Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 saat ini telah disahkan dan berlaku aktif. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012, lihat di sini.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2012
TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya;
bahwa untuk menjaga harkat dan martabatnya, anak berhak mendapatkan pelindungan khusus, terutama pelindungan hukum dalam sistem peradilan;
bahwa Indonesia sebagai Negara Pihak dalam Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) yang mengatur prinsip pelindungan hukum terhadap anak mempunyai kewajiban untuk memberikan pelindungan khusus terhadap anak yang berhadapan dengan hukum;
bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan pelindungan kepada anak yang berhadapan dengan hukum sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak;
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.
Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak
yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi
korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi
tindak pidana.
Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang
selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur
18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan
tindak pidana.
Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang
selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau
kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak
pidana.
Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang
selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang
belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat
memberikan
keterangan
guna
kepentingan
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan tentang suatu perkara pidana yang
didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.
Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara
tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait
untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil
dengan menekankan pemulihan kembali pada
keadaan semula, dan bukan pembalasan.
Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara
Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar
peradilan pidana.
Penyidik adalah penyidik Anak.
Penuntut Umum adalah penuntut umum Anak.
Hakim adalah hakim Anak.
Hakim Banding adalah hakim banding Anak.
Hakim Kasasi adalah hakim kasasi Anak.
Pembimbing
Kemasyarakatan
adalah
pejabat
fungsional penegak hukum yang melaksanakan
penelitian
kemasyarakatan,
pembimbingan,
pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di
dalam dan di luar proses peradilan pidana.
Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang
bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun
swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi
pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan
sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan,
dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial
untuk
melaksanakan
tugas
pelayanan
dan
penanganan masalah sosial Anak.
Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang
dididik dan dilatih secara profesional untuk
melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan
masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja,
baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang
ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan
sosial Anak.
Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah,
ibu, dan/atau anggota keluarga lain yang dipercaya
oleh Anak.
Wali adalah orang atau badan yang dalam
kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai
orang tua terhadap anak.
Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh Anak
untuk mendampinginya selama proses peradilan
pidana berlangsung.
Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya
adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum,
baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang
memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya
disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat Anak
menjalani masa pidananya.
Lembaga Penempatan Anak Sementara yang
selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara
bagi Anak selama proses peradilan berlangsung.
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang
selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau
tempat pelayanan sosial yang melaksanakan
penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi Anak.
Klien Anak adalah Anak yang berada di dalam
pelayanan,
pembimbingan,
pengawasan,
dan
pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan.
Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut
Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan
yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian
kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan
pendampingan.
Pasal 2
Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:
pelindungan;
keadilan;
nondiskriminasi;
kepentingan terbaik bagi Anak;
penghargaan terhadap pendapat Anak;
kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;
pembinaan dan pembimbingan Anak;
proporsional;
perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai
upaya terakhir; dan
penghindaran pembalasan.
Pasal 3
Setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak:
diperlakukan
secara
manusiawi
dengan
memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
dipisahkan dari orang dewasa;
memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara
efektif;
melakukan kegiatan rekreasional;
bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan
lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan
derajat dan martabatnya;
tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup;
tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali
sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling
singkat;
memperoleh keadilan di muka pengadilan Anak yang
objektif, tidak memihak, dan dalam sidang yang
tertutup untuk umum;
tidak dipublikasikan identitasnya;
memperoleh pendampingan orang tua/Wali dan orang
yang dipercaya oleh Anak;
memperoleh advokasi sosial;
memperoleh kehidupan pribadi;
memperoleh aksesibilitas, terutama bagi anak cacat;
memperoleh pendidikan;
memperoleh pelayananan kesehatan; dan
memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 4
Anak yang sedang menjalani masa pidana berhak:
mendapat pengurangan masa pidana;
memperoleh asimilasi;
memperoleh cuti mengunjungi keluarga;
memperoleh pembebasan bersyarat;
memperoleh cuti menjelang bebas;
memperoleh cuti bersyarat; dan
memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
kepada
Anak
yang
memenuhi
persyaratan
sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 5
Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan
pendekatan Keadilan Restoratif.
Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
penyidikan dan penuntutan pidana Anak yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, kecuali ditentukan lain
dalam Undang-Undang ini;
persidangan Anak yang dilakukan oleh pengadilan
di lingkungan peradilan umum; dan
pembinaan,
pembimbingan,
pengawasan,
dan/atau
pendampingan
selama
proses
pelaksanaan pidana atau tindakan dan setelah
menjalani pidana atau tindakan.
Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b wajib diupayakan Diversi.
BAB II DIVERSI
Pasal 6
Diversi bertujuan:
mencapai perdamaian antara korban dan Anak;
menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan;
menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan;
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan
menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
Pasal 7
Pada
tingkat
penyidikan,
penuntutan,
dan
pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib
diupayakan Diversi.
Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Pasal 8
Proses Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan
melibatkan Anak dan orang tua/Walinya, korban
dan/atau
orang
tua/Walinya,
Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional
berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif.
