Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2004

Peraturan Daerah Kabupaten Lebak
Nomor 4 Tahun 2004
 (2004) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

NOMOR 4 TAHUN 2004

TENTANG

PAJAK PARKIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LEBAK
Menimbang :
  1. bahwa berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Parkir merupakan salah satu jenis Pajak Daerah Kabupaten;
  2. bahwa untuk memanfaatkan sumber pendapatan Daerah bagi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan Daerah dari kegiatan perparkiran tersebut, dipandang perlu menetapkan Pajak Parikir dengan Peraturan Daerah.
Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang, Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186);
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
  3. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaiaman telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3984);
  4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);
  5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
  6. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
  7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
  8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
  9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4355);
  10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
  11. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3527);
  12. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529);
  13. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);
  14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
  15. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Nomor 6 Tahun 1986 tentang Penunjukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Peraturan Daerah yang Memuat Ketentuan Pidana (lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Lebak Tahun 1986 Nomor 3 Seri E);
  16. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2000 tentang Tata Cara dan Teknik pembuatan Peraturan Daerah dan Penerbitan Lembaran Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2000 Nomor 4 Seri D);
  17. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Lebak (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2002 Nomor 8 Seri D);
  18. Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 17 Tahun 2002 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2002 Nomor 21 Seri D).


Dengan Persetujuan


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LEBAK

M E M U T U S K A N


Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK TENTANG PAJAK PARKIR


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
 
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
  1. Daerah adalah Kabupaten Lebak;
  2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lebak;
  3. Bupati adalah Bupati Lebak;
  4. Dinas adalah Dinas perhubungan Kabupaten Lebak;
  5. Kendaraan Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang berada pada kendaraan itu termasuk kendaraan gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor;
  6. Parkir adalah keadaan dimana suatu kendaran bermotor dalam keadaan tidak bergerak di sebuah tempat yang telah ditentukan, bersifat sementara dan tidak menetap;
  7. Pajak parkir adalah pungutan Daerah yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat parkir;
  8. Tempat Parikir adalah suatu tempat di luar badan jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun disesuaikan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran;
  9. Penyelenggara Parkir adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan dan atau menyediakan tempat parkir dengan memungut bayaran;
  10. Karcis Parkir adalah tanda bukti masuk tempat parkir dan atau tanda bukti pembayaran atas pemakaian tempat parkir;
  11. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai imbalan atas jasa sebagai pembayaran kepada penyelenggara tempat parkir;
  12. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupunyang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainya, Badan usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya;
  13. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah;
  14. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungutan atau pemotong pajak tertentu;
  15. Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati;
  16. Tahun Pajak adalahjangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwim kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim;
  17. Pajak terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah;
  18. Pemungutan adalah suatu rangkaikan kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak atau Retribusi, penentuan besarnya pajak atau Retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau Wajib Retribusi Pajak atau Retribusi kepada Wajib Pajak serta pengawasan Penyetornya;
  19. Surat pemberitahuan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SPTPD, adalah Surat yang oleh Wajib Pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah;
  20. Surat Setoran pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Bupati;
  21. Surat ketetapan Pajak Daerah, yang dapat disingkat SKPD, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak;
  22. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, yang dapat disingkat SKPDKB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar;
  23. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, yang dapat disingkat SKPDKBT, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan;
  24. Surat Ketetapan Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih bayar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang;
  25. Surat ketetapan Pajak Daerah Nihil, yang dapat disingkat SKPDN, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
  26. Surat Tagihan Pajak Daerah, yang dapat disingkat STPD, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan /atau denda;
  27. Surat Keputusan Pembentulan adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan/atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil atau Surat Tagihan pajak Daerah;
  28. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak Daerah, Surat ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil, atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak;
  29. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadpa Surat Keputusan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak;
  30. Pembukuan adalah suatu proses penataan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harga, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhirnya;
  31. Kas Daerah adalah Kas pemerintah Kabupaten Lebak;
  32. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengelola data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban Perpajakan Daerah dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan Perpajakan Daerah;
  33. Penyidikan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.


