Sepanjang persangkaan kita sendiri, cukuplah rasanya kita memperlihatkan sifat, asal dan lembaga-lembaga Barat, yang salah satunya mesti kita pilih, kalau kita mendapat kemerdekaan buat mengatur negeri sendiri. Sebagai seorang berhaluan Komunis, tentulah kita tidak mendoa hati lagi akan keburukan Parlemen dan kebaikannya Soviet, seperti juga kita tidak mendua hati akan kebusukannya kapitalisme dan perlunya datang Komunisme. Bagi kita buruk baiknya itu tiadalah bergantung pada kalau menangnya Soviet –Rusia. Kalau negeri-negeri beralasan Kapitalisme, yang di luar Rusia (Jerman, Inggris, Jepang, Amerika dan sebagainya) belum bisa melawan musuh kemodalan itu, atau masih tertipu oleh taktiknya kaum Sosial Demokrat, maka adalah lagi sifat kemodalan yang mesti akan membuka mata kaum Buruh seluruh dunia, dan memaksa dia menuju berjalan ke padang Komunisme.

Sifat Imperialisme, yakni nyawanya kemodalan, akan segera kembali menimbulkan peperangan, dan akhirnya sifatnya itu juga akan meracun dirinya sendiri.

Bahwasanya, maka sejarah dunia ini sudah menyaksikan, bahwa sesuatu benda yang mengandung kebenaran itu mesti akan timbul, berapapun juga halangan dan musuhnya, berapapun juga propagandanya kaum Bolshevik pada masa Tsar memerintah dihalangi, berapapun sengsaranya yang ditanggung oleh Lenin dan Trotsky sendiri tetapi konon cita-cita yang suci itu mesti akan memancarkan cahayanya. Lupakah kita sengsara nista dan maki yang ditanggung oleh Nabi Muhammad dalam 10 tahun itu, ialah sebelum ia berpindah ke Madinah? Lupakah kita, bahwa 2000 tahun dahulu, kebenaran dalam agama Nasrani mesti dibayar oleh Nabi Isa dengan darah dan nyawanya? Bukankah kaum segala nabi-nabi yang lain, sama sekali dalam awalnya kecil, dan baru sesudah sepuluh, ya, sampai beratus tahun maka berarti? Sebab bukti-bukti dunia kita sendiri itulah, maka Komunis atau tidaknya kita ini, bukan bergantung pada kalah atau menangnya kaum kita yang sedikit di tanah Rusia itu.

Lagi pula kaum Modal, yang dengan surat-surat kabarnya tak putus membusuk-busukan kaum Komunis di Rusia, boleh membaca sejarahnya sendiri. Lebih kurang 60 tahun dia mesti berperang, sampai baru bisa mengalahkan partai raja dengan bangsawannya. Kekuasaan Monarki (memerintah dengan raja dan Ningrat) mulai dibongkar oleh kaum modal pada tahun 1789 pertama di negeri Perancis. Pemberontakan itu begitu besar artinya, sehingga tahun 1789 itu dinamai batasnya sejarah yang baru. Negeri-negeri yang lain di tanah Eropa (Jerman, Inggris, dan lain-lain) juga mengambil contoh. Dalam pemberontakan-pemberontakan itu, maka kaum Modal, yang dibantu oleh Rakyat, kerap kali mendapat kalah sehingga saban-saban raja-raja yang sudah diusir dulu bisa timbul kembali. ”Menang” dan kalah, begitulah nasibnya kaum Modal yang pada masa itu berhaluan revolusioner, dari tahun 1789 sampai 1848, sesudahnya mana kaum Monarkis semuanya kalah, dan kekuasan jatuh sama sekali atas Parlemennya kaum Modal. Enampuluh tahun kaum Kapitalis mesti berperang, supaya maksudnya sampai. Sekarang dia mau, supaya kaum Bolshevik bisa mengalahkan kaum kemodalan Dunia dalam 2 atau 3 tahun!!!

Siapa yang berpikiran suci serta adil, dan tidak berhati dengki atau takut, tentulah segera akan mengerti tipu muslihatnya politik kaum Modal dunia sekarang.

Apabila hati dan pikiran kita dengan azas-azas yang sudah kita terangkan, sudah yakin akan kebaikannya Komunisme, maka tinggallah atas kita lagi kewajiban untuk memeriksa dan menunjukkan apa bisa dan mestikah negeri Hindia ini diatur menurut aturan Komunisme.

A. Asal partai-partai politik di Hindia, serta sifat dan keadaan partai-partai itu.

sunting

Menurut sejarahnya tanah Jawa, dan menilik sisa-sisa peraturan pemerintah zaman kuno, dan menilik adat istiadat rakyat, maka bolehlah kita katakan bahwa peraturan pemerintah berkasta-kasta dan berhubung dengan itu adat dan perasaan berkasta-kasta sangat termasuk dalam darah daging penduduk pulau Jawa dan Bali. Peraturan itu asalnya dari tanah Hindustan, dimana penduduk negeri dibagi atas 4 kasta, yakni kasta Brahma (pendeta), Ksatria (bangsawan), Waisa (hartawan dan kaum tukang-tukang) dan kasta Sudra (budak). Tiap-tiap kasta itu tiada boleh campur-bercampur; brahma itu bolehlah dikatakan perhubungan manusia dengan Tuhan, dunia dan akhirat; dari Ksatria datangnya raja-raja, sedangkan kaum Sudra lain tidak gunanya malah untuk bekerja buat 2 kasta yang terutama (Brahma dan Ksatria) sungguhpun ia tidak dipandang semacam manusia. Pendeknya yang mengadakan hasil, tetapi menghisap dan berkuasa ialah 3 kaum yang lain-lain itu. Cita-cita baik dalam ilmu-ilmu, maupun dalam agama, ialah berhubung dengan cara mengadakan hasil negeri itu juga. Kromo haruslah rajin, hormat, sabar, dan syukur, serta kekuasaan dan kekayaan memang sudah dinasibkan Tuhan untuk kaum Ningrat dan Pendeta saja.

Sungguhpun tanah Jawa dimasuki oleh agama-agama Budha dan Islam, yang ada berdasar demokratis, sungguhpun sudah lebih kurang 300 tahun bangsa Jawa campur dengan bangsa Barat, tetapi perasaan Kromo terhadap kepada keningratan itu tiadalah hilang.

Tiadalah kita heran, bahwa suatu partai keningratan sejati yakni Budi Utomo bisa menarik hati sebagian besar dari penduduk Jawa, lebih-lebih juga dari pihak kaum yang terpelajar. Apa-apa yang mempunyai sejarah sebegitu lama tentulah tidak mudah hilang. Tidak perlu kita periksa lagi benar apa salahnya keyakinan semacam itu, bahwa manusia itu mesti dibagi-bagi atas beberapa golongan (untuk memerintah dan bekerja) karena penuh misal akan menerangkan di segenap dunia, bahwa manusia itu sama, yakni akan pendeta pun bisa juga jadi penjahat sedangkan sebaliknya pula cukuplah anak-anak si Kromo yang bisa jadi apapun.

Pendeknya, tiadalah bisa ditentukan lebih dahulu (kaum dan turunannya) mana yang wajib memerintah. Tetapi disebabkan kelobaan manusia dan Harta Pusaka mesti turun pada anak jugalah, maka adat negeri menetapkan lebih dahulu bahwa kaum memerintah (ningrat) mesti tingkal kekal, atau sudah dikabulkan Tuhan.

Disebabkan oleh contoh-contoh di tanah eropa, baik di tanah Amerika, dimana satu-satu bangsa meninggikan kemerdekaan tanah airnya sendiri, disebabkan oleh persangkaan bahwa yang menyebabkan sengsara rakyat Hindia ini ialah pemerintahan suatu bangsa atas bangsa lain, maka timbullah di Hindia ini suatu vereeniging (NIP) yang mau mengadakan pemerintah dari orang Hindia sendiri. Pun dasar ini ada berhak buat dihormati, karena memanglah sesuatu bangsa, mesti pun bangsa apapun juga tidak akan bisa mengharuskan keperluan bangsa asing lahir dan batin! Segala lembaga-lembaga dalam negeri yang tidak berdasar kebangsaan, tentulah akan merusakkan bangsa itu juga. Jadi meskipun suatu bangsa tidak berhayat hendak menindas atau menghisap, melainkan semata-mata hendak mendidik bangsa yang berbeda sifat dan wataknya itu, adalah sesuatu pekerjaan yang amat berbahaya, apalagi kalau bangsa lain itu cuma terutama datang lantaran kelobaan saja. Sebab itulah kita mengerti betul akan haluannya kaum NIP.

Tetapi, karena yakin, bahwa bangsa yang memerintah tanah Hindia sekarang bukan dsebabkan kebangsaan atau merasa berkewajiban untuk mengembangkan ilmu dan kebudayaannya sebagai bangsa, malah disebabkan sifat kemodalan yang menjadi sendi bagi pencaharian hidupnya, maka kita tidak bisa mengadakan dan membetulkan politik yang cuma bertentangan dengan bangsa Belanda semacam bangsa saja. Kita sebaliknya tahu, bahwa nama Belanda itu dengan sekejap boleh kita tukar dengan Inggris, Jepang, Amerika dan sebagainya, yang memang sama sekali sudah menaruh besar di tanah Hindia, lebih-lebih di negeri-negeri yang baru dibuka untuk industri. Tidak akan lama lagi maka di kepulauan Sumatera, Sulawesi dan sebagainya yang penuh dengan barang-barang logam dan tumbuh-tumbuhan yang perlu untuk industrinya negeri-negeri yang beralasan kapitalisme akan didesaki oleh modalnya berjenis-jenis bangsa, sehingga, ”bendera kebangsaan” itu akan percuma saja berkibar. Negeri kita yang tidak bermodal dan sifat Rakyat Hindia lebih, bangsa Jawa yang tidak bersifat kemodalan serta kebodohan Rakyat Hindia sendirilah menyebabkan, yang kita tidak akan bisa kelak mengadakan modal yang cukup besar untuk mengalahkan modal-modal tanah asing. Karena bangsa-bangsa asing itu kebanyakan merdeka dan datangnya dari hawa yang sejuk, lantaran mana ia mesti rajin, kuat, tahan dan pintar mesti memikirkan dan mengadakan bermacam-macam mesin maka mereka itu dengan gampang saja bisa mengalahkan bangsa Hindia ini dalam dunia industri dan perniagaan. Sedangkan bangsa Hindustan yang lebih kuat, pintar berasa dan kaya dari bangsa kita, tidak bisa melawan kemodalan bangsa Inggris, yang memang dibantu oleh undang-undang dan bermacam-macam hal lain-lain.

Bangsa Hindustan tentulah tidak akan sampai begitu bodoh dan sesat, sampai ia mau meminta pertolongan pada kaum Modal Jepang dan Amerika. Bangsa Hindustan tentu tidak lupa akan cerita katak-katak dalam sebuah kolam, yang sebab takut pada seekor burung bangau, lantas minta pertolongan pada seekor ular, sesudahnya mana ular tadi menjadi raja Kolam, dan menghabiskan segala katak-katak dalam kolam tadi.

Kita Rakyat juga mesti sadar akan isi dan artinya cerita itu. Kalau minta pertolongan janganlah pada orang yang bisa jadi musuh. Kalau tidak bisa mencari pertolongan pada kaum yang senasib dan satu keperluaan, baiklah tidak minta pertolongan. Buktinya cerita tadi boleh kita lihat di kiri-kanan, dimana bangsa-bangsa kecil baik di Eropa, Asia ataupun Amerika Selatan, yang merebut kemerdekaan dengan pertolongan kaum Modal yang dipercaya, kesudahannya dihimpit oleh yang menolong tadi juga.

