan moendoer. „Perbaekan masjarakat jang dalem kekaloetan, tida tjoekoep orang tjoema gembar-gembor, tapi moesti brani berkorban: Oewang, tenaga, pikiran dan . . . . . . . . . .