Pidato pelantikan Joko Widodo, 20 Oktober 2019

Pidato awal masa jabatan Joko Widodo, 20 Oktober 2019  (2019) 
oleh Joko Widodo

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat sore, salam sejahtera bagi kita semua.
Om Swastyastu.
Namo Buddhaya.
Salam kebajikan.

Yang saya hormati para pimpinan dan seluruh anggota MPR.
Yang saya hormati Bapak Profesor Doktor Kyai Haji Ma'ruf Amin, Wakil Presiden Republik Indonesia.
Yang saya hormati Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima Republik Indonesia.
Yang saya hormati Bapak Profesor Doktor Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden keenam Republik Indonesia.
Yang saya hormati Bapak Hamzah Haz, Wakil Presiden kesembilan Republik Indonesia.
Yang saya hormati Bapak Profesor Doktor Boediono, Wakil Presiden ke-11 Republik Indonesia.
Yang saya hormati Bapak Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia.
Yang Mulia – yang saya hormati kepala negara dan pemerintahan serta utusan-utusan khusus dari negara-negara sahabat.
Yang saya hormati para pimpinan lembaga-lembaga tinggi negara.
Dan tentu saja, sahabat baik saya, Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Sandiaga Uno.
Para tamu yang saya hormati.

Bapak, Ibu, Saudara-Saudara sebangsa dan setanah air,
Mimpi kita, cita-cita kita, di tahun 2045 – pada satu abad Indonesia merdeka – mestinya, Insyaallah, Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp320 juta per kapita per tahun atau Rp27 juta per kapita per bulan. Itulah target kita. Itulah target kita bersama.

Mimpi kita di tahun 2045, Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai USD 7 triliun. Dan Indonesia sudah masuk ke lima besar ekonomi dunia dengan kemiskinan mendekati nol persen. Kita harus menuju ke sana.

Kita sudah hitung-hitung, kita sudah kalkulasi, target tersebut sangat masuk akal dan sangat memungkinkan untuk kita capai. Namun, semua itu tidak datang otomatis, tidak datang dengan mudah. Harus disertai kerja keras, dan kita harus kerja cepat, harus disertai kerja-kerja bangsa kita yang produktif.

Dalam dunia yang penuh risiko, yang sangat dinamis, yang sangat kompetitif, kita harus terus mengembangkan cara-cara baru, nilai-nilai baru. Jangan sampai kita terjebak dalam rutinitas yang monoton.

Harusnya inovasi bukan hanya pengetahuan. Inovasi adalah budaya. Ini cerita sedikit; lima tahun yang lalu, tahun pertama saya di Istana, saya mengundang pejabat dan masyarakat untuk halalbihalal. Protokol meminta saya untuk berdiri di titik itu, saya ikut. Tahun pertama, saya ikut. Tahun kedua, ada halalbihalal lagi, protokol meminta saya berdiri di titik yang sama, di titik itu lagi. Langsung saya bisik-bisik, saya bilang ke Mensesneg, "Pak, ayo kita pindah lokasi. Kalau kita tidak pindah, ini akan menjadi kebiasaan, di titik itu lagi. Dan itu akan dianggap sebagai aturan dan kalau diteruskan bahkan nantinya akan dijadikan seperti undang-undang, berdirinya di situ terus." Ini yang namanya monoton dan rutinitas.

Sekali lagi, mendobrak rutinitas adalah satu hal. Dan meningkatkan produktivitas adalah hal lain yang menjadi prioritas kita. Jangan lagi kita – kerja kita – berorientasi pada proses, tapi harus berorientasi pada hasil, hasil yang nyata. Saya sering mengingatkan kepada para menteri, tugas kita bukan hanya membuat dan melaksanakan kebijakan, tetapi tugas kita adalah membuat masyarakat menikmati pelayanan, menikmati pembangunan.

Seringkali birokrasi melaporkan bahwa program sudah dijalankan, anggaran telah dibelanjakan, dan laporan akuntabilitas telah selesai. Kalau ditanya, jawabnya "Programnya sudah terlaksana Pak. Programnya sudah terlaksana Pak." Tetapi, setelah dicek di lapangan, setelah saya tanya ke rakyat, ternyata masyarakat belum menerima manfaat. Ternyata rakyat belum merasakan hasilnya.

Sekali lagi, yang utama itu bukan prosesnya. Yang utama itu adalah hasilnya. Dan cara mengeceknya itu mudah, cara mengeceknya itu mudah. Lihat saja ketika kita mengirim pesan melalui SMS atau WA. Di situ ada sent, artinya telah terkirim. Ada delivered, artinya telah diterima. Tugas kita itu menjamin delivered, bukan hanya menjamin sent.