Dalam hal diperlukan, musyawarah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Tenaga
Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat.
Proses Diversi wajib memperhatikan:
kepentingan korban;
kesejahteraan dan tanggung jawab Anak;
penghindaran stigma negatif;
penghindaran pembalasan;
keharmonisan masyarakat; dan
kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Pasal 9
Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam
melakukan Diversi harus mempertimbangkan:
kategori tindak pidana;
umur Anak;
hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas; dan
dukungan lingkungan keluarga dan masyarakat.
Kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya, kecuali untuk:
tindak pidana yang berupa pelanggaran;
tindak pidana ringan;
tindak pidana tanpa korban; atau
nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat.
Pasal 10
Kesepakatan Diversi untuk menyelesaikan tindak
pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana
ringan, tindak pidana tanpa korban, atau nilai
kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum
provinsi setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (2) dapat dilakukan oleh penyidik
bersama pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing
Kemasyarakatan, serta dapat melibatkan tokoh
masyarakat.
Kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Penyidik atas rekomendasi
Pembimbing Kemasyarakatan dapat berbentuk:
pengembalian kerugian dalam hal ada korban;
rehabilitasi medis dan psikososial;
penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di
lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3
(tiga) bulan; atau
pelayanan masyarakat paling lama 3 (tiga) bulan.
Pasal 11
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:
perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
pelayanan masyarakat.
Pasal 12
Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 dituangkan dalam bentuk kesepakatan
Diversi.
Hasil kesepakatan Diversi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan oleh atasan langsung
pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkat
pemeriksaan ke pengadilan negeri sesuai dengan
daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga)
hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh
penetapan.
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari
terhitung sejak diterimanya kesepakatan Diversi.
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan,
Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim dalam waktu
paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan.
Setelah menerima penetapan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), Penyidik menerbitkan penetapan
penghentian penyidikan atau Penuntut Umum
menerbitkan penetapan penghentian penuntutan.
Pasal 13
Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:
proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau
kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.
Pasal 14
Pengawasan atas proses Diversi dan pelaksanaan
kesepakatan yang dihasilkan berada pada atasan
langsung pejabat yang bertanggung jawab di setiap
tingkat pemeriksaan.
Selama proses Diversi berlangsung sampai dengan
kesepakatan Diversi dilaksanakan, Pembimbing
Kemasyarakatan wajib melakukan pendampingan,
pembimbingan, dan pengawasan.
Dalam hal kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan
dalam
waktu
yang
ditentukan,
Pembimbing
Kemasyarakatan segera melaporkannya kepada
pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pejabat yang bertanggung jawab sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) wajib menindaklanjuti
laporan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.
Pasal 15
Ketentuan mengenai pedoman pelaksanaan proses Diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan Diversi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III ACARA PERADILAN PIDANA ANAK
Bagian Kesatu Umum
Pasal 16
Ketentuan beracara dalam Hukum Acara Pidana berlaku juga dalam acara peradilan pidana anak, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Pasal 17
Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim wajib
memberikan pelindungan khusus bagi Anak yang
diperiksa karena tindak pidana yang dilakukannya
dalam situasi darurat.
Pelindungan khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui penjatuhan sanksi
tanpa pemberatan.
Pasal 18
Dalam menangani perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial, Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya wajib memperhatikan kepentingan terbaik bagi Anak dan mengusahakan suasana kekeluargaan tetap terpelihara.
Pasal 19
Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi
wajib dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak ataupun elektronik.
Identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi nama Anak, nama Anak Korban, nama Anak
Saksi, nama orang tua, alamat, wajah, dan hal lain yang dapat mengungkapkan jati diri Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi.
Pasal 20
Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh Anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, Anak tetap diajukan ke sidang Anak.
Pasal 21
Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6 (enam) bulan.
Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserahkan ke pengadilan untuk ditetapkan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari.
Bapas wajib melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Anak dinilai masih memerlukan pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan lanjutan, masa pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
Instansi pemerintah dan LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib menyampaikan laporan perkembangan anak kepada Bapas secara berkala setiap bulan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengambilan keputusan serta program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 22
Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan petugas lain dalam memeriksa perkara Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan.
Pasal 23
Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak wajib
diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh
Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam setiap tingkat pemeriksaan, Anak Korban atau
Anak Saksi wajib didampingi oleh orang tua dan/atau
orang yang dipercaya oleh Anak Korban dan/atau
Anak Saksi, atau Pekerja Sosial.
Dalam hal orang tua sebagai tersangka atau terdakwa
perkara
yang
sedang
diperiksa,
ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
bagi orang tua.
Pasal 24
Anak yang melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa atau anggota Tentara Nasional Indonesia diajukan ke pengadilan Anak, sedangkan orang dewasa atau anggota Tentara Nasional Indonesia diajukan ke pengadilan yang berwenang.
