1. Dunia Luar

sunting

1.A. PERTENTANGAN DUA SISTEM.

Dua sistem yang sangat bertentangan sifatnya sekarang berhadapan muka satu sama lainnya di dunia ini. Sistem yang muda tetapi tumbuh terus ialah sistem sosialisme, yang berlaku di Soviet Rusia. Sistem yang sudah tua ialah sistem kapitalisme yang berpusat di Amerika Serikat dan Inggris. Buntutnya sistem ini adalah imperialisme yang merayap-rayap di Asia dan Afrika. Sistem Sosialisme berkuasa dalam daerah kurang lebih 1/6 muka bumi yang berpenduduk kurang lebih 200 juta manusia, ialah hampir 1/10 seluruh cacah jiwa bumi kita ini. Pengaruhnya sistem Sosialisme di antara seluruhnya penduduk dunia di luar Rusia teristimewa pula di tanah jajahan seperti Asia dan Afrika amat besar sekali.

Imperialisme Amerika langsung menguasai Philipina dan sangat besar sekali pengaruhnya pada Kanada, Amerika Tengah, dan Selatan, yang jumlah luasnya hampir 1/3 daratan di seluruh dunia. Sebelum dan sesudahnya perang dunia ke II, Kapitalisme Amerika sangat mempengaruhi Tiongkok dan bagian Asia yang lain, juga Afrika, Australia, Eropa termasuk juga Inggris. Imperialisme Inggris semakin lama semakin renggang perhubungannya dengan Free State Irlandia, dengan Afrika Selatan, Australia dan Kanada serta sekarang dalam pertikaian hebat dengan tiang tempat berdirinya selama ini, yakni India dan Mesir. Strategi baru berdasarkan Teknik Atom menambah kemerdekaan tiap-tiap Dominion Inggris dan memperenggang antara Inggris dan masing-masing Dominionnya.

Dalam masa 10 tahun permulaannya Soviet Rusia berdiri (1917-1927), dia amat dimusuhi oleh Kapitalisme dan Imperialisme dunia. Jepang membantu dengan tentara dan senjata kepada kaum kontra revolusinya yaitu Rusia Putih di Siberia (1918), Inggris dan Perancis mendaratkan tentaranya di Archangel (1919), Rumania dan Polandia (1920) yang dibantu sepenuhnya oleh Inggris dan Perancis yang pula dari Barat, semua serangan itu dapat ditangkis oleh Sosialis Soviet Rusia dengan berhasil.

Demikian pula semua serangan dari pihak kontra revolusi di bawah pimpinan bekas para jendral Tsar seperti Khochlak, Denikin, Wrangel dan lain-lain dihancur-leburkan oleh senjata lahir dan batin (yang paling utama adalah batin) Republik Sosialis yang muda remaja itu.

Sesudahnya semua percobaan menyerang dengan senjata kemiliteran itu gagal, maka barulah dunia Kapitalisme mengakui Soviet Rusia lahir dan batin serta mengajak para wakil Soviet berunding di Genoa pada tahun 1922, ialah sesudahnya 5 tahun Sosialisme Rusia berdiri. Pengakuan atas kekuatan Soviet Rusia itu adalah kekuatan de fakto bukan de jure. Pengakuan dan perundingan atas dasar "duduk sama rendah dan tegak sama tinggi" itu, tiadalah mengurangkan kecurigaan dan kegelisahan dunia Imperialisme dengan jajahannya terhadap Sosialisme di Rusia itu. Meskipun senjata militer tidak lagi dilakukan terhadap Soviet Rusia tetapi tidak putus-putusnya dunia Kapitalisme mencoba memfitnah dan membusukkan di mata dunia luar Rusia dengan jalan anti propaganda yang serendah-rendahnya. Dari tahun 1928 sampai perang dunia ke II ini, Kapitalisme dunia kaget, kagum, dan gemetar melihat kemajuan pesat Sosialisme di Rusia, disebabkan oleh pelaksanaan Rencana Ekonomi berturut-turut. Kemajuan semacam itu terutama dalam perkara teknik, pertanian dan perindustrian serta yang berhubungan dengan itu dalam hal sosial dan kebudayaan yang belum pernah dialami oleh bagian dunia lain dan di tempat manapun juga.

Tetapi dunia Kapitalisme tetap curiga walaupun kagum tetapi benci, meskipun maklum sungguh tentang kesanggupan Sosialisme dan kegagalan Kapitalisme. Baru setelah Jerman Fasis menyerang Rusia pada bulan Juni 1941 maka Kapitalisme Amerika dan Inggris menghampiri dan mengadakan perserikatan melawan perserikatan Fasis Jerman-Jepang-Italia.

Nyatanya sekarang bahwa perserikatan itu sama sekali tidak berdasarkan atas persamaan sifat. Apabila musuh bersama itu telah jatuh maka tegaklah kembali pertentangan sifat yang lama, pertentangan sistem sosialisme dengan sistem kapitalisme.

1.B. DUA "BISUL" PEPERANGAN.

George Washington, Presiden Pertama Amerika Serikat, memformulirkan, menetapkan, politik luar negeri dengan cara negatif, cara meniadakan. Dia mengusulkan supaya Amerika Serikat menjauhi "foreign entanglement", menjauhi supaya perkara luar negeri yang bisa menyebabkan Amerika Serikat terlibat dalam peperangan. Inilah politik "isolasi", politik menyingkirkan diri yang masyur itu. Memang Amerika Serikat yang luasnya 3 ½ juta mil persegi dan penduduk baru beberapa juta saja di masa itu belum berapa membutuhkan dunia luar berupa pasar buat membeli bahan ataupun buat menjual barang pabriknya. Amerika membutuhkan tenaga dan modal asing. Keduanya datang bertimbun-timbun dari Eropa.

Paul Monroe sudah sampai ke tingkat sejarah Amerika Serikat bilamana Amerika Serikat membutuhkan Amerika Tengah dan Selatan sebagai pasar. Inilah artinya dasar politiknya "America for the Americans" ialah Amerika buat orang Amerika. Dalam hakekatnya pepatah ini berarti, bukan saja lagi Amerika di Utara perlu buat pasarnya Amerika Serikat sendiri, tetapi juga seluruhnya Amerika Utara, tengah dan Selatan hendaknya dimonopoli oleh kapital Amerika Utara. Politik negatif George Washington kini menidak bolehkan kapital asing bermarajalela di seluruhnya benua Amerika. Politik meng-isolir, mengasingkan diri dari negara asing, yang dimajukan oleh Monroe dan berbadan pada Partai Republik, sekarang dalam hakekatnya meng-isolir kapital asing di kedua benua Amerika.

Presiden Wilson, bapak Volkbond, Serikat Bangsa, pemimpin Partai Demokrat dengan mancampuri Perang Dunia ke I, akhrinya mengisolir Amerika Serikat dari Serikat Bangsa yang dianjurkan oleh Presiden Amerika sendiri itu, nyatalah sudah Amerika Serikat sudah sampai ke tingkat imperialisme, yang memerlukan pasar buat bahan, hasil pabrik dan penanaman modalnya. Cuma lembaga (tradisi) dan pertengkaran antara dua partai terbesari itu menyebabkan Partai Demokrat masih malu-malu kucing.

Perang Dunia ke II ini sekali lagi menarik Amerika Serikat, di bawah pemerintah Partai Demokrat pula, ke jurang politik "foreign entanglement". Memang almarhum Presiden Roosevelt dan penggantinya Presiden Truman sudah terlibat betul dalam imperialisme dunia. Kehendak Presiden Truman, supaya Amerika "tetap kuat, supaya tetap memegang pimpinan dan melakukan pimpinan itu untuk perdamaian dunia" adalah hasrat dan perkataan tepat-jitu seseorang wakil imperialisme tulen. Usaha campur tangan "mendirikan Korea yang demokratis", membantu anak angkat Tiongkok yang "merdeka dan demokratis" dengan Y.M.C.A (Kumpulan Pemuda Kristen), modal dan penasehat militer dsb., memproklamirkan "Commonwealth Filipina" yang "berdaulat dan merdeka" penuh tetapi mendudukan tentara atau armada Amerika di Filipina "berdaulat dan merdeka" itu pada tanggal 4 Juli tahun ini dan menduduki semua pulau yang penting buat siasat perang di seluruh Lautan Teduh, memang semuanya perbuatan imperialis 100% yang diselimuti dengan perkataan "perdamaian dunia" dsb., yang lazim dipakai oleh "Winston Churcill dan Tenno Haika. Hilanglah ketakutan Amerika Serikat akan terlibatnya dalam politik luar negeri sesudah Perang Dunia ke II ini. Lenyaplah keinginannya hendak "menyingkirkan" diri dari diplomasi yang agresif. Amerika Serikat sekarang sudah terikat oleh kapital yang ditanamnya di seluruh dunia dan politik imperialisme yang dilakukan di seluruh Asia Timur dan lautan teduh.