Keyakinan hendak melawan Modal Asing itu dengan modal sendiri, terang sekali terbukti pada permulaan gerakan Sarekat Islam beberapa tahun dahulu yang mulanya bernama Sarekat Dagang Islam dan didirikan oleh Haji Samanhudi. Adalah suatu ketika, yang kita hampir percaya, bahwa daya upaya pemimpin-pemimpin Sarekat Islam itu akan berhasil. Rakyat cukup menaruh gembira, pengharapan dan kepecayaan. Kehinaan dan kemelaratan yang beratus-ratus tahun itu disangka akan hilang. Bermacam-macam toko didirikan untuk menentang toko-toko bangsa asing. Pergerakan perniagaan (ekonomi) itu dicampuri oleh pergerakan poitik yang berdasarkan agama dan kebangsaan. Semuanya ini tiada mengherankan kita. Malah kita juga komunis harus memuji jasa pemimpin-pemimpin semacam Samanhudi, Cokroaminoto, Semaun dan lain-lain yang sekurang-kurangnya sudah membangunkan Rakyat berjuta-juta dari tidurnya yang nyenyak dan pertama sekali membuka mata yang beratus-ratus tahun tertutup. Menurut keterangan kita di atas tadi, yakni lantaran kekuatan modal, watak dan kepintaran bangsa kita dalam perkara perniagaan, niscayalah kita akan kalah. Sampai sekarang kita dalam dunia industri dan perniagaan, masih tinggal pada tingkat paling rendah. Belumlah kelihatan bukti-bukti dan keterangan yang bisa mendatangkan keyakinan buat kita, bahwa dalam beberapa tahun dimuka ini, bangsa Jawa bisa merebut golongan tengah dan atas dalam dunia perniagaan dan industri. Cumalah ada di sana sini kaum Muslimin, yang memegang perniagan kecil-kecil seperti di kota yang besar-besar, tetapi sebagian besar dari Rakyat yang menaruh perasaan Sarekat Islam masih sama melarat.

Kaya miskinnya dalam Sarekat Islam itu serta perbedaan pekerjaan anggota-anggotanya, yakni separuhnya kaum berniaga, separuhnya bertani dan memburuh, tentulah pula mesti mendatangkan perbedaan paham dan rasa tentang politik negeri.

Sudahlah tentu kaum saudagar tinggal berpikiran kesaudagaran, karena ia sekarang masih saudagar bangsa Cina dan Eropa, dan tindasan yang dirasa oleh si Kromo, terutama datangnya dari kaum Modal asing, maka lantaran itulah kaum Saudagar dan kaum Buruh dalam Sarekat Islam boleh begerak bersama-sama menentang musuh yang terbesar tadi. Tetapi kalau kelak sampai saatnya akan mengatur negeri sendiri, maka teranglah bahwa sifat kesaudagaran kecil itu akan menjadi sifat kemodalan seperti yang biasa juga.

Hal pengadilan akan terpaksa memihak pada yang kaya juga dalam negeri, seperti di negeri Turki dan negeri-negeri lain yang ”merdeka kemodalan”. Perkakas memerintah tentulah juga buat Parlemen, yakni sidangnya si Kaya saja. Pendidikannya hanyalah untuk pendidikan yang mampu membayar juga. Pendeknya tiadalah akan ada bedanya dengan negeri merdeka, yang berdasarkan kemodalan, yang sudah kita tunjukkan kedustaan dan kemurkaannya.

PARLEMENTERISME (Kekuasaan Rakyat).

Bab7Gambar
   

Isi negeri yang 4 golongan, yang terbanyak kaum buruh

KETERANGAN:

1. Gambaran I : melukis isi negeri yang boleh kita bagi atas 4 bagian, yakni:

a) kaum ningrat, BU;

b) kaum nasionalis NIP;

c) kaum Muslimin yang kaya;

d) kaum Kromo.

   Gambaran II: Parlemen (2e. Kamer di negeri Belanda), kemana isi negeri yang 4 golongan itu mengirimkan wakilnya.

Gambaran III : Menteri, sidang menteri-menteri, yang dipilih dan biasanya keluar dari Parlemen, wakil mana mesti mempunyai partai yang kuat. Minister itu penuh dengan biro-biro (birokrasi).

Gambaran IV: Bank, yakni benteng ketiga golongan yang kaya, yang keras pengaruhnya juga dalam biro-bironya menteri

2. Pergerakan yang berdasar: a) keningratan, b) nasionalisme, c) agama – kebangsaan – religieusch nationalistisch. (Turki sesudah revolusi 1908 dan cita-cita Mesir). Mesti akan mengalir kepada pemerintahan yang kita lukiskan di atas, Ketiga dasar itu (a, b, c) tidak bertentangan dalam hal ekonomi. Ketinya mengaku hak milik dan undang-undang-undang-undang negeri melindungi hak Milik itu.

3. Kaum ningrat, nasionalis dan muslimin yang kaya raya dan berkuasa bisa masing-masing mengadakan wakil yang mengemukakan keperluan masing-masing di dalam Parlemen. Dengan propaganda di desa-desa, di pabrik spoor, tambang dan kebun, dengan surat kabar besar-besar, kepunyaan yang bermodal dalam negeri, bisa ditarik hati sebagian besar dari Rakyat buat memilih wakil yang disukai oleh kaum Modal. Pun Masjid-masjid, santri-santri dan sekolah-sekolah yang tinggi masing-masing dengan politiknya tidak akan ketinggalan. Sehingga dengan jalan yang begitu paling banyak kaum buruh bisa dapat cuma ¼ bagian dari segala wakil-wakil dari Parlemen. (Perhitungan ini juga salah, Sebab dimanapun negeri yang berdasarkan kemodalan tiadalah sampai seperempat bagian dapat wakil dalam Parlemen. Lebih-lebih di desa-desa si Kromo takut sama ilmu keningratan, dan takut akan ancaman neraka, kalau tidak kaum Muslimin yang dipilih jadi wakil memerintah negeri).

4. Oleh karena Parlemen dipisahkan dengan Kementerian (lihat II dan III) dan yang pertama namanya saja berhak ”membikin undang-undang” dan yang kedua ”menjalankan undang-undang” maka arti Parlemen itu buat kaum Buruh tidak ada. Yang memerintah yakni Menteri yang penuh dengan biro-biro yang berhubungan keras dengan Bank (Lihat IV) yakni benteng kaum uang.

5. Sehingga buat Kromo tidak ada perubahan dan keentengan sifat-sifat dan kemurkaan kemodalan (krisis jatuhnya harga barang concurentie – persaingan, berhubungan dengan itu kemelaratan, dan kesengsaraan buat Kromo) Cuma dipindahkan dari bangsa asing pada bangsa Hindia.


Tetapi tidak sekejap juga kita percaya, bahwa cita-cita Republik yang berdasar demokratis (yakni demokrasinya buat kaum Modal) itu di Hindia ini bisa dijalankan. Tidak saja lantaran kekurangan sifat dan watak-watak yang berguna buat kemodalan rakyat disini seperti sudah kita sebutkan di atas, tetapi terutama sekali lantaran kekurangan keyakinan, ketetapan dan keberanian hatinya kaum-kaum nasionalis baik dalam BU, baik dalam golongan Sarekat Islam ataupun dalam NIP. Kalau kita pisahkan dua tiga pemuka-pemuka yang betul-betul nasionalis di mulut dan di hati, maka kelihatanlah bahwa nasionalis kita dipukul rata jauh bedanya dengan nasionalis di tanah Mesir, Hindustan ataupun Irlandia.

Marilah kita periksa sebentar, apakah dengan politik Pan-Islamisme (seperti kata pemuka-pemukanya sendiri, yakni untuk mempersatukan segala kaum Muslimin di seluruh dunia) Hindia ini bisa merdeka atau dijadikan sebagian dari suatu kerajaan yang di bawah perintah seorang Khalifah? (nama Khalifah itu di dunia Muslimin penting sekali. Kita mesti tahu, bahwa ”Khalif dan Jihad” yaitu nyawanya ”Darul Salam”). Sebetulnya disini kita mesti lebih dahulu mengadakan kritik untuk pembersihan pemeriksaan kita.

Sesungguhnya nama Khalif itu sudah mendatangkan kekalutan pada kalangan kaum Muslimin sendiri. Sesudah wafat Nabi Muhammad SAW, maka berikut-ikut Khalif-khalif yang menggantikan yakni: ”Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali”.

Sesungguhnya negeri diperintahi betul-betul dengan keadilan dan sama rata, tetapi adalah timbul sudah pertanyaan pada kaum Muslimin, siapakah yang sebenarnya berhak menggantikan Nabi Muhammad, yang mesti memerintah, dan membesarkan kaum Islam, maupun dengan jalan damai, maupun dengan jalan perang.

Pertanyaan tadi mendatangkan dua partai, yakni:

Partai yang mengatakan bahwa Ali sebagai saudara (kemenakan) dari Nabi Muhammad (kaum Qurais) juga boleh menggantikan. Partai-partai tadi mengadakan pertentangan yang amat keras dan peperangan yang hebat. Kira-kira 100 tahun sesudah Nabi wafat, maka terjadilah pemberontakan yang besar. Dalam pemberontakan ini maka keturunan Umar Umaiyah, yang pada masa itu berhak menjadi Khalif hampir sama sekali dibunuh oleh partai Ali. Cuma seorang keturunan Umar Umaiyah boleh melarikan diri ke tanah Spanyol dan di sana mendirikan Khalifah baru, yang bertentangan dengan Khalifah keturunan Ali yang bertahta di Bagdad.

Dua Khalif tadi tentu masing-masing mengaku berhak memerintah kaum Muslimin. Pendeknya kekalutan lantaran pertanyaan itu tiadalah perlu kita bongkar lagi. Cuma kita mau peringatkan sedikit, bahwa perselisihan itu sekarangpun belum hilang. Masih berlain-lain paham di antara bangsa Turki, Arab, Moroko, Mesir, Persia, dll, tentang yang berhak untuk memerintah negeri Islam sendiri (dari Al-Islam). Dalam peperangan yang baru lalu, maka kaum Modal Jerman sudah menggerakkan bangsa Turki mengibarkan bendera Nabi Muhammad, supaya segala Muslimin di atas dunia sekarang memerangi si Kafit. Tetapi apa hasilnya?

Kerajaan Inggris dapat pertolongan dari kaum Muslimin di Hindustan, untuk memerangi Jerman dan Turki. Kaum uang Perancis, Rusia dan lain-lain bisa membujuk kaum Muslimin, yang di bawah perintahnya untuk memerangi kaum Uang Jerman dan Turki. Oleh karena peperangan tadi, maka kaum Muslimin yang merdeka di dunia ini hampir tidak ada lagi. Sebelumnya perang tahun 1914 Rakyat Turki ada kurang lebih 5 % dari semua kaum Muslimin; maka sekarang lantaran kekalahan, tanah Arab, Mesopotamia, Syria, Mesir, dan sebagian besar dari Turki di tanah Eropa, sudah jatuh dari tangannya.

Jadi Pan Islamisme Turki tadi, meskipun dengan pertolongan kaum Modal, yang terkuasa atas dunia (Jerman) tiadalah bisa dilakukan. Jalan yang kedua yakni, kalau semua kaum Muslimin mau bersatu dengan tidak menunggu perintah dari satu Khalif, malah dengan cara serukun (kita umpamanya yang Arab, Hindu, Persia, Turki, Jawa, Moroko dan lain-lain mengerti, yakni mau serukun). Dalam hal ini musuhnya lebih besar lagi. Kaum Muslimin yang di mana-mana dihisap oleh kaum uang, miskin, dan terpencar-pencar niscaya akan mesti bertentangan dengan negeri-negeri yang memerintahinya. Kita jangan lupa Perancis memerintah Tunis, Aljazair, dan Maroko; Italia memerintah Tripoli, Maroko di bawah Spanyol dan sebagian besar dunia Islam di bawah Inggris dan Belanda. Pendeknya untuk mempersatukan kaum Islam di dunia, haruslah melawan kapital dunia. Sedangkan kaum buruh yang terbanyak sekali di atas dunia belum bisa melawan kaum Modal. Apalagi 200 s/d 300 juta kaum Muslimin yang tidak berkepintaran cukup, senjata dan lain-lain. Perkara ini tidak perlu kita dalamkan. Kita boleh putuskan bahwa sungguhpun kaum Muslimin dalam agama bisa satu kepercayaan (Hambali, Maliki, Syafi’i dan Hanafi, sungguhpun berlain-lainan mazhab tetapi sama percaya sama Tuhan Allah), tetapi dalam hal politik negeri sudah beratus-ratus tahun berpecah-pecahan, dan rasanya tidak akan bisa disatukan, jangankan lagi akan menambah lebarnya ”Dar el Salam” dan mengurangi ”Dar el Harb” di atas dunia baik dengan propaganda halus, maupun dengan melakukan ”jihad”.

