Tenun Tradisional Minangkabau/Bab 3

BAB III

KOLEKSI TENUN TRADISIONAL DI MUSEUM NEGERI
ADHITYAWARMAN


Sesuai dengan garis kebijaksanaan Pemerintah dalam usaha menyelamatkan dan memelihara warisan budaya bangsa dan daerah, maka Museum merupakan suatu Lembaga yang bergerak dalam bidang kebudayaan ini. Dalam hal ini antara lain Museum bertugas mengumpulkan, merawat, meneliti dan sebagainya tentang benda-benda yang bernilai budaya tersebut. Pengumpulan koleksi yang dilaksanakan oleh Museum itu antara lain berupa kain tenun tradisional, yang mungkin ada diantaranya yang sudah langka atau jarang ditemui.
Diantara hasil tenun tradisional Minangkabau yang terdapat di Museum Negeri Adhityawarman Sumatera Barat ialah :

  1. Kain kambang balapak
Kain kambang balapak ini dinamakan juga kain pucuk balapak, karena warnanya menyerupai warna pucuk daun. Jenis kain tenun ini dipergunakan sebagai bahan tutup kepala bagi para pengiring penganten wanita, yang disebut juga dengan istilah “sumandan”. Dipakaikan di kepala dalam bentuk segi empat yang menjulang tinggi. Supaya dapat berdiri dengan baik, maka bagian dalamnya diberi kertas keras atau karton. Selain dipakai oleh para Sumandan untuk mengiringkan penganten wanita, jenis kain ini juga dipakai oleh para Penghulu di daerah Tanjung-Sungayang sebagai bagian dari pakaian adat setempat.
Dasar kain warna hitam dan sedikit merah pada kedua pinggirnya. Ditenun dengan benang emas dalam bentuk motif-motif tertentu. Panjang kain 114 cm, lebar 60 cm, No. Inv. 2711.
  1. Tangkuluak cawek

Tangkuluak adalah nama yang diberikan untuk kain penutup kepala bagi wanita di Minangkabau. Bentuk dari tangkuluak pada umumnya menyerupai bentuk tanduk, ada yang runcing kedua ujungnya, ada pula yang tumpul seperti teropong dan ada pula yang polos saja. Salah satu dari nama tangkuluak ini dinamakan tangkuluak cawek. Tangkuluak cawek dibedakan atas dua macam, yaitu pertama tangkuluak cawek barambai ( barumbai ), mempunyai untaian, dipergunakan dan dipakai oleh anak gadis yang belum kawin. Jenis yang kedua ialah tangkuluak cawek yang tidak berambai, dipakai oleh penganten wanita. Tangkuluak cawek ini dipakai oleh para wanita di daerah Payakumbuh ( Limapuluh Kota ). Terbuat dari kain tenun yang disongket dengan benang makau warna putih. Pada kedua ujung tangkuluak cawek ini terdapat hiasan pohon hayat dengan warna dasar merah. Panjang kain 240 cm, lebar 36 cm, panjang untai 25 cm. No. Inv. 2569.

  1. Tangkuluak cukie kuning

Sehelai tangkuluak cukie ( cukil ) kuning terbuat dari kain tenun yang berwarna kuning. Ragam hias dibuat dari benang berwarna hijau lumut yang terdapat pada kedua ujung tangkuluak tersebut, yang membentuk gambar pohon-pohonan, sedangkan pada bagian tengahnya terdapat motif bintang yang bertaburan ....
Pada kedua ujungnya terdapat untaian jambul-jambulan berwarna kuning dan hijau lumut. Tangkuluak ini dipakai oleh wanita yang sudah berumur diatas 40 tahun. Ukuran kain, panjang 240 cm, lebar 60 cm, panjang rumbai 24 cm. No. Inv. 2257.