Pasar buat bahan, hasil pabrik dan tempat menanam modal Inggris, jajahan dalam arti sebenarnya berada di Afrika, Asia Dekat dan Tengah. Terhadap Afrika dan Asia, Inggris bersikap si penjajah tulen. Di Eropa Barat dan Tengah Inggris mempunyai pasar pula buat menjual barang pabriknya dan menanam modalnya. Buat menjaga pasarnya itu dia menjalankan politik memecah dan mengadakan "block". Negara yang besar dipecah atau dikepung. Nederland yang kuat di abad ke 17 dipecah menjadi Negara Belgia dan Belanda sekarang. Perancis yang kuat di jaman Napoleon, dikepung dan diperangi oleh "block" beberapa negara Eropa di bawah pimpinan Inggris. Jerman di bawah Leiser di kepung dan diperangi oleh "block Negara" di bawah pimpinan Inggris (1914-1918). Jerman di bawah Nazi dikepung dan diperangi oleh "Block Negara" di bawah pimpinan Inggris (1939-1945). Sekarang Negara Soviet-Rusialah yang terkuat di Eropa. Inggris sedang berusaha keras mengadakan "block Negara" di Eropa Barat, di sekitar Lautan Tengah dan di Asia Dekat dan Tengah. Jalan terpenting buat Inggris ke Hindustan ialah Terusan Suez dan kedua Trans-Jordania-Irak. Sjahdan Irak seperti juga Iran amat penting sekali buat imperialisme Inggris, berhubung dengan minyak-tanah dan jalan darat dan udara pergi ke India. Di sinilah Inggris sekarang berusaha mengadakan "Block Negara" Turki-Arab di bawah pimpinannya menentang Soviet Rusia. Kabarnya konon di Irak berada 200.000 serdadu Inggris.

Soviet Rusia tentulah insaf betul akan maksud Inggris terhadap dirinya di masa ini. Soviet Rusia tentunya belum lupa akan sikap Inggris terhadap dirinya dari waktu berdirinya pada tahun 1917 sampai pecahnya perang Jerman-Rusia tahun 1941. Soviet Rusia membalas aksi ekonomi dari pihak Inggris dengan aksi ekonomi dan aksi diplomasi dengan aksi diplomasi pula. Produksi minyak di Rumania yang dahulu dikuasai Inggris sekarang jatuh ke tangan Rusia. Di Iran rupanya Rusia bisa mendapatkan hak mendirikan kongsi minyak dengan Iran. Dengan begtiu maka monopoli Inggris-Amerika di Iran terancam oleh kongsi Rusia-Iran. Oleh musuh Rusia tindakan Rusia semacam ini dikatakan tindakan imperialisme merah. Terjemahan semacam itu memangnya gampang dimengerti dan dipercayai oleh otak yang kurang kritis, apalagi oleh semangat yang memang berat sebelah. Tetapi dalam suasana pergulatan hidup mati antara yang mem-block dan yang diblock yang diperdalam pula oleh pertentangan lama antara sistem sosialisme dan sistem kapitalisme, susahlah dicari titik berhentinya politik Sosialisme yang mempertahankan diri dan titik melangkahnya politik imperialisme-merah atau putih dan akhirnya mana yang "sebab", mana pula yang "akibat".

Teranglah sudah di sekitarnya negara Iran-Irak dan Turki berada "bisul" peperangan yang sewaktu-waktu bisa meletus. Inilah bisul yang pertama.

Di Asia Timur umumnya di Korea khususnya di mana Trusteeship Rusia berdampingan dengan Trusteeship Amerika berada "bisul" peperangan yang sewaktu-waktu pula bisa meletus.

Inilah bisul yang kedua.

2. Di sekitarnya Pertentangan

sunting

Pertentangan yang mencolok mata dalam beberapa hal-ichwal kehidupan manusia dalam masyarakat sosialisme di Rusia dan dalam masyarakat kemodalan, seperti di Amerika, Inggris dll. ialah:

a. Dalam hal Politik.

Di Soviet Rusia. Pada permulaan revolusi di tahun 1917, maka pemerintah negara berdasarkan Diktatornya Kaum Proletar, dalam arti proletar mesin dan tanah di bawah pimpinan Partai Komunis, yang beranggota beberapa puluh ribu orang saja, memaksakan kemauannya atas seluruh penduduk Rusia, yang lebih kurang 150 juta itu. Dalam pemilihan umum yang baru lalu Partai Komunis dengan anggota dan calonnya sudah menjadi beberapa juta dan jumlah pemilih sudah hampir 100 juta orang. Kekuasaan tetap di tangannya pekerja dalam pabrik, tambang dan pertanian.

b. Di dunia kemodalan.

Dalam masyarakat, di mana kekuasaan (birokrasi), kekayaan dan kebudayaan dipegang oleh kaum borjuis (bankir, pemilik pabrik, pedagang dengan para pembantunya profesor, pembesar Negara, Pangreh Praja, jurnalis, pendeta, dsb.), maka pemilihan umum itu cuma berarti memindahkan kekuasaan negara dari tangannya satu golongan kaum borjuis ke tangan golongan borjuis yang lain. Dengan perkakas pemerintah yang berupa birokrasi, dibantu oleh alat propaganda yang kuat, maka beberapa biji kaum kapitalis itu bisa memaksakan kemauannya atas seluruh Rakyat. Dalam masyarakat kapitalis, maka demokrasi itu adalah satu kedok buat menutupi muka kediktatoran beberapa biji kapitalis atas seluruhnya rakyat.

c. Dalam hal bahan.

Soviet Rusia berbahagia mempunyai hampir semuanya macam bahan kodrat seperti arang, minyak tanah dan listrik, hampir semuanya bahan logam, seperti besi, mas, perak, platina, dll., hampir semuanya bahan pemakaian, seperti kapas, wol, kayu, kecuali getah, tetapi bisa diganti; dan akhirnya makanan yang melimpah, karena tanahnya luas dan subur, Soviet Rusia tak begitu membutuhkan bahan dari luar.

Inggris cuma kecukupan arang saja. Minyak didatangkan dari semua pelosok dunia. Besi tak cukup; mesti didatangkan dari luar. Timah dari Malaya. Hampir semua logam yang lain-lain tak terdapat di Inggris. Kapas kurang halus dari Hindustan. Yang halus dari Sudan (Mesir). Getah dari Malaya. Cuma +40% barang makanan bisa dihasilkan di Negara Inggris sendiri. Sebagian besar dari daging atau gandum mesti didatangkan dari luar (Argentina, Australia, Hindustan, dll.).

Amerika Serikat berbahagia pula memiliki alam yang mengandung hampir semuanya jenis bahan. Timah dan getah yang tidak ada di Amerika Serikat bisa diperoleh di Amerika Selatan. Cuma boleh jadi sekali minyak tanah sudah hampir kering dipompa dari kandungan bumi Amerika Serikat. Kapitalis Amerika sudah lama insyaf akan hal ini. Sebab itulah maka Standard Oil Co. mempertajam hidungnya mencium-cium di mana ada minyak dan sudah lama mempererat cengkramannya pada kebanyakan sumber minyak di luar Amerika. Getah dan Timahpun adalah persoalan terpenting buat perindustrian terpenting di Amerika Serikat ialah perindustrian oto dan pesawat terbang.

d. Dalam hal perburuhan.

Dengan hancurnya beberapa biji kapitalis serta jatuhnya alat produksi di tangan masyarakat buat masyarakat, dengan lenyapnya "hasrat mencari untung", lenyapnya "dasar produksi yang anarkis" dan lenyapnya "kebiasaan berlomba-lomba menghasilkan dan menjual murah" seperti di dunia kapitalis, maka kedudukan Rakyat di Soviet Rusia tidak lagi bertinggi berendah kedudukan buruh dan majikan, melainkan kedudukan mereka sesama pekerja.

