Mendjelang Alam Pantjasila/Bab 3

Bab III.

Kemenangan achir dalam

arti kata jang luas.

1. APAKAH SEBETULNJA JANG DISEBUT RATU ADIL?

 Barang siapa dapat menjetudjui pendapat tentang lahirnja NEGARA REPUBLIK INDONESIA sebagai Ilham Tuhan Jang Maha Esa ini maka selandjutnja tentu akan jakin djuga bahwa segala djalan jang diindjak oleh Republik Indonesia dengan susah pajah ini adalah djalan jang menudju ke „kemenangan achir”. Arti kemenangan achir disini jalah datangnja suatu zaman dimana sebagian besar dari penduduk dunia sudah merasa djidjik kalau melihat suatu bangsa masih tak segan² mendjadjah bangsa lain meskipun tjara pendjadjahannja itu akan bertjorak sangat manisnja. Menurut udjar para pudjangga, maka zaman itulah jang disebut zaman KEADILAN dimana orang banjak sudah berfikir dan bertindak ADIL.

 Adapun pemimpin masjarakat,- djadi bukan hanja peraturannja sadja,- jang sudah bersifat adil ini sudah barang tentu sifatnja pun lebih adil dari pada sifat mereka jang dipimpin. Dengan lain perkataan sifat pemimpin itu akan sesuai djuga dengan kebutuhan masjarakat pada waktu itu. Untuk djelasnja maka baiklah kita mengambil perbandingan sebagai berikut :

    Djika pemimpin masjarakat tjiptaan para Satrija disebut „RADJA SINATRIJA” atau pemimpin masjarakat tjiptaan para Rawana disebut „RADJA RAWANA” maka sudah selajaknjalah bahwa pemimpin masjarakat atau negara jang sedang berrevolusi kini disebut „PRESIDEN REVOLUSI”.

 Perkataan apakah nanti jg. tepat dapat dipakai untuk menjebut Pemimpin masjarakat jg. sudah bersifat ADIL itu? Untuk mendjawab pertanjaan ini maka kita terlebih dahulu harus melihat zamannja di mana atau kapan sebutan itu diutjapkan. Djika orang-orang dari zaman purbakala mengutjapkan sebutan „RATU ADIL” maka kita, orang² dari abad ke 20, tentu akan memberi sebutan „Pemimpin Keadilan” atau „PRESIDEN KEADILAN”. Timbulnja Ratu Adil itulah jang diramalkan oleh para pudjangga sebagai „RICHT-PERIODE” dimana dunia sudah terhindar dari segala matjam kekatjauan untuk selandjutnja mengindjak zaman KEBAHAGIAAN bagi ummat manusia umumnja.

 Apabila tafsiran diatas ini dapat dibenarkan maka teranglah bahwa segala tafsiran² jang menjebutkan bahwa Ratu Adil, didalam ramalannja para pudjangga, nanti akan datang untuk MENGADILI DUNIA JANG SEDANG KATJAU BALAU itu, tak lain dan tak bukan hanjalah tafsiran jang berdasarkan hati ketjewa atau putus asa. Menurut logicanja, PEMIMPIN KEADILAN tentu tidak akan ada apabila masjarakat dunia ini belum adil. Karena itu pulalah maka pandangan kaum feodal bahwa datangnja RATU ADIL itu nanti melulu akan mengangkat deradjat kaum feodal jang kini merasa djatuh, itu hanjalah pengalamunan belaka. Pengalamunan sematjam ini achirnja tentu merugikan diri-sendiri karena, tak boleh tidak, sifat ini tentulah meningkat ke sifat lalai.

 Djuga pandangan para pengikut agama jang fanatiek, bahwa „JANG DINANTI-NANTIKAN KEDATANGANNJA DIDUNIA” itu nanti datang melulu untuk mengangkat agama serta deradjat dari pada pengikut² agamanja, itupun masih terpengaruh oleh perasaan sentimen. Sebab kalau betul begitu kedjadiannja maka dimana lalu letaknja keadilan ?

 Sepandang pengertian kita maka pandangan jang paling madju pada dewasa ini jalah pandangan jang disertai kejakinan, bahwa RATU ADIL, PEMIMPIN KEADILAN atau PRESIDEN KEADILAN itu adalah seorang pemimpin suatu masjarakat adil. Djadi, bilamana „KEADILAN” sudah mendjadi factor pertama dalam masjarakat maka para anggauta masjarakat jang sudah bersifat atau berdjiwa adil, pada umumnja tentu tidak akan lagi sangat membutuhkan orang² sakti berperang, agitator dan lain² sebagainja untuk ditundjuk mendjadi pemimpinnja.