Kita tahu bahwa Nabi Muhammad SAW insyaf betul akan pokok-pokok sifat manusia yang mendatangkan racun dalam sesuatu pergaulan, yakni ”nafsu atas kekuasaan” dan nafsu kekayaan. Juga nafsu yang dua itulah yang mau dihilangkan oleh Komunisme tetapi dengan peraturan-peraturan negeri.

Kita lihat, bagaimana Nabi Muhammad SAW dan keempat Khalif yang menggantikan masih bisa menjalankan kemurahan keadilan dan persaudaraan. Kita yakin bahwa peraturan negeri ketika itu betul cocok dengan cara mengadakan hasil di tanah Arab (bertani, bergembala, dan berniaga) tetapi sesudah kerajaan Muslimin (kira-kira tahun 709) bertambah besar, sesudah pembesar-pembesar bangsa Arab yang dulu tinggal di negeri miskin sekarang memerintahi negeri yang kaya dan makmur, maka peraturan negeri seperti pada mulanya tadi tidak bisa lagi membunuh nafsu-nafsu yang dua tadi.

Khalif tidak hidup dengan enteng lagi seperti orang kecil, malah memakai istana yang besar-bear, kereta dan kuda yang indah-indah serta memakai dayang-dayang dan biduanda seperti raja di lain-lain negeri juga. Khalif tadi tiada campur lagi dengan Rakyat dan menjadi pemberi nasehat Rakyat seperti mulanya, malah menjadi wakil Tuhan yang hampir tidak keluar dari Istana lagi dan tidak boleh disanggah katanya.

Pemuda-pemuda di tanah Turki ”Yong Turken” sudah merasa perlu mengubah peraturan memerintah negeri, sehingga pada tahun 1908 sudah dilakukan peraturan baru yaitu mengadakan Parlemen dengan mengambil contoh di Eropa Barat. Sultan Turki harus memerintah sepanjang Konstitusi (azas memerintah) dan menunggu putusan dari Parlemen. Inilah suatu bukti bagi kita bahwa peraturan negeri itu mesti cocok dengan cara mengadakan hasil. Sebab itu, kalau seandainya kaum Muslimin di seluruh dunia ini bisa bersatu, dan mesti memakai pabrik, spoor dan tambang tentulah sesuatu Khalifah atau Republik kaum Muslimin itu akan tepaksa memakai peraturan Kapitalisme juga, yang jauh bedanya dengan cara memerintah ketika zaman kebesaran kaum Muslimin (kira-kira Tahun 700 – 1908) (Jadi tahun 1908 yaitu pemberontakan yang dibela oleh ”Komite persatuan dan kemajuan” adalah berarti besar buat dunia Muslimin.) Anwar dan Talaat (yang terutama) mencoba merubah peraturan-peraturan Islam yang beralasan monarkisme dan mengganti dengan alasan Parlementerisme dengan contoh dari tanah Perancis. Kita tidak heran, yang dunia Muslimin, baru sesudah plm. 1300, maka bisa bergerak keras menukar ”peraturan Khalifah” (monarki) dengan Parlementerisme. Disebabkan perang 1914 – 1918 teranglah bahwa tanah Turki tak bisa lagi menunggu buatnya daya upaya pemuda-pemuda ”Yong Turken”).

Tetapi menurut kehendaknya zaman, kita tidak bisa percaya lagi, bahwa 200 s/d 300 juta kaum Muslimin, yang diantaranya lebih dari 90 % dalam kegelapan dan kemelaratan atau mau ditarik-tarik saja untuk makanan meriam, lahirnya untuk persatuan Islam, tetapi hasilnya cuma buat kaum Islam yang hartawan. Persatuan Islam dalam kepercayaan agama selamanya bisa, bagaimana pun juga peraturan negeri, tetapi persatuan keselamatan dan kemerdekaan di atas dunia ini tidak bisa kalau tidak dengan jalan peraturan Komunisme.

Mana haluan yang kelak akan dijalankan oleh Sarekat Islam tidak dalam Statusnya belumlah boleh kita putuskan. Kalau saatnya datang yang Sarekat Islam sendiri mesti mengatur negeri, maka undang-undang pergerakan Rakyat seperti di tanah-tanah lain niscayalah disini juga akan berlaku. Sepanjang undang-undang itu maka kaum tengah yang sekarang juga ada dalam Sarekat Islam tentu akan berkeyakinan tengah, dan yang paling miskin dan melarat akan berkeyakinan keras dan belum akan puas sebelum peraturan negeri diubah sampai bisa mendatangkan keselamatan baginya. Pada suatu ketika, tentulah akan datang perselisihan antara kaum tengah (saudagar kecil-kecil sekarang dll) itu dengan kaum Proletar. Mana yang mesti mundur tentu bergantung pada banyaknya orang dan kuatnya organisasi. Oleh karena kaum yang paling miskin dan tertindaslah yang paling banyak disini serta yang paling suka bergerak, maka oleh sebab itulah kaum Komunis di Hindia tak perlu sekejappun juga ragu atau mendua hati akan kemenangan kaum Proletar. Meskipun di sana sini, atau sementara beberapa tahun dapat kekalahan, tetapi kita boleh yakinkan bahwa akhirnya sekali Komunisme juga yang bisa memadamkan dahaga si Kromo atas keselamatan, kemanusiaan dan derajat yang tinggi-tinggi.

Ringkasnya: Bagaimana juga agama, tetapi dalam peraturan negeri kita tidak boleh lari dari 3 peraturan sepeti di bawah ini:

Zaman kuno, dimana mata pencaharian dijalankan dengan tangan saja (tidak dengan mesin), yakni bertani dan bertukang, seperti dahulu di benua Cina, kerajaan Islam, Hindustan dan Eropa sebelum tahun 1789. Cara pemerintah ialah menurut peraturan kerajaan dan keningratan (monarkisme). Kaum Kemodalan, Eropa sesudah tahun 1789 dan Amerika mengadakan hasil terutama dilakukan dengan pertolongan mesin yang besar-besar. Peraturan negeri ialah Parlementerisme. Zaman antara kapitalisme dan sosialisme. Disini diadakan Soviet, yakni buahnya pergerakan Rakyat dan gambarnya kekuasaan Rakyat, untuk mendatangkan Sosialisme.

B. Menjalani Sejarah Hindia 300 tahun yang akhir ini dengan langkah Raksasa

sunting

Disebabkan oleh sangat lakunya barang Hindia ini di tanah Eropa, maka kira-kira tahun 1600 kaum Modal Belanda melayarkan beberapa buah kapal ke negeri kita ini. Sungguhpun kapal-kapal itu belum tahu jalan, sungguhpun sudah pernah terperosok di lautan es kutub utara dan penuh dengan musuhnya bangsa Spanyol di kiri-kanan, tetapi dahaganya kaum Modal yang tersebut atas keuntungan dan kekayaan tiadalah bisa padam. Akhirnya mereka itu sampai juga di tanah Hindia ini, dimana ia mengusir kaum-kaum modal bangsa Portugis dan Spanyol dan memaksa Rakyat Hindia berniaga dengan dia. Pala dan cengkeh mesti kita jual dengan harga yang paling murah pada VOC (Vereeniging Oost Indiche Compagnie) saja. Tiadalah boleh bangsa asing mengambil untung dan tiadalah boleh Rakyat Hindia berniaga dengan kaum Modal bangsa Portugis atau Spanyol, meskipun ia ini mau membayar lebih banyak. Dengan pertolongan raja-raja Hindia sendiri, maka VOC (Kompeni) serta sama bedil dan meriamnya menjalankan perniagaan monopoli itu.

Untung yang berlipat ganda itu sama sekali mengalir ke Eropa, sehingga faedah perniagaan itu buat Hindia ini bolehlah dikatakan akan nihil. Lagipun apakah guna pendidikan umpamanya?

Asal saja Rakyat bisa mengangkat cangkul dan menanam cengkeh, untung besar itu mesti bisa kekal. Yang mendatangkan pusing kepalanya VOC tiadalah kepandaian budi atau adat rakyat disini, melainkan jatuh harga barang-barang itu ialah lantaran melimpah banyaknya juga. Supaya harganya naik kembali, haruslah hasil pala dan cengkeh dikurangi. Maka rakyat di sebelah kepulauan Ambon dipaksa merusakkan sendiri kebun dan tanamannya dengan jalan mana hasil boleh berkurang-kurang. Rakyat melanggar perintah VOC itu diusir dari negerinya sendiri. Bangsa siapa yang mempunyai hati kemerdekaan dan kemanusiaan, maka perasaan itu didenda dengan pelor meriam atau kelewang serdadu VOC. Demikianlah sering terjadi pemberontakan, dalam hal mana yang tiada berkepandaian dan bersenjata cukup juga yang akan tewas .Untuk menyusutkan hasil pala dan cengkeh, maka Kompeni menetapkan supaya pulau Ambon saja menanam cengkeh dan pulau Banda saja menanam pala. Setiap waktu Kompeni berlayar ke pulau-pulau yang lain dari yang 2 tadi untuk merusakkan pokok-pokok pala dan cengkeh. Oleh sebab itu rakyat kehilangan pencaharian hidupnya terutama sekali, dan larilah mereka itu meninggalkan negerinya. Banyak pulau-pulau yang menjadi sunyi senyap, dan ditumbuhi hutan belukar. Inilah artinya Hongietechten yang masyhur dalam sejarah di kepulauan sebelah Ambon itu.

Pemberontakan-pemberontakan dihukum dengan keras. Satu di antara pahlawan dari bangsa Ambon yang tertindas itu bernama Tulu Kabessi, yang lama sungguh mempertahankan bentengnya. Kemudian Kompeni mengetahui jalan-jalan masuk ke benteng itu. Pada suatu malam tiba-tiba serdadu Kompeni perlahan-lahan masuk, membunuh orang-orang Ambon yang menjaga bentengnya, sesudah mana pahlawan Tulu Kabessi terpaksa melarikan diri.

Setelah ia mendengar kaba, bahwa Gubenur Dummer menangkap dan menuduh beberapa kepala-kepala Ambon dalam perkara pemberontakan itu maka Tulu Kabessi sendiri pergi mendapatkan Gubenur itu akan menerangkan bahwa kepala-kepala yang tertuduh itu tiada berdosa sedikit juga.

Gubenur Demmer memerintahkan menangkap dan memancung kepalanya Tulu Kabessi.

Demikianlah balasnya kesatrian dan kemuliaan hati pada zaman Kompeni itu! Politik dan kelakuan semacam itu rupanya dulu lazim sekali. Bacalah sejarah Minangkabau dan Diponegoro kira-kira satu abad yang lalu! Demikianlah buasnya kaum Modal itu, ketika 300 tahun yang lalu.

Kira-kira 200 tahun lamanya VOC itu bersimaharajelela. Akhirnya ia mendapat rugi, sebab besarnya ongkos untuk kapal perang, benteng-benteng dan serdadu-serdadu. Pada tahun 1800, maka negeri Belanda sendiri (Negara) mengambil hak milik VOC atas kepulauan Hindia ini. Baru saja bertukar pertuanan, maka Rakyat Hindia ini mendapat tindasan yang lain macam pula dari G.G Daendels memaksa mendirikan jalan raya dari Anyer ke Panarukan, dengan apa tentara pemerintah mudah dipindahkan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang perlu ditaklukkan. Jalan yang penting itu mesti dibayar oleh Rakyat tanah jawa dengan beribu-ribu jiwa yang melayang, lantaran penyakit dan kerja keras. Seperti rupanya bala itu belum lagi cukup menimpa kepalanya si Kromo, maka G.G van Den Bosch tiadalah lama lagi sesudah itu menjatuhkan sistem tanam paksa.

Kromo mesti menanam sebagian besar dari sawahnya dengan tanaman yang besar untungnya di benua Eropa, yakni kopi, kemudian kina, gula dan sebagainya, barang-barang yang mana mesti dijual dengan harga paling murah pada Pemerintah Belanda. Berapa beratnya sengsara Rakyat, bagaimana jalannya hisapan dan tindasan tidaklah perlu kita periksa disini. Namanya saja Culturstelsel itu bisa memanaskan darah tiap-tiap manusia yang tidak didinginkan oleh setan kemodalan.

