Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1970

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1970  (1970) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 





PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA




NOMOR 21 TAHUN 1970

TENTANG

HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa hutan di Indonesia merupakan suatu potensi kekayaan alam, yang perlu segera dimanfaatkan secara maksimal dan lestari dalam rangka Pembangunan Ekonomi Nasional;

b. bahwa untuk pemanfaatan hutan secara maksimal perlu diadakan Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan secara maksimal pula;

c. bahwa untuk itu perlu dikeluarkan Peraturan Pemerintah tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan dalam rangka Pelaksanaan Undang-undang No.5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;

2. Undang-undang No.5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan;

3. Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing;

4. Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri;

5. Peraturan Pemerintah No.22 tahun 1967 tentang Iuran Hak Pengusahaan Hutan dan Iuran Hasil Hutan.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Di dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

(1) "Hak Pengusahaan Hutan" adalah hak untuk mengusahakan hutan di dalam suatu Kawasan Hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan penebangan kayu, permudaan dan pemeliharaan hutan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku serta berdasarkan azas kelestarian hutan dan azas perusahaan.

(2) "Pemegang Hak Pengusahaan Hutan" adalah Badan Hukum Indonesia yang diberi Hak Pengusahaan Hutan oleh Menteri Pertanian.

(3) "Areal Kerja Pengusahaan Hutan" adalah areal hutan yang dibebani Hak Pengusahaan Hutan.

(4) "Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan" ialah izin beserta ketentuan-ketentuannya yang diberikan oleh Menteri Pertanian untuk melaksanakan pengusahaan hutan atas suatu areal kerja Pengusahaan Hutan.

(5) "Hak Pemungutan Hasil Hutan" adalah hak untuk menebang menurut kemampuan yang meliputi areal hutan paling luas 100 (seratus) ha untuk jangka waktu selama-lamanya 2 (dua) tahun serta untuk mengambil kayu dan hasil hutan lainnya dalam jumlah yang ditetapkan dalam surat izin yang bersangkutan untuk jangka waktu 6 (enam) bulan.

(6) "Rencana Karya Pengusahaan Hutan" adalah rencana kegiatan-kegiatan yang meliputi seluruh areal kerja Pengusahaan Hutan selama berlangsungnya Pengusahaan Hutan.

(7) "Kewajiban finansiil Pemohon Hak Pengusahaan Hutan" adalah semua biaya yang dibebankan kepada pemohon sejak masuknya surat permohonan sampai dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Pertanian.

(8) "Usaha secara nyata dalam melaksanakan Hak Pengusahaan Hutan" adalah persiapan di lapangan sekurang-kurangnya ada base camp terdiri dari bangunan-bangunan dan peralatan-peralatan untuk melaksanakan pengusahaan hutan.

BAB II

SYARAT PERMOHONAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN KEWAJIBAN PEMEGANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN PEMEGANG HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

Pasal 2

(1) Syarat-syarat dan cara mengajukan permohonan serta cara memberikan Hak Pengusahaan Hutan ditetapkan oleh Menteri Pertanian.

(2) Biaya yang sehubungan dengan pelaksanaan dari pada ayat (1) pasal ini dibebankan kepada pihak pemohon dan diserahkan kepada Instansi yang serahi tugas/wewenang mengurus Kehutanan, yang berupa:

1. Biaya survey.

2. Uang Muka penyelesaian pelaksanaan.

(3) Pelaksanaan dari pada ayat (2) tersebut di atas akan diatur lebih, lanjut oleh Menteri Pertanian.

Pasal 3

(1) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib membayar Iuran Hak Pengusahaan Hutan, Iuran Hasil Hutan dan lain-lain pembayaran dengan peraturan yang berlaku.

(2) Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan wajib membayar Iuran Hasil Hutan dan lain-lain pembayaran sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(3) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang terdiri atas:

a. Rencana Karya Tahunan yang harus diserahkan untuk disetujui Menteri Pertanian dua bulan sebelum penebangan dimulai;

b. Rencana Karya Lima tahun yang harus diserahkan untuk disetujui Menteri Pertanian dalam waktu satu tahun setelah dikeluarkan Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan;

c. Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang meliputi seluruh jangka waktu Pengusahaan Hutan yang harus diserahkan untuk disetujui Menteri Pertanian dalam waktu tiga tahun setelah dikeluarkannya Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan.

