Pidato Hadji Agus Salim, Anggota Volksraad, diutjapkan pada sidang ke 21 tanggal 31 November 1923

Pidato Hadji Agus Salim, Anggota Volksraad, diutjapkan pada sidang ke 21 tanggal 31 November 1923  (1923) 
oleh Agus Salim

Pidato HADJI AGUS SALIM,
ANGGOTA VOLKRAAD,
diutjapkan pada sidang ke 21 tgl. 31 November 1923.


Toean Voorzitter ! Saja perlukan menguraikan pemandangan tentang aturan pemilihan bagi raad Kabupaten atau Regentschapsraden dengan basa Melaju sebab pendirian saja tentang perkara ini boleh djadi tidak gampang terpaham oleh bangsa saja. Bangsa saja sudah lama rindu dan kepingin mendapat peraturan pemerintahan jang memberi hak kepada rakjat anak negeri akan mentjampuri pengurusan dan pemerintahan didalam negerinja dan atas sebangsanja. Setelah beberapa lama kedengaran permohonan dan permintaan bangsa saja sampai keluh kesahnja, supaja mereka diberi hak akan tjampur pula dalam urusan negeri dan pemerintahan negeri sendiri atas bangsanja sendiri itu, maka achirnja telah datang dari pihak pemerintah beberapa voorstel jang akan memberi hak lebih besar kepada Volksraad, kata orang. Dan sekarang ini kita menghadapi voorstel jang akan memberi hak pula kepada orang dalam Provincie dan orang dalam Regentschap akan beroleh madjelis-madjelis atau raad-raad jang lidnja akan dipilih djuga oleh rakjat sendiri. Kalau seorang sebagai saja, jang selama ini terpandang menjatakan suara rakjat didalam Volksraad ini, menolak voorstel-voorstel itu, tentulah boleh menerbitkan anggapan keliru halnja saja menolak peraturan-peraturan baru itu. Tuan Voorzitter ! Hal ini perlu saja terangkan. Bukannja saja menolak voorstel itu semata-mata karena kehendak menolak voorstel pemerintah sadja. Bukan pula dengan menolak itu saja mengharap akan dapat menolak Pemerintah itu dari Hindia ini. Sekali-kali tidak ! Akan tetapi penolakan saja ini bersebab dan beralasan keperluan bangsa saja djuga. Bangsa saja ada jang ingin sekali akan terlepas dari kekuasaan pemerintah bangsa asing. Bangsa saja tidak ada seorangpun djua, jang ingin tinggal selama-lamanja dibawah pemerintah bangsa asing. Tapi dalam bangsa saja, jang bersamaan niat mentjari djalan bagaimana bangsa saja ini akan dapat mentjapai kemerdekaannja, masih berbeda-beda pendapatan atau pengharapan tentang tjara atau djalan jang mesti dipakai atau diturut. Bagi setengah bangsa saja sudah terang pada pendapatnja, bahwa decentralisatie itulah djalan jang sebaik-baiknja akan mendapat kemerdekaan Hindia dan kebebasan Hindia dengan terpelihara daripada kesusahan dan sengsara. Pendeknja Tuan Voorzitter, dalam bangsa saja ada sebagian jang merasa bahwa djalan inilah djalan pembeli kemerdekaan ataupun kebebasan dengan „harga murah”. Tetapi bangsa saja jang berpikir begitu, bangsa tertipu. Kalau orang membeli barang baik baik pada rupanja, pada hal harganja terlalu murah, Tuan Voorzitter, mesti barang itu lantjung. Kalau orang mendengar sesuatu manusia mendjual sorga, dengan harga terlalu murah, ia mesti mengerti, bahwa sorga itu bukan sorga jang sebenar-benarnja sorga.

Apakah bangsa saja bisa mengerti bahwa Raad Kabupaten itu dalam genggaman kekuasaan Provinciale Raad tidak akan bisa mendjadi tempat membela keperluan rakjat? Saja chawatir, T.V.! Sebab bangsa manusia umumnja, bukan bangsa saja sadja. gampang tertarik hatinja dengan perkataan belaka. Disini sudah kedengaran perkataan hak „pemilihan” hak mempunjai „autonomie”, hak „zelfbestuur”. Semua itu ialah nama-nama beberapa perkara, jang bangsa saja sangat kepingin. Bagaimana segala itu boleh saja tolak

Sikap ini perlu diterangkan. Keterangan itu hendak saja beri. Handelingen Tweede gewone zitting 1923.