Keringat dan darah si Kromo yang terumpat lantaran peratuan dalam abad ke 19 itu mengalirkan harta yang bertimbun-timbun menuju ke negeri Belanda. Dengan untung itu kaum Modal Belanda bisa mendirikan Spoor dinegerinya dan bisa membayar sebagian besar dari hutangnya negeri Belanda (tersebab oleh peperangan Napoleon) dan bisa mengadakan pencaharian-pencaharian baru.

Oleh karena untung Culturstelsel itu tiada seperti pada permulannya lagi maka di negeri Belanda dijatuhkan buat tanah Hindia ini (tahun 1875) suatu undang-undang, dalam mana ditentukan bahwa seorang Eropa boleh menyewa tanah kita lamanya 75 tahun.

Sekarang nyatalah, bahwa undang-undang ini memberi kesempatan bergerak pada kaum modal yang zaman akhir sekali. Keuntungan yang bisa dipungut oleh raja-raja, pala, tembakau, minyak tanah dan lain-lain. Zaman sekarang berlipat ganda besarnya dari keuntungan kaum Modal masa VOC maupun Cultruurstelsel.

Sebab sifat dan keadaan kemodalan pada zaman Kompeni (VOC) dan sistem tanam paksa berbeda dengan sifat dan keadaan dalam sesudah tahun 1875, maka politik negeri sekarangpun menjadi berubah sedikit.

Politik ”paksaan terus terang” saja menanam kopi, gula, dan sebagainya, paksaan terus terang membikin jalan raya untuk lasykarm dan merusakkan kebun dan tanaman sendiri (Hongi-techten) sesudah tahun 1875 ditukar dengan politik yang berdasarkan etika. Anak Hindia haruslah dididik. Di Hindia haruslah didirikan bermacam-macam sekolah. Beginilah nyanyinya pemimpin-pemimpin bangsa Hindia yang kena asap candunya politik etika.

Karena kita seorang Komunis, dan kedua kaki kita berdiri atas dasar Ekonomi, maka kita mesti memberi keterangan yang cocok dengan haluan kita. Buat kita etika-etikan-an dalam politik itu tiadalah lantaran menyesal atau tiba-tiba cinta pada bangsa Hidia. Kita yakin bahwa buasnya kaum Modal pada zaman sekarang tiadalah kurang dari zaman Kompeni atau sistem tanam paksa.

Yang berubah ialah cara mengadakan hasil untuk perniagaan kaum uang. Untuk cengkeh, pala dan kopi pada zaman dulu, tiadalah perlu pandai bookhouden (pembukuan – Ed.) atau menjalankan mesin. Lain sekali pabrik gula, yang perlu memakai kaum buruh kasar dan halus, yang mesti keluar dari sekolah rendah, tengah dan sekolah tinggi. Kalau segala klerk-klerk, mechinist dan opzichter-opzichter sama sekali mesti didatangkan dari negeri Belanda, tentu kaum Modal tidak bisa dapat untung besar.

Sebab itulah mesti diadakan disini sekolah-sekolah HIS, MULO, HBS, middelbare technische scholen dll, dari sekolah-sekolah mana bisa dipungut bermacam-macam buruh halus, untuk mengadakan hasil gula. Begitu juga kebun-kebun teh, tembakau, karet dan lain-lain yang diuruskan dengan ilmu-ilmu model baru tidak bisa lagi dijalankan dengan cangkul saja seperti dahulu kala. Hasil pabrik dan kebun-kebun yang bergudang-gudang itu tentulah tidak bisa dimuatkan dipunggungnya kuda beban saja.

Kaum modal perlu memakai kereta api dan kapal api dengan perkakas mana segala hasil dunia dengan lekas boleh di bawah ke pasar-pasar Eropa, Jepang, dan Amerika. Berhubung dengan hasil yang diadakan dengan mesin, berhubungan dengan perkakas pengangkutannya model baru (kereta api) serta keadaan perniagaan zaman sekarang yang menimbulkan toko-toko, post, telgraf, kantoran seperti Bank-bank, maka perlu sekali dipakai kaum terpelajar bangsa Hindia sendiri, yang lebih tahan kerja di panas, lebih jinak, dan lebih murah bayarannya daripada bangsa Belanda.

Haruslah kita memuji-muji kaum etika? Perlukah kita meminta sedekah sekolah-sekolah? Kita yakin, bahwa kalau kepulauan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya yang subur dan penuh dengan industri, maka di Hindia ini terpaksa mesti lebih banyak didirikan bermacam-macam sekolah yang tersebut, sehingga sampai cukup menutup keperluan kaum Modal.

Keperluan memakai kaum terpelajar Hindia itu tidak bisa lagi dibatasi oleh sekolah pertengahan. Pun insinyur-insinyur seperti juga dokter dan hakim mesti ditimbulkan dari penduduk Hindia sendiri.

Negeri Belanda yang penduduknya kira-kira 7 x lebih kecil dari Hindia ini masakan bisa mengadakan kaum terpelajar yang cukup. Lagi pula kalau kita pikirkan, berapa ongkosnya seorang insinyur dengan anak isterinya ke Hindia ini, yang saban-saban 6 tahun dapat verlof, yang dapat gaji, taniteme dan pensiun besar, tentulah kita tidak heran akan berdirinya ”technische Hoogeschool” di Bandung (yang bisa masuk tentulah anak-anak bangsa Belanda dan Cina yang kaya-kaya juga).

Seperti dimana-mana kaum Modal meracun dirinya sendiri. Ia tidak sebentar juga lupa bahwa sekolah-sekolah yang tinggi-tinggi itu dalam sesuatu koloni (jajahan) bisa mendatangkan bahaya kesentosaan dan kekuasaannya. Sebagai nasionalis ia sadar akan kodratnya alam bahwa sesuatu bangsa yang berkepandaian itu akhirnya akan berdaya upaya untuk melepaskan belenggunya bangsa asing. Tetapi sebab mereka terpaksa memakai kaum Buruh halus, yang jinak dan murah harganya, maka tiadalah lain jalan lagi dari memberi didikan associatie (berdamai). Bangsa Hindia yang terpelajar, janganlah kelak mengingat bangsanya lagi. Dengan buku-buku dalam sekolah, dengan contoh dari guru-guru bangsa yang memerintah, haruslah ditanam perasaan kemodalan Belanda, sehingga lupa pertentangan kebangsaan. Oleh karena keras teriaknya kebudayaan kemodalan itu, dan beserta jinaknya bangsa kita, maka perdamaian (associatie) yang perlu itu bisa didapat. Kaum terpelajar bangsa kita, yang sudah membuang pakaian, adat dan pikiran Kromo sama sekali, tentulah akan menyerahkan badan dan dirinya kepada kaum Modal, yang bisa memenuhi keperluannya hidup, seperti yang menjadi cita-citanya ketika masih bersekolah. Karena satu keperluannya dengan dan karena terpaksa ia memperhambakan diri kepada kaum Modal bangsa asing, maka kaum yang terpelajar bangsa kita pukul rata mesti bertentangan dengan Rakyat.

Sebaliknya pula bangsa kita, yang sudah kena ”didikan associatie” dan kena pengaruh politik etika itulah yang bisa mengekalkan perhambaan bangsa Hindia, kalau tidak ada racun yang ditanam oleh kaum Modal sendiri.

Kegopoh-gopohan dalam industri dan perniagaan zaman kemodalan sekarang menyebabkan haruslah dengan segera didirikan sekolah-sekolah yang perlu supaya dengan lekas mesin, correspondentie, (surat-menyurat) telgram dll, dalam hal kecepatan kirim mengirim menghasilkan dan menjualkan barang, jangan kalah oleh kaum Modal bangsa apapun juga di atas dunia. Pendeknya supaya keuntungan tinggal besar. Tetapi dengan segera pula kaum terpelajar itu melimpah (kebanyakan). Pabrik, tambang, spoor dan lain-lain tidak bisa lagi menerima pemuda-pemuda yang saban tahun mengalir dari berbagai bermacam-macam sekolah itu. Tidak akan berapa lama lagi, maka Hindia kita ini niscaya seperti kejadian di Hindustan, akan penuh dengan kaum terpelajar (intellectueel) yang tidak bisa dan tidak mau memegang cangkul lagi, dan tidak bisa dapat pekerjaan pada kaum Modal.

Ini racunnya kemodalan pada tiap-tiap koloni. Kaum buruh terpelajar ini, yang sama nasibnya dengan kaum buruh kasar, akan terpaksa memikirkan peraturan negeri, dan kalau hatinya suci dan pikirannya jernih mesti ia akan memihak pada Rakyat dan memihak pada peraturan Rakyat: Komunisme.

Sebelum kaum terpelajar bangsa kita kena pukul dari gurunya itu, yakni kemodalan, tentulah Rakyat Hindia ini mesti akan berjalan sendiri dan mestilah syukur dengan pemimpin-pemimpin seadanya saja.

Bahwasanya, maka kedesakan Rakyat di Hindia ini tiadalah kurang dari pada desakan Rakyat di benua kemodalan yang lain-lain. Seperti kejadian di tanah Inggris, maka kemudian itu di desa-desa di sini sudah melakukan kemurkaannya. Sawah dan ladang yang di-erfpacht (sewakan – Ed.) buat pabrik gula menyebabkan beribu-ribu rakyat yang terlantar. Beribu-ribu kaum Kromo terpaksa lari ke kota-kota, terpaksa berhamba pada kaum Modal gula, terpaksa lari ke Deli, Kalimantan dan sebagainya untuk mencari sepotong kain dan sesuap nasi. Lebih-lebih kalau sebentar lagi mesin-mesin yang ditunjukkan di jaarmarkt (pasar raya) di Bandung kelak dipakai untuk pemotongdan pengangkut tebu dan padi, sekarang dilakukan dengan tangan, tentulah ribuan pula kuli mesti dilepas lantaran tidak berguna lagi.

Oleh karena negeri Hindia tidak saja subur, tetapi juga tanahnya penuh dengan bermacam-macam barang logam (arang, timah, emas, minyak tanah, dsb), maka negeri kita menarik hati kaum Modal dunia yang berbagai-bagai itu. Bermacam-macam tambang sudah didirikan dan diantaranya adalah tambang-tambang (minyak tanah) yang tiap-tiap tahun mengadakan keuntungan yang tiada terpermanai banyaknya. Bagaimana nasibnya kaum buruh tambang (umpamanya arang, emas) yang setiap-tiap hari tak putus kerja dalam gelap dan bahaya, yang mesti mengeruk kekayaan dari lubang-lubang buat kaum Modal, tiadalah perlu kita ceritakan lagi.

Sedangkan rakyat kita, yang selamanya hidup dengan adatnya sendiri, tidak bisa hidup lagi dengan sentosa kalau tanahnya kaya. Kita masih ingat bahwa adanya minyak tanah di Jambi mendatangkan peraturan heerendiesnst, peraturan mana memaksa rakyat yang tiada semena-mena itu mendirikan jalan-jalan raya, supaya bisa hasil minyak diangkut ke pinggir laut, dan supaya mudah serdadu bergerak kalau ada perlu. Paksaan yang keras tadi menyebabkan peperangan yang baru lalu, lantaran mana yang bodoh dan tiada bersenjata juga yang mati beribu-ribu.

Adakah bedanya Hongietochten (pembunuhan di kepulauan Ambon lantaran pala dan cengkeh) pada masa kompeni dengan kebudayaan kemodalan pada abad yang ke 20 ini?

Pada zaman sebelum VOC (Kompeni) maka barang-barang produksi pulau Jawa, Sumatera dll, diangkut ke pesisir-pesisir dengan kuda beban atau pedati (kereta yang ditarik kerbau).

Dari pelabuhan-pelabuhan barang-barang itu diangkut dengan kapal-kapal bangsa Hindia sendiri ke bandar-bandar benua Cina, negeri Siam atau tanah Hindustan dan Parsi. Teranglah buat kita bahwa segala keuntungan perusahaan, upah mengangkut barang, untung perniagaan sama sekali di tangan penduduk Hindia. Pada zaman VOC maka kapal-kapal rakyat dan perusahaan (industri) membuat kapal sama sekali jatuh lantaran hasil negeri diangkut ke negeri Belanda dengan kapalnya Kompeni sendiri yang dijalankan oleh angin saja.

