Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 009/PUU-IV/2006

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 009/PUU-IV/2006  (2006) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 






PANITERA PENGGANTI,





P U T U S A N

Nomor 009/PUU-IV/2006



DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA


Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia



Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, telah menjatuhkan putusan dalam permohonan pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) yang diajukan oleh :--------------------------


1. A.WAHYU PURWANA, S.H., M.H., pekerjaan advokat dan konsultan hukum beralamat Jl. Permata V Blok AD 2 Nomor 14 Fajar Indah Permata Colomadu Karanganyar dan Jl. KH Samanhudi Nomor 196 Surakarta.


Selanjutnya disebut sebagai ---------------------------------------- PEMOHON I,


2. M. WIDHI DATU WICAKSONO, S.H., pekerjaan staf pada Kantor Advokat A. WAHYU PURWANA,S.H.,M.H. & ASSOCIATES beralamat Jl. Permata V Blok AD 2 Nomor 14 Fajar Indah Permata Colomadu Karanganyar. Selanjutnya disebut sebagai ------------------------------------------ PEMOHON II,




3. A. DHATU HARYO YUDO, S.H., pekerjaan Mahasiswa Pasca Sarjana dan staf pada kantor Advokat A. WAHYU PURWANA,S.H.,M.H & ASSOCIATES, beralamat Jl Kebon Kacang VI Jakarta

Selanjutnya disebut sebagai --------------------------------------- PEMOHON III,


4. MOHAMMAD SOFYAN, S.H., pekerjaan staf Kantor Advokat A.WAHYU PURWANA, S.H., M.H. & ASSOCIATES, beralamat JL. KH. Samanhudi Nomor 196 Surakarta dan Duren RT. 024/004 Ds. Barukan Kecamatan Tengaran, Semarang.


Selanjutnya disebut sebagai -------------------------------------- PEMOHON IV,


yang selanjutnya disebut PARA PEMOHON;


Telah membaca surat permohonan para Pemohon;

Telah mendengar keterangan para Pemohon;

Telah memeriksa bukti surat para Pemohon;

Telah mendengar keterangan Saksi dan Ahli dari Pemohon.



DUDUK PERKARA



Menimbang, bahwa para Pemohon dalam permohonannya bertanggal 1 Mei 2006 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selanjutnya disebut Kepaniteraan) pada tanggal 08 Mei 2006 Jam 11.30 WIB dan telah diregistrasi pada tanggal 09 Mei 2006 Jam 14.00 WIB dengan Nomor 009/PUU-IV/2006 dan telah diperbaiki dan disampaikan melalui Kepaniteraan Mahkamah pada hari Selasa tanggal 30 Mei 2006 Jam 12.00 WIB dan pada hari Rabu tanggal 14 Juni 2006 Jam 11.30 WIB. Pada dasarnya telah mengajukan permohonan pengujian Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat Pasal 32 ayat (1) terhadap UUD 1945, yang menguraikan dalil-dalil sebagai berikut :

I. Kedudukan dan Kepentingan Pemohon (Legal Standing)

1. Bahwa berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Bukti P-19) yang telah disahkan pada tanggal 13 Agustus 2003 maka berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang yaitu :

a. Perorangan Warga Negara Indonesia (penjelasan undang-undang termasuk kelompok yang berkepentingan); b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. Badan Hukum Publik atau Swasta; d. Lembaga Negara.



2. Bahwa Pemohon I (Bukti P- I) adalah seorang dengan profesi Advokat dan mempunyai kantor hukum yang diberi nama Law Office A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates yang mempunyai cabang-cabang untuk membantu kelancaran pekerjaannya dimana dalam menjalankan profesi sehari-harinya dibantu oleh para staf tersebut antara lain Pemohon II, III dan IV yang belum mempunyai izin beracara atau melakukan pekerjaan non litigasi dan para Associates-nya yang mempunyai izin advokat untuk pekerjaan secara Litigasi;



3. Bahwa sebagai seorang advokat yang sehari-harinya bekerja di bidang hukum secara praktik, Pemohon I dengan dibantu oleh Pemohon II, III, dan IV mempunyai hak secara konstitusional dalam bidang hak asasi manusia dalam hukum dan pekerjaan yang secara jelas diatur tercantum dalam Pasal 28C ayat (1), (2), dan Pasal 28D ayat (1), (2), (3) , Pasal 28F serta Pasal 28I ayat (2) perubahan ke-2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


4. Bahwa Pemohon I di dalam pekerjaan mempunyai hak atau kewenangan- kewenangan berupa memberikan jasa hukum kepada klien atau orang yang membutuhkan jasa advokat baik di dalam persidangan dalam perkara perdata ataupun pidana atau perkara-perkara lain ataupun hanya sekedar memberikan konsultasi hukum (secara litigasi dan non litigasi) yang selanjutnya atas pekerjaan dimaksud timbullah hak yang bersifat materi bagi Pemohon I berkaitan dengan profesinya yang diatur di bawah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dalam rangka pemenuhan hak dan pelayanan dasar warga negara melalui pemberian perlindungan atas hak konstitutionalnya oleh pemerintah dalam hal ini melakukan pelayanan bersama-sama, menerima, menampung, membahas, mengerjakan, melayani, serta menindak lanjuti berdasar profesi masing-masing atau porsi yang tidak sama yang mempunyai hak/kewenangan konstitusional telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat karena persamaan kedudukan advokat dan konsultan hukum yang disandang oleh para Pemohon dalam rangka pemenuhan hak pelayanan dasar warga Negara melalui pemberian perlindungan atas hak konstitusional warga Negara yang selanjutnya berakibat tidak dapat menjalankan tugas sesuai kemampuan, profesionalitas,


memupuk kemandirian, kemahiran, kesempatan kerja, memberikan pekerjaan kepada orang lain dimana hak konstitusional tersebut ditentukan dalam:

- Pasal 28A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa �setiap warga negara berhak hidup serta berhak mempertahankan kehidupannya�. - Pasal 28C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa: (1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kwalitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. (2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.