Perbedaan tentulah tak akan lenyap begitu saja, karena terbawa oleh pengaruh lama dan pengaruh kapitalisme di sekitar Soviet Rusia. Perbedaan terbawa pula oleh perbedaan pekerjaan, tetapi perbedaan itu makin lama makin berkurang, selama penghisapan tenaga kaum buruh oleh majikan tiada berlaku, selama produksi bukan dilakukan buat mencari untung oleh beberapa biji kapitalis yang berlomba-lomba, melainkan buat keperluan masyarakat seluruhnya menurut satu perhitungan, selamanya itulah pula krisis dan pengangguran tetap (permanent unemployment) tak akan dikenal di Rusia sosialis.

Sekaya-kayanya Amerika (dan Inggris) dan selama penghasilan cuma buat memburu untung sebesar-besarnya oleh beberapa biji kapitalis dengan jalan berlomba-lomba mempertinggi teknik, mengurangkan gaji buruh dan mengurangkan banyaknya buruh dipakai maka kedudukan Rakyat dalam garis besarnya adalah kedudukan majikan dan buruh, bertinggi berendah dan kedudukan yang mengancam dan terancam.

Kaum buruh ialah bagian penduduk yang terbesar dalam masyarakat itu, selalu terancam oleh pengangguran. Adapun pengangguran itu adalah suatu penyakit yang tetap terkandung oleh masyarakat kapitalisme. Penyakit pengangguran itu bisa lenyap kalau kapitalisme dan kaum kapitalis sendiri lenyap dari muka bumi Amerika, Inggris & Co.

Sebelum perang dunia kedua ini, maka pengangguran tetap di Amerika Serikat kurang lebih 11 juta orang dan Inggris kurang lebih 2 juta orang.

e. Dalam hal pertanian.

Dengan lenyapnya Latifudian (tuan tanah ningrat) yang memiliki tanah ratusan kilometer persegi luasnya dan lenyapnya kasta kaum Ningrat di Rusia, maka lenyaplah pula tindasan dan isapan kaum Ningrat atas tenaganya buruh tanah dan lenyaplah pula akhirnya proletar tanah dalam arti lama. Dengan kemajuan kolektivisme (kerja bersama) dan mekanisasi (pemakaian mesin) maka timbullah kaum pekerja tanah di samping pekerja pabrik dan tambang.

Kedudukan buruh terhadap majikan (tani terhadap tuan tanah) bertukar menjadi kedudukan pekerja terhadap pekerja: sama rata.

Di Amerika dan Inggris penghisapan dan penindasan farmers (tuan tanah) besar dan menengah terhadap jutaan buruh tanah, ialah mereka yang hidup dengan gaji semata-mata, masih marajalela. Seperti buruh mesin maka buruh tanah di Amerika, Inggris dll., masih menderita tindasan dan penghisapan dan masih terancam oleh pengangguran yang mengenai jutaan manusia pada waktu yang tetap pasti datangnya.

f. Dalam hal kebangsaan.

Di Soviet Rusia perbedaan bentuk badan, besar tubuh, warna kulit dan perbedaan bahasa dan kebudayaan satu golongan manusia dengan golongan manusia lainnya tiada lagi menimbulkan pertentangan, kebencian dan permusuhan. Soviet Rusia sanggup memusatkan semua persamaan di antara satu golongan manusia dengan golongan manusia yang lain, umpamanya dalam keperluan hidup (politik dan ekonomi). Sanggup pula memberi kelonggaran pada perbedaan, umpamanya tentangan bahasa dan kebudayaan. Dengan memakai bahasa Rusia sebagai bahasa pengantar buat seluruhnya Soviet Rusia dan membiarkan bangsa kulit putih, Turki, Mongolia memakai dan memajukan bahasanya sendiri dalam satu "federasi" besar atas sistem sosialisme, maka pertentangan kebangsaan hilang lenyap.

Pertentangan kebangsaan hilang lenyap. Pertentangan majikan dan buruh yang melekat pada sistem kapitalisme memperdalam perbedaan bangsa dan bangsa, dalam sesuatu masyarakat kapitalisme. Dalam negara Amerika Serikat yang membanggakan "demokrasi" dan "kemerdekaan" itu, ada tempat dalam kereta api umpamanya, yang tiada bisa dimasuki oleh bangsa Niger (orang hitam). Bangsa yang malang ini acap kali menderita serangan kejam, yang termashur di dunia dengan perkataan "lynch", ialah "pukulan sampai mati", kalau ada orang hitam yang melanggar atau disangka melanggar kehormatannya (perempuan) bangsa kulit putih. Orang berwarna di Afrika Selatan amat dipisahkan tempatnya dengan orang kulit putih baik dalam ekonomi, politik ataupun pergaulan hari-hari saja. Dalam kereta kendaraan sering tertulis "for white men only", cuma buat orang putih saja.

Masih segar dalam peringatan kita tulisan di Shanghai di kebun umum, "Chinese and dogs are not allowed", Tionghoa dan anjing dilarang masuk.

3. Kemungkinan pertentangan

sunting

Sejarah masyarakat kita yang mengandung pertentangan sosialisme itu, logisnya, bisa menimbulkan 4 kemungkinan. 1) Kapitalisme menang dan sosialisme lenyap; 2) Keduanya sosialisme dan kapitalisme bersama-sama masyarakat manusia hilang lenyap; 3) Kapitalisme dan sosialisme berkompromi; 4) sosialisme menang sempurna.

Bahwa kapitalisme akan menang sempurna dan sosialisme akan lenyap sama sekali, tidaklah mungkin. Sekarangpun di negara kapitalis yang sekuat-kuatnya, sosialisme adalah satu faktor, satu kekuatan yang tiada bisa dibatalkan. Di Amerika atau Inggris ada "undang-undang perburuhan" yang menjamin penghidupan (walaupun sederhana) kaum proletar. Hak kaum buruh mendirikan perkumpulan dan surat kabar dan mengirimkan wakilnya ke Dewan Perwakilan sudah lama diakui dan dijalankan di Amerika, Inggris dll.

Bahwa sosialisme dan kapitalisme keduanya bersama masyarakat manusia kita akan lenyap dari muka bumi, tiadalah perlu banyak diperundingkan. Kemungkinan itu memang ada, umpamanya kalau negara sosialis dan serikatnya berperang habis-habisan dengan negara kapitalis dan serikatnya memakai senjata yang tiada lagi mengindahkan perikemanusiaan. Tetapi kemungkinan ini beralasan pula atas kemungkinan bahwa manusia itu sudah tak berakal dan berkemanusiaan lagi. Dengan perkataan lain: manusia itu bukan manusia lagi.

Lebih mungkin hal 3, bahwa kapitalisme dan sosialisme akan berkompromi, atau dengan jalan ambil mengambil, atau sebagai dua sistem yang bertentangan, tetapi hidup sebagai dua tetangga yang berdamai atas dasar hormat-menghormat.

Kemungkinan ini bisa berlaku, kalau beberapa syarat bisa pula berlaku.

PERTAMA: pada satu pihak dunia Sosialis cukup mempunyai "bahan" buat per-industriannya buat menjamin penghidupan yang cukup tinggi buat penduduknya dan teknik yang cukup kuat buat pertahanan masyarakatnya terhadap serangan Dunia Kapitalis yang mungkin terjadi. Pada lain pihak Dunia Kapitalis mesti tetap punya pasar buat membeli bahan pabrik, pasar buat menjual hasil pabrik dan daerah buat menanam modalnya. Karena modalya dan pabriknya kaum kapitalis senantiasa bertambah besar itu adalah syarat hidupnya kapitalisme pada satu pihak, tetapi pada pihak lain jajahan dan pasar sekarang saja sudah amat sempit buat seluruhnya kapitalisme di dunia, maka susahlah kalau tidak mustahil, yang dunia kapitalisme bisa terus hidupnya. Atau dunia kapitalisme akan terpaksa bertempur dengan dunia Sosialis atau akan meletus kegembungan diri sendiri.

Tiap-tiap krisis, pengangguran dan pemogokan umum di dunia kapitalis di waktu damaipun akan menambah simpati kaum proletar di negara kapitalis tehradap negara sosialis yang tak mengenal penyakit krisis, pengangguran dan pemogokan umum semacam itu.

Sebaliknya pula kebusukan negara kapitalis itu akan menambah cemburu, kecurigaan dan kebencian kaum kapitalis di negara kapitalis terhadap kemakmuran dan ketenraman negara sosialis itu. Pada lagi di waktu revolusi dalam salah satu negara kapitalis atau di masa peperangan imperialis, sudahlah buat Negara Sosialis dan Negara Kapitalis buat menjauhi peperangan satu sama lainnya.

