Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1950
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
PELAKSANAAN PEMBAGIAN WARGANEGARA
PP No. 1 Tahun 1950, LN. 1950-8.
Mengingat:
pasal 141 ajat (1) Konstitusi.
Pasal 1.
Keterangan tentang memilih atau menolak kebangsaan Indonesia dapat dinjatakan, dengan bebas dari pada meterai dan biaja, oleh orang jang bersangkutan sendiri atau, djika ia belum dewasa, oleh wakilnja jang sah dengan lisan dihadapan ataupun dengan surat kepada:
1. Hakim-perdata harian biasa orang jang bersangkutan, jang daerah hukumnja meliputi tempat tinggal orang itu, djika ia bertempat tinggal di pulau Djawa atau di pulau Madura;
2. Hakim-perdata tersebut diatas, atau Bupati ataupun pedjabat Pamong Pradja lain sederadjat Bupati, jang daerahnja meliputi tempat tinggal orang jang bersangkutan, djika ia bertempat tinggal di Indonesia, di luar pulau Djawa dan pulau Madura;
3. Komisaris Agung Republik Indonesia Serikat pada pemerintah Keradjaan Belanda, djika orang jang bersangkutan bertempat tinggal di dalam daerah Keradjaan Belanda;
4. Wakil diplomatik atau konsul Republik Indonesia Serikat atau pedjabat lain jang diserahi mengurus kepentingan Indonesia pada sesuatu negara asing, jang daerahnja meliputi tempat tinggal orangjang bersangkutan, djika ia bertempat tinggal diluar daerah peserta Uni;
5. Pengadilan Negeri (sekarang “Landgerecht”) di Djakarta, djika orang jang bersangkutan bertempat tinggal di-luar daerah peserta Uni dan tiada ada salah seorang pedjabat tersebut pada angka 4 jang daerahnja meliputi tempat tinggalnja.
Pasal 2.
Keterangan jang dinjatakan, baik dengan lisan maupun dengan surat, harus disertai pemberian-pemberian jang dapat tjukup memberi penundjukan sepintas-lalu (summier) kepada pedjabat, bahwa orang jang bersangkutan memenuhi sjarat-sjarat untuk memilih atau menolak kebangsaan Indonesia, dan, djika keterangan dinjatakan oleh orang lain, maka harus dibuktikan bahwa orang ini adalah wakil jang sah dari orang jang bersangkutan.
Pasal 3.
(1) Dari keterangan jang dinjatakan dengan lisan jang pemberian-pemberian atau buktinja termaksud dalam pasal 2 mentjukupi, pedjabat tersebut dalam pasal 1 membuat surat tjatatan dalam empat rangkap, jang ditanda-tanganinja, menurut model A jang terlampir pada Peraturan-Pemerintah ini.
(2) Keterangan tentang memilih atau menolak kebangsaan Indonesia jang dinjatakan dengan surat, harus dikirimkan dalam empat rangkap dan harus menjebutkan hal-hal tentang diri orang jang bersangkutan jang menundjukkan ia berhak memilih atau menolak kebangsaan Indonesia, sebagaimana tertera dalam model A tersebut diatas.
Tanda-tangan atau tjap (empu) djari jang dibubuh dibawah surat penjatakan keterangan, harus dinjatakan sahnja menurut aturan-aturan jang berlaku untuk orang jang menjatakan keterangan.
(3) Djika hal-hal jang disebutkan dalam surat penjatakan keterangan menurut pendapat pedjabat jang menerimanja tjukup ditundjukkan sepintas-lalu dengan pemberian-pemberian jang disertakan pada surat penjatakan keterangan, maka dibawah masing-masing lembar olehnja dibubuh keterangan jang ditanda-tanganinja sebagai berikut:
Diterima di ….……………………………………..(nama tempat kantor pedjabat) pada tanggal …..……………………………………………(hari, bulan dan tahun) ………………………………………………………………………....(pedjabatan) ..……………………………………………………………(tanda tangan pedjabat) ………………………………………………………………….….(nama pedjabat)
(4) Selembar surat tjatatan pewatakan keterangan atau selembar surat penjatakan keterangan jang sudah dibubuh keterangan-penerimaan oleh pedjabat diberikan atau dikirimkan kepada orang jang menjatakan keterangan, dan berlaku sebagai bukti tentang penjatakan keterangan.
Dua lembar dikirimkan kepada Menteri Kehakiman Republik Indonesia Serikat, dan selembar lagi disimpan oleh pedjabat dengan didjahit dalam suatu barkas bersama dengan surat-surat (tjatatan) penjatakan keterangan jang lain, dengan diberi nomor-urut menurut hari pembuatan atau penerimaan.
