Khautul Kulub
Ad-Dunya La'ibun (Dunia adalah pentas sandiwara)
Penutup

- XI -

A D D U N Y A L A ' I B U N

(Dunia adalah pentas sandiwara)

P e n u t u p

Sebulan kemudian Ganim benar benar sudah pulih kembali sebagaimana biasa. Khautul Kulub dan adiknya Fatanah senantiasa menjaga dan menungguinya. Obat yang paling mujarrab sudah ditawarkan orang kepadanya dan obat itu ialah Khautul Kulub. Dulu Khautul sebagai seorang gadis misterius dan kini seorang gadis yang sudah pasti jadi tunangannya dan dalam tempoh yang tidak berapa lama akan menjadi isterinya.

Ganim sudah mengetahui bagaimana duduk kejadian sejak awal sampai akhirnya. Bila ia menjajaki langkah-langkah yang telah berlalu semuanya tak ubahnya menjalani sebuah pertunjukan sandiwara yang di sutradarai langsung oleh Tuhan YME. Sangat saksama sekali skripnya, sangat rapi sekali kaitannya satu dengan yang lainnya. Sehingga menjadilah ia sebuah kisah yang utuh.

Andai pada malam itu Ganim sempat pulang kembali kerumahnya tentu ia takkan bertemu dengan Khautul Kulub dan jalan cerita akan berbeda jauh sekali dari yang sudah di laluinya. Sekiranya ia lakukan rencananya pertama tidak akan melihat isi peti itu, jalan cerita juga akan lai. Namun Tuhan sudah menetapkan dan menentukan sejak semula skrip cerita adalah sebagai yang sudah berlangsung itu. Satu noktah tak boleh berubah dari aslinya. Dan sesuatu mempunyai hikmah yang sangat dalam.

Andaikata di mesjid di desa itu Fatanah kenal sekali dengan abangnya Ganim maka jalan cerita tentu akan jauh pula berubah. Mungkin mereka bertiga tidak langsung ke Bagdad melainkan melarikan diri ke negeri lain sebab takut dengan hukuman Khalifah. Karena Ganim belum tahu Khalifah memberi ampunan kepadanya. Dan sebagainya,..dan sebagainya.

Kepada tuan rumah yang bernama Hafidz bin Ahmad sangat sekali Ganim berterima kasih. Iapun menjadi pelaku pelengkap dalam cerita sandiwara itu. Kenapa kedua orang yang diperintahkan ketua Desa itu melemparkan Ganim didepan rumahnya dan tidak langsung di bawa ke Rumah Sakit. Tuhan akan memberi karunia kepada orang yang baik hati itu dan jalan sudah terbuka. Dan ini tidak dapat di ganggu gugat.

Maka Ganim sudah menganggap Hafiz sebagai ayahnya sendiri dan isteri Hafiz sebagai ibunya pula. Jika tidaklah karena perawatan Hafiz yang penuh kasih sayang belum tentu Ganim akan selamat. Pendeknya semua sudah digerakkan Allah dengan sangat sempurnanya.

Maka tak heran kepulangan Ganim bin Ayub ke rumahnya akan dilaksanakan dengan secara resmi dan besar-besaran. Rencana itu sudah disetujui oleh Perdana Menteri Ja'far Bermaki dan Khalifah Harun Al Rasyid sendiri. Beliau-beliau itu ingin hendak mensyiarkan kisah itu dengan seluas-luasnya kepada masyarakat kota Bagdad, ya kepada seluruh Daulat Bani Abbasiah. Khalifah memang sanagt gemar dengan kejadian-kejadian seperti itu yang dianggapnya satu keistimewaan dalam daerah pemerintahannya. Sampai dunia kiamat prihal itu tentu tidak akan dilupakan orang. Para pujangga senantiasa akan mengukir kisah itu dalam kisah-kisahnya yang abadi.

Khautul kulub seakan-akan mendapat ma'ul hayat dari dalam peti matinya dan Ganim bin Ayub demikian pula. Satu peristiwa yang sangat luar biasa dan bukan sebuah kejadian kecil belaka. Apalagi pada akhirnya akan disudahi dengan acara yang paling istimewa.

Ketika Ganim bin Ayub, ibunya dan adinya datang menghadap ke istana Khalifah baginda sangat tertarik dengan adiknya Ganim,- Fatanah. Lama beliau meng urut-urut jenggot dan memperhatikan gadis itu dengan penuh praihatin. Dan bukannya berupa balas dendam Khalifah dengan serta merta lalu melamar Fatanah kepada ibunya dan kepada Ganim. Tentu saja mereka tak dapat menolak. Dan ibarat pertandingan antara Ganim dan Khalifah stand kini: 1 : 1.

Maka itu semuanya berjalan lebih lancar.

Karena itu pula semua rencana kepulangan Ganim kerumahnya disetujui dengan bulat oleh Khalifah. Malahan beliau memberikan bantuan yang sangat berharga dalam segala-galanya. Upacara itu diadakan sedara besar-besaran untuk berterima kasih kepada Khalifah dan ber syukur kepada Tuhan. Dan agar semua lapisan masyarakat dapat mengetahui dan ikut menikmatinya.