Sebab sesudah 1875 hasil-hasil diadakan dengan mesin, yang beribu-ribu kali cepat dan kuatnya dari pada tangan, maka haruslah pengangkutan barang itu dikencangkan pula. Kereta api yang cepatnya seperti halilintar (kilat) tiap-tiap jam melarikan teh, kopi, minyak, gula, dan sebagainya dari desa-desa atau gunung-gunung sampai ke pelabuhan. Disini barang-barang tadi dimuatkan ke dalam kapal-kapal api yang dengan segera bisa menaburkan hasil negeri kita yang mulia-mulia itu di pasar-pasar seluruh dunia. Dari pasar-pasar seluruh dunia terutama dari negeri Belanda kapal-kapal tadi membawa barang-barang pabrik (kain, barang-barang besi dsb) ke Hindia ini, dimana barang-barang tadi bisa dijual dengan tetap dan mahal.

Begitulah sentosanya mempunyai koloni itu buat kaum Modal. Hasil tanah Hindia yang tiada terpermanai harganya itu setiap menit bisa menambah modalnya kaum Hartawam, yang tinggal di negeri Belanda dalam istananya saja. Modal yang berjuta-juta dimasukkan pada Mastchappij-mastchappij Spoor, tram, kapal dan lain-lain mesti saja bisa anak beranak. Pabrik-pabrik di tanah airnya sendiri, mesti saja cukup grondstof (umpamanya karet untuk membuat ban mobil), dan hasil pabrik itu niscaya bisa dijualkan di tanah kita ini. Post dan Telegraafic, Firma-firma dan Bank-bank, yang memperhubungkan negeri Hindia dengan negeri Belanda dan lain-lain dalam perniagaan, mudah saja mendapat untung. Besar faedahnya berkoloni itu buat kaum Hartawan!!!

Sifat dan watak Rakyat Hindia tidaklah pula tinggal membantu kekal hidupnya sesuatu modal.

Sungguhpun di tanah Eropa perkakas-perkakas pabrik lebih murah dan pekerjanya lebih banyak dan pintar dari pada di Hindia ini, tetapi tumbuhnya kemodalan di sana tidaklah bisa begitu subur seperti disni. Di sana kaum Modal mesti membayar kulinya lebih mahal karena keperluan hidup kuli-kuli di sana lebih tinggi dari di Hindia. Meskipun sengsara dan tindasannya tiada berapa bedanya dengan disini, tetapi kaum Proletar di Eropa, lantaran ada musim sejuk mesti memakai pakaian tebal, makanan gemuk-gemuk dan rumah-rumah batu. Kaum Modal terpaksa membayar lebih! Lagi pula pergerakan kaum Buruh yang teratur dan keras itu, sebab merebut bermacam-macam hak lahir dan batin, sehingga kaum Buruh Eropa tidak boleh lagi dibalik-balikkan saja.

Bagaimana disini?

Karena kita tidak perlu memakai pakaian tebal dan mahal, rumah-rumah batu serta makanan yang gemuk-gemuk, maka senanglah kita dengan upah yang sedikit. Lagi pula watak-watak kesederhanaan (perhambaan), seperti sabar, menerima serta syukur, yang sudah beratus-ratus tahun kita terima dari Ratu-ratu, Pujangga dan pendeta-pendeta, pendeknya kebudayaan pada tiap-tiap negeri yang berdasar keningratan, menyebabkan maka kaum Modal Eropa bisa di sini membayar upah dengan sekehendak hatinya saja.

Bagus hawa negeri Hindia, kaya dan subur tanahnya, sabar dan syukur penduduknya, kekurangan watak dan kepintaran buat kemodalan. Inilah sifat-sifat yang terutama sekali yang menyehatkan, membesarkan, dan mengekalkan kemodalan bangsa asing di negeri kita ini.

Menurut keterangan kita yang pendek tadi dalam hal ekonomi (bermacam-macam perusahaan) maka beranilah kita memutuskan bahwa kemesinan itu di negeri kita ini sudah cukup besar pengaruhnya. Tetapi oleh karena datang dan majunya sangat baru, maka kaum Proletar tanah kita masih setengah paham pertanian, yang bercampur dengan berbagai pengetahuan dan kepercayaan kuno. Tetapi lambat launnya tentulah paham dan sifat-sifat pertanian itu akan hilang juga.

Hilangnya itu niscayalah akan diperkencangkan oleh pergerakan kaum Buruh di segenap dunia, terutama di dunia Eropa. Kemenangan kaum Buruh di tanah Rusia atas kaum Modal, majunya pergerakan kaum buruh di negeri-negeri yang lain-lain di Eropa menyebabkan maka kaum Proletar di benua Asia mulai membuka mata dan membuka selimut kekunoannya yang sudah beribu-ribu tahun itu.

Perubahan itu nyata sekali di tanah Hindia kita ini. Juga propagandanya komunis disini, maka sudah tertanam bibit-bibit yang bisa melanjutkan pergerakan-pergerakan, baik dalam hal serikat buruh maupun dalam hal politik.

Bermacam-macam kaum buruh yang kita lukiskan di atas tadi (pabrik, spoor dll) sudah mencoba memakai dan merasa gunanya senjata-senjata Barat dalam pergerakan untuk mengubah nasibnya hidup.

Kekayaan, kepintaran, dan kerukunan kaum Modal di Hindia ini boleh kita kalahkan kalau kita serukan pula karena meskipun kita tidak kaya tetapi kita beribu-ribu kali lebih banyak. Tetapi kita mesti jangan memandang bangsa (Jawa-Sunda-Melayu dsb) dan jangan memandang agama atau pekerjaan kaum buruh yang terpencar-pencar dalam pabrik, kebun, tambang, spoor dll. Itu haruslah mendirikan sebuah anggota yang mengikat segala serikat buruh-serikat buruh yaitu Vakcentrale. Vakcentrale inilah saja yang bisa melawan Syndicatnya (semacam vakcentrale juga) kaum Modal yang selalu siap tolong-menolong kalau dapat serangan dari pihak kaum buruh. Oleh karena kemodalan di Hindia ini internasional (Hindia ini sudah penuh dengan modal bangsa-bangsa Belanda, Swiss, Amerika, Inggris, Cina, Jepang dsb. Minyak tanah umpamanya sudah bisa mendatangkan pergaduhan antara Belanda dengan Amerika, yang lantaran kekurangan minyak tanah mesti kesana sini merebut dan merampaas. Oleh karena kemodalannya maka cita-cita Amerika untuk orang Amerika mesti ditukarnya dengan cita-cita imperialisme: Dunia minyak untuk Amerika), maka kaum buruh terpaksa pula mesti berhaluan internasional karena keperluannya kepada Modal sama, meskipun agama dan bangsanya bermacam-macam.

Kaum Modal sudah mendirikan Liga Bangsa-Bangsa. Tetapi yang berkuasa dalam Liga Bangsa itu ialah yang bertentara dan berkoloni banyak juga (Inggris, Perancis dsb). Liga Bangsanya kaum Modal itu sudah diakui dan dibantu oleh kaum Sosial Demokrat. Artinya itu, kaum Sosial Demokrat itu setuju haluannya Modal yang mau menetapkan hidupnya keburuhan di Eropa dan menetapkan hidupnya koloni (perhambaan bangsa Timur).

Kaum buruh Eropa sudah yakin bahwa tambah gaji dua atau tiga tadi artinya di dunia kemodalan ini nihil.

Dengan segera naik harga beras, garam, kain yang sama sekali di tangan kaum Modal. Sebab harga barang-barang ini naik, maka sebentar lagi kaum Buruh mesti minta tambah gaji pula. Demikianlah nasib si Buruh itu dalam dunia kemodalan. Gaji bertambah harga naik; harga barang naik minta tambah gaji.

Disebabkan oleh aksi tambah gaji itu dalam dunia kemodalan tak ada gunanya, oleh sebab krisis-krisis, peperangan-peperangan sama sekali menimpa kaum Buruh dunia juga; oleh sebab dunia kemodalan dengan Liga Bangsanya mau menetapkan keburukan di Eropa dan perbudakan bangsa Timur dan Afrika, maka oleh sebab itu haruslah segala kaum Buruh dan Tani di atas dunia mengumpulkan sekalian lasykarnya di bawah bendera internasionalisme dengan berhaluan revolusioner.

C. Jatuhnya Kapitalisme dan Lahirnya Komunisme.

sunting

Dahulu sudah kita terangkan (dalam fasal Kapitalisme dan Sosialisme) bahwa menghasilkan barang dengan cara Kapitalisme buat perniagaan yang bersifat concurentie (persaingan) itu mendatangkan berbagai penemuan mesin baru. Penemuan mesin baru itu membesarkan hasil, sehingga melimpah (over productie). Kelimpahan itu mengadakan politik jajahan (rebut merebut rabat atau koloni) terhadap keluar negeri, dan politik dan membesarkan tentara darat dan luat terhadap ke dalam negeri sendiri. Pajak senantiasa bertambah-tambah, supaya kapal dan meriam juga senantiasa bertambah kukuh dan kencang. Perlombaan dalam bikin membikin kapal dan meriam yang besar-besar itu menimbulkan curiga dan takut di antara satu negeri dengan negeri yang lain. Tiada satupun negeri yang percaya atas yang lain, tiada satu negeri yang merasa sentosa hidupnya. Curiga dan ketakutan masing-masing itu menyebabkan satu mencari teman pada yang lain sehingga mendatangkan perserikatan. Demikianlah sebelumnya perang yang baru lalu ini (dari tahun 1914 – 1918) didapati perserikatan Jerman, Austria, Hongaria, dan Italia (ketika perang Italia bercedera dan masuk sama Serikat Inggris), dari satu pihak serta serikat Inggris, Rusia dan Perancis dari pihak yang lain. Lama sungguh kedua serikat yang besar-besar itu bertentangan, sungguhpun baru dalam politik saja.

Akhirnya pertentangan politik ekonomi itu melahirkan peperangan.

Selama dunia berkembang, yakni selama sejarah dikenal, belumlah ada peperangan yang bisa menyamai hebatnya peperangan yang baru ini, berjuta-juta harta yang lenyap. Berjuta-juta jiwa melayang di medan peperangan di kota-kota lantaran bom dan dinamit yang dijatuhkan oleh kapal udara, berjuta-juta yang patah kaki dan tangannya, yang melarat dan mati kelaparan. Wabah penyakit atau kolera yang kadang-kadang menyerang kita manusia, belumlah 1/10-nya dari wabah yang disebabkan oleh sifat kerakusannya kaum Modal zaman sekarang.

Tetapi, seperti guntur dan petir itu mendahului udara yang bersih, demikianlah juga ribut dan topan di tanah Eropa itu mendahului zaman yang mesti datang, yang sekarang sudah merentangkan fajarnya di tanah Rusia.

Tanah Rusialah yang pertama sekali sadar. Dialah kaum Buruh yang pertama kali mengetahui bahwa dia dipakai oleh Kaum Modal semacam perkakas untuk pemuasan nafsunya atas kekayaan saja. Segala senjata-senjata yang maksudnya mula-mula mengekalkan dan membesarkan kemodalan, sekarang berbalik haluan dan melenyapkan dirinya kaum Kapitalis sendiri.

Bagaimanakah di bagian tanah Eropa dan dunia yang lain?

Baikpun serikat yang kalah, konon nasibnya serupa saja. Dalam hal ekonomi dan politik keduanya jatuh. Negeri yang satu menarik yang lain, akhirnya jatuhnya makin lama makin kencang.

Tanah jerman yang kerugian tanah, kapal-kapal, kereta-kereta pendeknya kerugian bermacam-macam perkakas pengadaan hasil mesti membayar ongkos perang beribu juta rupiah. Saban-saban diganggu oleh pemogokan dan pemberontakan yang ngeri. Seperti kita uraikan dahulu politiknya kaum Sosial Demokrat sama sekali bocor. Berdirinya sekarang tidak lain karena belum ada partai yang lebih kuat dari partai-partai yang lain-lain. Sesungguhnya partai Monarkis atau partai raja makin lama makin besar dan kuat, tetapi partai ini belum berani keluar sekarang, juga sebab ada gandengannya yakni partai Komunis. Dan partai Komunis ini belum pula bisa naik, lantaran pengaruhnya partai-partai Monarkis, pendeta, Sosial Demokrat dan lain-lain. Tetapi teranglah bahwa partai yang tiada lama lagi mesti naik ialah salah satu dari yang dua tadi yakni: Partai Monarkis atau Komunis.