Dan saya tidak mau birokrasi pekerjaannya hanya sending-sending saja. Saya minta dan akan saya paksa bahwa tugas birokrasi adalah making delivered. Tugas birokrasi kita itu menjamin agar manfaat program itu dirasakan oleh masyarakat.

Para hadirin dan seluruh rakyat Indonesia yang saya banggakan,
Potensi kita untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah sangat besar. Saat ini, kita sedang berada di puncak bonus demografi, di mana penduduk usia produktif jauh lebih tinggi dibandingkan usia tidak produktif. Ini adalah tantangan besar dan sekaligus juga sebuah kesempatan besar. Ini menjadi masalah besar jika kita tidak mampu menyediakan lapangan kerja. Tapi akan menjadi kesempatan besar, peluang besar, jika kita mampu membangun SDM yang unggul, sumber daya manusia yang unggul. Dan dengan didukung oleh ekosistem politik yang kondusif dan didukung oleh ekosistem ekonomi yang kondusif.

Oleh karena itu, lima tahun ke depan yang ingin kita kerjakan:
Yang pertama, adalah pembangunan sumber daya manusia, pembangunan SDM akan menjadi prioritas utama kita, membangun SDM yang pekerja keras, yang dinamis. Membangun SDM yang terampil, yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Mengundang talent-talent global untuk bekerja sama dengan kita. Itupun tidak bisa diraih dengan cara-cara lama, cara-cara baru harus dikembangkan. Kita perlu endowment fund yang besar untuk manajemen SDM kita. Kerja sama dengan industri juga penting dioptimalkan. Dan juga penggunaan teknologi yang mempermudah jangkauan ke seluruh pelosok negeri.

Yang kedua, pembangunan infrastruktur akan kita lanjutkan. Infrastruktur yang menghubungkan kawasan produksi dengan kawasan distribusi, yang mempermudah akses ke kawasan wisata, yang mendongkrak lapangan kerja baru, yang mengakselerasi nilai tambah perekonomian rakyat.

Yang ketiga, segala bentuk kendala regulasi harus kita sederhanakan, harus kita potong, harus kita pangkas. Pemerintah akan mengajak DPR untuk menerbitkan dua undang-undang besar. Yang pertama, Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja. Yang kedua, Undang-Undang Pemberdayaan UMKM. Masing-masing undang-undang tersebut akan menjadi omnibus law, yaitu satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa undang-undang, bahkan puluhan undang-undang. Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus. Puluhan undang-undang yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi sekaligus.

Yang keempat, penyederhanaan birokrasi harus terus kita lakukan besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa enggak kebanyakan? Saya akan minta untuk disederhanakan menjadi dua level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, yang menghargai kompetensi. Saya juga minta kepada para menteri, para pejabat, dan para birokrat, agar serius menjamin tercapainya tujuan program pembangunan. Bagi yang tidak serius, saya tidak akan memberi ampun. Saya pastikan, sekali lagi, saya pastikan pasti akan saya copot.

Pada akhirnya, yang kelima adalah transformasi ekonomi. Kita harus bertransformasi dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi daya saing manufaktur dan jasa modern yang memiliki, yang mempunyai nilai tambah tinggi bagi kemakmuran bangsa, demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Para hadirin dan seluruh rakyat Indonesia yang saya muliakan, pada kesempatan yang bersejarah ini perkenankan saya atas nama pribadi, atas nama Wakil Presiden Kyai Haji Ma'ruf Amin, dan atas nama seluruh rakyat Indonesia, menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Bapak Doktorandus Muhammad Jusuf Kalla yang telah bahu-membahu menjalankan pemerintahan selama lima tahun terakhir.

Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh lembaga-lembaga negara, kepada jajaran aparat pemerintah, TNI, dan Polri, serta seluruh komponen bangsa yang turut mengawal pemerintahan selama lima tahun ini sehingga dapat berjalan dengan baik.

Mengakhiri pidato ini, saya mengajak Bapak, Ibu, dan saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk bersama-sama berkomitmen:

"Pura babbara' sompekku. Pura tangkisi' golikku." Layarku sudah terkembang. Kemudiku sudah terpasang. Kita bersama, menuju Indonesia maju!

Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Semoga Tuhan memberkati. Om Shanti Shanti Shanti Om. Namo Buddhaya. Salam kebajikan.