Berkas itu djika sudah tjukup tebal - setidak-tidaknja pada achir tahun - didjilid dengan diberi samak jang kuat.
Pasal 4. Djika pedjabat menganggap pemberian-pemberian jang disertakan pada keterangan tidak tjukup memberi penundjukan-sepintas-lalu akan hak orang jang bersangkutan atau bukti akan hak orang jang menjatakan untuk orang lain, maka semua surat olehnja dikembalikan kepada jang menjatakan keterangan, dengan membubuh keterangan dibawah surat penjatakan keterangan itu, sebagai berikut:
Dikembalikan karena ………………………………………(alasan pengembalian) di …………………………………………………...(nama tempat kantor pedjabat) pada tanggal ………………………………………………..(hari, bulan dan tahun) …………………………………………………………………………(pedjabatan) ……………………………………………………………..(tanda-tangan pedjabat) ……………………………………………………………………..(nama pedjabat)
Pasal 5.
Menteri Kehakiman didalam kementeriannja dan masing-masing pedjabat tersebut dalam pasal 1 dalam kantornja, memelihara sebuah daftar untuk pentjatatan keterangan memilih, dan sebuah daftar lagi untuk pentjatatan keterangan menolak kebangsaan Indonesia, masing-masing disusun seperti model B jang terlampir pada Peraturan-Pemerintah ini, hanja dengan perbedaan nama. Semua keterangan jang diterima, baik dinjatakan dengan lisan maupun jang dikirimkan dengan surat, segera setelah surat tjatatannja dibuat atau keterangan-penerimaan termaksud dalam pasal 3 ajat (3) dibubuh, oleh pedjabat ditjatat dalam daftar.
Pasal 6.
(1) Dari dua lembar surat (tjatatan) penjatakan keterangan jang diterima, Menteri Kehakiman memisahkan selembar untuk, bersama dengan semua surat (tjatatan) penjatakan keterangan jang diterima dalam masa satu bulan-kalender, disampaikan kepada Pemerintah Keradjaan Belanda dengan melalui Komisaris Agung Keradjaan Belanda pada Pemerintah Republik Indonesia Serikat, pada permulaan bulan jang berikut.
Selembar lagi disimpan sebagaimana tertera dalam pasal 3 ajat (4) kalimat kedua dan ketiga.
(2) Menteri Kehakiman mengusahakan pemuatan semua keterangan, jang diterima dalam masa satu bulan-kalender, dalam Berita-Negara Republik Indonesia Serikat, pada bulan jang berikut.
Pasal 7.
Djika Menteri Kehakiman dapat mengetahui, bahwa seorang jang keterangannja tentang memilih atau menolak kebangsaan Indonesia telah diterima, sesungguhnya tidak memenuhi sjarat, maka segera ia mengembalikan surat (tjatatan) penjatakan keterangan jang masih ada dalam kementeriannja kepada orang jang menjatakan keterangan, dengan melalui pedjabatjang menerimanja agar supaja daftar dan barkasnja dibetulkan.
Hal ini oleh Menteri Kehakiman diberitahukan kepada Komisaris Agung Keradjaan Belanda pada Pemerintah Republik Indonesia Serikat, djika perlu, dan disiarkan djuga didalam Berita-Negara.
Pasal 8.
Pemilihan atau penolakan kebangsaan Indonesia mulai berlaku pada hari surat tjatatan penjatakan keterangan dibuat atau pada hari surat penjatakan keterangan diterima oleh pedjabat jang berwajib.
Djikalau dengan suatu keputusan-hakim diputus, bahwa orang jang bersangkutan dan/atau orang jang menjatakan keterangan, jang tidak diterima oleh pedjabat sesungguhnja memenuhi sjarat-sjarat, maka pemilihan atau penolakan kebangsaan Indonesia oleh orang itu berlaku djuga mulai pada hari surat (tjatatan) tentang keterangan jang tidak diterima, seharusnja dibuat atau pada hari surat penjatakan keterangannja diterima oleh pedjabat itu.
Guna itu orang jang bersangkutan dapat mengirimkan tiga lembar salinan jang sah dari keputusan-hakim itu kepada jang berwadjib. Pedjabat tersebut dan Menteri Kehakiman berbuat dengan salinan keputusan hakim jang sah ini seperti dengan surat penjatakan keterangan jang dibubuh keterangan-penerimaan.
Pasal 9.
Peraturan-Pemerintah ini dapat disebut: “Peraturan-Pemerintah pelaksanaan pembagian warganegara”.
Pasal 10.
Peraturan-Pemerintah ini segera berlaku dan berlaku surut sampai pada waktu pemulihan kedaulatan. Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 31 Djanuari 1950.