KEDUA: pembagian hasil di antara kaum kapitalis dan kaum buruh, yang berupa untung dll. (termasuk bunga uang gaji dan pensiun) buat kaum borjuis serta upah buat kaum proletar, haruslah semakin lama semakin mendekati sama rata dengan tidak melalui jalan revolusi. Tetapi kesulitan penyelesaian itu dengan damai amat susah sekali diperoleh, kalau tidak mustahil. Karena memperbesar upah buat kelas-buruh berarti memperkecil untung buat kaum borjuis. Kalau untungnya kecil, maka bunga uang buat meminjam modal itu sendirinya naik. Sendirinya pula harga barang pemakaian sehari-hari naik. Sendirinya pula, akhirnya, upah yang diperbesar tadi dibatalkan oleh harga-harga keperluan buruh sehari-hari naik itu. Kenaikan upah itu tak berguna. Kaum buruh perlu berusaha kembali menaikan upahnya dengan jalan pemogokan. Lain pula kalau upah buruh amat tinggi, maka kaum borjuis mencoba mendapatkan dan memakai mesin baru yang lebih cepat dan kuat (mekanisasi). Dengan begini maka terpaksa pula sebagian kaum buruh dilepas, sebab mesin baru yang cepat-kuat tadi membutuhkan sedikit orang saja. Dengan begitu maka timbullah pula pengganguran. Semua percobaan buat menaikkan upah dengan jalan pemogokan dari pihak kaum pekerja dan jalan mengurangi banyak pekerja (pengangguran) dengan jalan mekanisasi dari pihak kaum kapitalis ialah bunga api yang sewaktu-waktu bisa membakar minyak tanah revolusi dalam masyarakat kapitalisme.

KETIGA: Kedudukan Negara Penjajah dan Negara Terjajah (seperti Inggris dan Hindustan) mesti dengan secara damai pula mendekati keadaan dua Negara Merdeka. Tetapi buat Negara Penjajah ini berarti kehilangan pasar buat membeli bahan yang murah, kehilangan pasar tempat menjual hasil pabriknya dengan harga tetap mahal dan kehilangan daerah yang tetap aman buat menanam modal yang tetap besar untungnya. Karena kemerdekaan tulen buat Negara Terjajah itu berarti mengendalikan harga bahannya dan di mana bisa memakai bahannya itu untuk pabriknya sendiri. Selainnya dari pada itu memakai pasar dalam negaranya sendiri buat menjual hasil pabriknya sendiri dan kalau perlu dengan menolak sama sekali masuknya atau mempajaki barang pabrik Negara Asing yang bisa menjadi saingan buat hasil pabriknya sendiri. Akhirnya di mana ada kesempatan negara dulunya terjajah, tetapi sekarang Merdeka tulen, andaikan secara kapitalis itu tentulah akan memakai daerahnya sendiri buat menanam modalnya sendiri. Pada tingkat permulaan mungkin sesuatu Negara baru Merdeka itu mau dan perlu memakai modal asing, tetapi dalam tempo sedikit saja modal asing itu akan takut dan ngeri sendiri melihat kemajuan dan persaingan hebat dari Negara baru itu. Umumnya Asia dan Afrika mempunyai banyak bahan dan tenaga yang murah harganya. Membangunkan kapitalisme Asia seluruhnya berarti buat kapitalisme Eropa dan Amerika membangunkan saingan perdagangan yang kalau diperbandingkan dengan perdagangan Jepang sebelum perang Dunia ke II, adalah seperti perbandingan gajah dengan lalat.

KEEMPAT: Ketiganya Almarhum Negara Fasis, yakni Jerman, Italia dan Jepang tetap bisa dikangkangi dan diinjak lehernya. Ini membutuhkan kekuatan dan persatuan kokoh antara Bekas Sekutu, ialah Inggris, Amerika dan Rusia. Sedikit saja kekuatan atau persatuan mengangkangi dan menekan ketiga negara yang berjumlah penduduk + 200 juta itu longgar, maka akan bangunlah kembali negara bekas fasisyang akan mendapatkan bermacam-macam jalan buat menimbulkan kembali perlawanan membalas dendam. Sekarang belum lagi negara menang berunding dengan negara kalah buat menentukan nasib negara-kalah itu, sudah timbul percekcokan hebat antara 3 negara menang, yakni Inggris, Amerika dan Rusia.

Boleh jadi sekali kalau perundingan sudah dimulai akan timbul pertentangan, malah permusuhan yang hebat, yang tak bisa dipadamkan. Sekarang pun sudah terdengar kabar, bahwa masing-masing negara menang akan mengurus perdamaian dengan bagian negara kalah yang didudukinya saja. Dengan begitu, maka negara kalah akan berupa terbagi-bagi. Tetapi begitu pula negara menang. Jikalau negara menang itu terbagi-bagi, maka akan terbukalah jalan buat mereka negara kalah dengan jalan tertutup, setengah terbuka dan akhirnya terang-terangan bersatu-diri dan mengadakan perlawanan seperti dilakukan di Jerman sesudah Perang Dunia ke-I. Apakah jalan persatuan dan imperialisme Jerman itu kelak akan dipimpin oleh partai fasis pula atau oleh bentuk lain, bolehlah diserahkan kepada sejarah saja. Tetapi sudahlah beberapa kali sejarah Jerman membuktikan, bahwa bangsa Jerman tak bisa dikangkangi, dikendalikan oleh negara asing ataupun dibagi-bagi kedaulatan, kemerdekaan, daerah atau administrasinya, buat selama-lamanya.

Mengingat kesulitan 4 perkara ini sebagai syarat buat negara sosialis dan negara kapitalis mengadakan kompromi, maka keadaan berkompromi itu adalah seolah-olah surga yang mesti didapat setelah melalui jembatan rambut menyeberangi api neraka.

Kemungkinan terakhir, 4) ialah: Kemenangan sempurna pada pihak sosialisme atas kapitalisme. Ini tiada akan berarti bahwa kapitalisme akan lenyap sama sekali. Sebab hasilnya (positive-result) yang dibawa oleh kapitalisme ialah teknik, administrasi dan kerja bersama dalam sesuatu perindustrian, akan dibawa terus, bahkan dimajukan oleh sosialisme. Kemenangan sosialisme yang sempurna berarti, bahwa sosialismelah sistem yang akan diakui dan dijalankan di seluruh dunia. Dalam garis besarnya ini berarti: usaha mencocokkan produksi dan distribusi dengan cara teratur (rational), kerja bersama (cooperation), dan tergabung (coordination), untuk kemakmuran tiap-tiap anggota masyarakat yang bekerja di seluruh dunia. Akan lenyaplah cara menghasilkan menurut kehendak dan keperluan seseorang kapitalis, buat mencari untung seseorang diri. Akan hilanglah perlombaan menjual murah dan mencari untung besar dan berhubung dengan itu, hilanglah pengangguran, krisis, imperialisme, peperangan dan penjajahan.

Alasan buat kepastian kemenangan sosialisme atas kapitalisme adalah bermacam-macam, di antaranya adalah:

PERTAMA: dalam hal politik.

Dalam masyarakat kapitalis, maka beberapa biji kapitalis dengan hartanya membikin birokrasi dan menyewa kaki-tangannya buat menindas dan menghisap golongan terbesar dalam masyarakat, ialah pekerja otak. Dalam masyarakat sosialis, maka harta perseorangan buat kemakmuran tiap-tiap anggota masyarakat. Dalam masyarakat semacam ini kekuasaan politik tiada lagi dimonopoli oleh beberapa biji kapitalis buat kepentingan dirinya sendiri, melainkan oleh semua yang bekerja.

KEDUA: Dalam hal ekonomi.