- Pasal 28D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa: (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.


- Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa, �setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia�. - Pasal 28G Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa: (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi .


- Pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa, �setiap orang berhak


mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan�. - Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa, �setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat�. - Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun . - Pasal 28I ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke-2 yang menentukan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah .



5. Bahwa Pemohon I telah membuka beberapa cabang kantor hukum dengan nama Law Office A. Wahyu Purwana ,S.H., M.H. & Associates dan dengan dibantu para staf dengan tujuan supaya memperlancar pekerjaan dan dengan tujuan supaya dapat mengembangkan diri dalam menekuni pekerjaannya sehingga dengan beragamnya permasalahan yang ditanganinya maka akan semakin banyak pengalaman dan pembelajaran yang selanjutnya akan meningkatkan kwalitas profesi Pemohon I dan para Pemohon II, III, IV atau staf dan asisten Law Office A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates 6. Bahwa dengan adanya beberapa cabang kantor hukum maka Pemohon I sering memberikan wewenang kepada stafnya untuk memberikan penyuluhan hukum ataupun hanya sekedar memberikan konsultasi hukum kepada orang yang membutuhkan atau dapat dikatakan Pemohon I memberikan wewenang kepada Pemohon II, III, dan IV atau staf yang lain untuk melakukan suatu pekerjaan secara non litigasi artinya melakukan pekerjaan di bidang hukum secara praktik namun di luar persidangan dan disebabkan adanya beberapa cabang kantor hukum maka Pemohon I tidak bisa menangani pekerjaannya sendiri sehingga


membutuhkan staf-staf yang bertugas membantu Pemohon I.



7. Bahwa dengan melaksanakan pekerjaan yang sifatnya non litigasi Pemohon II, III, dan IV dapat dikatakan yang bersangkutan sudah melakukan suatu pekerjaan yang merupakan hak asasi sebagai manusia di bidang pekerjaan.



8. Bahwa Pasal 28A , Pasal 28C ayat (1), (2) dan Pasal 28D ayat (1), (2), (3), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), (3) serta Pasal 28I ayat (1), (2), (4) perubahan ke-2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Bukti P-15) yang merupakan hak konstitusional bagi para Pemohon yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 28A, "Setiap orang berhak hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya�.

Pasal 28C ayat (1), "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia�.


- Pasal 28C ayat (2) menyebutkan, "Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya�. - Pasal 28 D ayat (1) menyatakan, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum�, - Pasal 28D ayat (2) menyatakan, "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja�. - Pasal 28D ayat (3) menyebutkan, "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan". - Pasal 28F menyebutkan, �Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia". - Pasal 28I ayat (2) menyebutkan, "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan



perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu"




9. Bahwa sesuai dengan Pasal 28C ayat (1), (2), dan Pasal 28D ayat (1), (2), (3), Pasal 28F serta Pasal 28I ayat (2) perubahan ke-2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Bukti P-15) maka para Pemohon mempunyai hak asasi dibidang hukum dan pekerjaan dimana para Pemohon mempunyai hak untuk mengembangkan diri dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan berhak memperoleh pemanfaatan dari dari ilmu dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan hidup umat manusia, kemudian para Pemohon mempunyai hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya kemudian berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di depan hukum, kemudian para Pemohon mempunyai hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, kemudian para Pemohon sebagai warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan kemudian para Pemohon mempunyai hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi serta para Pemohon mempunyai hak bebas dari perlakuan yang sifatnya diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.



10. Bahwa maka jelaslah kedudukan hukum dan kepentingan Pemohon dalam perkara ini adalah para Pemohon dimana kedudukan Pemohon I adalah sebagai Advokat dan Pemohon II, III, dan IV adalah pihak yang sehari-hari bekerja sebagai staf Advokat dengan demikian para Pemohon adalah termasuk kelompok berkepentingan sehingga dapat menjadi pihak untuk mengajukan pemohonan pengujian materiil Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.



II. Alasan-alasan Permohonan Uji Materiil Berkenaan dengan Materi Muatan dalam Ayat, Pasal, dan atau Bagian undang-undang dalam hal Ini (Bukti P-18) Pasal 32


ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 .