Pasal 25
Register perkara Anak dan Anak Korban wajib dibuat secara khusus oleh lembaga yang menangani perkara Anak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman register perkara anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Penyidikan
Pasal 26
Penyidikan terhadap perkara Anak dilakukan oleh
Penyidik yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau
pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Pemeriksaan terhadap Anak Korban atau Anak Saksi
dilakukan oleh Penyidik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
telah berpengalaman sebagai penyidik;
mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
Dalam hal belum terdapat Penyidik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tugas penyidikan dilaksanakan oleh penyidik yang melakukan tugas penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pasal 27
Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak,
Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari
Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana
dilaporkan atau diadukan.
Dalam hal dianggap perlu, Penyidik dapat meminta
pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan,
psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial
Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan
tenaga ahli lainnya.
Dalam hal melakukan pemeriksaan terhadap Anak Korban dan Anak Saksi, Penyidik wajib meminta laporan sosial dari Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan.
Pasal 28
Hasil Penelitian Kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik diterima.
Pasal 29
Penyidik wajib mengupayakan Diversi dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai.
Proses Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
dimulainya Diversi.
Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai
kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara
Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua
pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
Dalam hal Diversi gagal, Penyidik wajib melanjutkan
penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut
Umum dengan melampirkan berita acara Diversi dan
laporan penelitian kemasyarakatan.
Bagian Ketiga Penangkapan dan Penahanan
Pasal 30
Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna
kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh
empat) jam.
Anak yang ditangkap wajib ditempatkan dalam ruang
pelayanan khusus Anak.
Dalam hal ruang pelayanan khusus Anak belum ada
di wilayah yang bersangkutan, Anak dititipkan di
LPKS.
Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara
manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai
dengan umurnya.
Biaya bagi setiap Anak yang ditempatkan di LPKS
dibebankan pada anggaran kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
sosial.
Pasal 31
Dalam
melaksanakan
penyidikan,
Penyidik
berkoordinasi dengan Penuntut Umum.
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam waktu paling lama 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejak dimulai penyidikan.
Pasal 32
Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan
dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang
tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan
melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau
merusak barang bukti, dan/atau tidak akan
mengulangi tindak pidana.
Penahanan terhadap Anak hanya dapat dilakukan
dengan syarat sebagai berikut:
Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau
lebih; dan
diduga
melakukan
tindak
pidana
dengan
ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau
lebih.
Syarat penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan.
Selama Anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani,
dan sosial Anak harus tetap dipenuhi.
Untuk melindungi keamanan Anak, dapat dilakukan
penempatan Anak di LPKS.
Pasal 33
Penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32
untuk kepentingan penyidikan dilakukan paling lama
7 (tujuh) hari.
Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atas permintaan Penyidik dapat
diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8
(delapan) hari.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi
hukum.
Penahanan terhadap Anak dilaksanakan di LPAS.
Dalam hal tidak terdapat LPAS, penahanan dapat
dilakukan di LPKS setempat.
Pasal 34
Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan
penuntutan, Penuntut Umum dapat melakukan
penahanan paling lama 5 (lima) hari.
Jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas permintaan Penuntut Umum dapat diperpanjang oleh Hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) telah berakhir, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
Pasal 35
Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan
pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dapat
melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh
ketua pengadilan negeri paling lama 15 (lima belas)
hari.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) telah berakhir dan Hakim belum memberikan
putusan, Anak wajib dikeluarkan demi hukum.
Pasal 36
Penetapan pengadilan mengenai penyitaan barang bukti dalam perkara Anak harus ditetapkan paling lama 2 (dua) hari.
Pasal 37
Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim Banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang
oleh ketua pengadilan tinggi paling lama 15 (lima
belas) hari.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim
Banding belum memberikan putusan, Anak wajib
dikeluarkan demi hukum.
Pasal 38
Dalam hal penahanan terpaksa dilakukan untuk
kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi, Hakim
Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15
(lima belas) hari.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
atas permintaan Hakim Kasasi dapat diperpanjang
oleh Ketua Mahkamah Agung paling lama 20 (dua
puluh) hari.
Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) telah berakhir dan Hakim Kasasi
belum memberikan putusan, Anak wajib dikeluarkan
demi hukum.
Pasal 39
Dalam hal jangka waktu penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3), Pasal 34 ayat (3), Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) telah berakhir, petugas tempat Anak ditahan harus segera mengeluarkan Anak demi hukum.
Pasal 40
Pejabat
yang
melakukan
penangkapan
atau
penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan
orang tua/Wali mengenai hak memperoleh bantuan
hukum.
Dalam hal pejabat tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penangkapan
atau penahanan terhadap Anak batal demi hukum.
Bagian Keempat Penuntutan
Pasal 41
Penuntutan terhadap perkara Anak dilakukan oleh
Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan
Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang
ditunjuk oleh Jaksa Agung.
Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Penuntut Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
telah berpengalaman sebagai penuntut umum;
mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah Anak; dan
telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
Dalam hal belum terdapat Penuntut Umum yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas penuntutan dilaksanakan oleh penuntut umum yang melakukan tugas penuntutan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pasal 42
Penuntut Umum wajib mengupayakan Diversi paling
lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara
dari Penyidik.
Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat
dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai
kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita
acara Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada
ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
Dalam hal Diversi gagal, Penuntut Umum wajib
menyampaikan berita acara Diversi dan melimpahkan
perkara ke pengadilan dengan melampirkan laporan
hasil penelitian kemasyarakatan.
Bagian Kelima Hakim Pengadilan Anak
Paragraf 1 Hakim Tingkat Pertama
Pasal 43
Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara
Anak dilakukan oleh Hakim yang ditetapkan
berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung
atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua
Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan negeri
yang bersangkutan melalui ketua pengadilan tinggi.
Syarat untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum;
mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan
memahami masalah Anak; dan
telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak.
Dalam hal belum terdapat Hakim yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas pemeriksaan di sidang Anak dilaksanakan oleh hakim yang melakukan tugas pemeriksaan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.
Pasal 44
Hakim memeriksa dan memutus perkara Anak dalam
tingkat pertama dengan hakim tunggal.
Ketua
pengadilan
negeri
dapat
menetapkan
pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis
dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit
pembuktiannya.
Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti.
Paragraf 2 Hakim Banding
Pasal 45
Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan.
Pasal 46
Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Banding, berlaku syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).
Pasal 47
Hakim Banding memeriksa dan memutus perkara
Anak dalam tingkat banding dengan hakim tunggal.
Ketua
pengadilan
tinggi
dapat
menetapkan
pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis
dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit
pembuktiannya.
Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Banding
dibantu oleh seorang panitera atau seorang panitera pengganti.
Paragraf 3 Hakim Kasasi
Pasal 48
Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
Pasal 49
Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim Kasasi, berlaku syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2).
Pasal 50
Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara Anak
dalam tingkat kasasi dengan hakim tunggal.
Ketua
Mahkamah
Agung
dapat
menetapkan
pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis
dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit
pembuktiannya.
Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Kasasi dibantu
oleh seorang panitera atau seorang panitera
pengganti.
Paragraf 4 Peninjauan Kembali
Pasal 51
Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara Anak yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh Anak, orang tua/Wali, dan/atau Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya kepada Ketua Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Pasal 52
Ketua pengadilan wajib menetapkan Hakim atau
majelis hakim untuk menangani perkara Anak paling
lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara
dari Penuntut Umum.
Hakim wajib mengupayakan Diversi paling lama 7
(tujuh) hari setelah ditetapkan oleh ketua pengadilan
negeri sebagai Hakim.
Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Proses Diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi
pengadilan negeri.
Dalam hal proses Diversi berhasil mencapai
kesepakatan, Hakim menyampaikan berita acara
Diversi beserta kesepakatan Diversi kepada ketua
pengadilan negeri untuk dibuat penetapan.
Dalam hal Diversi tidak berhasil dilaksanakan,
perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.
Pasal 53
Anak disidangkan dalam ruang sidang khusus Anak.
Ruang tunggu sidang Anak dipisahkan dari ruang
tunggu sidang orang dewasa.
Waktu sidang Anak didahulukan dari waktu sidang
orang dewasa.
Pasal 54
Hakim memeriksa perkara Anak dalam sidang yang dinyatakan tertutup untuk umum, kecuali pembacaan putusan.
Pasal 55
Dalam sidang Anak, Hakim wajib memerintahkan
orang tua/Wali atau pendamping, Advokat atau
pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing
Kemasyarakatan untuk mendampingi Anak.
Dalam hal orang tua/Wali dan/atau pendamping
tidak hadir, sidang tetap dilanjutkan dengan
didampingi Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya dan/atau Pembimbing Kemasyarakatan.
Dalam hal Hakim tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sidang Anak
batal demi hukum.
Pasal 56
Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, Anak dipanggil masuk beserta orang tua/Wali, Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 57
Setelah
surat
dakwaan
dibacakan,
Hakim
memerintahkan
Pembimbing
Kemasyarakatan
membacakan
laporan
hasil
penelitian
kemasyarakatan mengenai Anak yang bersangkutan
tanpa kehadiran Anak, kecuali Hakim berpendapat
lain.
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
data pribadi Anak, keluarga, pendidikan, dan
kehidupan sosial;
latar belakang dilakukannya tindak pidana;
keadaan korban dalam hal ada korban dalam
tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa;
hal lain yang dianggap perlu;
berita acara Diversi; dan
kesimpulan dan rekomendasi dari Pembimbing
Kemasyarakatan.
Pasal 58
Pada saat memeriksa Anak Korban dan/atau Anak
Saksi, Hakim dapat memerintahkan agar Anak
dibawa keluar ruang sidang.
Pada saat pemeriksaan Anak Korban dan/atau Anak
Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang
tua/Wali, Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya, dan Pembimbing Kemasyarakatan tetap
hadir.