BAB II
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK


Pasal 2
 
Dengan nama Pajak Parkir dipungut pajak atas penyelenggaraan tempat parkir.


Pasal 3
 
  1. Objek Pajak adalah penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor yang memungut bayaran.
  2. Bagi tempat parkir yang tidak memungut bayaran, akan dikelola oleh Dinas dan diberlakukan Peraturan Daerah tentang Retribusi Perparkiran.
  3. Tidak termasuk objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
    1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
    2. Penyelenggaraan parikir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik;
    3. Penyelenggaraan tempat parkir lainnya yang diatur dengan Peraturan Daerah;


Pasal 4
 
  1. Subjek pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas tempat parkir.
  2. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.


BAB III
KETENTUAN PERIJINAN PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN


Pasal 5
 
  1. Setiap orang atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir harus mendapat ijin dari Bupati, dengan melampirkan:
    1. Ijin Mendirikan Bangunan;
    2. Rekomendasi/Pertimbangan dari Dinas.
  2. Tata cara untuk memperoleh ijin penyelenggaraan tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati.


Pasal 6
 
  1. Jangka waktu berlakunya ijin ditetapkan selama penyelenggaraan parkir berlangsung.
  2. Terhadap ijin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pendaftaran ulang setiap 1 (satu) tahun sekali.


BAB IV
RAMBU DAN MARKA PARKIR


Pasal 7
 
Pada tempat parkir harus dipasang tanda-tanda parkir berupa:
  1. Rambu yang dilengkapi dengan keterangan yang menjelaskan antara lain:
    • Waktu Pelayanan parkir;
    • Besarnya tarif parkir;
    • Jenis kendaraan yang diperbolehkan parkir.
  2. Marka parkir dan atau tanda-tanda lain yang menunjukkan cara parkir;
  3. Untuk para penyelenggara perparkiran harus mempunyai identitas dan atribut yang jelas.


BAB V
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN CARA PERHITUNGAN PAJAK


Pasal 8
 
Dasar pengenaan Pajak Parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk pemakaian tempat parkir.


Pasal 9
 
Tarif Pajak Parkir ditetapkan sebesar 15% (lima belas) persen dari dasar pengenaan pajak.


Pasal 10
 
Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif parkir dengan dasar pengenaan


Pasal 11
 
Pajak Parkir dipungut di dalam wilayah Daerah


BAB VII

MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG

DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH


Pasal 12
 
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim


Pasal 13
 
Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan parkir.


Pasal 14
 
  1. Setiap Wajib Pajak mengisi SPTPD
  2. SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya.
  3. SPTPD yang dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa pajak.
  4. Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati.


BAB VIII
TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK


Pasal 15
 
  1. Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Bupati menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SKPD.
  2. Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD.


Pasal 16
 
  1. Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1) digunakan untuk menghitung dan menetapkan pajak sendiri yang tertuang.
  2. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya Pajak, Bupati dapat menerbitkan:
    1. SKPDKB
    2. SKPDKBT
    3. SKPDN
  3. SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan:
    1. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi, berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
    2. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat di bayar 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
    3. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 9dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
  4. SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratur persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
  5. SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
  6. Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
  7. Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dikenakan apabila Wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.


BAB IX
TATA CARA PEMBAYARAN


Pasal 17
 
  1. Pembayaran Pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati, sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD.
  2. Apabila pembayaran pajak dilakukan di tempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya dari waktu yang ditetapkan dalam dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD.


Pasal 18
 
  1. Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas.
  2. Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur Pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
  3. Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
  4. Bupati dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar.
  5. Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (4) ditetapkan oleh Bupati.


Pasal 19
 
  1. Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 diberikan tanda bukti pembayaran dicatat dalam buku penerimaan.
  2. Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Bupati.


BAB X
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK


Pasal 20
 
  1. Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
  2. Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus melunasi pajak terutang.
  3. Surat Teguran, Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis sebagaimaan dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.


