Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN KEHUTANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penelitian dan Pengembangan, serta Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Penelitian dan pengembangan kehutanan yang selanjutnya disebut litbang kehutanan adalah kegiatan yang mencakup penelitian dan pengembangan kehutanan untuk mendukung pembangunan kehutanan.
2. Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.
4. Ilmu pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu yang dilandasi oleh metodologi ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif, kualitatif, maupun eksploratif untuk menerangkan pembuktian gejala alam dan/atau gejala kemasyarakatan tertentu.
5. Teknologi adalah cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan atau pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia.
6. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian yang selanjutnya disebut Badan Litbang Kehutanan Kementerian adalah lembaga yang mengurusi penelitian dan pengembangan kehutanan.
7. Lembaga penelitian dan pengembangan kehutanan yang selanjutnya disebut lembaga litbang adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan penelitian dan/atau pengembangan di bidang kehutanan.
8. Pendidikan dan pelatihan kehutanan yang selanjutnya disebut diklat kehutanan adalah proses penyelenggaraan pembelajaran dalam rangka membina sikap dan perilaku, serta meningkatkan kemampuan dan ketrampilan pegawai kehutanan dan sumber daya manusia kehutanan lainnya menuju sumber daya manusia kehutanan yang profesional dan berakhlak mulia.
9. Lembaga pendidikan dan pelatihan kehutanan Kementerian yang selanjutnya disebut Pusat Diklat Kementerian adalah instansi Pemerintah sebagai penyelenggara diklat kehutanan.
10. Lembaga pendidikan dan pelatihan kehutanan pemerintah provinsi yang selanjutnya disebut lembaga diklat pemerintah provinsi adalah instansi pemerintah provinsi sebagai penyelenggara diklat kehutanan di wilayah provinsi.
11. Lembaga pendidikan dan pelatihan kehutanan pemerintah kabupeten/kota yang selanjutnya disebut lembaga diklat pemerintah kabupeten/kota adalah instansi pemerintah kabupten/kota sebagai penyelenggara diklat kehutanan di wilayah kabupten/kota.
12. Badan usaha adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik swasta.
13. Hak Kekayaan Intelektual, yang selanjutnya disebut HKI adalah hak memperoleh perlindungan secara hokum atas kekayaan intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.
Pasal 2
(1) Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia dibidang pengurusan hutan diselenggarakan:
a. penelitian dan pengembangan kehutanan;
b. pendidikan dan pelatihan kehutanan; dan
c. penyuluhan kehutanan.
(2) Ketentuan mengenai penyelenggaraan penyuluhan kehutanan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri.
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengurusan hutan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan nilai tambah hasil hutan.
(2) Penyelenggaraan diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b bertujuan untuk:
- membentuk sumber daya manusia kehutanan yang profesional dan mampu menguasai, memanfaatkan serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengurusan hutan secara adil dan lestari, didasari iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- mewujudkan sumber daya manusia kehutanan yang kompeten dan bekerja secara efektif, efisien serta mampu berperan sebagai pemandu, pendorong, dan pembaharu dalam pembangunan kehutanan yang berkelanjutan;
- menumbuhkan sumber daya manusia kehutanan yang berakhlak mulia serta memiliki sikap, perilaku dan semangat pengabdian, pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat kehutanan.
BAB II
PENYELENGGARAAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Litbang kehutanan diselenggarakan oleh Menteri dan lembaga litbang nonkementerian.
(2) Menteri dalam menyelenggarakan litbang kehutanan membentuk Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
(3) Lembaga litbang nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menyelenggarakan litbang kehutanan berkoordinasi dengan Badan Litbang Kementerian.
Pasal 5
(1) Selain oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), litbang kehutanan dapat diselenggarakan oleh:
a. pemerintah provinsi;
b. pemerintah kabupaten/kota;
c. perguruan tinggi;
d. dunia usaha; dan
e. masyarakat.
(2) Dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dalam menyelenggarakan litbang kehutanan dapat membentuk unit litbang kehutanan.