1. Bahwa Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 (Bukti P-18) yang menyatakan Advokat, Penasihat Hukum, Pengacara Praktik dan Konsultan Hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur dalam undang- undang ini para Pemohon anggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, (Bukti P-15) karena Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 telah merugikan hak secara konstitusional para Pemohon dengan fakta-fakta sebagai berikut:

a. Bahwa Pemohon I seringkali memberikan pekerjaan kepada staf dibidang non litigasi kepada klien kantor Law Office A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates sesuai dengan hukum dan kebutuhan yang sangat variatif yang dengan lahirnya Pasal 32 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak dapat memberikan tugas atau pekerjaan kepada staf untuk memberikan konsultasi hukum. b. Bahwa Pemohon II (Bukti P-3) adalah staf Kantor Advokat A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates dan anak kandung Pemohon I yang menjalankan tugas-tugas memberikan penerangan tentang hukum, membantu ayahnya dalam kantor atau menggantikan/mewakili secara pribadi karena hubungan keluarga apabila terdapat masalah pribadi Pemohon I (Bukti P-17) di mana Pemohon II telah menyelesaikan pendidikan hukum dan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang telah lulus ujian advokat yang diadakan Peradi (Bukti P-10). Dengan lahirnya Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak dapat menerima tugas untuk memberikan konsultasi hukum bahkan pekerjaan yang menyangkut dengan hukum. c. Bahwa Pemohon III (Bukti P- 5) adalah staf pada Kantor Advokat A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates yang mempunyai tugas menjalankan kegiatan atau tugas non litigasi dan memberikan penerangan tentang hukum yang dengan lahirnya Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak dapat menerima tugas untuk memberikan konsultasi hukum atau pekerjaan lain yang menyangkut


dengan hukum secara non litigasi . d. Bahwa Pemohon IV (Bukti P- 4) adalah staf pada Kantor Advokat A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates yang mempunyai tugas untuk menjalankan pekerjaan non litigasi dan memberikan penerangan tentang hukum. yang dengan lahirnya Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tidak dapat menerima tugas untuk memberikan konsultasi hukum atau pekerjaan lain yang menyangkut hukum secara non litigasi. e. Bahwa dengan terbitnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menurut Pasal 32 ayat (1) telah merugikan Pemohon I beserta staf karena Pemohon I tidak dapat memberikan atau mengalihkan pekerjaannya meskipun hanya memberikan konsultasi hukum kepada orang yang membutuhkan karena terhalang dengan adanya persamaan kedudukan antara advokat dengan konsultan hukum atau sekedar menulis keterangan konsultan hukum pada surat keterangan diri. f. Bahwa rumusan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengandung suatu arti yang sama kedudukan antara advokat dengan konsultan hukum karena kalimatnya berbunyi advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum. g. Bahwa rumusan Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat mengandung kesamaan antara status, kedudukan serta fungsi dari profesi advokat dengan profesi konsultan hukum padahal di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat tersebut dalam Pasal 1 tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan konsultan hukum sehingga Pasal 32 ayat (1) tidak terkorelasi dengan Pasal 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003. h. Bahwa dengan adanya ketentuan Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah merugikan para Pemohon yang sekarang berkedudukan sebagai advokat dan staf yang secara konstitusional atau dengan kata lain telah merugikan hak konstitusional para Pemohon yakni berupa hak asasi di dalam hukum dan pekerjaan. Sebagai warga negara yang bekerja dibidang hukum secara praktik telah dirugikan atas dicantumkannya Pasal 32 ayat 1 yang menyamakan


kedudukan antara advokat dengan konsultan hukum sehingga Pemohon I tidak bisa memberikan pekerjaan atau tidak bisa mewakilkan kepada staf untuk melakukan pekerjaannya padahal staf dimaksud kebanyakan sudah ikut Pendidikan Profesi Advokat yang kemudian mengikuti ujian advokat. i. Bahwa dengan lahirnya Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 selanjutnya telah merugikan para Pemohon dimana Pemohon I yang berkedudukan sebagai seorang advokat tidak dapat diwakili/mewakilkan kepada stafnya yang belum diangkat menjadi seorang advokat dalam memberikan konsultasi hukum/penerangan secara non litigasi kepada kliennya atau menerima klien Pemohon I bahkan memberikan pekerjaan sebagai konsultan hukum kepada siapapun juga selanjutnya merugikan hak konstitusional Pemohon II, III, IV meskipun yang bersangkutan telah bekerja di kantor Pemohon I namun Pemohon II, III, dan IV tidak dapat melaksanakan aktivitasnya atau pekerjaannya meskipun hanya memberikan konsultasi hukum karena dirinya belum diangkat menjadi advokat. j. Bahwa kerugian konstitusional lain sangat nampak pada saat Pemohon I yang berkedudukan sebagai orang tua Pemohon II dalam perkara perdata Nomor 28/Pdt.G/2005/PN.Skh di mana Pemohon I secara pribadi berkedudukan sebagai penggugat yang selanjutnya dikuasakan kepada Pemohon II secara insidentil yang salah satu syarat adalah surat keterangan dari kelurahan yang menyebutkan hubungan keluarga dan selanjutnya dalam surat tersebut disebutkan pekerjaan sebagai konsultan hukum yang selanjutnya oleh Pihak Penyidik langsung dianggap sebagai keterangan palsu sesuai Pasal 263 ayat (1), dan (2), serta Pasal 269 KUH Pidana (Bukti P-16) . k. Bahwa pengertian konsultan hukum adalah tidak sama dengan pengertian advokat, karena menurut Kamus Bahasa Indonesia pengertian konsultan adalah orang ahli yang pekerjaannya memberikan petunjuk/nasihat tentang hukum, kemudian pengertian advokat adalah profesi seseorang yang memberikan jasa dalam bidang hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan undang-undang. l. Bahwa dengan lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 yang