  1. Tangkuluak gobah hijau.
Dinamakan tangkuluak gobah hijau karena ragam hias yang terdapat pada kain ini menyerupai gobah-gobah, yaitu hiasan yang dibuat dari daun kelapa yang masih muda. Pada kedua ujungnya diberi renda dan motif bunga-bungaan dan burung. Identitas pemakai tangkuluak gobah ini menunjukkan bahwa wanita yang bersangkutan sudah kawin atau berumur sekitar tiga puluhan. Selendang ( sandang ) yang dipakai dalam kelengkapan tangkuluak ini, dinamakan juga sandang gobah. Bagi seorang gadis dilarang memakai sandang gobah, karena bentuk pemakaiannya harus
  1. Lambak ampek

Lambak adalah istilah lain yang diberikan untuk nama kain kodek atau sarung di daerah Limapuluh Kota ( Payakumbuh ). Dinamakan Lambak ampek ( empat ) karena mempunyai empat buah minsie pada bagian bawah kain ini. ( minsie jaitu jalur benang emas atau perak selebar kira-kira 5 cm, yang seringkali ditempelkan pada lambak atau baju penghulu dan sebagainya ). Karena lambak ini memakai minsie, maka nama dari lambak ini bermacam-macam seperti : lambak duo ( mempunyai dua minsie ), lambak ampek ( mempunyai empat minsie ) dan lain-lain. Empat buah minsie yang terdapat pada lambak ini melambangkan empat buah sifat yang harus dipunyai oleh setiap wanita, terutama untuk wanita Minangkabau. Sifat itu ialah : bijaksana, hemat, terampil mengurus rumah tangga dan bisa ( dapat ) menahan perasaan tidak cepat marah. Dasar kain ini berwarna merah yang diberi motif pada beberapa bagian. Pemakaian lambak ampek ini oleh gadis yang baru kawin dan wanita muda dan hanya dipergunakan untuk menghadiri upacara-upacara adat di daerah Limapuluh Kota. Ukuran kain, panjang 114 cm, lebar 90 cm. No. Inv. 2252.

  1. Sandang gobah.

Dinamakan sandang gobah, karena corak yang terdapat pada kain tersebut menyerupai gobah-gobah atau urai kelapa yang terdapat pada bagian ujung bawah selendang. Orang yang memakainya menunjukkan bahwa ia sudah berumur sekitar tiga puluhan atau sudah kawin. Dengan demikian anak gadis tidak diperkenankan untuk memakainya. Pemakaian sandang ini ialah dengan cara menyandangkan pada bahu kanan menyilang ke bahagian lengan kiri, kemudian dibuhul pada bahu kanan dan kedua ujungnya menutupi tangan kanan. Pada kedua ujung sandang gobah ini sepanjang kira-kira 56 cm dipenuhi dengan berbagai motif hiasan, seperti gobah-gobah, pohon hayat, saik galamai, bintang-bintang dan sebagainya. Kedua ujungnya diberi hiasan renda selebar 3 cm. Warna dasar merah. Panjang kain 280 cm, lebar 69 cm. No. Inv. 1485.

  1. Sandang cukie kuning
Nama cukie ( cukil ) kuning ini menunjukkan bahwa ragam hiasnya berwarna kuning, yang terdapat pada kedua ujungnya ( kira-kira 17 cm dari ujungnya ). Hampir seluruh bagian kain dipenuhi oleh ragam hias kotak-kotak, selain itu pada beberapa

bagian terdapat pula motif pucuak rabuang, bintang-bintang dan sebagainya. Dipakai menyilang dari bahu kanan ke bagian bawah lengan tangan kiri dan dibuhul pada bahu kanan. Kedua ujungnya diberi renda selebar kira-kira 3 cm. Fungsi sandang cukie kuning ini dengan segala perlengkapannya memberikan identitas bahwa wanita yang memakainya berumur sekitar empat puluh tahun, sudah mempunyai anak dan belum bermenantu. Ukuran kain, panjang 260 cm, lebar 66 cm, No. Inv. I698.