Dalam masyarakat kapitalis pendapat baru (teknik) dipakai buat memukul perusahaan saingan. Mesin baru bisa mengadakan barang yang lebih banyak, lebih bagus dan lebih murah. Tetapi sebaliknya sering pula mesin baru dibeli oleh satu monopoli, terus dibuang atau dipendam karena takut kalau mesin baru menimbulkan terlampau banyak pengangguran, jadinya mengguncangkan pasar pula. Kalau pengangguran tiba-tiba terjadi, maka sebagian besar kaum buruh kehilangan upah. Jadinya mereka tidak sanggup membeli apa-apa walaupun mesin baru bisa mengadakan barang yang bagus dan murah. Kalau barang tak laku, pabrik terpaksa pula ditutup. Masyarakat sosialis, yang tidak berdasarkan concurrentie itu, melainkan berdasarkan perhitungan atas apa dan berapa keperluannya masyarakat itu, akan bergembira kalau seseorang anggotanya mendapatkan mesin baru buat memperbanyak, mempercepat dan memperbagus hasilnya. Syahdan keperluan dan keinginan manusia itu tak ada hingganya. Sesudah keperluan makan tertutup, orang mau pakaian. Seusudah keduanya tertutup, orang mau kendaraan. Seterusnya orang mau bunyi-bunyian dll. Makan dan minumanpun adalah bermacam-macam tingkatnya, dari yang perlu buat hidup seperti nasi, sampai ke goreng ayam, sate perkedel, dll. Pakaian: dari celana karung sampai mori, palmbeach dsbnya. Kendaraan: dari kuda dan kereta angin sampai ke oto dan pesawat terbang. Bunyi-bunyian dari biola sampai radio. Demikianlah seterusnya, dari yang perlu sampai ke setengah mewah dan mewah. Berhubung dengan tak ada batasnya keinginan manusia itu maka tak pula ada batasnya buat kemajuan teknik dan temannya itu ilmu. Produksi bisa membumbung setinggi-tingginya.

Seperti sudah dibayangkan lebih dahulu, maka dalam masyarakat kapitalis tak ada kecocokan antara produksi dan distribusi. Barang itu dihasilkan oleh beberapa biji kapitalis, dengan tak merembukan banyak dan sifat barangnya satu sama lainnya, menurut rancangan. Kemajuan barang tadi dijual di pasar dan dibeli oleh yang mampu saja. Mungkin barang itu kurang, kalau kemampuan melebihi. Mungkin pula barang itu kelebihan, kalau kemampuan si pembeli kekurangan. Celakanya kalau barang itu kekurangan, maka harganya naik, dan untungnya besar. Dalam hal ini beberapa biji kapitalis yang sama-sama menghasilkan barang yang kurang tadi, dengan tidak berembuk satu sama lainnya memperbanyak barang sekuat-kuatnya. Tiba-tiba barang itu melimpah. Harganya merosot. Untung kecil, hilang berganti menjadi kerugian. Parbik terus ditutup dan pengangguran timbul.

Dalam masyarakat sosialis, maka banyak dan sifatnya barang yang akan dihasilkan dihitung lebih dahulu oleh satu badan yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri. Banyak dan sifatnya hasil semua (pabrik, tambang, kebun) yang sudah dimiliki oleh masyarakat itu, dicocokkan lebih dahulu dengan keperluan dan haknya anggota masyarakat yang bekerja. Banyak hasil dan pemakaian hasil tiadalah diombang-ambingkan oleh kekuatan membeli seseorang anggota masyarakat lagi, melainkan didasarkan atas perhitungan yang nyata, ialah keperluan masing-masing anggota yang bekerja. Dalam masyarakat yang sosialis perhitungan itu masih berdasarkan upah orang yang bekerja, atau sebagian atas upah dan sebagian atas keperluan masusia umumnya. Dalam masyarakat komunisme penghasilan (produksi) berdasarkan: tiap-tiap orang kerja menurut kesanggupannya. Pembagian hasil berdasarkan: tiap-tiap orang mengambil hasil menurut keperluannya.

KETIGA: Dalam hal diplomasi.

Dalam masyarakat dunia kapitalis maka Negara yang kapitalis yang kaya dan kuat dalam kemiliteran dan teknik bisa memaksa kemauannya sendiri atas negara yang lemah buat dijadikan jajahan: ialah pasar tetap buat membeli bahan, menjual hasil pabrik dan mengembangkan modalnya. Pemaksaan itu (Imperialisme) menimbulkan peperangan dengan Negara lemah tadi atau dengan negara lain karena ingin pula mempunyai jajahan seperti itu atau lantaran takut kalau negara perampas bermula akan bertambah kuat dan bertambah berbahaya buat dirinya sendiri.

Dalam masyarakat dunia sosialis, semua bahan dunia bisa di hitung dan dikumpulkan oleh satu badan yang dibentuk oleh masyarakat dunia itu. Barang bahan itu bisa diperoleh diri sesuatu negara yang punya, dengan penukaran dengan hasil pabrik atau uangnya negara yang membutuhkan barang bahan itu. Dengan hilangnya rebut-merebut pasar buat membeli bahan dan menjual barang-pabrik dengan lenyapnya usaha mencari untung dan bunga uang, maka hilanglah pula alasan dan dasar yang terpenting buat peperangan.

Keuntungan masyarakat sosialis dalam hal sosial, kebudayaan dll., amat terlampau banyak. Tetapi kelebihan kekokohan masyarkaat sosialis dalam hal politik, ekonomi, dan diplomasi seperti diuraikan di atas tadi sudah cukup memberi jaminan bahwa masyarakat sosialis mesti menang. Sejarah masyarakat sudah membuktikan bahwa masyarakat sosialis mesti menang. Sejarah masyarkaat sudah membuktikan bahwa masyarakat yang lebih kokoh ekonomi, teknik dan politiknya menggantikan yang lebih lemah, masyarakat feodal menggantikan masyarakat budak, dan masyarakat kapitalis menggantikan masyarakat feodal. Sekaranglah jamannya buat maysarakat sosialis menggulingkan masyarakat kapitalis. Atau dunia kita terpaksa kembali menjunjung "undang-undang rimba" (the law of the jungle) dalam pergaluan satu negara dengan lain. Dengan bertambah cepatnya maju teknik perang (bom-atom) maka bertambah cepatlah pula masyarakat kapitalis itu didorong oleh "undang-undang rimba" itu ke perang dunia ke II sampai hancur lebur semuanya masyarakat kita manusia.

4. UNO sebagai Pendamai

sunting

Buat menegakkan perdamaian dunia belumlah cukup kalau League of Nations (Serikat Bangsa) ditukar saja dengan United Nations Organitation (UNO). Tidak saja namanya, tetapi juga "sikapnya" mesti ditukar.

League of Nations, lebih dikenal di jaman penjajahan Belanda dengan nama Volkenbond, cukup penting dan mulia maksudnya, ialah: menyelesaikan perselisihan Negara dan Negara dengan jalan perundingan. Cukup kuat pula "sanction"nya, ialah hukuman atas negara bersalah sebagai jaminan sesuatu putusan bersama dalam League itu. Kalau nyata sesuatu negara bersalah karena membahayakan perdamaian dunia, maka negara itu harus diboikot. Tetapi Jepang yang sudah nyata salahnya, karena terang bersikap ceroboh (aggressive) di Mancuria terhadap Tiongkok (1931) tiada diboikot. Sebabnya itu ialah lantaran pemboikotan terhadap Jepang itu dianggap pembukaan peperangan dunia. Jadi orang takut akibatnya menjalankan putusan League of Nations tadi, putusan bulat dari semua negara anggota, kecuali Siam. Ketakutan League of Nations kepada akibatnya memboikot Jepang, menimbukan akibat yang lebih menakutkan lagi. Kecerobohan Fasis Italia terhadap Abessinia dan kecongkakan Musolini terhadap League segera dibuntuti dengan kecerobohan Nazi Jerman terhadap Polandia, Norwegia dll. Di Eropa dan kecongkakan Hitler terhadap League. Akhirnya maka "sikap" lemah, takut akibat-kecil tadi berujung pada Perang Dunia ke II, akibat sebesar-besarnya.

Kalau UNO dari mulanya akan bersikap lemah pula seperti Badan yang diwarisinya maka UNO pun akan mewarisi nasibnya League of Nations. Tidak saja UNO harus mempunyai wujud yang nyata, organisasi yang teguh, serta "sanction" yang terang tertulis, tetapi terutama pula UNO mesti berani menanggung akibatnya menjalankan sesuatu putusan yang sah.

Seperti League of Nations, maka UNO bermaksud penting mulia menegakkan perdamaian dunia dengan jalan menyelesaikan pertikaian negara dan negara. Sanctionnya UNO lebih tegas, pasti dan kuat dari sanction-nya League of Nations.

Kalau sesuatu negara terang ceroboh, maka menurut undang-undang UNO, tidak saja harus diboikot dalam arti ekonomi atau perhubungan, tetapi juga boleh digempur.