Pasal 6
Penyelenggaraan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. evaluasi.
Bagian Kedua
Perencanaan Litbang Kehutanan
Pasal 7
(1) Perencanaan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a disusun dengan berpedoman pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan rencana litbang kehutanan nasional.
(2) Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan rencana litbang kehutanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 8
Perencanaan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a disusun secara terpadu yang melibatkan berbagai disiplin keilmuan dengan
memperhatikan:
a. kelestarian sumber daya hutan;
b. kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan;
c. daya saing tinggi di bidang ekonomi; dan
d. teknologi di bidang kehutanan.
Pasal 9
Rencana litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a terdiri atas:
a. rencana litbang kehutanan jangka panjang;
b. rencana litbang kehutanan jangka menengah; dan
c. rencana litbang kehutanan jangka pendek.
Pasal 10
(1) Rencana litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh pimpinan Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
(2) Rencana litbang kehutanan yang disusun oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerian ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 11
(1) Rencana litbang kehutanan jangka panjang yang disusun oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan dapat dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali setiap 5 (lima) tahun.
(2) Rencana litbang kehutanan jangka panjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. visi dan misi litbang kehutanan; dan
b. tujuan dan arah kebijakan litbang kehutanan.
Pasal 12
(1) Rencana litbang kehutanan jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali setiap 2 (dua) tahun.
(2) Rencana litbang kehutanan jangka menengah disusun oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerian mengacu kepada rencana litbang kehutanan jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(3) Rencana litbang kehutanan jangka menengah paling sedikit memuat mengenai strategi dan program kerja litbang kehutanan.
Pasal 13
(1) Rencana litbang kehutanan jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c disusun untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Rencana litbang kehutanan jangka pendek yang disusun oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerian mengacu kepada rencana litbang kehutanan jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
(3) Rencana litbang kehutanan jangka pendek paling sedikit memuat mengenai kegiatan litbang kehutanan.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Litbang Kehutanan
Paragraf 1
Umum
Pasal 14
(1) Litbang kehutanan dilaksanakan secara terpadu dengan menggunakan pendekatan multidisiplin ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan paket teknologi dan kebijakan yang lebih efektif dan efisien serta untuk menghasilkan produk unggulan di bidang kehutanan.
(2) Pelaksanaan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. kegiatan litbang kehutanan;
b. kerja sama litbang kehutanan;
c. hasil kerja sama litbang kehutanan; dan
d. HKI.
Paragraf 2
Kegiatan Litbang Kehutanan
Pasal 15
(1) Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a, meliputi kegiatan:
a. penelitian dasar;
b. penelitian terapan;
c. penelitian kebijakan; dan/atau
d. pengembangan eksperimental.
(2) Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi penelitian di bidang:
a. perencanaan kehutanan;
b. pengelolaan kehutanan;
c. pengawasan;
d. perlindungan sistem penyangga kehidupan;
e. pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
f. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
g. pemanfaatan hutan;
h. penggunaan kawasan hutan;
i. rehabilitasi hutan dan reklamasi;
j. perlindungan hutan dan konservasi alam;
k. sumber daya manusia kehutanan; dan
l. peraturan perundang-undangan.
(3) Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikelompokkan berdasarkan tema, subtema, klaster litbang unggulan/prioritas, serta dilaksanakan secara terpadu dalam berbagai kegiatan litbang untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan dan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih efisien serta produk-produk unggulan.
Pasal 16
(1) Dalam melaksanakan kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Pasal 15 wajib memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kearifan tradisional, kondisi social budaya masyarakat, dan menjaga kekayaan plasma nutfah dari pencurian, perusakan, dan pemanfaatan melebihi daya dukung dalam rangka menjaga kelestariannya.
(2) Badan Litbang Kehutanan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) berhak memperoleh bahan, data, dan informasi hasil litbang dari litbang kehutanan lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh bahan, data, dan informasi hasil litbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 17
Kegiatan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf a dapat diselenggarakan:
a. dalam kawasan hutan; atau
b. luar kawasan hutan.