(4) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib mengelola areal Pengusahaan Hutan berdasarkan Rencana Karya Pengusahaan Hutan serta mentaati segala ketentuan di bidang Kehutanan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 4

Pemegang Hak Pengusahaan Hutan wajib mentaati segala ketentuan di bidang perburuhan menurut peraturan yang berlaku serta diwajibkan untuk mempekerjakan secukupnya tenaga-tenaga ahli Kehutanan yang memenuhi persyaratan menurut penilaian Menteri Pertanian terutama di bidang: a. Perencanaan dan Penataan Hutan;

b. Pengelolaan Hutan;

c. Pengukuran dan Pengujian Kayu.

Pasal 5

Pemegang Hak Pengusahaan Hutan diwajibkan untuk dengan sungguh-sungguh mendirikan Industri Pengelolaan Hasil Hutan di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang disahkan oleh Menteri Pertanian.

Pasal 6

(1) Hak-hak Masyarakat Hukum Adat dan anggota-anggotanya untuk memungut hasil hutan yang didasarkan atas suatu peraturan hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada, pelaksanaannya perlu ditertibkan sehingga tidak mengganggu pelaksanaan pengusahaan hutan.

(2) Pelaksanaan tersebut dalam ayat (1) pasal ini harus seizin Pemegang Hak Pengusahaan Hutan yang diwajibkan meluluskan pelaksanaan hak tersebut pada ayat (1) pasal ini yang diatur dengan suatu tata tertib sebagai hasil musyawarah antara Pemegang Hak dan Masyarakat Hukum Adat dengan bimbingan dan pengawasan Dinas Kehutanan.

(3) Demi keselamatan umum, di dalam areal hutan yang sedang dikerjakan dalam rangka pengusahaan hutan, pelaksanaan hak rakyat untuk memungut hasil hutan dibekukan.

Pasal 7

Pemegang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan wajib memberikan semua data dan bantuan kepada petugas-petugas yang melaksanakan pemeriksaan, baik yang dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang untuk itu maupun petugas-petugas Kehutanan.

BAB III

PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DAN HAK PEMUNGUTAN HASIL HUTAN

Pasal 8

(1) Hak Pengusahaan Hutan pada dasarnya hanya diberikan untuk penebangan dengan cara tebang pilih atas dasar kelestarian hutan pengolahan dan pemasaran hasil hutan, dengan dibebani kewajiban untuk, mengadakan pemudaan secara alami atau buatan dan pemeliharaan hutannya.

(2) Dalam Kawan Hutan dapat dibuka tanah baik untuk penanaman bahan makanan guna keperluan sendiri maupun untuk bangunan-bangunan, jalan-jalan darat dan air, jembatan-jembatan dan lain-lain yang langsung diperlukan dalam pelaksanaan pengusahaan hutan tersebut, satu dan lain sebagaimana tercantum pada Rencana Karya Pengusahaan Hutan.

Bangunan-bangunan, jalan-jalan darat dan air, jembatan-jembatan tersebut di atas menjadi milik Negara pada waktu Hak Pengusahaan Hutan berakhir.

Pasal 9

Hak Pengusahaan Hutan dapat diberikan kepada:

a. Perusahaan milik Negara;

b. Perusahaan Swasta;

c. Perusahaan campuran.

Pasal 10

(1) Hak Pengusahaan Hutan diberikan untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperpanjang apabila tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

(2) Luas areal hutan yang diberikan sebagai areal kerja kepada Pemegang Hak sebagaimana dilukiskan pada peta lampiran Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan yang dikeluarkan Menteri Pertanian sekaligus merupakan penetapan Kawasan Hutan.

(3) Luas areal hutan yang diberikan kepada Pemohon Hak Pengusahaan Hutan adalah sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan dan target produksi yang diajukan oleh yang bersangkutan dan disahkan oleh Menteri Pertanian.

(4) Atas Hutan Lindung, Hutan Suaka Alam, Hutan Wisata dan Hutan dengan peruntukan khusus lainnya tidak dapat diberikan Hak Pengusahaan Hutan maupun Hak Pemungutan Hasil Hutan.

Pasal 11

(1) Hak Pemungutan Hasil Hutan hanya dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan Badan-badan Hukum Indonesia yang seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia.

(2) Pemegang Hak Pengusahaan Hutan dan Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan tidak boleh menangkap dan mengeluarkan Margasatwa dan tumbuh-tumbuhan yang dilindungi.