Sifatnya sesuatu kecerobohan itu terang pula termaktub dengan Anggaran Dasarnya UNO Kecerobohan itu dalam hakekatnya didasarkan atas pelanggaran dua hak sesuatu bangsa, yakni pertama menentukan pemerintahnya sendiri (right of self determination) dan kedua mempertahanakan Kemerdekaan Negaranya (right of self defence).

Pelanggaran itu berlaku, kalau salah satu dari lima perkara yang ditentukan pada salah atu konferensi dunia berlaku, ialah: 1) kalau sesuatu negara mengumumkan perang pada negara lain (sudah tentu yang bukan menyerang!); 2) mengerahkan tentara daratnya buat menyerang; 3) mengerahkan armadanya dan pesawat terbangnya; 4) mempersenjatai sesuatu golongan dalam negara lain yang menyerang negara lain itu; 5) mengepung ekonominya negara lain (blokade ekonomi).

Yang akan menjadi ujian buat UNO kelak terutama sekali adalah dua persoalan:

1. Bagaimana sikap UNO terhadap bangsa yang melepaskan dirinya dari salah satu bentuk penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan yang diperolehnya terhadap serangan luar.

2. Bagaimana sikap UNO terhadap negara yang maju dengan perminataan mempunyai pasar-tetap, baik berupa protection (perlindungan), commonwealth ataupun free state (persoalan "the haves and the haves not").

PERSOALAN I

Berhubung dengan persoalan 1) apakah UNO akan menganggap sesuatu negara yang "menyerang" satu bangsa yang memerdekakan dirinya dan mempertahankan kemerdekaannya itu adalah satu negara "ceroboh"? Apakah UNO dalam hal ini akan memboikot atau mengempur negara ceroboh itu?

Dalam arti yang tegas-hidup buat Indonesia sekarang pertanyaan itu kita boleh susun, sebagai berikut:

Apakah si Licik-Pendusta Diplomasi Inggris dengan bonekanya si Congkak-Cacah-Camar-Ceroboh tetapi pengecut Belanda, yang memakai tentara darat, laut dan udara, mengadakan pengepungan ekonomi, mempersenjatai dan mengerahkan Jepang dan Bangsa Indonesia yang bodoh-goblok menyerang bangsa Indonesia yang memerdekakan dirinya dan mempertahankan kemerdekaannya selama 8 bulan ini, bukan satu kecerobohan?

Kalau belum terang, apakah UNO tak patut mengirimkan satu komisi yang terdiri dari beberapa Negara, termasuk juga negara yang tiada berkepentingan minyak tanah, getah atau timah di Indonesia ini? apakah sikap Inggris dan bonekanya Belanda dibenarkan, apakah ini tidak akan berarti membenarkan "penjajahan" dan membatalkan "hak kemerdekaan sesuatu bangsa" (right of self-determination) dan "hak mempertahankan diri" (right of self-defence) ialah dua tiang tempat berdirinya UNO?

Kalau seandainya Inggris dan bonekanya Belanda memang melanggar kemerdekaan Indonesia dan memang ceroboh, tiadakah perlu Inggris Belanda diboikot dan digempur? apakah sikap sikap lemah seperti terhadap Jepang pada tahun 1931 pula yang akan diambil?

Satu pepatah yang masyur sekali berhubung dengan sikap yang mesti dipakai oleh para hakim dalam satu perkara di salah satu Negara demokratis yang kuno di Indonesia di jaman lampau berbunyi: "Tiba di mata dipicingkan dan tiba di perut dikempiskan". Artinya itu kalau yang bersalah itu adalah berdekatan dengan para hakim maka perkara itu ditutup saja. Menurut dasar negara itu juga patutlah: "Tinggi kayu aru dilangkahi dan rendah bilang-bilang diseluduki". Artinya, walaupun yang kiranya bersalah itu berkedudukan tinggi, maka para hakim mesti berani melangkahi, berani melakukan hukuman, ialah kalau perlu. Jika yang diperiksa itu rendah kedudukannya dalam masyarakat, maka para hakim harus lebih merendah (hati) lagi: lebih objektif dan lebih ramah-tamah.

Tetapi apakah negara kecil-kecil dan negara besar-ponakan Inggris, apakah (our cousin) Amerika Serikat akan bisa, berani mau sampai hati mengambil tindakan terhadap Inggris? Teranglah Amerika Serikat sampai hati "me-atomi" satu negara Asia, seperti Jepang, tetapi apakah Amerika Serikat akan berani, mau dan sampai hati menegor, memboikot atau menggempur Inggris, Nica kalau terang bersalah?

Apakah dalam hal ini berlaku pepatah kuno di atas: "Tiba di mata dipicingkan, tiba di perut dikempiskan?

Kalau tidak sanggup, maka cuma satu jalan yang patut dipilih oleh Amerika Serikat. "Tinggalkan" UNO seperti dulu Amerika meninggalkan League. Kalau Amerika Serikat tetap tinggal duduk dalam UNO maka dia ikut tanggung akibat yang lebih besar: kecerobohan bebas dari hukuman terus-menerus, bahkan dapat sanction, ialah "cap" pula dari UNO sampai ……ke Perang Dunia 3.

PERSOALAN II.

Karena rapatnya perhubungan persoalan pertama di atas dengan persoalan kedua, maka dalam pemecahannya persoalan pertama sudah termasuk pula pemecahan persoalan kedua ini: yaknim boleh atau tidakkah dibenarkan oleh UNO permintaan baru untuk mempunyai pasar tetap, berupa commonwealth atau free state?

Seandainya kelak sesudah beberapa tahun salah satu negara Jerman, Italia, Jepang atau ketiganya serentak bangun kembali atau negara baru seperti Tiongkok atau Brazil, dll., memajukan permintaan di atas, apakah UNO akan menolak saja permintaan semacam itu? Tegasnya, permintaan semacam itu berhubungan rapat dengan persoalan "the haves and the haves not", yang punya tak punya jajahan atau pasar tetap.

Dalam hal ini apakah alasan "imperialisme licik, bohong, jahanam Inggris" dan bonekanya Belanda-Perancis buat menolak permintaan negara kapitalis baru, yang memang butuh pula dengan pasar itu?

Kalau Inggris menolak buat orang lain dan membenarkan buat dirinya sendiri seperti terhadap Jerman, Italia, Jepang di jaman League, maka akibatnya penolakan itu akan diwarisi pula oleh UNO Kebangunan Jerman, Italia, Jepang ditambah negara kapitalis baru ……..akhirnya perang dunia ke 3, dan bubarnya UNO karena "tak jujur" , munafiknya sendiri.

Kalau Inggris membenarkan negara kalah ditambah beberapa negara baru berjajahan, sedangkan semua jajahan sudah dibagi-bagi di antara Inggris dan bonekanya, maka ini buat kapitalisme imperialisme Inggris dan para bonekanya "berhara-kiri" ialah membunuh diri sendiri.

5. Indonesia, Serba-serbi

sunting

Penyakit "ist" dan "isme"

"Ist" ialah akhiran kata, beralasan bahasa asing seperti juga "isme". "Ist" mengartikan seseorang, sebagai pengikut orang yang berarti, umumnya dalam dunia berpikir. Jadi Marxist, ialah pengikutnya Marx. "Isme" ialah paham, sebagai buah pikiran seseorang ahli pikir. Budhisme umpamanya, ialah buah pikiran ahli pikir Hindustan di masa dahulu, bernama Budha. "Sosialisme" banyak coraknya, tetapi yang dinamai "scientific-sosialisme", atau sosialisme menurut ilmu pasti dibentuk oleh Marx dan teman pembentuknya Engels.

Sesuatu "isme" itu tentulah dibentuk pada "satu masa", dalam "suasana dan keadaan tertentu" dengan memakai "cara berpikir yang tertentu" serta "wujud dan penjuru penilik yang pasti" pula. Budhisme di atas dibentuk oleh Gautama Budha + 2500 tahun lampau dalam masyarakat pertanian dan pertukangan yang sederhana dan agak tentram dengan cara berpikir logika berdasarkan idealisme dengan wujud melenyapkan kasta Hindu buat sama-rata di antara Rakyat di masa itu.

Sosialisme, bentukan Marx-Engels, timbul + 100 tahun lampau dalam masyarakat kapitalisme muda, tetapi bergelora dengan cara berpikir dialektis berdasarkan kebendaan (materialisme) dengan wujud melenyapkan kelas borjuis menuju masyarakat sama-rata di antara kaum pekerja seluruh dunia.