menyamakan arti, kedudukan antara advokat, pengacara praktik, penasihat hukum, konsultan hukum telah merugikan orang-orang yang karena ilmu dan pengetahuan serta pengalaman yang luas dibidang hukum serta mengetahui seluk beluk hukum atau dari kalangan akademi namun karena mereka terhalang bukan sebagai advokat, atau penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum tidak bisa memberi penyuluhan atau sekadar konsultasi hukum atau pekerjaan nirlaba dalam bidang penyuluhan. m. Bahwa dengan menyamakan kedudukan antara advokat dan konsultan hukum, maka seorang pakar hukumpun dirasa tidak bisa dianggap atau dikatakan sebagai konsultan hukum karena mereka tidak pernah diangkat sebagai advokat sehingga tidak bisa memberikan jasa hukum atau konsultasi hukum atau seluruh apa yang diterangkan oleh seseorang yang perfect dalam bidang hukum selanjutnya berubah menjadi palsu karena hanya tidak terdaftar sebagai advokat . n. Bahwa menurut pengertian yang berkembang dewasa ini tidak pernah ada legitimasi perundang-undangan terhadap suatu proses pengangkatan seorang Konsultan Hukum yang dilakukan oleh organisasi konsultan hukum yang didirikan untuk tujuan itu dan menurut para Pemohon hal ini sangat berbeda fakta historis dengan advokat yang diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM ataupun pengacara praktik yang diangkat oleh Pengadilan Tinggi sehingga kedudukan konsultan hukum tidak dapat disamakan dengan advokat maupun pengacara praktik. o. Bahwa dengan lahirnya undang-undang yang menyamakan kedudukan antara advokat dengan konsultan hukum, selanjutnya mengurangi hak dari Pemohon I atau para Pemohon , yang karena Pemohon I yang berkedudukan sebagai advokat tidak bisa memberi pekerjaan Konsultan Hukum bagi para staf yang telah lama bekerja di kantor yang dipimpin, padahal yang bersangkutan telah mampu untuk melakukan pekerjaan sebagai seorang Konsultan Hukum atau pekerjaan-pekerjaan yang bersifat nirlaba atau pekerjaan non litigasi. p. Bahwa sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat seorang yang karena pengetahuan serta kemampuannya di bidang hukum dapat melakukan pekerjaan sebagai konsultan hukum,


namun dengan lahirnya undang-undang dimaksud tidak bisa melakukan pekerjaan sebagai konsultan hukum karena persamaan kedudukan. q. Bahwa dengan implikasi Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 ini para Pemohon menjadi tidak tenang dalam melakukan pekerjaan karena sewaktu-waktu dapat dilaporkan telah melakukan tindak pidana dengan memberikan keterangan palsu, surat palsu karena mencantumkan pekerjaan berupa konsultan hukum yang tidak punya atau belum punya izin advokat . r. Bahwa sewaktu-waktu Pemohon I bisa dianggap melakukan suatu tindak pidana karena mencantumkan pekerjaan Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV sebagai konsultan hukum karena yang bersangkutan sejak lama telah ikut mengabdikan diri di kantor advokat yang sebelumnya dimulai dengan karir dalam Lembaga Bantuan Hukum dimana pekerjaan tersebut secara nyata dilakukan secara non litigasi sebagai staf advokat . s. Bahwa Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 dapat menjadi dasar ataupun berakibat ancaman pidana memalsukan surat-- surat sesuai Pasal 263, 264, dan sebagainya dalam KUHP. Karena Pemohon II, III, dan IV yang merupakan staf Pemohon I mewakili Pemohon I atau atas nama kantor advokat atau atas nama dirinya sendiri untuk suatu keperluan pemberian penjelasan tentang hukum yang disebut konsultasi atas nama Pemohon I atau atas nama Kantor advokat atau atas nama pribadi sebagai konsultan hukum menjadi masalah yang selanjutnya dianggap melanggar KUHP. t. Bahwa didalam rancangan undang-undang yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 pada ketentuan peralihan tidak menyebutkan adanya kedudukan yang sama antara advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dengan konsultan hukum, karena rancangan dimaksud sama sekali tidak menyebutkan kedudukan mengenai konsultan hukum dimana rancangan dimaksud berbunyi advokat/penasihat hukum atau pengacara praktik pada saat undang-undang ini mulai berlaku telah diangkat untuk menjalankan profesinya, dianggap telah memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini sebagai seorang advokat/penasihat hukum (Advokat dan Contempt of Court karangan Luhut M.P. Pangaribuan, S.H.,LL.M., Penerbit Djambatan hal


