Surat Tjoa TJie Liang kepada Soe Hok GIe tentang Liem Koen Hian
Neef, Soe Hok Gie,
Saja lalu mendenger desas-desus bahwa Liem maoe mendjadi warganegara R.R.T. Tida makan tempo
lama saja dapet kesempetan menemu dia di rumah’nja, saja tanja:
„Apa betul 'nko mau lepasken warganegara Indonesia? Bagimana effecnja nanti kepada massa
Peranakan, apa bila ini kedjadian”.
Sambil sama² doedoek di djubin dimuka rumahnja (sekarang djadi kantoran Sulindo) ia djawab
saja:
„Ach, itu kan urusan owee sendiri. Laen orang djangan meniru-niru, apa jang owee bisa lakuken
mungkin orang laen tida bisa. Buat kebanjakan Peranakan mereka sebaiknja tetep Warnanegara
Indonesia. Kalau dengen owee………, owee sebetulnja „mendongkol” ada setengah orang jang
menjangka bukan² sama owee.
Kalau sesudahnja segala djasa owee dalem gerakan Nasional tida dihargai lagi, ja sudahlah,
masa owee tida boleh pergi kemana owee suka?........
Sebetul’nja owee tjuma setengah maen² akibat ini rasa mendongkol’nja owee, maka diwaktu hari
ulang taon’nja Tiongkok, owee kibarken sekali bendera Tiongkok. Kalau dengen ini orang mengira
owee bukan orang Indonesia lagi, ja biarin sadja………………”
Saja jang soedah puluhan taon bertjampur erat dengen mendiang Liem kira² bisa
merabah „batin’nja”. 'nko Koen Hian adalah seorang jang lekas pemarah, apabila ada seorang
jang djustru menjangsiken kedjudjurannja. Terutama mengenai hal² jang begitu sublien seperti
hal² jang mengenai bangsa dan negara.
Berpuluh-puluh taon hidupnja 'nko Koen Hian banjak sekali jang ditjurahken untuk pergerakan
nasional. Ia berkali-kali keluar-masuk pendjara. Berkali-kali kena persdelict. Sering kali
djadi „rudin”, tida ber-uang (sampe pernah djuga djatuh pailit). Untuk apa? Untuk pikiran’nja.
Untuk obsesi’nja (kalau ini dapet dimisalken obsesi), jaitu pendjadjahan Belanda harus enjah
dari bumi Indonesia. Bangsa Indonesia harus merdeka. Bangsa Indonesia harus sama deradjat’nja
dengen bangsa laen di dunia. Negara Indonesia adalah ibu Pertiwi’nja Peranakan Tionghoa, jang
kerna itu (termasuk Liem sendiri) mereka harus mengabdi djiwa dan raga’nja. Siapa² jang berani
menjangsiken kedjudjuran Liem dalem hal itu, tida heran bikin ia sanget gusar!. Kegusaran jang
sajangnja mendjadi „Patah-Hati”. Disini kekurangan 'nko Koen Hian. Tetapi ini pun sanget dapet
di mengerti apabila orang mengerti akan watak perangai’nja jang suka implusief itu. Serba
spontant. Tida suka plintat-plintut.
Demikian Gie, ini surat agar kamu mengerti.
5 Juli 1965.
Tjoa Tjie Liang