Pasal 18
(1) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a dapat dilakukan pada kawasan hutan yang:
a. belum dibebani hak atau izin; atau
b. telah dibebani hak atau izin.
(2) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan yang belum dibebani hak atau izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan pada:
a. kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK); dan
b. hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
(3) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan yang telah dibebani hak atau izin dapat dilakukan berdasarkan kerja sama dengan pemeganghak atau izin.
(4) Penyelenggaraan litbang kehutanan di dalam kawasan hutan yang dibebani hak atau izin yang dilaksanakan oleh selain Badan Litbang Kehutanan Kementerian harus melaporkan hasil penelitian dan pengembangannya kepada Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
Pasal 19
Kegiatan litbang kehutanan di luar kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b yang dilaksanakan oleh selain Badan Litbang Kehutanan Kementerian, harus menyampaikan laporan, baik kegiatan maupun hasilnya secara tertulis, kepada Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
Pasal 20
(1) Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia litbang kehutanan, kegiatan litbang kehutanan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan, harus dilakukan oleh peneliti kehutanan yang berkompeten.
(2) Pemerintah menetapkan standar kompetensi peneliti kehutanan berdasarkan bidang keahliannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Kerja sama Litbang Kehutanan
Pasal 21
Badan Litbang Kehutanan Kementerian dalam menyelenggarakan litbang kehutanan dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi, dunia usaha, atau masyarakat.
Pasal 22
(1) Lembaga litbang asing, peneliti asing, perguruan tinggi asing, atau badan usaha asing dapat menyelenggarakan litbang kehutanan setelah mendapatkan izin dari instansi Pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga litbang asing, peneliti asing, perguruan tinggi asing, atau badan usaha asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menyelenggarakan litbang kehutanan harus bekerja sama dengan Badan Litbang Kehutanan Kementerian.
(3) Kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyediaan tenaga ahli, asistensi teknis litbang, penyediaan dana dan sarana litbang, pendidikan dan pelatihan serta kegiatan lain yang dapat mempercepat pembangunan kehutanan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 23
(1) Kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 dilaksanakan berdasarkan perjanjian kerja sama.
(2) Perjanjian kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
a. obyek kerja sama;
b. bentuk kerja sama;
c. hak dan kewajiban para pihak;
d. jangka waktu kerja sama;
e. pelaksanaan dan pemanfaatan hasil;
f. penyelesaian sengketa; dan
g. kepemilikan HKI.
(3) Obyek perjanjian kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, paling sedikit meliputi penyediaan tenaga ahli, asistensi teknis litbang, penyediaan dana dan sarana litbang, pendidikan dan pelatihan dibidang kelitbangan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan kualitas sumber daya manusia, pemanfaatan hasil yang keseluruhannya dapat mempercepat pembangunan kehutanan.
(4) Bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi kerja sama antar lembaga penelitian nasional, kerja sama bilateral, kerja sama regional dan kerja sama multilateral.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerja sama litbang kehutanan diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 24
(1) Dalam rangka kerja sama litbang kehutanan dapat dibentuk forum penelitian kehutanan nasional.
(2) Forum penelitian kehutanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga informal yang bertujuan meningkatkan komunikasi, koordinasi, sinergitas dan efektifitas litbang kehutanan.
(3) Forum penelitian kehutanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh dan atas kesepakatan lembaga-lembaga litbang kehutanan dan ditetapkan oleh Menteri.
(4) Forum penelitian kehutanan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan Badan Litbang Kehutanan Kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi, unit litbang kehutanan dunia usaha, dan/atau masyarakat.
Paragraf 4
Hasil Kerja Sama Litbang Kehutanan
Pasal 25
(1) Hasil kerja sama litbang kehutanan yang dibiayai sepenuhnya oleh Badan Litbang Kehutanan Kementerian menjadi milik Pemerintah.