Boleh jadi partai Sosial Demokrat, yang rasanya mesti akan jatuh sama sekali, mula-mula akan diganti oleh partai Monarkis, yang mau mendirikan Kaisar seperti sebelumnya tahun 1918. Alasan persangkaan ini adalah cukup. Politiknya kaum Modal Perancis sangat membangunkan hati kebangsaan, (sehingga bangsa Jerman, juga kaum Buruhnya benci sama bangsa dan kaum Buruh Perancis), sehingga perasaan ini boleh dipakai oleh kaum Modal Jerman untuk politiknya sendiri. Oleh karena kaum Monarkis itu bisa menarik hati Rakyat dengan membangunkan hati kebangsaan itu, maka kaum Komunis tidak bisa berjalan cepat. Kehinaan yang setiap-tiap waktu mesti ditanggung oleh Jerman dari pihak Perancis – ingatlah saja kedudukan tentara Perancis di sebelah barat tanah Jerman dan perhatikanlah politik Polandia di Opper-Silecie, politik mana dibantu keras pula oleh Perancis – besok atau lusa akan mendatangkan huru-hara juga. Tetapi kita tidak percaya yang peraturan Monarkis itu akan bisa kembali dengan kekal.

Sebaliknya kita yakin, bahwa kekusutan ekonomi dan pergerakannya akan membuka mata kaum Buruh, juga akan membongkar Kapitalisme di sana dengan pokok dan akarnya.

Meskipun Perancis menang berperang, tetapi hutangnya kepada bangsa-bangsa lain, yang lebih kurang 300 billiun frans (300 billiun = 300.000.000.000.000,-) itu tentu tiada akan terpikul olehnya. Bagian sebelah utara, yakni pusatnya industri hampir rata-rata hancur, lantaran pelurunya meriam-meriam dalam peperangan yang sebelumnya. Kota-kota, desa-desa, ladang dan tambang besar-besar, yang rusak haruslah didirikan kembali, supaya perjalanan ekonomi bisa terus lagi. Tetapi dengan apa kalau sebagian besar dari anak-anak muda yang kuat sudah meninggal di peperangan, dan kalau masih beribu-ribu anak muda sudah mesti sudah dipakai untuk membantu Polandia dan menjaga negeri-negeri yang baru dirampas kaum Modalnya sesudah perdamaian ini? (banyak serdadu Perancis yang sekarang mesti dipakai untuk menjaga di sebelah barat tanah Jerman, di Syria dan sebagainya). ”Lengang dan sunyi tanah Perancis”, inilah yang mengerikan pembesarnya. Lagi pula jiwa yang lahir makin berkurang-kurang. Kemenangan atas bangsa Jerman sangat mengganggu pergerakan kaum Buruh tanah Perancis. Bangsa yang berdarah panas dan berhati kembang ini mudah dihinggapi nafsu kemasyhuran. Tetapi kegirangan itu tentulah tidak akan kekal. Karena ekonominya jatuh, dan sebab hatinya yang gembira dan dipukul rata berani serta suci itu mudah pula dihinggapi oleh suaranya Komunis, maka partai Komunis di Perancis itu makin lama makin mendesak. Tiadalah percuma saja bahwa hampir semua buah pikiran manusia (begitu peraturan negeri dari persatuan Monarkis (kerajaan) sampai dengan kapitalisme dan dari Kapitalisme sampai Komunisme) yang dikemukakan zaman sekarang hampir sama sekali berasal dari Tanah Perancis, sehingga terang pengaruhnya dalam 300 tahun ini atas bangsa-bangsa di Eropa dan dunia yang lain-lain.

Meskipun tanah Ingrgis masuk serikat yang beroleh kemenangan, walaupun tanahnya kaya, isi negerinya pintar, serta jajahannya di atas dunia ini terbesar sekali, tetapi hal-hal yang tersebut tiadalah bisa mengindahkan bala-bala yang dijatuhkan oleh peperangan baru-baru ini atas dirinya. Dunia Inggris tergoncang. Sejak dari waktu perdamaian (tahun 1918) sampai sekarang tiadalah putus pemogokan yang besar-besar dan tegas. Pemerintah mesti campur, mesti mengeluarkan tentara, mesti mengeluarkan uang untuk memelihara tentara itu, pendeknya pemerintah terhadap kaum Buruh sudah berlaku seperti suatu negeri yang siap untuk berperang. Nyatalah disini bahwa pergerakan ekonomi akhirnya mesti berdasar politik, karena pemerintah sendiri terpaksa tampil membantu kaum Modal, yakni dengan polisi, justisi, dan serdadunya. Makin lanjut kemodalan sesuatu negeri, makin keras dan tajam pertentangan buruh dengan kapitalis dan mesti terang sikapnya pemerintah terhadap para kaum pekejra. Dalam hal ini kaum Proletar tak bisa curiga atau ragu-ragu, siapa yang kawan atau lawan.

Sudah tentu pemogokan-pemogokan itu menambah mundurnya ekonomi Inggris. Hasil berkurang-kurang Inggris kehilangan pasar (sebab ia tiada menghasilkan orang-orang umpamanya lantaran pemogokan, maka langganannya mesti membeli orang pada bangsa lain sehingga kaum Modal orang Inggris kehilangan langganan dan pasar) perdamaian dalam ekonomi negerinya hilang sehingga barang masuk dan keluar dalam perniagannya makin lama makin susut pula.

Penyakit yang lain yang tidak kurang kerasnya ialah perlawanan besar yang dilakukan oleh isi rumahnya sendiri, yakni daya upaya lahir dan batin dari pihak bangsa Mesir, Hindu dan Irlandia, untuk melepaskan belenggunya yang berpuluh atau beratus tahun itu. Peperangan dengan bangsa-bangsa yang saban-saban memberontak itu memakan uang berjuta-juta dan menambah kalutnya dunia Albino dan seterusnya. Kalau jajahan itu bisa merdeka, tentulah hal itu tak kecil tamparannya atas kemodalan Inggris.

Sungguhpun tanah Inggris, sebagai Kapitalisme yang tertua dan sempurna atas dunia masih bisa menahan serangan-serangan baik dalam hal ekonomi (pemogokan) ataupun kebangsaan yang baiknya ekonomi juga. Tetapi penyakit-penyakit yang selalu mengorek kesehatan badannya itu tentu akhirnya akan menjatuhkan dirinya juga, ialah dari kemodalan tadi.

Bagaimana hal negeri-negeri yang lain dari yang lima tersebut ada di tanah Eropa tiadalah perlu kita uraikan panjang lebar. Bahkan tinggal kalut seperti sebelum perang. Austria – Hongaria dahulu di bawah seorang kaisar, serta sesudah berdamai tahun 1918 dipecahkan oleh serikat sehingga menjadi dua, sekarang sudah sampai bermusuh-musuhan satu dengan lain. Austria, yang dahulu begitu besar dan masyhur, sekarang sangat mundur dalam hal ekonomi, politik ataupun dalam banyaknya cacah jiwa. Wina ibu negeri yang termasyhur di Eropa, sekarang rumahnya dan gedung yang besar-besar habis dibeli orang asing, anak-anak yang kelaparan hidupnya dengan bantuan dari luar, kelaparan senantiasa mencari mangsanya, pendeknya kota Paris tanah Eropa yang kedua ini (Weenon) bolehlah dinujumkan untuk jatuh. Italia ribut, disebabkan permusuhan antara kaum Modal dengan kaum Komunis makin lama makin kuat, dan dimana-mana kaum Proletar bertambah sadar dan mengerti akan betulnya Komunis. Tidak saja dalam negeri yang dirusakkan peperangan, tetapi juga negeri-negeri yang semasa perang tinggal netral (Swedia, Denmark, Belanda, Belgia, dan lain-lain) mesti melihat timbul dan majunya pergerakan kaum Komunis. Ringkasnya, kemodalan Eropa sama sekali condong dan pada tiap-tiap saat boleh ditunggu rubuhnya.

Kalau kita memandang pada negeri yang cuma tahu pada keuntungan saja ketika watku peperangan seperti Jepang dan Amerika, maka juga di sana kita melihat keadaan-keadaan yang tiada berapa bedanya dengan Eropa.

Di Tanah Jepang pergerakan Rakyat makin lama makin keras. Sesudah tahun 1868, maka Jepang melompat dari zaman kuno sekali (sebelum tahun 1868 di tanah Jepang masih ada berkasta-kasta seperti pada zaman kuno sekali di tanah Jawa ini) sampai kepada zaman Kapitalisme, dengan melampaui beberapa tingkat-tingkat yang mesti dinaiki oleh bangsa Barat lebih dahulu. Tetapi perlompatan itu tidak disebabkan tajamnya otak bangsa Jepang saja, tetapi lebih-lebih oleh pertolongan teknik Barat (ilmu-ilmu mesin dsb) yang didapat oleh bangsa Barat dalam beratus-ratus tahun, dan bagi bangsa Jepang sebagai sudah tersedia saja. Oleh karena lompatan itu, tentulah pikiran bangsa Jepang tidak bisa sama sekali pikiran kemodalan. Mikado masih disangka sebagai wakilnya Tuhan di atas dunia. Pemerintah negeri mesti tinggal pada tangan bangsawan dan hartawan-hartawan. Pada masa ini kasta Militer sangat terkuasa, tiada berapa bedanya dengan Jerman di bawah perintah Wilhem II. Nama-nama negeri dalam politik luar kerajaan Jepang seperti: Syantung, Manchuria, Korea, Formosa, dsb. adalah menjadi tanda bagi kebuasan dan ganasnya kata Militer dan kaum Modal bangsa Jepang. Meskipun Mikado masih dipandang semacam Tuhan, sungguhpun keuntungan yang didapat lantaran perang di Eropa tiada ternilai, baik dalam perniagaan, politik, walaupun lebarnya jajahan, tetapi Rakyat tanah Jepang terpaksa bergerak, disebabkan kemelaratan juga. Tak kurang pula kita baca pemogokan-pemogokan yang keras, tidak saja untuk minta tambah gaji, tetapi juga untuk politik buat Hak Memilih umpamanya (tahun 1920).

Ilmu Komunisme mulai diperhatikan betul-betul oleh Rakyat dan murid-murid sekolah tinggi. Baru-baru ini kita baca bahwa ada seorang profesor (kalau tidak salah namanya Kimura) yang ditangkap karena mengembangkan biji Komunisme. Siapa tahu apa kelak akhirnya Rakyat matahari naik (Jepang) yang berotak tajam dan berwatak keras itu.

Tetapi dipukul rata kerajaan Jepang dan Amerika bolehlah dikatakan sendi kemodalan.

Negeri Amerika didiami oleh bangsa Eropa juga. Tanah sangat subur dan masih luas. Orang yang masuk yang biasanya semata-mata hendak mencari kekayaan saja masih bisa dengan mudah memuaskan nafsunya itu. Sebab itulah kemodalan kuat sekali. Tetapi Komunisme tentu akan berdusta kalau ada tempat di dunia ini yang berdasarkan kapitalisme bisa memberi keselamatan bagi seluruh Rakyat, atau sebagian besar dari Rakyat. Kita tahu bahwa Amerika negerinya raksasa-raksasa uang (millioner). Perniagaan, landbouw (perusahaan tanah dengan mesin) dan industrinya jauh lebih besar dari negeri-negeri manapun juga di benua Eropa. Amerika Serikat yang selang belum berapa lama banyak kececeran oleh dan banyak berhutang pada Eropa sekarang menjadi kreditornya benua Eropa. Negeri-negeri di Eropa, maupun yang terkaya, terpintar serta terkuasa sekali, seperti Inggris, ngeri melihat kemajuannya tanah Amerika. Tetapi sungguhpun begitu sekarang ini tidak kurang dari 5.000.000 (kalau tiap-tiap si buruh itu mempunyai satu istri dan satu anak jadi adalah kira-kira 15 juta manusia dari penduduk kurang-lebih 100 juta yang dalam kesengsaraan dalam negeri yang terkaya) kaum buruh yang dipecat atau tak dapat kerja lantaran adanya krisis (kekalutan perniagaan). Angka ini sudah cukup untuk menggambarkan kemurkaan Kapitalisme dimanapun juga tumbuhnya.