Banyak sekali bahayanya mengakui diri "ist" yang sebenarnya dan mengandung "isme" tulen, sambil menuduh orang lain sebagai "ist" palsu dan pengikut " isme" lancung. Apalagi kalau masa revolusi dalam iklim yang termasyur panas dalam segala-gala dan dalam masyarakat yang mengandung 93% buta huruf kita ini.

Banyak orang yang tak bisa membedakan "cara berfikir" (metode) dan buah (hasil) berpikir. Seorang guru yang mengajarkan "cara" menjelaskan satu persoalan (perhitungan) mungkin salah perhitungannya sedangkan muridnya mungkin benar. Mungkin si Guru tadi "silap", karena terburu-buru, salah baca dll, sedangkan "cara" (metode) menghitungnya sudah tentu benar. Demikian pula tak akan mustahil kalau sekiranya "perhitungan" Marx sendiri -- yang manusia juga -- dalam politik, ekonomi dll. silap, karena belum nyata semua bukti politik, ekonomi dll. di masa hidupnya itu. Meskipun begitu Marx tetap "guru" dalam sebenarnya dalam "cara" berpikir "dialektika-materialistis" itu. Dalam hal banding-membanding perhitungan politik, ekonomi dll. Di Indonesia dengan paham Marx 100 tahun yang lampau orang mesti berlaku awas sekali. Janganlah dilupakan, bahwa suasana dan keadaan politik, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Eropa dahulu dan sekarang berlainan dengan keadaan di Indonesia sekarang. Lagi pula kalau membawa-bawa Kautyskisme, Leninisme, Stalinisme, Trotskyisme ke Indonesia ini, janganlah ditelan paham, perhitungan atau sikap mereka itu bulat mentah begitu saja.

Karena paham perhitungan atau sikap mereka itu adalah hasil perhitungan politik, ekonomi, kebudayaan yang bersejarah berlainan dari pada Indonesia kita di alam panas ini. Akhirnya kalau meraba-raba pertikaian di antara salah satu "isme" di atas dengan salah satu lainnya, janganlah lupa mengemukakan suasana persoalan mereka itu dalam arti seluas-luasnya dan sedalam-dalamnya. Kalau tidak begitu, maka kekacauan yang akan ditimbulkan oleh pengertian setengah-setengah itu lebih besar dari pada tiada memajukan isme dan pertikaian isme itu sama sekali. Jarang orang bisa menduga korban bisikan palsu saja dalam masyarkat yang mengandung 93% buta huruf ini. Yang beruntung tentulah musuh!.

Lebih baik pakai saja "metode" berpikirnya Marx serta syarat penting dalam sosialisme, buat dilaksanakan atas bahan politik, ekonomi, kebudayaan, sejarah dan jiwa revolusioner Rakyat Indonesia sekarang ini menentang imperlialisme, buat mewujudkan masyarkat yang cocok dengan kekuatan lahir batin Rakyat Indonesia dalam suasana internasional yang bergelora ini. Kalau hasil perhitungan kita itu disetujui dan dijalankan oleh Rakyat Indonesia, maka hal itu adalah bukti yang senyata-nyatanya, bahwa perhitungan tiada salah tak berapa salahnya. "The proof of the pudding is in the eating", pengalaman itulah guru yang sebaik-baiknya.

Ekonomi

Di lain tempat sudah dilakukan kupasan tentang watak dan daerah kapital internasional di Indonesia sebelum Belanda menyerah kepada Jepang di bulan Maret 1942. Sepintas lalu perlu dituliskan di sini beberapa hal yang berhubungan dengan hal yang tersebut sebagai "gelang penyambung" saja dalam "rantai karangan" kami ini.

Perusahaan Indonesia di jaman Belanda ialah perindustrian dan pertanian bahan mentah dan barang mewah. Bahan mentah dan bahan mewah itu tiadalah diadakan buat Rakyat Indonesia melainkan buat diperdagangkan oleh Belanda dengan negara yang membutuhi. Barang mewah, seperti teh, kopi, gula tembakau dll. sebagian besar dipakai oleh Belanda sendiri di Negeri Belanda, sebagian kecil oleh Rakyat Indonesia, tetapi sebagian besar untuk diperdagangkan ke semua penjuru dunia. Barang bahan seperti kapok, getah, kopra, sisal, palm-alie dll. sebagian besar pula buat diperdagangkan. Hasil tambang seperti minyak tanah, arang, timah, bauxite, emas, dan intan sebagian kecil sekali diperdagangkan oleh Belanda ke luar negeri.

Hampir semua mesin buat pabrik gula, teh, kopi, padi, kina, kopra dll., mesin buat tambang minyak, arang, timah, emas dll., adalah barang yang bukan dibikin oleh Belanda baik di Indonesia ataupun di negeri Belanda, melainkan barang yang dibeli oleh pedagang Belanda dari Inggris, Jerman dll. Seperti negeri Belanda sendiri, maka Indonesia bukanlah negeri tempatnya perindustrian berat, ialah tempatnya "mesin pembikin mesin" atau tempatnya "mesin ibu". Bukan karena tak ada bahan buat membikin mesin, seperti besi dan campurannya bauxite, allumunium dll, atau bukan pula karena tak ada modal, tenaga ataupun pasar dalam negeri, tetapi pertama sekali berhubungan dengan kecakapan dan semangatnya si penjajah Belanda, sebagian penduduk negara pertanian dan pedagang. Kedua berhubungan dengan terikatnya Belanda dalam hal ekonomi, politik, dan diplomasi kepada Inggris, tuan besarnya, dengan menimbulkan persaingan membikin berbagai-bagai mesin di Indonesia ini. Apalagi kalau Belanda itu mendapat perintah halus (pas op hoor!) dari Inggris "majikannya" supaya jangan sekali-kali berlaku demikian.

Kapital Internasional di Indonesia ini berpusat pada Anglo-Dutch, Inggris-Belanda. Dalam perusahaan "mengerok" minyak bumi dari pangkuan bumi kita, seperti BPM yang termasyur itu, Inggris menanamkan modal 40% dan Belanda 60%. Ini belum berapa hebat eratnya ikatan Inggris ke lehernya kapitalis Belanda di Indonesia yang oleh dunia luar dikenal sebagai "Dustch-Est-Indies (Hindia Belanda). Kalau dikaji pula dalam-dalam artinya "perjanjian" Anglo-Dutch tentang "getah dan timah" di Malaya dan "getah dan timah" di Indonesia buat mengendalikan pasar di dunia dan artinya Singapura buat ekspor dan impor keluar dan ke dalam Indonesia ini, maka di belakang tanda nama (naambord) "Dutch-Indies" itu sebenarnya tertulis "Anglo-Dutch-Indies".

Di sekitarnya kapital "Anglo-Dutch" itulah terdapat kapital Amerika, Tiongkok, Perancis, Jepang dan sebagainya.

Sudah diketahui bahwa "untung" modal Belanda di Indonesia dipukul rata F 500.000.000 (uang lama) setahun. Sedangkan begrooting (anggaran-uang) negara pukul ratanya belum lagi F 400.000.000. Dalam hal ini sudah termasuk pula pensiun pegawai Belanda. Untung F 500.000.000 ditambah sebagian dari F 400.000.000 terus mengalir ke negeri Belanda. Uang itu ditabungkan atau dibungakan dengan jalan memindahkannya ke Amerika, Jerman atau lain tempat. Sisanya uang tadi dipakai buat spekulasi di pasar (beurs) di Amsterdam dan di Rotterdam. Kalau sebagian saja uang F 500.000.000 itu dipakai buat "industrialisasi" di Indonesia, sudah lama Indonesia mempunyai industri enteng dan berat cukup buat kemakmuran dan pertahanan Indonesia setinggi-tingginya dan sehebat-hebatnya. Tetapi kemakmuran Indonesia itu harus cukup digambarkan oleh Departemen Ekonomi dengan hasil perhitungan Huender. Menurut perhitungan itu, maka pencarian si "inlander" cuma sebenggol sehari. Si Belanda lain memutar-mutar "kecelakaan" "si "inlander" ini menjadi "kebahagiaan" dengan mengatakan bahwa si "inlander" bisa hidup dengan sebenggol sehari.

Perkara pertahanan Indonesia, maka pintu gerbang kita, yang anehnya pula kebetulan dijaga oleh Jenderal Ten Poorten (di pintu gerbang), dengan "batuknya" Jepang sudah dibukakan dengan tergopoh-gopoh.