306). u. Bahwa dengan telah dicabutnya Pasal 31 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 maka ketentuan bagi orang-orang yang bertindak seolah-olah advokat tidak bisa dipidana karena pasal dimaksud sudah dicabut sehingga ketentuan Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 seharusnya tidak mempunyai kekuatan hukum dan sudah selayaknya dicabut karena secara mutatis mutandis ikut tercabut dengan proses judicial review terhadap Pasal 31 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut. v. Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya yakni mengenai tidak diberlakukannya Pasal 31 tentang ketentuan pidana dalam Undang- undang Nomor 18 Tahun 2003 mencakup arti pemberian jaminan hukum dimana seseorang yang notabene bukanlah seorang advokat namun aktif menjalankan kegiatan konsultasi dan pendampingan hukum tidak dapat dipidana menurut undang-undang tersebut. Namun, sampai saat ini jaminan hukum tersebut tidak mempunyai arti karena bagi pihak-pihak terkait yang menjalankan kegiatan konsultasi dan pendampingan hukum bisa saja dijerat tindak pidana memalsukan surat-surat yang didasarkan pada ketentuan pada Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003. Hal ini secara khusus bisa menerpa para Pemohon yang terus dikejar ancaman pidana ketika menjalankan kegiatan profesi. w. Bahwa akibat dari disamakannya kedudukan antara advokat dengan konsultan hukum menurut Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 maka telah merugikan Pemohon I yang tidak bisa melimpahkan atau memberikan pekerjaan kepada Pemohon II, III, san IV yang belum menjadi advokat sehingga dapat dikatakan Pemohon I tidak dapat memberikan pekerjaan dan Pemohon II, III, IV tidak dapat bekerja dan selanjutnya merugikan hak konstitusi para Pemohon di bidang hak asasi manusia. x. Bahwa perkembangan kebutuhan masyarakat dewasa ini akan pelayanan hukum sudah mencapai pada tingkat yang relatif sangat tinggi, baik secara kualitas dan kuantitas, namun tidak sebanding dengan jumlah advokat dan tidak meratanya persebaran kedudukan/domisili advokat dibanding dengan luas wilayah. Bahkan kebutuhan pelayanan hukum ini sudah


mencapai pada semua tingkatan masyarakat, dari yang mampu secara finansial sampai pada masyarakat miskin dan dalam prakteknya pada kantor hukum Pemohon kebutuhan pelayanan hukum dari seluruh tingkatan masyarakat tersebut mencoba untuk diakomodir seluruhnya, karena permasalahan nurani dan keberpihakan kepada mereka yang tertindas. Melihat kebutuhan pelayanan hukum yang sedemikian tinggi dan tidak sebanding dengan jumlah advokat tersebut, maka diangkat konsultan hukum yang dapat memberikan kegiatan konsultasi dan pendampingan hukum dengan peran terbatas pada hal-hal yang bersifat non litigasi atau dengan kata lain dibutuhkan ahli hukum professional yang melengkapi/mendukung keberadaan advokat.



2. Bahwa materi muatan Pasal 32 ayat (I) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat bertentangan dengan isi rumusan Pasal 28C ayat (1), (2) dan Pasal 28D ayat (1), (2), (3), Pasal 28F serta Pasal 28I ayat (2) perubahan ke-2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan hak konstitusional bagi para Pemohon yang berbunyi sebagai berikut:

- Pasal 28C ayat (1), "Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan hidup umat manusia�. - Pasal 28C ayat (2) menyebutkan, "Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya". - Pasal 28D ayat (1) menyatakan, "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum". - Pasal 28D ayat (2) menyatakan, "setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja�. - Pasal 28D ayat (3) menyebutkan, "Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".


- Pasal 28F menyebutkan, �Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia�. - Pasal 28I ayat (2) menyebutkan, "Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang sifatnya diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat deskriminatif itu�.



Alasan-alasan kerugian hak konstitusional para Pemohon berdasarkan fakta-fakta sebagai berikut:

a. Bahwa dengan adanya persamaan antara advokat dengan konsultan hukum menurut Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 menyebabkan Pemohon I tidak dapat memberikan wewenang atau pekerjaan kepada Pemohon II, III, dan IV untuk melakukan pekerjaan di bidang hukum praktik karena yang bersangkutan belum menjadi seorang advokat sehingga Pemohon I tidak bisa melayani klien-kliennya karena keterbatasan waktu dan tenaga dan selanjutnya mengurangi hak Pemohon I berupa hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. b. Bahwa kemudian bagi Pemohon II, III, dan IV yang belum menjadi advokat karena terhalang persamaan antara advokat dengan konsultan hukum sesuai Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 dengan demikian tidak dapat menjadi konsultan hukum sehingga menyebabkan tidak dapat melakukan pekerjaan di bidang hukum praktis meskipun secara non litigasi sehingga merugikan hak konstitusional Pemohon II, III, dan IV yaitu Pemohon II, III, dan IV tidak bisa mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan hidup umat manusia, selanjutnya mengurangi hak Pemohon II, III, dan IV berupa untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,


bangsa dan negaranya, mengurangi hak para Pemohon berupa hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. c. Bahwa dengan tidak diperbedakannya antara kedudukan advokat dengan konsultan hukum sebagaimana dalam tersebut Pasal 32 ayat (1) Undang- undang Nomor 18 Tahun 2003 dan kemudian terhadap Pemohon I yang mencantumkan pekerjaan Pemohon II sebagai konsultan hukum dan selanjutnya dianggap telah melakukan tindak pidana pemalsuan, kemudian terhadap Pemohon II telah dianggap menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan sehingga menyebabkan Pemohon I dan II terkena urusan pidana yang selanjutnya dianggap melanggar KUHP (Bukti P-16 dan P-17), hal dimaksud bisa saja dialami oleh Pemohon III dan IV. Dapat pula dikenakan tindak pidana pemalsuan ataupun keterangan palsu dengan demikian keberadaan Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 telah merugikan hak konstitusional bagi para Pemohon berupa hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama didepan hukum kemudian merugikan hak para Pemohon berupa hak kebebasan. d. Bahwa para Pemohon berpendapat ketentuan Pasal 32 ayat (1) Undang- undang Nomor 18 Tahun 2003 adalah mengurangi hak Konstitusional para Pemohon berupa hak asasi manusia dalam hukum dan pekerjaan sehingga para Pemohon mengganggap ketentuan Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 bertentangan Pasal 28C ayat (1), (2) dan Pasal 28D ayat (1), (2), (3), Pasal 28F serta Pasal 28I ayat (2) perubahan ke-2 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



Berdasarkan uraian di atas, para Pemohon mohon agar Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia berdasarkan kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juncto Pasal 50 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berkenan memeriksa permohonan Pemohon dan memutuskan sebagai berikut:


PRIMER

1. Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya.