(2) Hasil kerja sama litbang kehutanan dengan Badan Litbang Kehutanan Kementerian menjadi milik bersama apabila sebagian atau seluruhnya dibiayai:
a. lembaga litbang dalam negeri;
b. peneliti dalam negeri;
c. perguruan tinggi dalam negeri; dan/atau
d. dunia usaha dalam negeri.
(3) Badan Litbang Kehutanan Kementerian dapat mengambil alih kepemilikan hasil kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) apabila membahayakan kepentingan nasional, merugikan pengembangan teknologi, atau perekonomian negara.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai hasil kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 26
Hasil kerja sama litbang kehutanan yang berupa specimen dan materi genetik yang akan dibawa ke luar negeri harus mendapat izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
HKI
Pasal 27
(1) Pemerintah mendorong dan memfasilitasi setiap penyelenggaraan litbang kehutanan yang menghasilkan invensi atau bentuk HKI lainnya untuk mengajukan permohonan HKI.
(2) Hasil kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat diajukan oleh lembaga litbang kehutanan untuk mendapatkan perlindungan HKI sesuai peraturan perundang-undangan.
(3) Hasil kerja sama litbang kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dan Pasal 26 dapat diajukan perlindungan HKI sesuai perjanjian kerja sama.
Pasal 28
(1) Pemerintah memberikan penghargaan dan/atau insentif berupa sertifikat, hadiah, dan/atau bagian royalty kepada lembaga litbang kehutanan, dan/atau peneliti yang berhasil menemukan invensi, dan/atau berprestasi sebagai hasil kerja sama maupun hasil litbang secara mandiri.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai peneliti berprestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Evaluasi Penyelenggaraan Litbang Kehutanan
Pasal 29
(1) Pemerintah atau pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan litbang kehutanan sesuai dengan kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi penyelenggaraan litbang kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
BAB III
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 30
(1) Penyelenggaraan diklat kehutanan dilakukan oleh Pemerintah.
(2) Selain oleh Pemerintah, diklat kehutanan dapat diselenggarakan oleh:
a. pemerintah provinsi;
b. pemerintah kabupaten/kota;
c. dunia usaha; dan
d. masyarakat.
Pasal 31
Diklat kehutanan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dalam pelaksanaannya dapat membentuk lembaga diklat kehutanan.
Pasal 32
Pusat Diklat Kehutanan Kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat dalam menyelenggarakan diklat kehutanan dapat bekerja sama dengan lembaga internasional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Diklat Kehutanan Kementerian
Paragraf 1
Umum
Pasal 33
Penyelenggaraan diklat kehutanan kementerian meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. monitoring dan evaluasi.
Paragraf 2
Perencanaan
Pasal 34
(1) Perencanaan diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a disusun dalam bentuk rencana diklat.
(2) Rencana diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a. rencana diklat kehutanan jangka panjang;
b. rencana diklat kehutanan jangka menengah; dan
c. rencana diklat kehutanan jangka pendek.
Pasal 35
(1) Rencana diklat kehutanan jangka panjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a disusun untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
(2) Rencana diklat kehutanan jangka panjang disusun dengan berpedoman pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional.
(3) Rencana diklat kehutanan jangka panjang paling sedikit memuat:
a. visi dan misi diklat kehutanan;
b. tujuan dan arah kebijakan diklat kehutanan;
c. jenis-jenis diklat kehutanan; dan
d. jenjang diklat kehutanan.
(4) Rencana diklat kehutanan jangka panjang dapat dievaluasi 1 (satu) kali setiap 5 (lima) tahun.
Pasal 36
(1) Rencana diklat kehutanan jangka menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(2) Rencana diklat kehutanan jangka menengah disusun dengan berpedoman pada rencana jangka panjang.
(3) Rencana diklat kehutanan jangka menengah paling sedikit memuat:
a. strategi dan program kerja diklat;
b. capaian jenis dan jenjang diklat;
c. sebaran kelompok sasaran diklat; dan
d. anggaran diklat.
