Ketentuan Wewenang untuk Menahan dan Menyita Surat-surat dan Tulisan-tulisan Lainnya di Kantor-kantor Pos di Indonesia

Ketentuan Wewenang untuk Menahan dan Menyita Surat-surat dan Tulisan-tulisan Lainnya di Kantor-kantor Pos di Indonesia  (1893) 

KETENTUAN WEWENANG UNTUK MENAHAN DAN MENYITA SURAT-SURAT DAN TULISAN-TULISAN LAINNYA DI KANTOR-KANTOR POS DI INDONESIA

(Regeling der bevoegdheid om brieven en andere stukken op de postkantoren in Indonesië aan te houden en in beslag te nemen)

Keputusan Raja 25 Juli 1893 No. 36, S. 1893-240.



Pasal 1.

Opsir dan opsir-pembantu justisi, hakim-komisaris yang diberi tugas menjalankan instruksi mengenai perkara pidana pada pengadilan Eropa dan pejabat (pegawai) Eropa yang mempunyal tugas yang sama dalam perkara pidana pada pengadilan-pengadilan di Indonesia, dapat, karena jabatannya, memerintahkan secara tertulis kepada para kepala kantor pos setempat, agar mereka demi kepentingan justisi memberikan catatan-catatan dari surat-surat dan tulisan-tulisan lainnya, yang pengirimannya telah dipercayakan kepada kantor pos, kepada orang-orang yang sangat dapat diduga bersalah melakukan tindak pidana, membantu melakukan tindak pidana, mencoba melakukan tindak pidana ataupun melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan keuangan negara dan tidak menyetor pajak/iuran negara, yang bukan saia mengakibatkan denda dan penyitaan oleh negara terhadap harta kekayaannya, tetapi juga pidana (hukuman) badannya.

Dengan cara yang sama, pejabat-pejabat seperti yang telah disebutkan di atas dapat memberikan perintah karena jabatannya, agar surat-surat dan tulisan-tuusan lainnya yang dimaksud itu tidak akan dikirim, diberikan kepada alamat yang bersangkutan, melainkan harus ditahan di kantor pos atau di tempat pengiriman pada kantor pos tersebut.

Perintah dinas secara tertulis dalam hal ini meliputi baik secara umum segalanya yang ditujukan kepadanya atau yang dapat diduga berasal darinya, maupun secara terbatas yang berasal dari orang atau tempat tertentu dan yang ditujukan kepada orang atau tempat tertentu saja.

Tentang pelaksanaan perintah untuk mengadakan catatan dan penahanan, dilaporkan oleh kepala kantor pos atau kantor pos pembantu atau kepala bagian pengiriman pos, kepada pejabat yang telah memberikan perintah itu.

Laporan tersebut dilaksanakan secara tertulis dan secepatnya; bila pejabat yang memberikan perintah itu berkedudukan di tempat yang tidak sama dengan kantor pos atau kantor pos pembantu atau tempat pengiriman pos setempat, laporan yang dimaksud disampaikan pada kesempatan pertama dalam pengiriman.


Pasal 2.

Setiap perintah dinas untuk mengadakan catatan penahanan surat-surat dan tulisan-tulisan lainnya segera diberitahukan:

a. oleh pegawai pos yang bersangkutan kepada Inspektur Jenderal, Kepala Dinas Pos dan Telegrap;

b. oleh pejabat yang memberikan perintah dinas secara tertulis kepada Procureur Generaal pada Hooggerechtshof (H.G.H.) Indonesia (kini dapat disamakan dengan Jaksa Agung) dengan menyebutkan alasan-alasan hal itu.


Pasal 3.

Segera setelah diadakan penahanan terhadap surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya, bila perkara pidananya memerlukan tuntutan lanjutan dari pengadilan Eropa, oleh pejabat dari openbaar ministerie (kini dapat disamakan dengan kejaksaan) yang bersangkutan dengan surat permohonan yang disertai dengan alasan-alasannya, dimintakan perintah dari hakim untuk mengadakan penyitaan dan perintah untuk rnembuka surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya yang telah ditahan itu.

Bila perkara pidananya memerlukan tuntutan lanjutan dari pengadilan yang ditunjuk untuk orang-orang Indonesia atau yang disamakan dengan itu, dengan perintah Kepala Pemerintahan Daerah atau Kepala Pemerintahan Daerah setempat, perintah yang disebutkan dalam alinea yang lalu segera dimohonkan oleh jaksa dari pengadilan yang berwenang dalarn hal itu dengan cara yang sama seperti tersebut di atas.


Pasal 4.

Keputusan terhadap surat permohonan seperti yang dimaksud dalam pasal yang lalu dilaksanakan di Jawa dan Madura dalam waktu paling lambat 8 hari dan di daerah-daerah seberang lautan dalam waktu paling lambat 14 hari.

Perintah hakim untuk mengadakan penyitaan dan perintah untuk membuka surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya, meliputi juga hal-hal setelah permohonan perintah itu diajukan kepada hakim dan perintah lanjutan dari instruksi mengenai perkara pidananya yang diakibatkan oleh perintah penahanan itu. Bila permohonan (untuk mendapatkan perintah dari hakim) ditolak, hakim segera memberikan perintah agar surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya secepatnya dikirimkan kepada alamat yang bersangkutan.

Keputusan yang tidak perlu dilengkapi dengan hal-hal yang lain, dengan segera oleh atau atas permintaan dari pejabat yang bersangkutan dari kejaksaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.


Pasal 5.

Kepala kantor pos atau kantor pos pembantu atau kepala bagian pengiriman pos setempat, yang telah menahan surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya yang pengirimannya telah dipercayakan kepada dinas pos, berdasarkan ketentuan peraturan ini, wajib menyampaikan surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya (yang telah ditahan itu) kepada alamatnya pada kesempatan pengiriman pertama, di Jawa dan Madura pada hari ke-30 dan di pulau-pulau luar Jawa dan Madura pada hari ke-90 sejak penahanan dan penyitaan itu, yang permohonan perintahnya ditolak oleh hakim.


Pasal 6.

Bila kepentingan justisi dalam hal ini mengizinkan, pejabat yang memberikan perintah dinas secara tertulis, wajib:

a. memberitahukan kepada si alamat tentang penahanan dan penyitaan itu;

b. mengirimkan kepada si alamat atau atas permintaan si pengirim mengembalikan surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya, bila untuk kepentingan justisi penahanan itu tidak diperlukan;

c. mengirimkan tulisan bagian-bagian dari surat-surat atau tulisan-tulisan lainnya kepada si alamat, bila menurut kepentingan justisi bagian-bagian itu tidak perlu dirahasiakan bagi si alamat.


Pasal 7. (s.d.u.t. dg. S. 1923-317, S. 1925-505 dan S. 1932-16 jo. 49.) (Tidak dimuat di sini, karena perubahan dan tambahan pasal 7 ini mengenai Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer, hakim militer dan oditur militer dan pernyataan tidak berlakunya pasal 4 ayat (1) dalam hal ini).