Pasal 21
 
  1. Apabila pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa.
  2. Pejabat yang ditunjuk menerbitkan surat paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran atua surat peringatan atau surat lain yang sejenis.


Pasal 22
 
Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal pemberitahuan, surat paksa, Pejabat yang ditunjuk segera menertibkan surat peringatan pelaksanaan penyitaan.


Pasal 23
 
Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak belum juga melunasi hutang pajaknya, setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan surat peringatan melaksanakan penyitaan, pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.


Pasal 24
 
Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, jam dan tempat pelaksanaan lelang, juru sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.


Pasal 25
 
Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati.


BAB XI
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK


Pasal 26
 
  1. Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak.
  2. Tata cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan Pajak sebagaiaman dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.


BAB XII

TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN
KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI

ADMINISTRASI


Pasal 27
 
  1. Bupati karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:
    1. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau DTPD yang dalam penertibannya terdapat kesalahan tertulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah;
    2. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar;
    3. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda kenaikan pajak terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
  2. Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati, atau Pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas.
  3. Bupati atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan.
  4. Apabila setelah lewat watku 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sansksi administrasi dianggap dikabulkan.


BAB XIII
KEBERATAN DAN BANDING


Pasal 28
 
  1. Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk atas sesuatu;
    1. SKPD;
    2. SKPDKB;
    3. SKPDKBT;
    4. SKPDLB;
    5. SKPDN
  2. Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga0 bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN diterima oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
  3. Bupati atau pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan.
  4. Apabila setelah lewat 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan.
  5. Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak


Pasal 29
 
  1. Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan.
  2. Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak.


Pasal 30
 
Apabila pengajuan keberatan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 28 atau banding sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 dikabulkan sebagaimana atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2 & (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.


BAB XIV
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN


Pasal 31
 
  1. Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya:
    1. Nama dan alamat Wajib Pajak;
    2. Masa pajak;
    3. Besarnya kelebihan pembayaran pajak;
    4. Alasan yang jelas.
  2. Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan.
  3. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran menjadi dianggap dikabulkan dan DKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan.
  4. Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud.
  5. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, dengan menerbitkan surat membayar kelebihan pajak (SPMKP).
  6. Apabila pengambilan kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayarna kelebihan pajak.


Pasal 32
 
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4), pembayaranya dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.


BAB XV
KADALUARSA


Pasal 33
 
  1. Hak untuk melakukan penagihan pajak, kedaluarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah.
  2. Kedaluarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila:
    1. Diteribkan Surat Teguran dan Surat Paksa, atau Surat lain yang sejenis.
    2. Ada pegakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsng maupun tidak langsung.


Pasal 35
 
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dan (2) tidak dutuntut setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya bagaian tahun pajak atau berakhirnya tahun pajak.


BAB XVII
PENYIDIKAN


Pasal 36
 
  1. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk mealkukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah yang pengangkatannya ditetapkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    1. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah agara keterangan atau laporan menjadi lengkap dan jelas.
    2. Meneliti, mecari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan darah tersebut;
    3. Meminta kerangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
    4. Memeriksa Buku-buku, Catatan-catatan dan Domumen-dokumen lai berkenaan degnan tindak pidana di bidang perpajakan daerah;
    5. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti melakukan penyitaan terhdap bahan bukti tersebut;
    6. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tindak penyidikan tindak pidana perpajakan daerah;
    7. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruang tau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e;
    8. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan Daerah;
    9. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
    10. Menghentikan penyidikan;
    11. Melakukan tindakan lain ang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membaritahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum.


BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 37
 
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua keterntuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.


Pasal 38
 
Hal–hal yang belum diatr dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya, diatur oelh Bupati.


Pasal 39
 
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tangal diundangkan.
Agar setiap orang dapt megetahuinya, memrintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalm Lembaran Daerah Kabupaten Lebak.
Disahkan di Rangkasbitung

Pada tanggal 1 Juni 2004

BUPATI LEBAK

H. MULYADI JAYABAYA