Orang-orang yang sudah berjasa seorangpun tidak ada yang dilupakan, semuanya di undang untuk menghadiri upacara yang amat meriah itu. Ketua Desa di desa di undang. Malahan dua orang penduduk desa yang sudah melemparkan Ganim dari atas keledai juga di undang dan diberi hadiab-hadiah. Keduanya dianggap tak lebih dari pelaku-pelaku sandiwara itu dan sudah memainkan peranannya dengan baik. Demikian juga Kit, Sahab dan seorang temannya.

Dan tanpa diundang semua kaum gelandangan di kota Bagdad ikut berbaris di tepi jalan yang bakal dilewati Ganim dan arak-arakannya. Sebab mereka sudah mengetahui bahwa Ganim sudah beberapa lamanya berlindung atau bersembunyi dalam kelompok mereka. Malahan ada yang kenal kepada Ganim bin Ayub dalam keadaan penyamaran itu. Dan sesunggubnya peristiwa semacam itu belum pernah terjndi selama pemerintahan Khalifah Harun Al Rasyid.

Keluarga Hafiz melepas dengan doa restu dan perasaan amat gembira. Apalagi mereka sudah menerima hadiah dari Khalifah sebanyak lima puluh ribu dinar. Belum lagi dari Ganim sendiri dan banyak pula yang lain-lain. Saudagar Hafiz sudah boleh membuang jauh-jaub embel-embel bangkerut yang selalu di juluki orang.

* * *

Maka bergeraklah arak-arakan yang membawa Ganim bin Ayub dan keluarganya ke rumahnya kembali. Beberapa buah joli (tandu) yang diapit khadam, inang, dan pengiringnya berjalan pelan-pelan antara barisan manusia yang berjejal-jejal sepanjang jalan. Satu pasukan pengawal Khalifah ikut pula dalam arak-arakan itu.

Ganim sendiri duduk dalam tandu yang dihiasi dengan permata-permata sehingga gemerlapan kena sorot cahaya matahari. Tak ubahnya seorang Pangeran yang sebentar lagi akan di nobatkan menjadi seorang raja. Disampingnya terletak sebuah peti penuh berisi uang dinar emas. Bila melewati rombongan kaum gelandangan, karena mereka ber kelompok-kelompok menurut kaumnya, maka Ganim merogoh petinya dan mengaut dinar lalu di lemparkannya kepada gerombolan itu. Maka berebutlah jembel-jembel itu memperebutkan mata uang itu, sikut menyikut, dorong mendorong, tindih menindih, amat lucu kelihatannya. Sehingga merupakan tontonan yang menarik pula bagi masyarakat ramai. Lalu terdengarlah sorak sorai, dan jel-jel mereka: "Hidup Ganim bin Ayub,.... Hidup Ganim,... hidup Khautul Kulub,.... hidup Fatanah....."

Dimuka rumahnya sudah ramai pula orang menanti, antaranya Perdana Menteri Ja'far Barmaki. Ganim segera turun dari tandunya dan segera memberi hormat kepada Perdana Menteri. Ja'far Bermaki hanya tersenyum saja. Kepada Ganim diserahkannya surat resmi pengembalian rumah dengan semua harta bendanya yang ada dalam rumah itu.

"Tuan terimalah semua-muanya kembali," ujar Perdana Menteri, "rumah tuan,...harta benda tuan,. dan... kekasih tuan...!"

Bersama dengan itu Perdana Menteri menyerahkan pula sepucuk surat dari Gubernur di Damsyik yang menyampaikan permohonan maafnya dan pengembalian rumah dan semua harta bendanya yang disitanya sewaktu menerima surat dari Khalifah.

Dan entah siapa yang paling gembira pada hari itu; Ganim kah, ibunyakah, Fatanah kah, khadam-khadam kah, yang terang semuanya ber gembira. Permaisuri Zubaedah juga amat gembira. Sebab dia sudah di ampuni oleh Khalifah dan dibebaskan dari tahanan rumah. Dan saingannya yang amat ditakutinya itu tidak akan mendatangkan sesuatu apapun baginya. Namun Khalifah tetap menambah selirnya pada hari itu, tetapi bukannya Khautul Kulub.

Ternyata ada juga hikmahnya permaisuri menyuruhh kubur Khautul Kulub sebab seorang laku-laki muda yang sudah di jodohkan Malaekat Jibril di Luh Mahfuz datang membebaskannya.

Maka pada hari itu pula dilangsungkanlah perkawinan antara Ganim bin Ayub dengan Khautul Kulub. Maka kisah Ganim bin Ayub menambah kumpulan kisah yang terjadi dalam zaman pemerintahan Khalifah Harun Al-Rasyid. Yaitu kisah Ibrahim AL-Kasib *), Kisah Anis Aljalis **), dan lain-lainnya.

Sampai ber abad-abad kemudian kisah-kisah itu masih abadi dalam kazanah perpustakaan dunia.

__________________________ ***** ______________________________

). Mencari gadis impian oleh A. Damhoeri

Penerbit Fa. WIDJAYA, Jakarta,

  • ), Dendam Abadi oleh A. Damhoeri, penerbit......