Peraturan Pencatatan dalam Daftar-daftar Catatan Sipil Mengenai Kelahiran dan Kematian

Peraturan Pencatatan dalam Daftar-daftar Catatan Sipil Mengenai Kelahiran dan Kematian  (1946) 

PERATURAN PENCATATAN DALAM DAFTAR-DAFTAR CATATAN SIPIL MENGENAI KELAHIRAN DAN KEMATIAN

(Regeling betreffende de inschrijving in de registers van den Burgerlijken Stand van geboorten en Sterfgevallen)

(Ord. 9 Des. 1946.)

S. 1946-137. (mb. 18 Des. 1946.)



Pasal 1.

(1) Suatu kelahiran yang telah terjadi atau akan terjadi antara 10 Mei 1940 dan saat yang kemudian akan ditentukan oleh Gubemur Jenderal (kini: pemerintah) dan karena keadaan yang nyata tidak dicatat atau tidak dapat dicatat dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang dalam suatu daftar catatan sipil, sewaktu-waktu dapat dicatat dalam daftar-daftar untuk kelahiran yang diselenggarakan oleh pegawai catatan sipil di Jakarta atau di tempat lain yang ditunduk oleh Directeur van Justitie (kini: Menteri Kehakiman), asal ibunya sesudah 10 Mei 1940 telah mempunyai tempat kediaman sebenarnya dalam wilayah Indonesia.

(2) Suatu kematian Yang telah terjadi atau akan terjadi antara 10 Mei 1940 dan saat yang kemudian akan ditentukan oleh Gubemur Jenderal dan karena keadaan yang nyata tidak dicatat atau tidak dapat dicatat dengan cara Yang ditentukan oleh undang-undang dalam suatu daftar catatan sipil, sewaktu-waktu dapat dicatat dalam daftar-daftar untuk kematian yang diselenggarakan oleh pegawai catatan sipil di Jakarta atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Directeur van Justitie, asalkan orang yang meninggal dunia sesudah 10 Mei 1940 telah mempunyai tempat kediaman sebenarnya dalam wilayah Indonesia.

(3) (s.d. u. dg. S. 1949-451.) Pencatatan suatu kelahiran seperti dimaksud daiam ayat (1) dapat dilakukan atas laporan setiap orang atau karena jabatan.


Pasal 2.

(1) Akta kematian Yang dibuat berdasarkan pasal 1, dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat-ayat berikutnya, harus sedapat mungkin memuat hal-hal seperti disebut dalam reglemen tentang penyelenggaraan daftar-daftar catatan sipil yang bersangkutan.

(2) Akta itu harus menyebut tempat kematian dengan seteliti mungkin.

(3) Bila hari danjamnya tidak jelas, maka sebagai gantinya akta itu harus memuat penyebutan saat yang menetapkan bahwa orang yang akan dibuatkan akta kematiannya, telah meninggal dunia. Saat tersebut harus ditetapkan secepat mungkin.


Pasal 3.

(1) Bila pada pegawai catatan sipil tidak ternyata bahwajenazah dari orang yang dilaporkan telah meninggal dunia, terlihat, maka ia tidak akan melakukan pencatatan, kecuali sesudah dikuasakan untuk itu oleh hakim di Jakarta yang merupakan hakim sehari-hari untuk memeriksa gugatan-gugatan perdata. Directeur van Justitie dapat menunjuk seorang hakim lainnya atau lebih untuk memeriksa permohonan tertentu atau golongan-golongan permohonan.

(2) Permohonan untuk mendapatkan kuasa seperti dimaksud dalam ayat yang lain, dapat diajukan, baik oleh pegawai catatan sipil maupun oleh pelapor. Permohonan yang dapat menyangkut lebih dari satu orang diajukan secara tertulis. Surat-surat yang dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dari pasal ini, dibebaskan dari meterai atau bea.


Pasal 4.

(1) Hakim mengambil putusan atas permohonan seperti dimaksud dalam pasal Yang lain setelah mendengar pihak kejaksaan, dengan suatu penetapan dengan alasan-alasannya. Penetapan itu diumumkan dengan jalan menempatkan kutipan penetapan itu dalam surat kabar resmi.

(2) Penetapan itu menyebutkan, kecuali penerapan seperlunya dari ayat (2) dan (3) pasal 2, hari dan jam kematian.

(3) Hakim berwenang, sebelum mengambil putusan atas suatu permohonan, karena jabatannya, utuk memperoleh keterangan-keterangan sedemikian, memanggil orang-orang dan mendengarnya, juga melakukan pengumuman-pengumuman sepanjang dipandang perlu.

(4) Hakim berwenang untuk kembali pada penetapan menolak permohonan, jika ia memperoleh keterangan-keterangan baru.


Pasal 5.

Jika pencatatan suatu kematian terjadi berdasarkan kuasa dari hakim, maka akta kematian itu menyebutkan penetapan hakim itu.


Pasal 6.

(1) Daftar-daftar catatan sipil yang diselenggarakan berdasarkan verordening dari kekuasaan militer, harus ditutup setelah verordening itu tidak berlaku lagi. Dari daftar-daftar ini satu dari yang rangkap harus disimpan pegawai catatan sipil biasa di tempat di mana daftar-daftar diselenggarakan, sedang yang lain dari yang rangkap itu dipindahkan ke kepaniteraan dari hakim yang untuk tempat, di mana daftar-daftar itu diselenggarakan, merupakan hakim sehari-hari untuk memeriksa gugatan-gugatan perdata.

(2) Daftar-daftar seperti dimaksud dalam ayat (1) berlaku seperti daftar-daftar biasa catatan sipil dan ditambah dan diubah dengan cara yang sama. Pegawai catatan sipil mempunyai wewenang-wewenang dan kewajiban-kewajiban yang sama terhadap daftar-daftar itu seperti terhadap daftar-daftar biasa.

(3) Akta-akta yang merupakan bagian dari daftar-daftar tersebut dalam ayat (1), juga turunan-turunan otentik dan kutipan-kutipan dari akta-akta ini, mempunyai kekuatan pembuktian yang sama seperti akta-akta yang merupakan bagian dari daftar-daftar biasa dari catatan sipil, dan turunan-turunan otentik dan kutipan-kutipan dari daftar-daftar tersebut terakhir.


Pasal 7.

Ordonansi tanggal 13 September 1945, S. 1945-131 ditarik kembali. (Dalam ordonansi ini ditetapkan, bahwa suatu kelahiran atau kematian yang terjadi antara 7 Des. 1941 dan I Jan. 1946 dan tidakpernah dilaporkan atau atas laporan itu tidak dibuat akta men urut cara yang ditentukan oleh undarig-undang, masih dapat dilaporkan sampai saat yang akan ditetapkan oleh Gubemur Jenderal kemudian, laporan tentang kelahiran mana harus dilakukan di tempat tinggal ibunya pada tanggal 7 Desember 1941.)


Pasal 8.

Ordonansi ini mulai berlaku terhitung dari hari berikutnya setelah diundangkan.


(Diundangkan 17 Desember 1946.)