Dalam hal Anak Korban dan/atau Anak Saksi tidak
dapat hadir untuk memberikan keterangan di depan
sidang pengadilan, Hakim dapat memerintahkan
Anak Korban dan/atau Anak Saksi didengar
keterangannya:
di luar sidang pengadilan melalui perekaman
elektronik yang dilakukan oleh Pembimbing
Kemasyarakatan di daerah hukum setempat
dengan dihadiri oleh Penyidik atau Penuntut
Umum dan Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya; atau
melalui pemeriksaan langsung jarak jauh dengan
alat komunikasi audiovisual dengan didampingi
oleh
orang
tua/Wali,
Pembimbing
Kemasyarakatan atau pendamping lainnya.
Pasal 59
Sidang Anak dilanjutkan setelah Anak diberitahukan mengenai keterangan yang telah diberikan oleh Anak Korban dan/atau Anak Saksi pada saat Anak berada di luar ruang sidang pengadilan.
Pasal 60
Sebelum menjatuhkan putusan, Hakim memberikan
kesempatan kepada orang tua/Wali dan/atau
pendamping
untuk mengemukakan hal
yang
bermanfaat bagi Anak.
Dalam hal tertentu Anak Korban diberi kesempatan
oleh Hakim untuk menyampaikan pendapat tentang
perkara yang bersangkutan.
Hakim wajib mempertimbangkan laporan penelitian
kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan
sebelum menjatuhkan putusan perkara.
Dalam hal laporan penelitian kemasyarakatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dipertimbangkan dalam putusan Hakim, putusan
batal demi hukum.
Pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam
sidang yang terbuka untuk umum dan dapat tidak
dihadiri oleh Anak.
Identitas Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi
tetap harus dirahasiakan oleh media massa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dengan hanya
menggunakan inisial tanpa gambar.
Pasal 62
Pengadilan wajib memberikan petikan putusan pada
hari putusan diucapkan kepada Anak atau Advokat
atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing
Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.
Pengadilan wajib memberikan salinan putusan paling
lama 5 (lima) hari sejak putusan diucapkan kepada
Anak atau Advokat atau pemberi bantuan hukum
lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut
Umum.
BAB IV PETUGAS KEMASYARAKATAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 63
Petugas kemasyarakatan terdiri atas:
Pembimbing Kemasyarakatan;
Pekerja Sosial Profesional; dan
Tenaga Kesejahteraan Sosial.
Bagian Kedua Pembimbing Kemasyarakatan
Pasal 64
Penelitian
kemasyarakatan,
pendampingan,
pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak
dilakukan oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pembimbing Kemasyarakatan sebagai berikut:
berijazah paling rendah diploma tiga (D-3) bidang ilmu sosial atau yang setara atau telah berpengalaman bekerja sebagai pembantu Pembimbing Kemasyarakatan bagi lulusan:
sekolah menengah kejuruan bidang pekerjaan sosial berpengalaman paling singkat 1 (satu) tahun; atau
sekolah menengah atas dan berpengalaman di bidang pekerjaan sosial paling singkat 3 (tiga) tahun.
sehat jasmani dan rohani;
pangkat/golongan ruang paling rendah Pengatur Muda Tingkat I/ II/b;
mempunyai minat, perhatian, dan dedikasi di bidang pelayanan dan pembimbingan pemasyarakatan serta pelindungan anak; dan
telah mengikuti pelatihan teknis Pembimbing Kemasyarakatan dan memiliki sertifikat.
Dalam hal belum terdapat Pembimbing Kemasyarakatan yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tugas dan fungsi Pembimbing Kemasyarakatan dilaksanakan oleh petugas LPKA atau LPAS atau belum terbentuknya LPKA atau LPAS dilaksanakan oleh petugas rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan.
Pasal 65
Pembimbing Kemasyarakatan bertugas:
membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk
kepentingan Diversi, melakukan
pendampingan,
pembimbingan, dan pengawasan terhadap Anak
selama proses Diversi dan pelaksanaan kesepakatan,
termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila
Diversi tidak dilaksanakan;
membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk
kepentingan
penyidikan,
penuntutan,
dan
persidangan dalam perkara Anak, baik di dalam
maupun di luar sidang, termasuk di dalam LPAS dan
LPKA;
menentukan program perawatan Anak di LPAS dan
pembinaan Anak di LPKA bersama dengan petugas
pemasyarakatan lainnya;
melakukan
pendampingan,
pembimbingan,
dan
pengawasan terhadap Anak yang berdasarkan putusan
pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan; dan
melakukan
pendampingan,
pembimbingan,
dan
pengawasan terhadap Anak yang
memperoleh
asimilasi, pembebasan bersyarat,
cuti menjelang
bebas, dan cuti bersyarat.
Bagian Ketiga Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial
Pasal 66
Syarat untuk dapat diangkat sebagai Pekerja Sosial Profesional sebagai berikut:
berijazah paling rendah strata satu (S-1) atau diploma
empat (D-4) di bidang pekerjaan sosial atau
kesejahteraan sosial;
berpengalaman kerja paling singkat 2 (dua) tahun di
bidang praktik pekerjaan sosial dan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial;
mempunyai keahlian atau keterampilan khusus
dalam bidang pekerjaan sosial dan minat untuk
membina, membimbing, dan membantu Anak demi
kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental,
sosial, dan pelindungan terhadap Anak; dan
lulus uji kompetensi sertifikasi Pekerja Sosial
Profesional oleh organisasi profesi di bidang
kesejahteraan sosial.
