Kompilasi Hukum Islam di Indonesia/Buku Kesatu

BUKU I

HUKUM PERKAWINAN


Kompilasi Hukum Islam Indonesia

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal l

Yang dimaksud dengan:
a. Peminangan ialah kegiatan upaya ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita,

b. Wali hakim ialah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah;

c. Akad nikah ialah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi;

d. Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam;

e. Taklil-talak ialah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa Janji

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia

3

Halaman:KHI id.pdf/16 Halaman:KHI id.pdf/17 Halaman:KHI id.pdf/18 Halaman:KHI id.pdf/19 Halaman:KHI id.pdf/20 Halaman:KHI id.pdf/21 Halaman:KHI id.pdf/22 Halaman:KHI id.pdf/23 Halaman:KHI id.pdf/24 Halaman:KHI id.pdf/25 Halaman:KHI id.pdf/26 Halaman:KHI id.pdf/27 Halaman:KHI id.pdf/28 Halaman:KHI id.pdf/29 Halaman:KHI id.pdf/30 Halaman:KHI id.pdf/31 Halaman:KHI id.pdf/32 Halaman:KHI id.pdf/33 Halaman:KHI id.pdf/34 Halaman:KHI id.pdf/35 Halaman:KHI id.pdf/36 Halaman:KHI id.pdf/37 Halaman:KHI id.pdf/38 Halaman:KHI id.pdf/39 Halaman:KHI id.pdf/40 Halaman:KHI id.pdf/41 Halaman:KHI id.pdf/42 Halaman:KHI id.pdf/43 Halaman:KHI id.pdf/44 Halaman:KHI id.pdf/45 Halaman:KHI id.pdf/46 Halaman:KHI id.pdf/47 Halaman:KHI id.pdf/48 Halaman:KHI id.pdf/49 Halaman:KHI id.pdf/50 Halaman:KHI id.pdf/51 Halaman:KHI id.pdf/52 Halaman:KHI id.pdf/53 Halaman:KHI id.pdf/54 Halaman:KHI id.pdf/55 Halaman:KHI id.pdf/56 Halaman:KHI id.pdf/57 Halaman:KHI id.pdf/58 Halaman:KHI id.pdf/59 Halaman:KHI id.pdf/60 Halaman:KHI id.pdf/61 Halaman:KHI id.pdf/62 Halaman:KHI id.pdf/63

Pasal 103
  1. Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran atau alat bukti lainnya.
  2. Bila akta kelahiram alat bukti lainnya tersebut dalam ayat (1) tidak ada, maka Pengadilan Agama dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah mengadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti yang sah.
  3. Atas dasar ketetapan pengadilan Agama tersebut ayat (2), maka instansi Pencatat Kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan Agama tersebut mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan.

Pasal 104
  1. Semua biaya penyusuan anak dipertanggungjawabkan kepada ayahnya. Apabila ayahya setelah meninggal dunia, maka biaya penyusuan dibebankan kepada orang yang berkewajiban memberi nafkah kepada ayahnya atau walinya.
  2. Penyusuan dilakukan untuk paling lama dua tahun, dan dapat dilakukan penyapihan dalan masa kurang dua tahun dengan persetujuan ayah dan ibunya.

Pasal 105
Dalam hal terjadinya perceraian :
  1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;
  2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya;
  3. biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya.

Pasal 106
  1. Orang tua berkewajiban merawat dan mengembangkan harta anaknya yang belum dewasa atau dibawah pengampunan, dan tidak diperbolehkan memindahkan atau menggadaikannya kecuali karena keperluan yang mendesak jika kepentingan dan keselamatan anak itu menghendaki atau suatu kenyataan yang tidak dapat dihindarkan lagi.
  2. Orang tua bertanggungjawab atas kerugian yang ditimbulkan karena kesalahan dan kelalaian dari kewajiban tersebut pada ayat (1).
Halaman:KHI id.pdf/66 Halaman:KHI id.pdf/67 Halaman:KHI id.pdf/68 Halaman:KHI id.pdf/69 Halaman:KHI id.pdf/70 Halaman:KHI id.pdf/71 Halaman:KHI id.pdf/72 Halaman:KHI id.pdf/73 Halaman:KHI id.pdf/74 Halaman:KHI id.pdf/75 Halaman:KHI id.pdf/76 Halaman:KHI id.pdf/77 Halaman:KHI id.pdf/78 Halaman:KHI id.pdf/79 Halaman:KHI id.pdf/80 Halaman:KHI id.pdf/81 Halaman:KHI id.pdf/82 Halaman:KHI id.pdf/83 Halaman:KHI id.pdf/84 Halaman:KHI id.pdf/85 Halaman:KHI id.pdf/86 Halaman:KHI id.pdf/87 Halaman:KHI id.pdf/88 Halaman:KHI id.pdf/89 Halaman:KHI id.pdf/90 Halaman:KHI id.pdf/91 Halaman:KHI id.pdf/92 Halaman:KHI id.pdf/93 Halaman:KHI id.pdf/94

Pasal 168
  1. Dalam hal rujuk dilakukan di hadapan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah daftar rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani oleh masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahinya, disertai surat-surat keterangan yang diperlukan untuk dicatat dalam buku Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan.
  2. Pengiriman lembar pertama dari daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai Pencatat Nikah dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sesudah rujuk dilakukan.
  3. Apabila lembar pertama dari daftar rujuk itu hilang, maka Pembantu Pegawai Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua, dengan berita acara tentang sebab-sebab hilangnya.

Pasal 169
  1. Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan mengirimkannya kepada Pengadilan Agama
ditempat berlangsungnya talak yang bersangkutan, dan kepada suami dan isteri masing-masing diberikan Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri Agama.
  1. Suami isteri atau kuasanya dengan membawa Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk tersebut datang ke Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak dahulu untuk mengurus dan mengambil Kutipan Akta Nikah masing-masing yang bersangkutan setelah diberi catatan oleh Pengadilan Agama dalam ruang yang telah tersedia pada Kutipan Akta Nikah tersebut, bahwa yang bersangkutan benar telah rujuk.
  2. Catatan yang dimaksud ayat (dua) berisi tempat terjadinya rujuk, tanggal rujuk diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk dan tanda tangan Panitera.


BAB XIX
MASA BERKABUNG


Pasal 170
  1. Isteri yang ditinggalkan mati oleh suami, wajib melaksanakan masa berkabung selama masa iddah sebagai tanda turut berduka cita dan sekaligus menjaga timbulnya fitnah.
  2. Suami yang tinggal mati oleh isterinya, melakukan masa berkabung menurut kepatutan.