  1. Sandang kuriek putih.

Corak dasar dari kain ini ialah kotak-kotak kecil yang dominan berwarna putih. Bentuk kotak-kotak kecil ini dinamakan “kuriek”. Dan karena berwarna putih, kemudian dinamakan kuriek putih. Kedua sisi menurut panjang berwarna merah dan agak ke ujung dijumpai berbagai bentuk ragam bias. Dan pakai renda pada kedua ujungnya. Sandang kuriek putih ini merupakan sandang dalam perlengkapan sapatagak babintang, yaitu pakaian yang dipakai oleh wanita yang sudah bermenantu dan bercucu. Ukuran kain, panjang 232 cm, lebar 64 cm. No. Inv. 2266.

  1. Sandang cukie ( cukil ) ayam-ayam.
Dinamakan sandang cukie ayam-ayam, karena mempunyai motif seperti ayam-ayam atau burung, yang terdapat pada kedua ujungnya. Disamping motif ayam-ayam terdapat pula motif pohon hayat, bintang, sulur-suluran dan sebagainya. Dasar warna kain merah dan pada keempat sisinya terdapat jalur-jalur hijau sebanyak empat baris. Pemakaiannya dapat menggantikan sandang cukie kuning. Dipakai oleh wanita yang berumur sekitar empat puluh tahun dalam upacara balambang urek ( balambang urek adalah tingkatan perhelatan yang paling tinggi. Pada tingkat perhelatan ini yang disembelih adalah kerbau dan pestanya berlangsung beberapa hari ). Kalau cukie ayam-ayam ini dikombinasikan dengan pemakaian tangkuluak putih, dengan memakai sarung bugis, menandakan si pemakainya sudah berumur lanjut ( tua ). Kalau dikombinasikan dengan tangkuluak baikek dari kain batik dan sarung lambak babingkai, maka wanita yang memakainya menunjukkan sudah kawin dan mempunyai beberapa anak. Kalau dikombinasikan dengan tangkuluak baikek dari kain putih, ini menandakan bahwa yang memakainya masih dalam suasana berkabung, tetapi harus menghadiri perhelatan di rumah mertua. Ukuran kain, panjang 246 cm, lebar 76 cm. No. Inv. 2269.
  1. Lambak babintang

Dinamakan lambak babintang, karena dijumpai motif bintang yang bertaburan antara kedua ragam hiasnya. Lambak babintang ini khusus dipakai oleh wanita yang sudah bermenantu. Kain lambak babintang ini disambung lagi dengan kain lain atau blacu warna putih. Ukuran kain, panjang 82. lebar 77 cm. No. Inv. 2253.

  1. Lambak sahalai

Lambak sahalai adalah lambak ( sarung ) yang dipakai oleh anak gadis yang masih dibawah umur ( menjelang umur 17 tahun ). Dipakai untuk pergi menghadiri upacara adat. Perangkatan pakaian ini dominan berwarna merah. Dipakai tanpa mempergunakan sandang ( selendang ) sebagaimana pemakaian lambak ampek untuk gadis remaja. Pada bagian atas dari kain ini disambung lagi dengan kain blacu biasa dengan maksud supaya dapat dipergunakan. Ukuran kain, panjang 105 cm, lebar 102 cm. No. Inv. 2254.

  1. Sisamping

Terbuat dari kain tenun yang diberi petak-petak berwarna merah dan hitam. Pada bagian tengahnya terdapat motif saik gelamai, yang ditenun dengan mempergunakan benang makau putih, dan pada bagian pinggir terdapat motif pucuak rabuang. Jenis kain ini dipakai sebagai sisamping yang di ikatkan pada pinggang. Dipakai oleh Penghulu sebagai perlengkapan pakaian Penghulu dalam menghadiri upacara adat. Ukuran kain, panjang 152 cm, lebar 43 cm. No. Inv. 2274.

Demikian beberapa contoh hasil tenun tradisional Minangkabau yang terdapat di Museum Negeri Adhityawarman Sumatera Barat. Sebetulnya banyak koleksi tenun tradisional Minangkabau yang masih disimpan, yang tidak mungkin untuk dituliskan semuanya pada buku ini.