(4) Rencana diklat kehutanan jangka menengah dapat dievaluasi paling banyak 2 (dua) kali.
Pasal 37
(1) Rencana diklat kehutanan jangka pendek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c disusun untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
(2) Rencana diklat kehutanan jangka pendek disusun dengan berpedoman pada rencana jangka menengah.
(3) Rencana diklat kehutanan jangka pendek paling sedikit memuat:
a. identifikasi kebutuhan diklat;
b. rencana kegiatan diklat;
c. anggaran diklat; dan
d. monitoring dan evaluasi diklat.
Pasal 38
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan dan penetapan rencana diklat jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek diatur dengan peraturan Menteri.
Paragraf 3
Pelaksanaan Diklat Kehutanan
Pasal 39
Pelaksanaan diklat kehutanan meliputi:
a. jenis diklat kehutanan;
b. kurikulum dan metode;
c. peserta diklat kehutanan; dan
d. tenaga kediklatan.
Pasal 40
(1) Jenis diklat Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a terdiri atas:
a. diklat teknis kehutanan; dan
b. diklat fungsional kehutanan.
(2) Diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas jenjang dasar, jenjang lanjutan, jenjang menengah, dan jenjang tinggi.
Pasal 41
(1) Jenis diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) meliputi bidang kompetensi:
a. perencanaan kehutanan;
b. rehabilitasi dan reklamasi hutan dan lahan;
c. pemanfaatan hutan;
d. perlindungan hutan; dan
e. konservasi alam.
(2) Bidang kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditambah sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 42
(1) Kurikulum diklat teknis kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b disusun berdasarkan bidang kompentensi.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
(3) Dalam hal diklat kehutanan diselenggarakan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, atau masyarakat wajib menggunakan kurikulum yang ditetapkan oleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Pasal 43
(1) Metode diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf b meliputi:
a. klasikal melalui pengelompokan peserta dengan perlakuan sama dalam mencapai tujuan; dan/atau
b. nonklasikal melalui pelatihan di tempat kerja, lapangan, dan jarak jauh.
(2) Dalam menentukan metode diklat kehutanan yang digunakan harus memperhatikan tujuan diklat, kondisi, lokasi, sebaran peserta, materi diklat, tenaga kediklatan, sarana, prasarana, dan biaya.
Pasal 44
Peserta diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c, meliputi sumber daya manusia kehutanan yang dapat berasal dari:
a. pegawai negeri sipil;
b. karyawan dunia usaha; dan/atau
c. anggota kelompok masyarakat di bidang kehutanan.
Pasal 45
Tenaga kediklatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d terdiri dari:
a. widyaiswara sesuai dengan kompetensinya; dan
b. penyelenggara diklat yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Paragraf 4
Monitoring dan Evaluasi
Pasal 46
(1) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c dilaksanakan oleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pelaksanaan diklat kehutanan.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap kegiatan:
a. pelaksanaan diklat; dan
b. pascadiklat.
(4) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan terhadap kesesuaian dengan kurikulum yang meliputi materi, metodologi, lokasi, waktu, peserta dan pengajar, sarana dan prasarana, dan pelaksanaan.
(5) Evaluasi pascadiklat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan untuk mengukur efisiensi dan efektifitas, serta manfaat dan dampak diklat.
Paragraf 5
Pola Diklat Kehutanan
Pasal 47
(1) Pusat Diklat Kehutanan Kementerian menyusun pola diklat kehutanan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Diklat Kehutanan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota,
Dunia Usaha, dan Masyarakat
Paragraf 1
Diklat Kehutanan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 48
(1) Rencana diklat kehutanan yang diselenggarakan oleh pemerintah provinsi disusun dengan berpedoman pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan rencana diklat kehutanan.
(2) Rencana diklat kehutanan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota disusun dengan berpedoman pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional dan rencana diklat kehutanan tingkat provinsi.
Paragraf 2
Diklat Kehutanan Dunia Usaha dan Masyarakat
Pasal 49
(1) Penyelenggaraan diklat kehutanan oleh dunia usaha dan masyarakat dilaksanakan sesuai kebutuhan dunia usaha dan masyarakat.