Pasal 67
Syarat untuk dapat diangkat sebagai Tenaga Kesejahteraan Sosial sebagai berikut:
berijazah paling rendah sekolah menengah atas
pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial atau
sarjana nonpekerja sosial atau kesejahteraan sosial;
mendapatkan pelatihan bidang pekerjaan sosial;
berpengalaman kerja paling singkat 3 (tiga) tahun di
bidang praktik pekerjaan sosial dan penyelenggaraan
kesejahteraan sosial; dan
mempunyai keahlian atau keterampilan khusus
dalam bidang pekerjaan sosial dan minat untuk
membina, membimbing, dan membantu Anak demi
kelangsungan hidup, perkembangan fisik, mental,
sosial, dan pelindungan terhadap Anak.
Pasal 68
Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial bertugas:
membimbing, membantu, melindungi, dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak;
memberikan pendampingan dan advokasi sosial;
menjadi sahabat Anak dengan mendengarkan pendapat Anak dan menciptakan suasana kondusif;
membantu proses pemulihan dan perubahan
perilaku Anak;
membuat dan menyampaikan laporan kepada Pembimbing Kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap Anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;
memberikan pertimbangan kepada aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak;
mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan
melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan.
BAB V PIDANA DAN TINDAKAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 69
Anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai
tindakan berdasarkan ketentuan dalam UndangUndang ini.
Anak yang belum berusia 14 (empat belas) tahun
hanya dapat dikenai tindakan.
Pasal 70
Ringannya perbuatan, keadaan pribadi Anak, atau keadaan pada waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Bagian Kedua Pidana
Pasal 71
Pidana pokok bagi Anak terdiri atas:
pidana peringatan;
pidana dengan syarat:
pembinaan di luar lembaga;
pelayanan masyarakat; atau
pengawasan.
pelatihan kerja;
pembinaan dalam lembaga; dan
penjara.
Pidana tambahan terdiri atas:
perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau
pemenuhan kewajiban adat.
Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.
Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang
melanggar harkat dan martabat Anak.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 72
Pidana peringatan merupakan pidana ringan yang tidak mengakibatkan pembatasan kebebasan anak.
Pasal 73
Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim
dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling
lama 2 (dua) tahun.
Dalam putusan pengadilan mengenai pidana dengan
syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan syarat umum dan syarat khusus.
Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah Anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi
selama menjalani masa pidana dengan syarat.
Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
adalah untuk melakukan atau tidak melakukan hal
tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim
dengan tetap memperhatikan kebebasan Anak.
Masa pidana dengan syarat khusus lebih lama
daripada masa pidana dengan syarat umum.
Jangka
waktu
masa
pidana
dengan
syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 3
(tiga) tahun.
Selama menjalani masa pidana dengan syarat,
Penuntut Umum melakukan pengawasan dan
Pembimbing
Kemasyarakatan
melakukan
pembimbingan agar Anak menempati persyaratan
yang telah ditetapkan.
Selama Anak menjalani pidana dengan syarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Anak harus
mengikuti wajib belajar 9 (sembilan) tahun.
Pasal 74
Dalam hal Hakim memutuskan bahwa Anak dibina di luar lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 1, lembaga tempat pendidikan dan pembinaan ditentukan dalam putusannya.
Pasal 75
Pidana pembinaan di luar lembaga dapat berupa
keharusan:
mengikuti
program
pembimbingan
dan
penyuluhan yang dilakukan oleh
pejabat
pembina;
mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau
mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alkohol,
narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Jika selama pembinaan anak melanggar syarat
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(4), pejabat pembina dapat mengusulkan kepada
hakim pengawas untuk memperpanjang masa
pembinaan
yang
lamanya
tidak
melampaui
maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum
dilaksanakan.
Pasal 76
Pidana pelayanan masyarakat merupakan pidana
yang dimaksudkan untuk mendidik Anak dengan
meningkatkan
kepeduliannya
pada
kegiatan
kemasyarakatan yang positif.
Jika Anak tidak memenuhi seluruh atau sebagian
kewajiban dalam menjalankan pidana pelayanan
masyarakat tanpa alasan yang sah, pejabat pembina
dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk
memerintahkan Anak tersebut mengulangi seluruh
atau sebagian pidana pelayanan masyarakat yang
dikenakan terhadapnya.
Pidana pelayanan masyarakat untuk Anak dijatuhkan
paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120
(seratus dua puluh) jam.
Pasal 77
Pidana pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada
Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1)
huruf b angka 3 paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 2 (dua) tahun.