Tuan Voorzitter! Jang kita dapat itu baru „nama-nama” sadja. Kita belum bisa tahu tjara bagaimana raad-raad model baru itu akan dipilih; tjara bagaimana ia bekerdja? Kalau saja mesti terangkan segala keberatan atas aturan-aturan voorstel ini, jang sudah diuraikan oleh tuan Stokvis tadi, tentu akan menghabiskan waktu terlalu banjak. Sebab itu saja hendak menerangkan sadja, apa-apa jang mendjadi keberatan saja atas aturan pemilihan menurut voorstel jang ada sekarang ini. Raad itu, menurut voorstel sekarang ini hendak dipilih oleh orang jang diangkat, mendjadi kiesman (tukang pemilih). „Tukang pemilih” itu mesti dipilih atau diangkat oleh orang desa. Peraturan pemilihan itu menetapkan banjaknja „tukang pemilih” jang akan ditundjukkan itu bergantung kepada banjaknja djiwa penduduk desa. Tuan Voorzitter, kawan saja tuan Stokvis sudah menerangkan tadi, bahwa tidak ada djalannja dalam hukum atau dalam kebenaran akan menetapkan bilangan „Tukang pemilih” berhubung dengan banjaknja orang desa. „Tukang pemilih” itu melakukan hak pemilihan sebagai wakil orang-orang jang mempunjai hak pemilihan. Maka tidak ada djalan lain jang benar melainkan ia dikuasakan oleh orang-orang jang mempunjai hak pemilihan itu. Sebab itu „tukang pemilih” sepatutnja ditundjukkan orang-orang didesa jang mempunjai hak pemilihan, berpadanan dengan banjaknja orang, jang mempunjai hak itu, jaitu seperti misalnja dalam tiap-tiap 25 orang ditundjukkan satu orang „tukang pemilih”. Saja bisa menerima aturan pemilihan seperti jang tersebut ini, karena sajapun djuga punja timbangan, bahwa Kromo, si orang banjak, tidak bisa diberi hak memilih sendiri-sendiri, sebab akan melakukan hak pemilihan itu perlu mereka itu pandai menulis dan membatja. Dan tuan sendiri tahu, bahwa sedikit sangat saja bisa menulis dan membatja. Tuan Soetadi menjebut nama A.B.C. Tapi pekerdjaan A.B.C. baru bermula dan banjak bertemu alangan dan keberatan. Djika dimisalkan A.B.C. itu hendak bersawah maka tidak boleh diharapkan usahanja akan lekas berkembang, karena kerap kali tanah-tanah jang hendak ditanaminja diberi berpagar oleh kaum pembesar negeri. Sebab itu tidak boleh kita mengharapkan hasil pekerdjaan A.B.C. jang lagi akan datang untuk pekerdjaan jang hendak dikerdjakan dimasa ini. Tuan Voorzitter! Ternjata daripada uraian ini, bahwa pertimbangan jang mendjadi alasan bagi aturan pemilihan begitu rupa, tidak lain, hanjalah karena orang desa jang banjak tak pandai menulis dan membatja. Sebab itu dalam pembitjaraan dalam afdeeling, sebagai dulu dalam herzieningscommissie, saja mengemukakan pendapatan akan memisahkan orang- orang jang pandai menulis dan membatja. Jaitu supaja mereka itu diberi hak memilih masing-masing, sedang orang-orang jang tak pandai menulis dan membatja disuruh menundjukkan „tukang pemilihnja”, 1 dalam 25 orang.

Semendjak itu saja telah mendengarkan pertimbangan dan pemandangan dari pihak kawan-kawan saja sendiri, jang telah mengubah sikap saja, oleh sebab saja bisa menerima pendapatan kawan-kawan itu, jang masuk akal saja.

