6. PUSPA SARI


BESOK Elang Segara segera akan berangkat pula. Malamnya saudagar Biram mengadakan perjamuan akan melepas nakoda dan anak kapal berangkat. Sangatlah meriahnya peijamuan itu. Semua anak kapal datang dengan istrinya dan berpakaian indah-indah. Di antara semua yang datang, ada seorang anak muda yang terlebih kacak dan gagah. Kelihatan sopan santun, pandai bergaul dan ramah tamah. Pakaiannya pun indah cemerlang.

Saudagar Biram menggubit Nakoda Jaya dan bertanya, ’’Tuan nakoda! Sudah saya perhatikan anak muda yang gagah itu tak pernah kelihatan dalam anak buah kapal itu. Siapakah dia?”

Nakoda Jaya tersenyum dan menyahut, ” Dia sebenarnya anak buah kapal kita. Tetapi karena ia rajin dan cepat menangkap sesuatunya, dan kelakuannya baik, maka saya angkat dia menjadi anak angkat. Tuan saudagar maklum bahwa saya tidak beranak seorang pun. Sekarang dia sudah kami angkat menjadi tandil menggantikan tandil yang sudah berhenti. Sebenarmya menjadi serang pun akan disanggupinya. Tetapi baiklah kita mulai dari bawah.”

”Wah , kacak nian anak muda itu,” puji saudagar Biram.

”Siapa namanya?”

”Si Tenggang!”

Satu nama yang ganjil. Saudagar Biram belum pemah mendengar nama itu. Dipanggilnya Tenggang. Dalam tempo yang singkat saudagar Biram cepat merasa tertarik kepada anak muda itu. TetapiTenggang merasa amat malu. Ia khawatir kalau-kalau saudagar yangkaya raya itu tahu akan asal-usulnya. Bahwa ia berasal dari suku hutan yang hina dina yang masih suka makan daging kera dibakar. Tetapi saudagar Biram tak ada menanyakan asal-usulnya. Malahan

Tenggang diperkenalkannya kepada anaknya yang perempuan.

Anak saudagar Biram sudah remaja dan amat cantik parasnya. Sejak tadi ia sudah ada dalam perjamuan itu. Dan memang sejak tadi pula ia selalu memperhatikan Tenggang.

’’Anakku Puspa Sari,” kata saudagar Biram. ’’Inilah Tenggang tandil kitayang baru!”

Keduanya bersalaman dan menganggukkan kepala. Lalu terlibatlah Tenggang dalam percakapan yang mengasyikkan dengan Puspa Sari putri saudagar Biram. Tenggang memang pintar berbicara. Ia menceritakan pengalamannya selama dalam pelayaran. Yang aneh-aneh dan mendebar-debarkan hati. Terpaut mata Puspa Sari di bibir Tenggang yang asyik berkisah. Tetapi malam kini rasanya berlalu cepat sekali. Perjamuan itu cepat berakhir. Dengan sedih kedua muda remaja itu berpisah. Saudagar Biram merasa gembira karena keduanya lekas menjadi dua orang bersahabat.

Keesokan harinya Elang Segara sudah siap akan membongkar sauh akan berlayar. Tak disangka-sangka Puspa Sari datang ke pelabuhan. Ia melepas Tenggang pergi berlayar. Dibawanya macam-macam makanan dan juadah. Bekal Tenggang berlayar. Dipesankannya kepada Tenggang supaya kalau pulang nanti Tenggang akan membawakannya barang-barang aneh dan garib yang tak ada di Labuhan Puri. Tentu saja Tenggang berjanji akan membelikannya. Keduanya berpisah dengan sedih dan enggan bercerai. Entah perasaan apa pula yang tumbuh dalam hati mereka.

Dalam pelayaran sekali ini bertukar pula yang disusahkan si Tenggang. Dulu wajah si Bulan yang senantiasa terbayang-bayang di ruang matanya. Kini Bulan sudah terbenam. Tak pernah muncul lagi di hatinya. Gantinya wajah Puspa Sarilah yang selalu datang membayang. Tetapi hal itu menambah semangatnya bekerja dan belajar.

Namun kemalangan datang juga. Dalam pelayaran itu serang kapal Elang Segara meninggal karena suatu penyakit. Mayatnya dikuburkan di laut. Untuk menggantikan serang yang meninggal itu nakoda mengusulkan Tenggang menjadi penggantinya.