Dalam hal Anak dijatuhi pidana pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anak
ditempatkan di bawah pengawasan Penuntut Umum
dan dibimbing oleh Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 78
Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (1) huruf c dilaksanakan di lembaga
yang melaksanakan pelatihan kerja yang sesuai
dengan usia Anak.
Pidana pelatihan kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun.
Pasal 79
Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam
hal Anak melakukan tindak pidana berat atau tindak
pidana yang disertai dengan kekerasan.
Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan
terhadap Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari
maksimum pidana penjara yang diancamkan
terhadap orang dewasa.
Minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap Anak.
Ketentuan mengenai pidana penjara dalam KUHP
berlaku juga terhadap Anak sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini.
Pasal 80
Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di
tempat pelatihan kerja atau lembaga pembinaan yang
diselenggarakan, baik oleh pemerintah maupun
swasta.
Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan
apabila keadaan dan perbuatan Anak tidak
membahayakan masyarakat.
Pembinaan dalam lembaga dilaksanakan paling
singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan.
Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari
lamanya pembinaan di dalam lembaga dan tidak
kurang dari 3 (tiga) bulan berkelakuan baik berhak
mendapatkan pembebasan bersyarat.
Pasal 81
Anak dijatuhi pidana penjara di LPKA apabila
keadaan dan perbuatan Anak akan membahayakan
masyarakat.
Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak
paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum
ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.
Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai Anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
Anak yang telah menjalani 1/2 (satu perdua) dari
lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik
berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.
Pidana penjara terhadap Anak hanya digunakan
sebagai upaya terakhir.
Jika
tindak
pidana
yang
dilakukan Anak
merupakan tindak pidana yang diancam dengan
pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun.
Bagian Ketiga Tindakan
Pasal 82
Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi:
pengembalian kepada orang tua/Wali;
penyerahan kepada seseorang;
perawatan di rumah sakit jiwa;
perawatan di LPKS;
kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau
perbaikan akibat tindak pidana.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1
(satu) tahun.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan oleh Penuntut Umum dalam tuntutannya,
kecuali tindak pidana diancam dengan pidana
penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 83
Tindakan penyerahan Anak kepada seseorang
dilakukan
untuk
kepentingan
Anak
yang
bersangkutan.
Tindakan perawatan terhadap Anak dimaksudkan
untuk membantu orang tua/Wali dalam mendidik
dan memberikan pembimbingan kepada Anak yang
bersangkutan.
BAB VI PELAYANAN, PERAWATAN, PENDIDIKAN,
PEMBINAAN ANAK, DAN PEMBIMBINGAN KLIEN ANAK
Pasal 84
Anak yang ditahan ditempatkan di LPAS.
Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak
memperoleh pelayanan, perawatan, pendidikan dan
pelatihan, pembimbingan dan pendampingan, serta
hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
LPAS wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan
keterampilan, dan pemenuhan hak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian
kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan
program pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
Pasal 85
Anak yang dijatuhi pidana penjara ditempatkan di
LPKA.
Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak
memperoleh pembinaan, pembimbingan, pengawasan,
pendampingan, pendidikan dan pelatihan, serta hak
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan
keterampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pembimbing Kemasyarakatan melakukan penelitian
kemasyarakatan untuk menentukan penyelenggaraan
program pendidikan dan pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3).
Bapas wajib melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan program sebagaimana dimaksud pada
ayat (4).
Pasal 86
Anak yang belum selesai menjalani pidana di LPKA
dan telah mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan pemuda.
Dalam hal Anak telah mencapai umur 21 (dua puluh
satu) tahun, tetapi belum selesai menjalani pidana,
Anak dipindahkan ke lembaga pemasyarakatan
dewasa dengan memperhatikan kesinambungan
pembinaan Anak.
Dalam hal tidak terdapat lembaga pemasyarakatan
pemuda, Kepala LPKA dapat memindahkan Anak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ke
lembaga
pemasyarakatan
dewasa
berdasarkan
rekomendasi dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Pasal 87
Anak yang berstatus Klien Anak menjadi tanggung
jawab Bapas.
Klien Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhak mendapatkan pembimbingan, pengawasan
dan pendampingan, serta pemenuhan hak lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bapas wajib menyelenggarakan pembimbingan,
pengawasan dan pendampingan, serta pemenuhan
hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bapas wajib melakukan evaluasi pelaksanaan
pembimbingan, pengawasan dan pendampingan,
serta pemenuhan hak lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (3).
Pasal 88
Pelaksanaan tugas dan fungsi Bapas, LPAS, dan LPKA dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VII ANAK KORBAN DAN ANAK SAKSI
Pasal 89
Anak Korban dan/atau Anak Saksi berhak atas semua pelindungan dan hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 90
Selain hak yang telah diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89, Anak Korban dan Anak Saksi berhak atas:
upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, baik di dalam lembaga maupun di luar lembaga;
jaminan keselamatan, baik fisik, mental, maupun
sosial; dan
kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan hak Anak Korban dan Anak Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 91
Berdasarkan pertimbangan atau saran Pembimbing
Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional atau
Tenaga Kesejahteraan Sosial atau Penyidik dapat
merujuk Anak, Anak Korban, atau Anak Saksi ke
instansi atau lembaga yang menangani pelindungan
anak atau lembaga kesejahteraan sosial anak.