 Zaman selalu beredar. Fikiran serta perasaan orangpun selalu berdjalan. Orang jang bersifat bagaimanakah jang akan kita tundjuk untuk mendjadi pemimpin kita pada waktu itu nanti ? Mau tidak mau kita akan menundjuk orang jang bersifat lebih adil daripada semuanja. Dialah jang akan kita tundjuk mendjadi Pemimpin masjarakat jang adil nanti. Penundjukan ini sudah tentu akan melalui djalan jang demokratis menurut masanja. Tentang luasnja daerah jang berada dibawah pengaruh pimpinannja nanti, sedjarahlah jang akan menetapkan. Baru pada waktu jang demikian itulah timbulnja PEMIMPIN KEADILAN/PRESIDEN KEADILAN atau dengan term purbakala jang disebut RATU ADIL itu. Sudah tentu tafsiran ini sama sekali tidak dimaksud untuk mengurangi harga Presiden kita sekarang ini. Sebab menurut Undang² Dasar Negara kita, memang tiap² 5 tahun kita berhak memilih Presiden. Siapa tahu, kalau Bung Karno djiwanja masih sesuai djuga dengan zaman KEADILAN nanti ? Sebaliknja siapa tahu pula kalau didunia ini masih terdapat seorang machluk jang lebih tepat mendjadi Pemimpin didalam zaman KEADILAN itu nanti daripada machluk lainnja ? Pada hakekatnja tjara memakai sebutan RATU ADIL itu nanti akan sama dengan tjara memakainja sebutan² RADJA SINATRIJA, radja RAWANA dan PRESIDEN REVOLUSI itu. Djadi teranglah bahwa bukan karena seorang jang disebut RATU ADIL-lah timbulnja ZAMAN BAHAGIA, akan tetapi malahan sebaliknja, jaitu bahwa zaman bahagia jang disebabkan karena djiwa manusia sudah bersifat adil itulah jang menimbulkan RATU ADIL, Ratu Adil mana tak lain dan tak bukan jalah pemimpin dari orang² atau bangsa² jg. djiwanja sudah mulai adil. Siapakah jg. dapat menundjukkan djalan untuk mendekatkan djiwa manusia kepada sifat adil ? Setelah mengalami segala matjam kesulitan hidup jang diluar dugaan atau diluar perhitungan manusia pada dewasa ini, maka kita mengemukakan djawaban bahwa Tuhan Jang Maha Esa sendirilah jang menundjukkannja. Oleh sebab itu maka sudah sepantasnjalah, bahwa kini bangsa Indonesia dari sedikit kesedikit mulai melatih diri kearah pemeliharaan „djiwa jang bersifat adil” atau penjesuaian segala tindakannja dengan PANTJA SILA Negaranja.

 Apabila kita jakin, bahwa Negara Republik Indonesia adalah berdasarkan atas Ilham Tuhan Jang Maha Esa, maka sudah sepantasnjalah kalau para pengemudinja jang tidak dapat menempatkan diri lagi pada fase perdjoangan kita selalu diganti dengan pengemudi² lainnja jang lebih sesuai dengan fasenja, ibarat wajang kulit jang dimainkan atau dimasukkan dalam kotak lagi. Tetapi pantas pula di-ingat, bahwa penggantian ini haruslah tiada berdasarkan atas sentimen atau serakah hati hal mana hanjalah mengakibatkan pemborosan dalam keuangan Negara serta makin djauhnja rakjat dari Pemerintahnja atau sebaliknja hanjalah mengakibatkan bertambah besarnja kantong hartawan asing jang mempunjai maksud tertentu. Demikian pula tentang pergolakan sendjata di dalam Negeri jang seharusnja ditjegah sekuat-kuatnja. Begitulah seterusnja sehingga Negara Republik Indonesia selamanja dapat dipertahankan dan dipelihara baik² dengan mendjalankan „politik bebas” jang bidjaksana serta tiada pula melepaskan dasar tjita² Bangsa.

2. SJARAT UNTUK BERDJUANG DALAM DJARAK PANDJANG.

 Kalau dipandang dengan katja-mata kepentingan perseorangan, maka penggantian pengemudi² diatas ini tentu akan dipertahankan sekuat²nja oleh mereka jang bersangkutan. Sebab orang itu, bagaimana besar semangat berkorbannja terhadap Nusa dan Bangsanja sekalipun, tentu akan mempertahankan kedudukannja djuga kalau masih dapat dipertahankan. Tetapi kalau dipandang dengan katja-mata perdjoangan, maka segala sesuatu jang menimpa diri seseorang warga-negara Republik Indonesia, penimpahan mana berdjalan diatas „ril” demokrasi, tentu akan diterima dengan ichlas hati serta „correctief” terhadap segala kekurangannja sendiri oleh mereka jang bersangkutan. Sudah tentu, bahwa jang dimaksudkan „ril” demokrasi disini jalah „ril” demokrasi PANTJASILA.

 Terang djugalah, bahwa tidak hanja dengan meriam, bedil, granat mortier, agitasi dan alat² pengrusak lainnja sadjalah NEGARA REPUBLIK INDONESIA tjukup kita pertahankan dan kita pelihara tetapi djuga segala kekuatan baik lahir maupun bathin jang ada pada kita.