Memang tak ada seorang pun yang sanggup dan layak menggantikan serang. Tenggang sudah menjadi serang pula . Jabatan itu dipegangnya sebaik-baiknya. Ia sangat cakap dan cocok sekali memangku jabatan itu.

Setelah lima bulan dalam pelayaran Elang Segara pulang kembali ke kandangnya di Labuhan Puri. Seperti dulu kapal penuh sarat memuat barang-barang berharga mahal yang dibeli di berbagai negeri dan pelabuhan. Keuntungan yang berlipat ganda pasti akan diterima pula oleh saudagar Biram.

Tenggang tak melupakan pesan Puspa Sari. Dibawakannya pelbagai benda-benda mahal dan indah-indah yang dibelinya di pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya. Bukan main sukanya putri saudagar Biram menerima oleh-oleh itu. Tambahan lagi Tenggang sudah naik pula pangkatnya. Pergi jadi tandil, pulang jadi serang. Satu kenaikan pangkat yang istimewa juga.

Sudah setahun pula berlalu. Tenggang tak dapat dipisahkan lagi dengan Elang Segara. Nakoda Jaya dan saudagar Biram teramat sayang kepadanya.

Suatu hari Nakoda Jaya memanggil Tenggang. Ia berkata kepada Tenggang, "Anakku Tenggang! Sudah sekian tahun kami bergaul dengan engkau. Tentang kerajinan dan kecakapanmu tak usah disangsikan lagi. Maka kami sudah bermupakat dan mulai hari ini bapak takkan pergi berlayar lagi. Bapak sudah ingin bersenang-senang saja lagi sambil membuat ibadat. Mupakat kami itu juga memutuskan bahwa sebagai pengganti bapak, anakkulah kami tetapkan menjadi nakoda memimpin kapal Elang Segara. Tetapi kapal Elang Segara sudah tua pula. Sudah harus pensiun pula seperti bapak. Saudagar Biram sudah membuat sebuah kapal yang baru . Lebih besar dan lebih kuat dari Elang Segara yang lama. Jadi kapalnya baru dan nakodanya baru ...."
Jadi kapalnya baru dan nakodanya baru ....

Tenggang amat terharu dengan kepercayaan yang diletakkan di atas pundaknya. Bukan mainlah meriahnya pesta sekali ini. Elang Segara Muda bukan main anggun dan tampannya berlabuh di tepi dermaga pelabuhan Labuhan Puri, Nakodanya masih muda, anggun dan tampan pula. Padanlah sudah antara keduanya.

Elang Segara Muda mulai pelayarannya pula. Beberapa bulan kemudian sudah kembali pula dengan selamat. Barang-barang niaga yang dibawanya bertumpah ruah. Keuntungan yang dibawanya berlipat ganda dari dahulu. Maklumlah Tenggang masih seorang muda yang tajam tiliknya dan cerdas otaknya. Saudagar Biram dan nakoda Jaya amat gembira. Tak sia-sia mereka mempercayakan Elang Segara ke tangan anak muda yang cakap itu. Kini datang pula satu permintaan dari saudagar Biram. Ia ingin menjodohkan anaknya Puspa Sari dengan Nakoda Tenggang. Pucuk dicinta ulam mendatang. Tetapi tentu saja Tenggang masih malu-malu, walau dalam hatinya ia bersorak kegembiraan. Demikian pula Puspa Sari. Memang sudah lama kedua remaja itu tersangkut kasih.

Sebentar teringat juga olehnya akan asal-usulnya. Dari suku Sakai yang terpencil dan biadab. Kini sudah menjadi seorang nakoda muda. Dan menjadi menantu seorang saudagar yang kaya raya dan cantik pula. Seakan-akan dunia dengan isinya dilonggokkan di depan si Tenggang.

Si Tenggang sendiri pun sudah menjadi kaya. Dari hasil bagian keuntungan yang didapatnya ia sudah membeli tanah dan membuat rumah yang mungil di Labuhan Puri. Bukan seperti ran dahulu lagi yang tak ubahnya seperti sarang monyet tersangkut di atas pohon kayu. Oh, kalau orang kampungnya tahu! Si Bulan! Si Sirih! Apakah kata mereka tentang dirinya sekarang?

Tenggang keturunan suku Sakai yang sudah menjadi seorang nakoda muda yang kaya raya dan mempunyai istri cantik laksana bidadari dari langit ....