Sebaliknya pula tak perlu diwartakan bahwa juga di Amerika mesti timbul dan majunya pergerakan Komunsime walaupun ketika ini beribu-ribu pemimpin-pemimpin yang ditahan dalam penjara.

Pergerakan politik di Benua Cina tidak bisa kita uraikan panjang lebar. Bukan saja lantaran kabar-kabar yang datang dari sana kurang terang, tetapi terutama sebab kalutnya benua yang mempunyai kurang-lebih 450 juta jiwa itu. Utara dengan Selatan masih tidak serukun. Sesungguhpun Peking namanya ibu negeri, tetapi kota besar yang lain-lain biasanya berbuat sekehendak hatinya saja. Lebih-lebih kota yang terbesar di sebelah selatan, yakni Kanton, hampir tak kurang kuasa dan pengaruhnya dari kota manapun juga di benua Cina. Karena kekalutan politik di benua Cina itu, maka tiadalah kita akan heran kalau kadang-kadang kita mendengar kabar yang jenderal ini atau itu sudah berlaku sekehendak hatinya saja. Pendeknya, tak ada pemerintah sentral, yang diakui sah, baik untuk menjalankan undang-undang atau untuk menghukum orang atau kata yang melanggar undang-undang.

Negeri yang belum bisa mengurus rumah tangganya sendiri itu tentulah tiada bisa menetapkan sikap terhadap keluar negeri. Kabar-kabar telegram membuktikan betapa lemahnya benua Cina terhadap Jepang yang sembilan atau sepuluh kali lebih kecil itu. Shantung, Manchuria, dll menjadi negeri rebutan Jepang saja. Jepang sudah boleh menjalanlan kontrol (kontrol itu diperoleh Jepang ketika dunia kalut karena Perang Dunia Pertama, kabarnya ada kira-kira 20 juta manusia yang ditimpa bahaya itu) atas ekonomi, spoor dan tentaranya benua Cina, sehingga pergerakan ekonomi dan politik terhambat sekali.

Kabar-kabar yang datangnya dari pihak kaum modal, yang mengatakan bahwa di benua Cina maju sekali pergerakan Bolshevismenya, tiada kita berani mensahkan, cuma boleh percaya bahwa benua besar yang dalam huru-hara sendiri, diancam bahaya kelaparan, dan diperebut-rebutkan oleh kaum Modal Inggris, Jepang, Amerika dsb. itu akan terpaksa memangku Komunsime dan memihak pada kaum Bolshevik, dengan jalan mana ia bisa kelak menghindarkan bahaya perbudakan terhadap kaum Imperialisme dunia.

Seberapa bisanya saja kita sudah menunjukkan pergerakan ekonomi dan politik di Eropa, Amerika, Jepang dan benua Cina (yakni dengan kabar-kabar eficiel, maupun dalam organnya kaum Modal, maupun dalam maklumatnya kaum Komunis dari Moskow sendiri).

Kita merasa perlu berbuat semacam ini, bukan saja karena kita mau memperhatikan gegap gempitanya dunia kapitalisme semasa dan sesudahnya peperangan tahun 1914 ini dan memperlihatkan keras majunya pergerakan Komunisme. Adalah lagi sebagian besar dari dunia ini yang perlu kita taruh di bawah pelita merah yang tidak kurang pentingnya buat Komunsime dari benua Eropa, yakni Hindustan.

Sebetulnya kita belum puas, cuma memberi keterangan sedikit saja atas pergerakan di sana.

Pertama : Sebab Hindustan begitu penting dalam hal ekonomi dan politik dunia, karena penduduk negerinya saja ada kira-kira 300 juta, yakni kira-kira 1/5 dari penduduk seluruh dunia.

Kedua : Sebab Hindustan, yang dahulunya ternyata guru dari Hindia kita ini dalam beberapa ilmu-ilmu, sesudah tahun 1600, yakni sesudah berdirinya OIC (Kompeni Inggris) nasibnya tiada berapa bedanya dengan kita, karena dalam politik, ekonomi, Kompeni Belanda banyak mengambil contoh dari politik ekonomi Kompeni Inggris.

Ketiga : Sebab Hindustan sekarang semakin hari semakin keras nafsu dan aksinya buat kemerdekaan; dan kalau sekiranya maksudnya sampai, maka perubahan politik dunia tiada akan sedikit.

Inilah alasan-alasan kita, maka sepatutnya kita mau menceritakan tanah Hindsutan dengan sejarahnya yang jelas. Tetapi karena kita takut akan membawa pembaca menyimpang, maka kita terrpaksa dengan seringkas-ringkasnya melukiskan hal ihwal tanah Hindsutan.

Kita tidak perlu membaca sejarah untuk menyaksikan bahwa kepandaian dan kebudayaan kita disini banyak sekali diperoleh dari benua Hindustan. Pun benua yang lain-lain, baik pun Eropa atau Asia (Ingat saja ilmu-ilmu di Eropa dan agama Budha di seluruh Asia) banyak menerima buah perasaan dan pikiran yang halus-halus itu, sehingga tiadalah jauh dari kebenaran kalau kita berkata bahwa Hindia muka semenjak beratus-ratus tahun sebelum nabi Isa sudah menjadi asalnya kebudayaan dunia.

Pada masa OIC (Kompeni Inggris) didirikan (tahun 1600), maka benua Hindustan masih dipuncak kepandaian dan kekayaan di atas dunia ini. Bangsa Inggris yang masuk itu jauh ketinggalannya dalam berbagai hal. Cuma ia melebihi dalam politik dan perkakas senjata perang.

Dengan tentara yang lebih sempurna bedil dan meriamnya, ia menewaskan kerajaan-kerjaaan yang di pesisir laut. Tetapi meriam itu masakan bisa menaklukkan Hindustan sama sekali. Senjata yang lebih tajam ialah: Politik menghasut raja ini dengan raja yang lain, menghasut kaum Muslimin dengan kaum beragama Hindu, menolong pihak yang sudah kena hasut melawan seterunya. Pendeknya dengan politik seperti dalam cerita Galilah dan Daminah, atau seperti kata orang Romawi politik devide et empera (hasut dan kalahkan), maka yang kecil bisa menewaskan musuh yang berpuluh-puluh lebih kuat dan besar.

Serta dengan politik membatalkan perjanjian-perjanjian dengan raja Hindustan, maka Inggris bisa menaklukkan manusia yang kurang lebih 7 kali lebih besar itu.

Dalam 300 tahun di bawah perintah Inggris, maka sejarahnya penuh dengan pemberontakan-pemberontakan, sebab penindasan, serta kelaparan (sepanjang sejarah Digby, ahli sejarah Inggris), bahaya-bahaya kelaparan di Hindustan dari tahun 1891 – 1900 mengubahkan 19 juta manusia. Padi dan dan gandum sampai cukup tetapi ditahan oleh kaum uang supaya boleh dijual mahal. Kaum Proletar yang bergaji kecil tak sanggup membeli, kata E. Macdonald. Baru-baru ini Lord Curzon menetapkan bahwa gaji orang Hindustan dipukul rata lebih kurang f 1,50 sebulan. Lord Clive, warren Hastings, dan baru-baru ini Jenderal O’Deyer, semuanya pembesar-pembesar Inggris, yang terutama sekali menjadi gambaran untuk banjir-banjir darah yang disebabkan pemberontakan-pemberontakan tadi. Jadi berbeda benar sifat pergaulan bangsa Inggris sekarang dengan bangsa Hindustan, sungguhpun kedua bangsa tadi memasuki negeri orang lain sama-sama dengan niat hendak berniaga. Kemodalan zaman sekarang mesti berlaku lebih buas, dari sebab itu politiknya Inggris terhadap pada jajahannya mesti lebih kasar pula.

Bagaimana politik perniagaan OIC di sana, kita sudah merasakan politik perniagaan Kompeni, disini tiadalah perlu lagi diberi cerita panjang lebar.

Bangsa Hindustan harus membeli barang pabrik yang datang dari Eropa, seperti kain, perkakas-perkakas, dll. Sebab itulah maka pertukangan dan perusahaan bangsa Hindustan sendiri mati sama sekali. Begitu juga kepandaian Rakyat dalam hal bertukang dan berhubung dengan itu pendidikannya sendiri menjadi jatuh. Pendeknya Rakyat Hindustan mesti jadi bodoh, sepanjang Maz.T.Muller, maka sebelumnya Inggris datang ada di Benggala saja 80.000 sekolah rendah, sehingga untuk tiap-tiap 400 penduduk negeri ada 1 sekolah. Karena Inggris menghancurkan peraturan desa, maka pendidikan cara Hindu itu hancur pula, sehingga sekarang cuma 50 persen anak lelaki dan 5 persen anak perempuan bersekolah. Di negeri yang masih di bawah raja sendiri, Baroda umpamanya, ada 100 persen anak lelaki dan 30 persen anak perempuan bersekolah. Bandingkan saja di Jawa ini Solo dengan keresiden yang di bawah perintah Gouvernement!

Keningratan Hindustan, yang sudah tentu mau merdeka di negerinya sendiri harus diganti dengan pejabat-pejabat bangsa Inggris. Pemberontakan-pemberontakan, lantaran kerasnya nafsu kemerdekaan tadi, terpaksa mengadakan tentara yang kuat, yang setiap waktu bisa melawan pergerakan nasionalisme yang timbul.

Pejabat dan militer, politik dan rechercheur yang beribu-ribu itu menelan uang berjuta-juta rupiah. Ongkos yang sebesar itu datangnya dari pajak juga, yang sangat menekan (menindas) rakyat.

Pemerintah tak berani mengadakan leerplicht (tiap-tiap anak mesti bersekolah), karena takut kalau rakyat jadi pintar dan bisa kelak mengalahkan Kapitalisme Inggris lahir dan batin.

Politik kemodalan Inggris niscaya membunuh politik rakyat. Hak buat berkumpul, dan hak surat-surat kabar harus dipotong-potong dan rakyat yang cinta pada tanah airnya serta memperlihatkan kecintaan itu dengan perkataan atau kelakuan tentulah tiada boleh campur menimbang keperluan rakyat dalam pemerintah negeri. Pemuda-pemuda yang keluar dari sekolah tinggi di Eropa, yang berperasaan kemerdekaan tentulah terlantar hidupnya. Pemuda-pemuda yang mengunjungi sekolah-sekolah tinggi di Hindustan sendiri niscayalah dapat halangan dalam ujian atau dalam mencari pekerjaan kalau dia tidak bersifat budak.

Demikianlah keadaan politik jajahan itu. Inggris tidak bisa mengubahnya lagi. Karena Hindustan sudah jadi kemodalannya sendiri, sehingga perubahan itu kalau dilakukan bisa menjatuhkan dirinya sendiri. Kapitalis Inggris mesti terus memakai pejabat, politik, tentara yang besar itu, terus memungut pajak. Dunia Hindustan yang terkaya dan termulia sebelum tahun 1600 itu sekarang menjadi termiskin di atas dunia, karena segala kekayaan mengalir menuju ke tanah Inggris. Rakyat yang tidak mendapat pendidikan mesti membayar pajak berat yang tak putus didatangi penyakit, tak putus didatangi bahaya kelaparan itu, maka rakyat yang kira-kira 300 juta itu bolehlah kita katakan kaum kita sejati, yang satu nasib satu niat di atas dunia ini.

Sekarang ini di Hindustan ada berbagai pergerakan yang berdasarkan agama, kebangsaan, dan sosialisme. Dalam hal agama lama sungguh Muslimin (kira-kira 60 juta) bertentangan atau dipertentangkan oleh Inggris dengan agama Hindu. Walaupun pergerakan sosialsime tak kurang hebatnya, sehingga saudara Roy (komunis) tak boleh masuk di Hindustan, tetapi yang jadi suluh pergerakan pada ketika ini ialah Nasionalisme yang bertubuh pada dirinya Mahatma Gandhi. Pahlawan ini sudah kita kenal, baik cita-cita ataupun watak dan kesatriaannya. Menurut persangkaan kita semacam komunis, yang tiada mau melompat berpikir, haruslah tingkat yang pertama ini kita akui sahnya. Haluan nasionalisme seperti di Hindustan itu di mulut dan di hati tiada boleh kita hinakan atau kecilkan harganya. Tetapi keyakinan kita juga bahwa rakyat yang 300 juta dalam kemelaratan itu kelak kalau sekiranya negeri merdeka, niscaya tak dapat tidak akan meminta keperluan dalam pertama sekali buat sesuatu manusia. Yakni terutama keperluan hidup dan tiada akan bisa kenyang lagi dengan cita-cita kebangsaan atau agama saja.