Kebanggaan Belanda terhadap dunia luar atas kerendahannya keperluan si "inlander" yang "dilindunginya" itu, ditambah pula dengan penghinaan atau kecerdasan bangsa Indonesia. Si Belanda selalu dengungkan dengan lisan dan tulisan ajaran pada murid-inlander, bahwa semua tambang, pabrik, kereta, kapal, kebun dan kantor yang dibangunkan oleh Belanda itu memberi penghidupan dan menjamin keamanan bangsa Indonesia. Bukan sebaliknya, bahwa semuanya itu adalah alat-perkakas pemeras tenaganya si "inlander" buat kemakmuran dan memewahkan hidupnya si Belanda.

Didikan sekolah Belanda, propaganda surat kabar dan buku kesusastraannya akhirnya, tetapi tak kurang pentingnya di beberapa pulah tahun belakangan ini "Kristening Politik" yang dijalankan imperialisme Belanda, menghasilkan satu golongan bangsa Indonesia, yang karena kurang perkataan yang lebih tepat kami sebutkan saja dengan nama baru ialah "inlanders-alat". Di antara jenis sejawatnya, "inlanders-alat" kita ini tak ada taranya di seluruh dunia ini, baikpun di jajahan ataupun di negara merdeka. "Inlanders-alat" ini terdapat dalam Badan pemerintah, kepolisian dan kemiliteran imperialisme Belanda. Reserve besar dari "inlanders-alat" ini terdapat pada golongan intelligensia, ber- atau tak bertitel.

Titel ini buat mereka "inlanders-alat" cuma memberi jaminan kecerdasan dalam hal yang berhubungan dengan teknik dan ilmu yang tak bersangkutan dengan ilmu masyarakat saja. Dalam semua ilmu yang berhubungan dengan masyarakat, teristimewa politik, ekonomi mereka menunjukan sifat mereka yang teristimewa pula sebagai "inlanders-alat". Tidak ada di seluruh dunia ini yang lebih gampang dipakai oleh imperialisme asing buat melakukan kemajuannya dari pada "inlanders-alat" ini, ialah hasil pendidikan sekolah Belanda dan sekolah zending yang dibantunya dengan segala tipu-dustanya.

Sebagai alat pemerintah, maka "inlanders-alat" mendapatkan tempat paling cocok seperti "kandang bernaung". Seolah-olah tak ada lagi kandang yang lebih bagus buat dirinya dari pada kandang yang dibikinkan oleh tuannya. Seakan-akan tak ada lagi nasi dan tulang yang lebih enak dari pada nasi dan tulang yang dilemparkan tuannya kepadanya. Telinganya siap-sedia mendengarkan perintah tuannya. Matanya tajam buat menerkam mangsa dan bangsanya sendiri, kalau perintah datang dari "atas" ialah dari mereka yang menurut ilmu dan pahamnya yang memberi pelajaran penghidupan dan perlindungan pada diri dan bangsanya. Begitu setianya pada tuannya, sehingga pukulan yang diberikan kepadanya, dianggap sebagai hukuman adil terhadap dirinya. Tak ada yang berat hukuman itu buat dirinya. Kalau kadang-kadang hukuman dan pukulan itu menghilangkan kesabarannya bukanlah karena rasa keadilan, kebangsaan, kehormatan atas diri sendiri dan kemerdekaan sebagai manusia atau bangsa. Melainkan karena agak lama ia menunggu kesempatan, bilamana dengan ekor di antara kaki belakangnya ia diberi izin boleh kembali menjilat-jilat kaki tuannya dan menjalankan perintah tuannya itu dengan lebih cepat dan menjalankan perintah tuannya itu dengan lebih cepat dan kalau lebih perlu lebih kejam dan bengis terhadap bangsanya sendiri, semata-mata buat kesenangan tuan "ndoro"nya itu.

Imperialisme Jepang mendapatkan alat yang baik sekali dari "inlanders-alat" ini, yang memang berada dalam keadaan budak yang kehilangan tuan. Manusia yang bisa menerima perintah semacam ini sudahlah tentu menderita kesengsaraan dan membutuhkan "tuan". Sedikit saja lagi usaha yang perlu dilakukan oleh tuan baru, yang menggelari dirinya "saudara-tua". Beri makan secukupnya pada "inlanders-alat" yang ditinggalkan tuannya tadi dan tukar saja perkataan "bevel" (perintah) dengan kata "merei", sendirinya jawab "inlanders-alat" yang dulu berbunyi "ja-meneer" bertukar "hai", semua pekerjaan sebagai alatnya imperialisme asing akan berjalan terus.

Jepang tak mempunyai sumber minyak di negerinya. Perlu minyak dari Indonesia. Tak mempunyai besi cukup. Sudah lama besi itu didatangkan dari Malaya dan Tiongkok. Jepang tahu pula bahwa Borneo, Sulawesi, dan Sumatera banyak mengandung logam besi. Jepang tak mempunyai timah, bauxite, getah, makanan dll. Semuanya ada di Indonesia. Ringkasnya Jepang paling miskin tentangan bahan buat makanan dan industri-berat, tetapi sebaliknya paling kaya tentangan nafsu mengangkangi seluruh dunia dan menempeleng serta membagero-kan siapa yang tak setuju dengan maksudnya.

Saudara tua kita juga amat insyaf, bahwa kalau Indonesia diangkat menjadi negara industri-berat, lambat laun, kekuasaan akan pindah dari negara Jepang, yang miskin itu ke Indonesia, apalagi kalau Indonesia dimerdekakan! Barang bahan penting buat industri-berat mesti diangkat ke Jepang 5000 km jauhnya dari Indonesia. Di Jepang mesti terpusat industri berat. Sendirinya di Jepang akan terpusat kepandaian buat teknik, kimia dan ilmu lainnya. Indonesia mesti terus ditekan sebagai negara perusahaan bahan mentah dan pertanian buat makanan. Sedikit saja Indonesia meningkat ke industri berat, Jepang mesti kalah oleh Indonesia, karena semua bahan berada di Indonesia. Jadi Indonesia mesti tetap ditekan, tinggal tetap negara bahan mentah dan pertanian. Politik pendidikan dan kebudayaan Indonesia mesti dicocokkan dengan kedudukannya sebagai "negara-alat" dalam "Asia-Timur-Raya", ialah alat pula buat mengangkangi seluruh Asia dan akhirnya seluruh dunia menurut Rencana Tanaka.

Sudah siap "inlanders-alat" para peminpin rakyat dan intelligensia sebagai reserve, buat menjalankan administrasi, perindustrian, pertanian Indonesia, warisan dari Imperialisme Belanda, buat dipakai oleh imperialisme Jepang menegakkan "Asia-Timur-Raya" tadi. Pamong Pradja, Tyuuo-Sngi-In, Para Kakka made in Japan, Pemimpin Besar, Tengah dan Kecil atas "Panca Darma", semuanya "Kirei" berdiri mendengar "Komando" dari Tenno-Heika di Tokyo.

Puluan ribu pemuda dilatih sebagi Heiho, pembantu serdadu Jepang, dikirimkan ke semua pulau di Indonesia, bahkan juga ke Birma dan Siam buat "orang suci" di Asia Timur Raya. Para "Kakka" Indonesia memihak kepada Jepang, bukan karena persoalan kalah-menang, melainkan karena Jepang berada pada "kebenaran, keadilan, dan kesucian"………katanya.

Diketahui sekarang, bahwa 3 atau 4 juta "romusha" mati karena memang kekurangan pakaian, tempat tinggal, obat-obatan dan makanan. Mereka (biasanya diculik) dikerahkan buat meninggalkan desa, pekerjaan dan anak isteri, menggali lubang pertahanan militer, lapangan terbang dll. Keperluan militer di mana-mana.

Buat membalas "jasa" Jepang menetapkan Indonesia negara pertanian, dan perusahaan bahan semata-mata, dengan memeras keringat, dan darah putera-puteri (pelayan Indonesia) maka ada pula kakka yang setuju dengan penyerahan Eklatan dan Pahang kepada Siam, dan Semenangjung Melayu, Borneo Utara dan ……….Shonanto, Yakni pusat strategi seluruhnya Indonesia bersama Birma, Siam Annam dan Filipina …………..kepada militerisme Jepang.

"Inlanders-alat" tetapi konsekuen dengan watak dan sejarahnya sebagai alat imperialisme asing.