Dalam hal Anak Korban memerlukan tindakan
pertolongan segera, Penyidik, tanpa laporan sosial
dari Pekerja Sosial Profesional, dapat langsung
merujuk Anak Korban ke rumah sakit atau lembaga
yang menangani pelindungan anak sesuai dengan
kondisi Anak Korban.
Berdasarkan hasil Penelitian Kemasyarakatan dari
Pembimbing Kemasyarakatan dan laporan sosial dari
Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan
Sosial, Anak, Anak Korban, dan/atau Anak Saksi
berhak memperoleh rehabilitasi medis, rehabilitasi
sosial, dan reintegrasi sosial dari lembaga atau
instansi yang menangani pelindungan anak.
Anak Korban dan/atau Anak Saksi yang memerlukan
pelindungan dapat memperoleh pelindungan dari
lembaga yang menangani pelindungan saksi dan
korban atau rumah perlindungan sosial sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VIII PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Pasal 92
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan bagi penegak hukum dan pihak terkait
secara terpadu.
Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan paling singkat 120 (seratus
dua puluh) jam.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh
kementerian
yang
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan di bidang hukum.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 93
Masyarakat dapat berperan serta dalam pelindungan Anak mulai dari pencegahan sampai dengan reintegrasi sosial Anak dengan cara:
menyampaikan laporan terjadinya pelanggaran hak
Anak kepada pihak yang berwenang;
mengajukan usulan mengenai perumusan dan
kebijakan yang berkaitan dengan Anak;
melakukan penelitian dan pendidikan mengenai Anak;
berpartisipasi dalam penyelesaian perkara Anak
melalui Diversi dan pendekatan Keadilan Restoratif;
berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi sosial
Anak, Anak Korban dan/atau Anak Saksi melalui
organisasi kemasyarakatan;
melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat
penegak hukum dalam penanganan perkara Anak;
atau
melakukan sosialisasi mengenai hak Anak serta
peraturan
perundang-undangan
yang
berkaitan
dengan Anak.
BAB X KOORDINASI, PEMANTAUAN, DAN EVALUASI
Pasal 94
Kementerian yang menyelenggarakan urusan di
bidang perlindungan anak melakukan koordinasi
lintas sektoral dengan lembaga terkait.
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam rangka sinkronisasi perumusan
kebijakan
mengenai
langkah
pencegahan,
penyelesaian administrasi perkara, rehabilitasi, dan
reintegrasi sosial.
Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan
Sistem Peradilan Pidana Anak dilakukan oleh
kementerian dan komisi yang menyelenggarakan
urusan di bidang perlindungan anak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
tata
cara
pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 95
Pejabat atau petugas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 21 ayat (3), Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1), Pasal 39, Pasal 42 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 55 ayat (1), serta Pasal 62 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII KETENTUAN PIDANA
Pasal 96
Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 97
Setiap orang yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 98
Penyidik yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 99
Penuntut Umum yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 100
Hakim yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 37 ayat (3), dan Pasal 38 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
Pasal 101
Pejabat pengadilan yang dengan sengaja tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 102
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, perkara anak yang:
masih dalam proses penyidikan dan penuntutan
atau yang sudah dilimpahkan ke pengadilan negeri,
tetapi belum disidang harus dilaksanakan berdasarkan
hukum acara Undang-Undang ini; dan
sedang dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan
dilaksanakan berdasarkan hukum acara yang diatur
dalam Undang-Undang tentang Pengadilan Anak.
Pasal 103
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, anak
negara dan/atau anak sipil yang masih berada di
lembaga pemasyarakatan anak diserahkan kepada:
orang tua/Wali;
LPKS/keagamaan; atau
kementerian atau dinas yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang sosial.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1)
ditetapkan
oleh
menteri
yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
hukum.
Pasal 104
Setiap lembaga pemasyarakatan anak harus melakukan perubahan sistem menjadi LPKA sesuai dengan Undang-Undang ini paling lama 3 (tiga) tahun.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 105
Dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun setelah
diberlakukannya Undang-Undang ini:
setiap kantor kepolisian wajib memiliki Penyidik;
setiap kejaksaan wajib memiliki Penuntut Umum;
setiap pengadilan wajib memiliki Hakim;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun Bapas di kabupaten/kota;
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum wajib membangun LPKA dan LPAS di provinsi; dan
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial wajib membangun LPKS.
Ketentuan mengenai pembentukan kantor Bapas dan
LPKS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
dan huruf f dikecualikan dalam hal letak provinsi dan kabupaten/kota berdekatan.
Dalam hal kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum tidak memiliki lahan untuk membangun kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dan huruf e, pemerintah daerah setempat menyiapkan lahan yang dibutuhkan.
Pasal 106
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 107
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Pasal 108
Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 2012
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Juli 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 153
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,