Gandhi mesti kelak terpaksa memilih: ”Kapitalisme atau Komunisme” dan peraturan negeri Parlemen atau Soviet. Artinya yang terus dalam praktek, atau ia harus memihak pada kaum Modal bangsa sendiri, atau pada rakyat. Zaman sekarang seorang pemimpin, yang sudah mengajak rakyat mencari kemerdekaan, tidak akan bisa berdiri di tengah-tengah lagi, sebab kaum Proletar dimanapun juga sudah sadar, dan lagi pula pertentangan Komunisme dan Kapitalisme tidak tinggal dalam teori lagi seperti beberapa tahun dahulu.

Kita tentu tidak bisa memberi putusan. Bagaimana kelak nasib tanah Hindustan, tidak boleh ditetapkan oleh pengharapan kita sebagai Komunis, atau pengharapan Gandhi sebagai nasionalis. Kodrat alam berlaku seperti kehendaknya sendiri saja. Tetapi Komunisme bisa menunjukkan dengan sejarah alam sendiri, bahwa akhirnya Kodrat alam itu (keadaan ekonomi) akan menarik pergerakan sesuatu nasionalisme itu kepada peraturan rakyat yakni Komunisme.

Kalau kepercayaan kita ini benar, maka ”Hindia Muka” entah mana yang penting dengan Eropa. Selama ini Eropa (negeri-negeri di luar Rusia) disangka sebagai pintu masuk ke zaman Komunisme. Artinya, kalau negeri-negeri Eropa yang di luar Rusia sama sekali mempunyai Soviet – yakni gambar Diktatornya kaum Proletar – maka dunia lain mesti mengikut. Tetapi juga kalau Hindustan lepas dari bangsa Inggris, niscaya kaum Proletar Rusia bisa berhubungan betul dengan rakyat Hindustan, perhubungan mana sekarang sangat dihalang-halangi oleh pemerintah Inggris. Dengan Persia, Afghanistan, Turkistan dan dunia Muslim yang lain-lain, perhubungan itu sudah bertambah-tambah keras (sehinga sudah sampai dua kali pemerintah Inggris mencegah kaum Bolshevik meneruskan persahabatannya itu) sehingga kalau perhubungan terus dengan Hindustan juga terdapat, maka tiadalah kurang dari kurang-lebih 500 juta manusia yang berlindung di bawah bendera merah.

Kelepasan Hindustan dari tangan Inggris adalah suatu dorongan yang keras, dan kalau kaum Proletar tanah Inggris melihat musuh kaum modalnya sendiri itu sudah lemah, tentulah segera ia akan mendirikan kekuasaan rakyat. Kalau Kapitalisme Inggris jatuh, tentulah kemodalan negeri lain-lain di Eorpa tidak bisa berdiri.

Inilah alasan-alasan kita buat menerangkan persangkaan bahwa Hindustan tak sedikit pentingnya buat Komunisme. Inilah artinya buat kita pergerakan kebangsaan atau agama di Hindustan sekarang, seterusnya pula inilah artinya Mahatma Gandhi buat zaman Komunisme yang mesti datang itu.

Tiadalah percuma saja kita menguraikan keadaan ekonominya dunia sekeliling tanah Hindia, karena ekonomi itulah jadi sendi pergaulan hidup yang terutama sekali, dan karena ekonomi itulah pula maka datang perhubungan negeri-negeri di atas dunia ini. Pada zaman Kapitalisme ini, tiadalah ada lagi negeri yang tiada terkenal atau terpencar letaknya. Dahulu kala, beribu dan beratus tahun yang lalu, maka kerajaan-kerajaan Mesir, Yunani, Romawi atau Islam hidup sendiri-sendiri. Hampir tidak ada perhubungan dengan Amerika ataupun benua Cina, yang dipagari dengan batu tembok yang tebal, panjang dan tinggi itu. Begitu juga bangsa Jepang, belum lama rakyatnya ini dilarang meninggalkan negerinya sendiri, dan melarang bangsa asing memasuki tanahnya. Lautan-lautan besar beserta gunung yang tinggi-tinggi menjadi halangan besar dalam pergaulan satu bangsa dengan bangsa yang lain, sehingga bolehlah dikatakan dunia dahulu dibagi atas beberapa dunia, yang satu dengan lainnya hampir tiada tahu-menahu.

Tetapi pada zaman sekarang, tak ada lagi lautan yang lebar, atau gunung yang tinggi bisa menghambat pergaulan satu bangsa dengan yang lain. Kapal dan kereta api mempertalikan negeri-negeri di dunia ini dengan lekasnya. Tak ada gunung yang tinggi yang tidak bisa dilampaui oleh kapal terbang, serta tak ada laut yang dalam yang tidak bisa diduga oleh kapal selam. Telegraf dan telephone boleh menyebarkan kabar di alam kita ini dalam satu atau dua menit saja.

Sifat ekonomi zaman kemodalan ini sudah internasional (seluruh dunia). Meskipun baru-baru ini umpamanya, bangsa Eropa yang berperang-perangan, tetapi rakyat Hindia disini tak kurang menanggung kecelakaan disebabkan peperangan tadi. Ingatlah saja berapa naiknya harga bermacam-macam barang-barang yang perlu kita pakai disini. Ringkasnya: Hindia ini adalah sebagian dari rumah ekonominya Kapitalisme dunia. Tiadalah bangsa Hindia bisa mengatakan: ”Saya tak perduli akan hal ihwal politik negeri sekeliling saya”.

Demikianlah juga kaum Modal bangsa apapun juga, tidak akan berkata: ”Saya tak perduli hal ihwalnya politik di Hindia”. Teh, beras dan gula kita masyhur dimana-mana. Amerika umpamanya, yang tahu akan artinya karet dan minyak tanah buat industrinya sendiri, ingin melihat negeri kita yang penuh dengan benda-benda yang tersebut.

Apabila kita sekejap memandang pada peta bumi, maka kelihatanlah bahwa selat-selat Sunda dan Malaka laksana menjadi pintu ke benua Cina, Jepang dan seterusnya Amerika, yang sama sekali di diami oleh kurang lebih ½ dari penduduk dunia. Di sebelah barat pintu tadi kita dapati benua Hindustan dan Eropa, yang juga mempunyai kurang lebih ½ dari penduduk bumi. Berapa pentingnya pintu-pintu tadi dalam perniagaan antara bangsa Cina dan Jepang dengan Hindustan dan Eropa, ahli-hali ekonomilah yang lebih maklum. Istimewa pula kalau kelak bangsa Cina atau Hindustan bertambah maju maka niscayalah Hindia kita seperti suatu pasar dimana bangsa-bangsa tadi bertemuan. Memangnya hal ini pada zaman dahulu kala sudah terjadi.

Negeri Malaka (di selat Malaka), negeri Banten (di selat Sunda) pada masa kompeni belum datang, adalah bandar-bandar yang dikunjungi oleh bangsa-bangsa tadi.

Lebih-lebih kalau peperangan timbul (antara bansga-bangsa yang sebelah Barat melawan modal Jepang dan Amerika), maka niscayalah mereka itu akan rebut-merebut pintu tadi, yang penting sekali artinya untuk satu-satu pihak.

Peperangan itu segenap waktu bisa terjadi (pada masa ini negeri-negeri Inggris, Jepang dan Amerika berlomba-lomba membuat kapal perang yang besar-besar, sungguhpun mereka itu berlomba-lomba pula menyanyikan perkataan perdamaian). Bagaimana kelak kombinasinya (serikat-serikatnya) peperangan, tentulah tiada bisa kita putuskan.

Cuma kita tahu, yang Jepang dan Amerika sedang berlomba-lomba membuat kapal perang yang besar-besar. Dalam rebut-merebut ”Lautan Teduh” niscaya Hindia kita tak akan bisa ”netral”. Lagi pula Eropa dan Hindustan makin lama makin kusut. Kalau sekiranya benua yang dua ini menjadi merah sama sekali, maka peperangan yang akan datang itu bukanlah untuk rampas merampas tanah atau laut buat kemodalan, melainkan untuk menghancurkan Kapitalisme. Eropa – Hindustan, niscaya akan berlawanan dengan Jepang – Amerika (sebagai benteng kemodalan dunia).

Juga dalam hal ini kita akan terbawa-bawa. Kita tak perlu seorang ahli ekonomi atau peperangan untuk menyaksikan bahwa dalam peperangan antara merah (Eropa – Hindustan) melawan putih (Jepang – Amerika) Hindia ini terpenting sekali.

Berhubung dengan kepercayaan kita, bahwa Kapitalisme itu boleh jadi lekas jatuh, dan berhubung dengan kehendak rakyat disini atas kemerdekaan, maka kita bertanya:

Apakah kita mesti tinggal pasif (menerima) seperti beribu-ribu tahun yang sudah ini? Apakah kelak kita mesti berserah saja kepada kemodalan Amerika, Australia, Jepang atau Inggris yang kalau peperangan tadi datang kelak akan berdaya upaya menduduki negeri kita? Apakah mesti kita biarkan saja rakyat berjuta-juta itu dalam nafsu dan pengharapan yang keras itu buat keselamatan hidup? Berhubung dengan pertanyaan-pertanyaan itu, maka kita meminta, kita berseru pada pemuda-pemuda bangsa Hindia ini, yang suci, adil dan berani. Kita meminta, supaya dipikirkan betul-betul persoalan-persoalan yang berguna buat keperluan hidup.

Kita ada yakin bahwa tiap-tiap pemuda di Hindia ini yang tahu akan kehinaan dan kemiskinan rakyat akan cocok dengan paham kita, yakni: Kekuasaan Sovietlah yang akan disukai rakyat disini dan hanya dialah yang kelak bisa memerdekakan rakyat yang terhina dalam beribu-ribu tahun ini.

Tetapi, kalau seseorang sudah mendapat keyakinan itu, maka haruslah pula ia berdaya upaya untuk menjalankan dan mendatangkan cita-cita itu, artinya itu haruslah ia menceburkan diri pada pergerakan rakyat. Kalau tidak, maka cita-cita itu akan tinggal cita-cita (kenang-kenangan) saja, dan tiada menambah kekuatan rakyat.

Bahwasanya Hindia ini penuh dengan kekuatan (kodrat) yang tersembunyi. Beribu-ribu kaum Proletar yang belum mempunyai organisasi yang teguh. Belum pula ada perkumpulan politik yang boleh dikatakan sempurna. Tetapi kita percaya bahwa kerukunan dan ketetapan paham dalam serikat buruh dan Perkumpulan Politik itu juga disini bisa didapat, asal kita sama sekali berpikir dan berusaha mencari sesuatu kerukunan, yang sepadan (cocok) dengan kemelaratan dan kemauan rakyat disini. Kita yakin bahwa harganya lasykar Perkumpulan Vak atau Politik yang berdasar kerakyatan itu lebih besar dari 5 Universiteit (sekolah tinggi). Karena kalau lasykar-lasykar seperti cita-cita komunisme disini sudah siap, maka apa saja yang kita kehendaki dalam pergaulan hidup mesti akan kita dapat, juga Universiteit. Kekuasaan Soviet (kekuasaan Rakyat) bisa membangun hati dan pikiran merdeka, tidak saja di Hindia ini, tetapi juga di seluruh dunia.

Syahdan maka jikalau kita Hindia ini sudah sampai mempunyai organisasi Rakyat itu, maka kita bukan hanya memperoleh senjata yang sangat tajam untuk mengubah nasib hidup disini saja, tetapi dengan senjata itu, bolehlah dengan girang kita menunggu nasibnya Kapitalisme. Jika sekira-kiranya Kapitalisme Eropa dan Hindustan betul jatuh, maka disinipun kita sudah siap untuk mengatur negeri dengan cara semestinya, sehingga kemurkaan kemodalan lenyap dengan segera, serta bergantian dengan perdamaian dan keselamatan dunia.

SEMARANG, OKTOBER 1921