Pasal 12

(1) Hak Pengusahaan Hutan diberikan oleh Menteri Pertanian setelah mendengar pendapat Gubernur/Kepala Daerah Propinsi yang bersangkutan.

(2) Hak Pemungutan Hasil Hutan diberikan oleh Gubernur/Kepala Daerah Propinsi yang bersangkutan sesuai dengan petunjuk-petunjuk Menteri Pertanian.

BAB IV

HAPUSNYA HAK PENGUSAHAAN HUTAN

Pasal 13

(1) Hak Pengusahaan Hutan hapus karena:

a. Jangka waktu yang diberikan telah berakhir;

b. Dicabut, oleh Menteri Pertanian sebagai sanksi yang dikenakan kepada Pemegang Hak Pengusahaan Hutan;

c. Diserahkan kembali oleh Pemegang Hak Pengusahaan Hutan kepada Pemerintah sebelum jangka waktu yang diberikan berakhir.

(2) Berakhirnya Hak Pengusahaan Hutan atas dasar ketentuan ayat (1) pasal ini tetap mewajibkan Pemegang Hak Pengusahaan Hutan untuk:

a. melunasi Iuran Hak Pengusahaan Hutan dan Iuran Hasil Hutan serta lain-lain kewajiban finansiil terhadap Pemerintah;

b. melaksanakan semua ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam rangka berakhirnya Hak Pengusahaan Hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

BAB V

SANKSI

Pasal 14

Hak Pengusahaan Hutan dicabut karena:

a. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak membayar Iuran Hak Pengusahaan Hutan pada waktu yang telah ditentukan sebagaimana tertera dalam surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan;

b. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak membayar Iuran Hasil Hutan terhadap kayu yang telah dikeluarkan dari areal Perusahaan hutannya sesuai dengan peraturan yang berlaku;

c. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak melaksanakan usahanya secara nyata dalam waktu 180 hari setelah Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan dikeluarkan;

d. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak menyerahkan Rencana Karya Tahunan, Rencana Karya Lima Tahun dan Rencana Karya Pengusahaan Hutan menurut ketentuan pasal 3 ayat (3) Peraturan Pemerintah ini;

e. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan meninggalkan arealnya dan pekerjaannya sebelum Hak Pengusahaan Hutan berakhir;

f. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak mendirikan Industri Pengolahan Hasil Hutan menurut ketentuan pasal 5 tersebut di atas;

g. Pemegang Hak Pengusahaan Hutan tidak mengindahkan teguran dan peringatan yang telah diberikan tiga kali berturut-turut oleh yang berwajib.

Pasal 15

Luas areal yang dibebani Hak Pengusahaan Hutan dapat dikurangi karena Pemegang Hak tidak berhasil memenuhi target produksi sebagaimana telah ditetapkan dalam Rencana Karya Pengusahaan Hutan yang telah disahkan oleh Menteri Pertanian.

Pasal 16

(1) Tindakan yang menjalani ketentuan-ketentuan yang berlaku dan kelalaian-kelalaian dari pada Pemegang Hak yang mengakibatkan kerusakan hutan, dijatuhi denda sesuai dengan berat serta intensitas kerusakan yang ditimbulkan dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Pertanian.

(2) Pemegang Hak yang meninggalkan usahanya sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pengusahaan. Hutannya tanpa pemberitahuan kepada serta izin dari Pemerintah, segala milik perusahaannya disita untuk Negara.

BAB VI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 17

Izin "Konsensi Hutan", "Persil Penebangan" dan "Hak Pengusahaan Hutan" yang telah dikeluarkan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, akan ditinjau kembali dan disesuaikan dengan jiwa dan bunyi pasal-pasal Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 18

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka ketentuan yang tercantum dalam Bab II pasal-pasal 9, 10, 11 dan 12 Peraturan Pemerintah No.64 tahun 1957 tentang Penyerahan sebagian dari Urusan Pemerintah Pusat di lapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat kepada Daerah-daerah Swatantra tingkat I, sepanjang mengenai Eksploitasi Hutan, dicabut.

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Ditetapkan Di Jakarta

Pada Tanggal 23 Mei 1970

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

SOEHARTO.

JENDERAL TNI.

Diundangkan Di Jakarta

Pada Tanggal 23 Mei 1970

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd.

ALAMSJAH.

MAYOR JENDERAL TNI.