(2) Diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh pengakuan dari Menteri.
Bagian Keempat
Pengakuan dan Sertifikasi
Paragraf 1
Pengakuan
Pasal 50
(1) Penyelenggaraan diklat kehutanan oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat wajib memperoleh pengakuan dari Menteri.
(2) Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya dilakukan oleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Pasal 51
Pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) dilakukan secara transparan berdasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.
Paragraf 2
Sertifikasi
Pasal 52
(1) Peserta diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 yang telah lulus mengikuti diklat kehutanan diberikan sertifikat.
(2) Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Pasal 53
(1) Lembaga diklat kehutanan dunia usaha dan masyarakat yang telah memperoleh pengakuan dapat menyelenggarakan diklat kehutanan.
(2) Sertifikat bagi peserta diklat kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan oleh Pusat Diklat Kehutanan Kementerian.
Pasal 54
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperoleh akreditasi dan sertifikat diklat kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53 diatur dengan peraturan Menteri.
BAB IV
PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN TUJUAN KHUSUS
UNTUK LITBANG DAN DIKLAT KEHUTANAN
Pasal 55
(1) Lembaga litbang kehutanan dapat menggunakan kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk keperluan litbang kehutanan setelah ditetapkan oleh Menteri.
(2) Lembaga diklat kehutanan dapat menggunakan kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk keperluan diklat kehutanan setelah ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 56
(1) Kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dapat ditetapkan pada semua fungsi kawasan hutan kecuali pada cagar alam dan zona inti taman nasional.
(2) Kawasan hutan yang telah dibebani hak pengelolaan oleh BUMN dapat ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus dengan ketentuan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan.
(3) Dalam kawasan hutan yang telah dibebani izin pemanfaatan hutan, dapat ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus setelah dikeluarkan dari areal kerjanya.
Pasal 57
Kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dikelola oleh lembaga litbang kehutanan atau lembaga diklat kehutanan berdasarkan rencana pengelolaan hutan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 58
(1) Dalam mengelola kawasan hutan dengan tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dan Pasal 57, lembaga litbang kehutanan dan lembaga diklat kehutanan Pemerintah dapat bekerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk lembaga litbang kehutanan dan lembaga diklat kehutanan diatur dengan peraturan Menteri.
Pasal 59
Dalam hal lembaga litbang kehutanan atau lembaga diklat kehutanan sebagai pengelola kawasan hutan dengan tujuan khusus melaksanakan pemanfaatan hutan atau pemungutan hasil hutan untuk kepentingan litbang atau pendidikan dan pelatihan kehutanan tidak dikenakan pungutan di bidang kehutanan sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB V
SISTEM INFORMASI
Pasal 60
(1) Penyelenggaraan litbang serta diklat kehutanan Kementerian harus didukung oleh sistem informasi yang dapat diakses oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dunia usaha, dan masyarakat.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelanggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 61
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, kawasan hutan yang telah ditunjuk dan/atau ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus untuk litbang atau diklat kehutanan tetap berlaku dan pengelolaannya disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 62
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Januari 2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Januari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 17
<hr=1>
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2010
TENTANG
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, SERTA PENDIDIKAN
DAN PELATIHAN KEHUTANAN
I. UMUM
Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan alam berupa hutan yang tidak ternilai harganya. Karunia dan anugerah yang diberikan-Nya adalah sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan secara lestari dengan akhlak mulia, dalam rangka beribadah, serta sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan sumber daya manusia berkualitas bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang didasari atas iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui penyelenggaraan litbang, serta diklat kehutanan yang berkesinambungan.
Kegiatan litbang kehutanan diselenggarakan oleh Pemerintah, dan dapat bekerja sama dengan lembaga litbang pemerintah provinsi, lembaga litbang kabupaten/kota, perguruan tinggi, badan usaha, dan masyarakat.