Sungguh benar tuan Voorzitter ! Sudah sampai tjukup bangsa kami disini dipetjah-petjah, dibelah-belah dan dipisah-pisah disuruh berdjauh-djauhan. Untuk pemilihan Volksraad bangsa kami disini akan dipisah-pisahkan senegeri-senegeri. Untuk pemilihan Provinciale raad mereka akan dipetjah-petjahkan satu-satu regentschap. Untuk pemilihan regentschapsraad mereka akan dibelah-belah sedistrict-sedistrict. Dan untuk menundjukkan „tukang pemilih” mereka hendak ditjerai-tjeraikan sedesa-sedesa.

Sungguh benar, patut sekali saja mengutjap terima kasih kepada kawan- kawan saja, baik jang „burgerlijk”, baik jang bukan „burgerlijk”, jang sudah memberi ingat kepada saja itu. Sungguh benar keliru sekali niat saja hendak memisah-misahkan pula antara bangsa saja jang pandai menulis-membatja dengan jang tak pandai.

Dalam pada itu tuan Voorzitter, sekalipun seandenja diterima aturan pemilihan menurut tjara permintaan kami itu, belum djuga kami dapat menghargakan regentschapsraad jang akan berdiri. Kami belum bisa tahu apa jang akan dipilih oleh pemilih, belum bisa tahu berapa orang dan siapa jang mesti dipilihnja, belum bisa tahu bagaimana dimaksudkan susunan raad itu. Seandénja segala umat dalam regentschap diberi hak pemilihan, regentschapsraad tidak djuga akan menolong kepada Bumiputera, djika dibanjakkan didalam raad itu orang jang bukan Bumiputera. Apalagi tuan Voorzitter, djika kaum pemilih bangsa kami terbagi-bagi dan terpisah-pisah, sedang segala pemilih bangsa Europa dikumpul djadi sebuah golongan.

Tuan Voorzitter! Aturan begitu rupa mendjadi keberatan jang terlalu amat beratnja. Tjobalah tuan pikirkan sebuah residentie sebagai umpamanja residentie Kediri. Hampir semua Belanda disitu Belanda fabrik. Dan semua fabrik disitu kepunjaan H.V.A. Djadi kalau Belanda disitu mendjadi kaum pemilih, biar seribu kepalanja tentu satu sadja hatinja. Satu hati, satu kehendak, menurut kemauan sipemberi-makannja, sipunja fabrik. Boleh djadi ada djuga nanti satu, dua atau tiga orang jang mempunjai kemerdekaan diri, mempunjai dan menurutkan kehendak hati sendiri. Memang masih ada Belanda jang begitu. Dalam tahun 1918 misalnja tuan Van der Jagt disini telah menundjukkan kepada bangsa saja, bagaimana seorang Belanda telah berani bersikap dengan sikap jang bertentangan dengan kemauan sipemberi-makannja. Tapi model seperti tuan Van der Jagt itu memang tidak banjak. Lagi pula untuk menjenangkan sedikit akan hati bangsa saja, perlu saja terangkan, bahwa tuan Van der Jagt tidak punja anak dan bini. Pada hal dalam bangsa saja tak ada satu orang seumur tuan Van der Jagt, jang tidak mempunjai anak bini. Dan kerap kali hal beranak-bini itu bisa mengikat atas keberanian hati kita.

Sampai disini saja hendak menutup pemandangan saja aturan hak pemilihan ini. Sekali lagi saja menjatakan, bahwa sangat tidak adil aturan itu, jang mengumpulkan segala orang Belanda djadi sebuah golongan pemilih bagi Volksraad dan bagi Provinciale Raad sedang bangsa kami anak negeri dibagi-bagi beberapa kali bagi. Saja harap keterangan lebih luas tentang balanja dan bahajanja aturan itu, jang telah diuraikan dalam pidato kawan saja tuan Stokvis akan sampai djuga mendjadi pengetahuan bangsa saja, lebih-lebih kaum pergerakan. Supaja bangsa saja itu jang dalam pergerakan, djangan terbit pikiran waswas tentang timbangan dan alasan, jang menjebabkan saja menolak voorstel-voorstel jang didepan kita pada waktu sekarang ini.