2. Menyatakan isi Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang persamaan kedudukan, kewenangan profesi advokat dengan konsultan hukum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 . 3. Menyatakan ketentuan isi Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang persamaan kedudukan, kewenangan profesi advokat dengan konsultan hukum tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi advokat ataupun orang-orang yang karena pengetahuan, kecakapan dan pengalamannya mampu melakukan suatu pekerjaan dibidang hukum secara praktek diluar pengadilan untuk melakukan atau memberikan konsultasi hukum kepada orang yang membutuhkan atau menjadikan orang yang dimaksud sebagai konsultan hukum.



SUBSIDER

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon keadilan yang seadil-adilnya.


Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil-dalil dalam permohonannya para Pemohon telah melampirkan bukti-bukti yang berupa: -------------------------

1. Bukti P-1 : Fotocopy Tanda Pengenal Advokat atas nama Pemohon I.

2. Bukti P-2 : Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon I.

3. Bukti P-3 : Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon II.

4. Bukti P-4 : Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon III.

5. Bukti P-5 : Fotocopy Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon IV.

6. Bukti P-6 : Fotocopy ijazah S-1 atas nama Pemohon I.

7. Bukti P-7: Fotocopy ijazah Program Pasca Sarjana atas nama Pemohon I.

8. Bukti P-8 : Fotocopy Petikan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor D-238.KP.04.13-Tahun 1999 atas nama Pemohon I.

9. Bukti P-9 : Fotocopy ijazah S-I atas nama Pemohon I.

10. Bukti P-10 : Fotocopy Sertifikat Pendidikan Khusus Profesi Advokat atas nama Pemohon II.

11. Bukti P-11 : Fotocopy ijazah S-1 atas nama Pemohon IV.

12. Bukti P-12 : Fotocopy Sertifikat Pendidikan Khusus Profesi Advokat


atas nama Pemohon IV.

13. Bukti P-13 : Fotocopy Ijazah atas nama Pemohon III.

14. Bukti P-14 : Fotocopy Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat.

15. Bukti P-15 : Fotocopy Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

16. Bukti P-16 : Fotocopy Surat Panggilan dari Polres Sukoharjo Nomor Polisi S.Plg/605/V/2006/Reskrim kepada Pemohon II untuk membuktikan Pemohon II terkena perkara pidana karena mencantumkan pekerjaan konsultan hukum.

17. Bukti P-17 : Fotocopy keterangan dari Kelurahan .Sondakan yang menerangkan pekerjaan Pemohon II sebagai konsultan hukum yang selanjutnya dianggap sebagai surat palsu untuk membuktikan Pemohon II yang menulis pekerjaan sebagai konsultan hukum dianggap memakai surat palsu.


Menimbang bahwa pada persidangan pemeriksaan pendahuluan tanggal 17 Mei 2006 , para Pemohon menyatakan tetap pada dalil-dalil permohonannya.

Menimbang bahwa pada pemeriksaan persidangan untuk pembuktian tanggal 14 Juni 2006 telah didengar keterangan lisan 2 (dua) orang Ahli Pemohon dan 2 (dua) orang Saksi Pemohon dibawah sumpah sebagai berikut:

Ahli dari Pemohon

1. Drs.Bambang Sudarsono, S.H menerangkan: - Bahwa dilihat dari konteks sejarahnya sebelum diundangkannnya Undang- undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ada perbedaan antara advokat dengan konsultan hukum secara signifikan. - Bahwa di dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 kedudukan advokat dan konsultan hukum sama. - Bahwa persamaan kedudukan advokat dengan konsultan hukum bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28C ayat (1), (2), Pasal 28D ayat (1), (2), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), (3), Pasal 28I ayat (1), (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.




2. Hariyadi Usman Jaka Sutapa, S.H., MH menerangkan:


- Bahwa pengertian advokat dan konsultan hukum berbeda sama sekali. - Bahwa menurut Kamus Hukum, konsultan hukum ialah orang memberi nasihat hukum yang bukan advokat. - Bahwa dengan adanya Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 seorang alumnus perguruan tinggi hukum atau fakultas hukum yang mempunyai gelar Sarjana Hukum akan dibatasi gerak dan langkah dalam mengembangkan ilmunya dan mempraktikan ilmu tersebut di lingkungan masyarakat, sehingga bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.



Saksi-saksi dari Pemohon:

1. Hany Octavianto, S.H menerangkan: - Bahwa Saksi berassosiasi dengan Pemohon I sejak tahun 2002 s/d 2004.

- Bahwa dikantor Law Office A.Wahyu Purwana, S.H.,M.H terdapat staf-staf hukum yang belum mempunyai ijin tetapi bertugas memberikan konsultasi hukum.

- Bahwa saksi pernah melihat salah seorang staf dan Pemohon I dipanggil Polres Sukoharjo berhubung memberikan status pekerjaan sebagai konsultan hukum.