Kegiatan diklat kehutanan diselenggarakan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, badan usaha, dan masyarakat, dan dapat bekerja sama dengan lembaga litbang kehutanan.
Kegiatan litbang, serta diklat kehutanan dapat pula bekerja sama dengan lembaga nasional dan/atau internasional, baik swasta maupun pemerintah.
Guna menunjang penyelenggaraan litbang, serta diklat kehutanan, Pemerintah menyediakan kawasan hutan dengan tujuan khusus melalui pemberian izin pengelolaan.
Penyelenggaraan litbang, serta diklat kehutanan dilaksanakan dengan memperhatikan:
a. ilmu pengetahuan dan teknologi, kearifan tradisional, serta kondisi social budaya masyarakat;
b. potensi dan karakteristik biofisik setempat guna menjamin terjaganya kekayaan plasma nutfah khas Indonesia dari pencurian atau gangguan lainnya yang mengancam punahnya plasma nutfah tersebut.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Pengelolaan hutan secara lestari meliputi: aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.
Nilai tambah hasil hutan meliputi pengolahan hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu serta jasa lingkungan hutan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Lembaga litbang nonkementerian pada saat ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dalam hal penelitian kehutanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rencana litbang kehutanan nasional” adalah rencana penelitan dan pengembangan kehutanan yang bersifat makro, jangka panjang, menyeluruh, memuat tujuan antara (intermediate goals), tujuan akhir (ultimate goals), serta arah (trajectories) dan garis besar tahapan kegiatan penelitian dan pengembangan serta hasilnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “penelitian dasar” adalah kegiatan penelitian yang bersifat eksploratif untuk memperoleh ilmu pengetahuan baru sebagai acuan penelitian terapan kehutanan.
Ilmu pengetahuan baru dapat berupa data dan informasi ilmiah tentang prinsip-prinsip dasar dari fenomena atau fakta serta interaksi keduanya yang teramati di bidang kehutanan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penelitian terapan” adalah kegiatan penelitian yang memanfaatkan hasil penelitian dasar kehutanan untuk tujuan praktis guna memperoleh pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan.
Pengetahuan dan teknologi di bidang kehutanan dapat berupa pengetahuan praktis dan teknologi terapan yang langsung dapat digunakan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan kehutanan.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “penelitian kebijakan” adalah kegiatan penelitian untuk merumuskan dan mengkaji kebijakan kehutanan yang akan dan telah dilaksanakan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pengembangan eksperimental” adalah kegiatan sistematis dengan menggunakan pengetahuan yang sudah ada yang diperoleh melalui penelitian dasar kehutanan, penelitian terapan kehutanan dan/atau penelitian kebijakan kehutanan, untuk memperoleh sistem teknologi dan kebijakan yang lebih efektif dan efisien serta menghasilkan produk unggulan di bidang kehutanan.
Yang termasuk dalam pengembangan eksperimental antara lain perekayasaan, scaling up, dan inovasi teknologi.
Sistem teknologi yang lebih efektif dan efisien dapat berupa teknologi yang tepat guna.
Produk unggulan dapat berupa produk yang memiliki nilai tambah tinggi, berdaya saing tinggi, dan aman dikonsumsi serta terjangkau masyarakat luas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Kearifan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia merupakan kekayaan kultural, baik berupa seni atau teknologi maupun nilai-nilai yang telah menjadi tradisi atau budaya masyarakat. Kekayaan tersebut merupakan modal sosial untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas SDM dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi Kehutanan.
Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta jasad renik.
Plasma nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional.
Pencurian plasma nutfah adalah mengambil atau memanfaatkan plasma nutfah secara tidak sah atau tanpa izin.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “di luar kawasan hutan” adalah termasuk di bidang industri hasil hutan.
Pasal 18
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hak” adalah hak pengelolaan hutan, yaitu hak yang diberikan untuk kegiatan:
a. tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
b. pemanfaatan hutan;
c. penggunaan kawasan hutan;
d. rehabilitasi dan reklamasi hutan; serta
e. pelindungan hutan dan konservasi alam.
