Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1969
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 1969
TENTANG
PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa dipandang perlu untuk segera mengeluarkan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2890).
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Perbendaharaan Indonesia (IC.W. Stbl. 1925 448) sebagaimana beberapa kali telah diubah dan ditambah;
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Stbl. 1847 23) sebagaimana beberapa kali telah diubah dan ditambah;
4. Undang-undang Nomor 19 Prp. tahun 1960 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1989);
5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2890).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
BAB I
PENYERTAAN MODAL NEGARA
Pasal 1
Negara hanya dapat melakukan penyertaan modal dalam sesuatu perseroan terbatas, untuk seluruhnya atau sebagainya, apabila untuk itu telah disediakan modal dari negara berdasarkan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 2
(1) Keputusan untuk melakukan setiap penyertaan modal dalam sesuatu perseroan terbatas sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini memuat ketentuan-ketentuan tentang maksud dari penyertaan modal tersebut dan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan untuk penyertaan modal yang bersangkutan.
Pasal 3
Menteri Keuangan ditunjuk untuk mewakili Negara selaku pemegang saham dari setiap penyertaan modal Negara sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 4
Pelaksanaan dari penyertaan modal sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah ini, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan tentang perseroan terbatas yang termaktub dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 5 sampai dengan pasal 11 Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 5
Dalam penyelesaian pendirian PERSERO di muka Notaris, maka Menteri Keuangan dapat menyerahkan kekuasaan untuk mewakili Negara disertai hak subsitusi kepada Menteri yang bidangnya sesuai dengan tujuan dan lapangan usaha PERSERO tersebut dengan ketentuan bahwa rancangan Anggaran Dasar PERSERO yang bersangkutan harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.
Pasal 6
Dalam hal modal PERSERO untuk seluruhnya merupakan milik Negara maka ditunjuk seseorang untuk ikut serta mendirikan PERSERO.
Pasal 7
(1) Modal PERSERO terbagi atas saham-saham prioritas dan biasa dengan tidak mengurangi kemungkinan pengeluaran jenis saham lainnya;
(2) Dalam hal tidak seluruh saham dikuasai oleh Negara, maka jumlah saham prioritas yang dimiliki oleh Negara akan ditentukan lebih lanjut menurut sifat dari bidang usaha PERSERO yang bersangkutan.
Pasal 8
Dividen yang menjadi hak Negara sebagai pemegang saham harus disetorkan ke Kas Umum Negara segera setelah diadakan penentuan pembagian dividen.
Pasal 9
(1) Dalam hal modal PERSERO seluruhnya merupakan milik Negara, maka pengangkatan anggota Direksi dan Komisaris dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku pemegang saham berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. pengangkatan anggota Direksi dilakukan atas usul Menteri yang bidangnya sesuai dengan tujuan dan lapangan usaha PERSERO tersebut;
b. pengangkatan anggota Komisaris dilakukan setelah mendengar pertimbangan dari Menteri yang bidangnya sesuai dengan tujuan dan lapangan usaha PERSERO tersebut.
(2) Dalam hal Negara hanya memiliki sebagian dari modal PERSERO, maka pencalonan anggota Direksi dan Komisaris kepada Rapat Umum Pemegang Saham dilakukan oleh Menteri Keuangan selaku pemegang saham prioritas yang menjadi haknya berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. pencalonan anggota Direksi dilakukan atas usul Menteri yang bidangnya sesuai dengan tujuan dan lapangan usaha PERSERO tersebut;
b. pencalonan anggota Komisaris dilakukan setelah mendengar pertimbangan dari Menteri yang bidangnya sesuai dengan tujuan dan lapangan usaha PERSERO tersebut.
Pasal 10
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham wewenang Menteri Keuangan selaku pemegang saham dapat dikuasakan kepada Menteri yang bidangnya sesuai dengan tujuan dan lapangan usaha PERSERO tersebut atau kepada pejabat lainnya.
Pasal 11
Dalam hal PERSERO dibubarkan, maka hasil likwidasi yang menjadi hak Negara selaku pemegang saham harus disetorkan ke Kas Umum Negara.
BAB II
PENATAUSAHAAN
Pasal 12
Menteri Keuangan menyelenggarakan penatausahaan pemilikan atas setiap penyertaan modal Negara termaksud pada pasal 1 Peraturan Pemerintah ini dan penyertaan-penyertaan lainnya yang dilakukan oleh PERSERO.
Pasal 13
Penyelenggaraan penatausahaan tersebut pada pasal 12 Peraturan Pemerintah ini dilakukan oleh sebuah Direktorat di lingkungan Direktorat Jenderal Keuangan, Departemen Keuangan, yang akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
BAB III
PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN NEGARA MENJADI PERSERO
Pasal 14
(1) Perusahaan Negara yang akan dialihkan bentuknya menjadi PERSERO sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 tahun 1969 harus memenuhi syarat-syarat tersebut di bawah ini:
a. Telah melakukan penyehatan sedemikian rupa sehingga perbandingan antara faktor-faktor produksi menunjukkan perbandingan yang rasional;
b. Telah menyusun neraca dan perkiraan laba/rugi sampai dengan saat dijadikannya sebagai PERSERO dengan ketentuan bahwa neraca penutupan/likwidasinya diperiksa oleh Direktorat Akuntan Negara dan disahkan oleh Menteri yang bersangkutan;
c. Telah melunasi semua hutang-hutangnya kepada Kas Umum Negara;
d. Ada harapan baik untuk mengembangkan usahanya tanpa rugi.
(2) Neraca pembukaan dari PERSERO sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
(3) Dalam hal pengalihan bentuk sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini, demi kelancaran usaha perusahaan selanjutnya perlu dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya, sehingga tidak memungkinkan terpenuhinya persyaratan tersebut pada ayat (1) huruf b dan c pasal ini, maka kewajiban untuk memenuhi persyaratan tersebut di atas dapat ditunda sampai selambat-lambatnya pada akhir tahun 1969;
(4) Penundaan kewajiban tersebut ayat (3) pasal ini dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Negara yang bersangkutan menjadi PERSERO.
BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 15
(1) Perseroan terbatas yang modal sahamnya baik untuk seluruhnya maupun sebagiannya merupakan milik Negara yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah berdiri, dinyatakan termasuk dalam PERSERO setelah melalui penelitian yang dilakukan oleh Menteri Keuangan;
(2) Penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah ini bagi perseroan terbatas sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini, diselesaikan selambat-lambatnya akhir tahun 1969.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini akan diatur tersendiri.
Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 9 Mei 1969
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Jenderal TNI
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 9 Mei 1969
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ALAMSJAH.
Mayor Jenderal TNI