2. KRT H.Pitoyo Rudiyanto, S.H menerangkan: - Bahwa saksi bekerja di kantor Law Office A.Wahyu Purwana, S.H., M.H. sebagai konsultan hukum tetapi belum mempunyai izin advokat. - Bahwa saksi merasa kwatir dengan adanya Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 berhubung salah satu temannya dituntut oleh Polresta Sukoharjo sehingga tidak menutup kemungkinan saksi akan mendapat dampak seperti temannya. - Bahwa saksi belum pernah dipanggil Polres Sukoharjo dengan kedudukannya sebagai konsultan hukum. - Bahwa saksi mengetahui salah seorang staf Pemohon I yang telah Sarjana Hukum dipanggil pihak kepolisian karena memuat profesinya sebagai konsultan hukum






Menimbang bahwa para Pemohon telah menyerahkan kesimpulan bertanggal 19 Juni 2006 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 19 Juni 2006;

Menimbang bahwa untuk mempersingkat uraian dalam putusan ini, maka segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan ditunjuk dalam Berita Acara persidangan a quo yang merupakan bagian tak terpisahkan dari putusan ini;


PERTIMBANGAN HUKUM


Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan para Pemohon adalah sebagaimana telah diuraikan di atas;


Menimbang bahwa sebelum menilai pokok perkara, Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah) perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

1. Kewenangan Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan yang diajukan oleh para Pemohon; 2. Kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon untuk mengajukan permohonan a quo;



Terhadap kedua hal tersebut di atas, Mahkamah berpendapat sebagai berikut:


1. Kewenangan Mahkamah


Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) dan kemudian ditegaskan kembali dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316, selanjutnya disebut UUMK) juncto Pasal 12 ayat (1) Undang- undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358), Mahkamah berwenang untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, antara lain untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.



Menimbang bahwa permohonan para Pemohon adalah mengenai pengujian Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4282, selanjutnya disebut UU Advokat), sehingga permohonan para Pemohon termasuk lingkup kewenangan Mahkamah;


Menimbang bahwa meskipun UU Advokat pernah dimohonkan pengujian dalam Perkara Nomor 019/PUU-I/2003 dan Perkara Nomor 006/PUU-II/2004, tetapi karena pasal dan/atau ayat yang dimohonkan pengujian berbeda, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 60 UUMK, Mahkamah menyatakan tetap dapat memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan a quo;


2. Kedudukan hukum (legal standing) para Pemohon


Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UUMK, para Pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu a) perorangan warga negara Indonesia; b) kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c) badan hukum publik atau privat; atau d) lembaga negara. Dengan demikian, menurut Pasal 51 ayat (1) UUMK, agar seseorang atau suatu pihak dapat diterima sebagai Pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945, maka orang atau pihak dimaksud terlebih dahulu harus menjelaskan dan membuktikan:

a. Kualifikasinya sebagai Pemohon dalam permohonan a quo; b. Kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon sebagai akibat berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian.



Menimbang bahwa selain itu, Mahkamah sejak Putusan Nomor 006/PUU- III/2005 dan putusan-putusan berikutnya telah menentukan 5 (lima) syarat mengenai kerugian hak konstitusional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UUMK, sebagai berikut:

1) harus ada hak konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;


2) hak konstitusional tersebut dianggap dirugikan oleh berlakunya suatu undang- undang; 3) kerugian hak konstitusional tersebut bersifat spesifik dan aktual, atau setidak- tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi; 4) adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian hak konstitusional dengan undang-undang yang dimohonkan pengujian; 5) ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian hak konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;



Menimbang bahwa para Pemohon dalam permohonan pengujian Pasal 32 ayat (1) UU Advokat adalah:

1) A. Wahyu Purwana, S.H., M.H., pekerjaan advokat dan konsultan hukum (Bukti P- 1), warga negara Indonesia (Bukti P-2), sebagai Pemohon I; 2) M. Widhi Datu Wicaksono, S.H., pekerjaan staf kantor Advokat A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates, warga negara Indonesia (Bukti P-3), sebagai Pemohon II; 3) A. Dhatu Haryo Yudo, S.H., pekerjaan staf pada kantor Advokat A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates, warga negara Indonesia (Bukti P-5), sebagai Pemohon III; 4) Mohammad Sofyan, S.H., pekerjaan staf Kantor Advokat A. Wahyu Purwana, S.H., M.H. & Associates, warga negara Indonesia (Bukti P-4), sebagai Pemohon IV;



Dengan demikian, Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III, dan Pemohon IV termasuk dalam kualifikasi Pemohon perorangan warga negara Indonesia menurut Pasal 51 ayat (1) butir a) UUMK;


Menimbang bahwa sebagai perorangan warga negara Indonesia para Pemohon mendalilkan dirinya mempunyai hak konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 (Bukti P-15), yaitu yang tercantum dalam Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) yang bunyinya masing-masing adalah sebagai berikut:


� Pasal 28C ayat (1), �Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan hidup umat manusia�; sedangkan ayat (2)-nya, �Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya�. � Pasal 28D ayat (1), �Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum�; sedangkan ayat (3) berbunyi, �Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan�. � Pasal 28I ayat (2), �Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu�.