 Seperti telah kita ketahui, maka NEGARA REPUBLIK INDONESIA dengan segala dasarnja atau Pantja Silanja adalah suatu „DJALAN TENGAH diatas gelombang aliran² politik. Oleh sebab itu, maka kita sebagai pemeliharanja sudah sepantasnjalah kalau selalu berusaha untuk mendapatkan djalan tengah djuga dalam segala usahanja jang bersangkutan dengan pemeliharaan tsb. Meskipun kita dapat menjaksikan sendiri bahwa Negara Republik Indonesia belum dapat memberi kepuasan kepada segenap warga negara Republik Indonesia, tetapi kita tentunja tidak akan „TJUTJI TANGAN” begitu sadja. Sebaliknja seorang warga negara Republik Indonesia tidak sepantasnjalah kalau masih tetap duduk dalam staf pengemudian Negaranja dengan mempergunakan kesempatannja untuk selalu mendjalankan ketjurangan². DJALAN TENGAH PULALAH JANG HARUS KITA TEMPUH. Kita harus belum merasa puas kalau kita baru dapat menggelorakan suasana massa didalam satu pendapa atau gedung bioscoop sadja bahkan didalam stadion sekalipun dengan mendapat sambutan sorak² jang gemuruh. Suatu kewadjiban lagi bagi setiap pemelihara Negara Republik Indonesia masih ada jaitu, bahwa setiap pemelihara tersebut dengan diam² dan tak usah dikenal oleh massa selalu berusaha untuk menanam benih jang baik dan benar kedalam hati sesamanja jang masih perlu ditanami. (karaktervorming). Tjara untuk mendjalankan kewadjiban ini adalah banjak, jaitu antara lain dengan memberi tjonto sepak terdjang jang pantas, dengan pembitjaraan, dengan tulisan, ja pendeknja dengan tjara bagaimanapun djuga asal dipandang dapat menguntungkan Negara dan Rakjatnja. Meskipun nanti didalam satu hari seorang pemelihara baru dapat menanam benih kedalam hati seorang sadja, tetapi kalau benih itu sungguh baik dan benar, sedangkan tanah dimana benih itu ditanam sangatlah suburnja, maka atas Kurniah Tuhan Jang Maha Esa benih ini akan tumbuh dengan suburnja, sehingga dapat bergilir memantjarkan benih² kelain tempat lagi. Begitulah seterusnja. Tetapi harus tidak dilupakan djuga, bahwa sebelum orang mendjalankan kewadjiban tersebut harus djuga menanam benih jang sehat, baik dan benar dalam djiwanja sendiri terlebih dahulu. Ja, pendek kata orang harus membangun „karakternja” sendiri dan mengadakan „zelfcorrectie”. Kesabaran hatipun harus dipergunakan. Lain dari pada itu, seperti djuga jang telah diandjurkan oleh para pemimpin besar, harus difahami djuga akan pandjang pendeknja waktu dimana kita berdjoang. Sebab dengan memahami waktu tersebut maka kita tentu dapatlah mendjalankan api perdjoangan kita sebegitu rupa sehingga banjak sedikitnja „minjak perdjoangan” jang ada pada bangsa² jang benar ini dapat disesuaikan dengan pandjang pendeknja waktu perdjoangan tersebut.

 Sebagai tjontoh, baiklah kita mengambil perumpamaan sebuah lampu jang dinjalakan pada malam hari. Djika kita menghadapi malam jang gelap gulita, tidak usah disuruh, dengan sendirinja kita tentu memasang lampu. Apabila kita waspada maka kita tentu menjalakan lampu dengan tjara sebegitu rupa, sehingga apinja dapat terus menjala sampai pada saat datangnja sinar matahari diatas benua kita. Andaikata Sang api menjalanja terlalu besar, sehingga tidak seimbang dengan banjaknja minjak, maka kita tentu akan mengalami kegelapan jang disebabkan karena habisnja minjak. Sebaliknja, djika menjalanja sang api sangatlah ketjilnja, maka kemungkinan bahwa api akan mati tertiup angin, pun sangat besar.

 Begitu djuga djalannja perdjoangan jang menudju tjita-tjita „DUNIA BENDERANG”. Djadi, djika kita dapat mengukur besar Ketjilnja api tersebut, maka tjita² jang luhur itu tentu tidak akan musnah ditengah² djalan meskipun kita sebagai perseorangan kini telah mengenjam kenikmatan, kehormatan dan kekuasaan atau sebaliknja telah menderita, hina dan lemah.

 Untuk mempertebal kejakinan terhadap kebenaran perdjoangan kita, maka tak ada salahnja djika kita selalu mengikuti djalannja suasana dunia untuk disesuaikan dengan suasana masjarakat kita sendiri pada dewasa ini. Makin besar perhatian kita terhadap suasana tersebut tentu makin terang djugalah bajangan „KEMENANGAN ACHIR” itu dimata kalbu kita.


§