Yang dimaksud dengan “izin” adalah izin pemanfaatan hutan, yaitu izin yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang yang terdiri dari izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan kayu dan/atau bukan kayu pada kawasan hutan yang telah ditentukan.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK)” adalah kawasan hutan yang dapat berupa hutan konservasi, hutan lindung, atau hutan produksi yang ditunjuk secara khusus oleh Menteri untuk keperluan litbang, diklat, serta untuk kepentingan sosial, religi, dan budaya dengan tidak mengubah fungsi pokok kawasan hutan yang bersangkutan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “peneliti kehutanan” adalah pegawai negeri sipil fungsional peneliti yang bekerja di Lembaga Litbang atau peneliti lain yang melakukan penelitian di bidang kehutanan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyediaan dana dalam rangka perjanjian kerja sama litbang kehutanan dapat berasal dari APBN, APBD, dan/atau dana lain yang sah dan tidak mengikat.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “invensi” adalah suatu ciptaan atau perancangan baru yang belum ada sebelumnya yang memperkaya khazanah serta dapat dipergunakan untuk menyempurnakan atau memperbarui ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada.
Hak Kekayaan Intelektual antara lain berupa Hak Paten, Hak Cipta, Hak Merek, Hak Desain Industri, dan Perlindungan Varietas Tanaman dan hewan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Peraturan Menteri antara lain mengatur tentang kriteria penetapan peneliti berprestasi dan Tim Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan sebagai Tim Penilai dan Penentu peneliti litbang yang berprestasi.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Lembaga diklat dunia usaha di bidang kehutanan adalah lembaga diklat milik swasta yang menyelenggarakan diklat di bidang kehutanan.
Lembaga diklat masyarakat di bidang kehutanan adalah lembaga diklat perorangan, kelompok masyarakat, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dan/atau memiliki kepedulian untuk menyelenggarakan diklat di bidang kehutanan.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Perencanaan diklat kehutanan merupakan proses penetapan tujuan, kegiatan, dan perangkat yang diperlukan dalam penyelenggaraan diklat untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelengaraan diklat kehutanan.
Perencanaan diklat kehutanan dimaksudkan untuk memberikan arahan dalam penyelenggaraan diklat kehutanan untuk mendukung pengurusan hutan.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Diklat teknis kehutanan bertujuan untuk memenuhi kompetensi teknis yang diperlukan dalam pengurusan hutan.
Huruf b
Diklat fungsional kehutanan bertujuan untuk memenuhi kompentensi yang sesuai dengan jenjang jabatan fungsional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan dan pelatihan tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Metode diklat klasikal pada umumnya dilaksanakan di dalam ruang kelas khususnya teori, sedangkan untuk praktek dapat dilaksanakan di dalam maupun di luar ruang kelas.
Huruf b
Metode diklat nonklasikal pada umumnya dilaksanakan di luar ruang kelas, antara lain berupa: magang, mobile training, inhouse training, detasering, proses belajar mandiri, tutorial, serta diklat jarak jauh.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Huruf a
Pegawai negeri sipil dalam ketentuan ini adalah pegawai negeri sipil yang bertugas di bidang kehutanan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 45
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penyelenggara diklat kehutanan meliputi pengelola diklat dan tenaga kediklatan.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pola diklat kehutanan” adalah gambaran alur diklat yang disusun berdasarkan jenis diklat yang terkait dengan jabatan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Yang dimaksud dengan “sistem informasi” dalam ketentuan ini adalah suatu sistem yang terdiri atas informasi mengenai program dan hasil penelitian, pengembangan, pendidikan dan pelatihan kehutanan yang dapat diketahui dan dimanfaatkan (diakses) oleh seluruh pihak, baik masyarakat, kalangan usaha, Pemerintah, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota dan dapat digunakan sebagai sarana komunikasi antara pihak-pihak dengan instansi penyelenggara litbang atau diklat kehutanan Kementerian.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5099