Menimbang bahwa meskipun para Pemohon memenuhi kualifikasi sebagai Pemohon pengujian UU Advokat terhadap UUD 1945 dan memiliki hak konstitusional yang diberikan oleh Pasal 28C ayat (1) dan ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, namun masih harus dibuktikan apakah hak konstitusional dimaksud dirugikan, baik secara aktual maupun potensial oleh Pasal 32 ayat (1) UU Advokat, sebagaimana anggapan yang didalilkan oleh para Pemohon;


Menimbang bahwa yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon adalah Pasal 32 ayat (1) UU Advokat, Bab XII Ketentuan Peralihan, yang berbunyi, �Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam undang-undang ini�.


Menimbang bahwa karena Pasal 32 ayat (1) UU Advokat adalah Ketentuan Peralihan, maka materi muatannya bukanlah mengenai batasan pengertian atau definisi sebagaimana yang lazim merupakan materi muatan Ketentuan Umum suatu undang-undang (vide Lampiran C.1.74. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, selanjutnya disebut UUP3). Ketentuan Peralihan memuat �penyesuaian terhadap Peraturan


Perundang-undangan yang sudah ada pada saat Peraturan Perundang-undangan baru mulai berlaku, agar Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan hukum� (vide Lampiran C.4.100. UUP3). Selain itu, ketentuan peralihan lazimnya memuat asas hukum mengenai hak-hak yang telah diperoleh sebelumnya (acquired rights atau verkregenrechten) tetap diakui. Di samping itu, ketentuan peralihan (transitional provision) diperlukan untuk menjamin kepastian hukum (rechtszekerheid) bagi kesinambungan hak, serta mencegah kekosongan hukum (rechtsvacuum);


Menimbang bahwa materi muatan Pasal 32 ayat (1) UU Advokat justru mengakui hak-hak yang telah diperoleh seseorang atau pelanjutan keadaan hukum yang dialami seseorang, yaitu �advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat UU Advokat berlaku, diakui dan dinyatakan sebagai Advokat sebagaimana diatur dalam UU Advokat�. Dengan demikian, Pasal 32 ayat (1) UU Advokat bukanlah ketentuan yang bermaksud menyampuradukkan pengertian advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum, melainkan sekedar pengakuan atas suatu status hukum lama (advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat, yang memang dikenal menurut peraturan perundang-undangan yang lama) ke dalam suatu status hukum baru (Advokat) menurut UU Advokat yang justru sangat menguntungkan bagi mereka yang sebelumnya tidak berstatus advokat. Sesuatu yang menguntungkan pihak lain tidak dapat ditafsirkan dan tidak serta-merta merugikan Pemohon. Bagi seseorang yang belum mempunyai status tertentu menurut hukum (dalam arti belum diangkat oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku), dengan sendirinya harus tunduk pada semua ketentuan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, dalam hal ini UU Advokat, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (2) UU Advokat. Hal demikian memang merupakan hakikat dan fungsi utama suatu ketentuan peralihan (transitional provision) dalam suatu peraturan perundang-undangan;


Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, ketentuan Pasal 32 ayat (1) UU Advokat sama sekali tidak ada hubungan sebab akibat (causal verband) dengan hak konstitusional sehingga tidak merugikan hak konstitusional para Pemohon. Dalam hal terjadi peristiwa yang menimpa Pemohon II dipanggil polisi


sebagai tersangka (Bukti P-16) bukanlah didasarkan pada Pasal 32 ayat (1) UU Advokat melainkan atas dasar Pasal 31 UU Advokat yang tampaknya belum dipahami oleh penyidik bahwa pasal a quo telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah dalam Putusan Nomor 006/PUU-II/2004. Seandainya pun penyidik bermaksud untuk menyidik para Pemohon, seharusnya tidak dapat lagi menggunakan Pasal 31 UU Advokat;


Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, telah ternyata para Pemohon tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UUMK. Oleh karena itu, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo;


Menimbang, oleh karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing), maka Mahkamah tidak perlu mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonannya;


Menimbang bahwa karena para Pemohon tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) UUMK, maka permohonan a quo harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard);


Mengingat Pasal 56 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);


MENGADILI


Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).


Demikian diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada hari Kamis tanggal 6 Juli 2006, yang dihadiri oleh 9 (sembilan) Hakim Konstitusi, yakni Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., sebagai Ketua merangkap Anggota, Prof. H.A. Mukthie Fadjar, S.H., M.S., H. Achmad Roestandi, S.H., Maruarar Siahaan, S.H., Prof. Dr.


HM. Laica Marzuki, S.H., Prof. H.A.S. Natabaya, S.H., LL.M., Dr. Harjono, S.H., MCL., I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H., dan Soedarsono, S.H., masing-masing sebagai Anggota, dan diucapkan dalam Sidang Pleno yang terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 12 Juli 2006 oleh 9 (sembilan) Hakim Konstitusi sebagaimana tersebut di atas, serta didampingi oleh Ida Ria Tambunan, S.H., sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh para Pemohon/Kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, serta Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau yang mewakili.


KETUA,




PROF. DR. JIMLY ASSHIDDIQIE, S.H.


ANGGOTA :



PROF. H.A. MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. MARUARAR SIAHAAN, S.H.




H. ACHMAD ROESTANDI, S.H. PROF. DR. HM. LAICA MARZUKI, S.H.




DR. HARJONO, S.H., M.C.L. PROF. H.A.S. NATABAYA, S.H., LL.M.




I DEWA GEDE PALGUNA, S.H., M.H. SOEDARSONO, S.H.






IDA RIA TAMBUNAN, S.H.