Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995
(1) Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh DPRD.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 sudah tidak berlaku lagi karena sudah dicabut atau diganti. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995, lihat di sini. | |
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 1995
TENTANG
PERSEROAN TERBATAS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
Mengingat: | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; |
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG PERSEROAN TERBATAS. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
|
Pasal 2
Kegiatan perseroan harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan. |
Pasal 3
|
Pasal 4
Terhadap perseroan berlaku Undang-undang ini, Anggaran Dasar perseroan, dan peraturan perundang-undangan lainnya. |
Pasal 5
Perseroan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. |
Pasal 6
Perseroan didirikan untuk jangka waktu yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. |
BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PENDAFTARAN, DAN PENGUMUMAN
BAB II
PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR, PENDAFTARAN, DAN PENGUMUMAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 7
|
Pasal 8
|
Pasal 9
|
Pasal 10
|
Pasal 11
|
Bagian Kedua
Anggaran Dasar
Bagian Kedua
Anggaran Dasar
Pasal 12
Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya:
|
Pasal 13
|
Pasal 14
(2) Usul adanya perubahan Anggaran Dasar dicantumkan dalam surat panggilan atau pengumuman untuk mengadakan RUPS.
Pasal 15
(1) Perubahan tertentu Anggaran Dasar harus mendapat persetujuan Menteri dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan serta diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.
(2) Perubahan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. nama perseroan;
b. maksud dan tujuan perseroan;
c. kegiatan usaha perseroan;
d. jangka waktu berdirinya perseroan, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu tertentu;
e. besarnya modal dasar;
f. pengurangan modal ditempatkan dan disetor; atau
g. status Perseroan Tertutup menjadi Perseroan Terbuka atau sebaliknya.
(3) Perubahan Anggaran Dasar selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) cukup dilaporkan kepada Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan RUPS, dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
Pasal 16
Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia.
Pasal 17
(1) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) mulai berlaku sejak tanggal persetujuan diberikan.
(2) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) mulai berlaku sejak tanggal pendaftaran.
Pasal 18
Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat perseroan dinyatakan pailit kecuali dengan persetujuan kurator.
Pasal 19
Permohonan persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) ditolak apabila:
a. bertentangan dengan ketentuan mengenai tata cara perubahan Anggaran Dasar;
b. isi perubahan bertentangan dengan peraturan perundang undangan, ketertiban umum, dan atau kesusilaan; atau
c. ada sanggahan dari kreditor atas keputusan RUPS mengenai pengurangan modal.
Pasal 20
Tata Cara pengajuan permohonan, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Bagian Ketiga
Pendaftaran dan Pengumuman
Bagian Ketiga
Pendaftaran dan Pengumuman
Pasal 21
(1) Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan:
a. Akta Pendirian beserta surat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6);
b. akta perubahan Anggaran Dasar beserta surat persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2); atau
c. akta perubahan Anggaran Dasar beserta laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan.
Pasal 22
(1) Perseroan yang telah didaftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Permohonan pengumuman perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan Direksi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran.
(3) Tata cara pengajuan permohonan pengumuman dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 23
Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 belum dilakukan, maka Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.
BAB III
MODAL DAN SAHAM
BAB III
MODAL DAN SAHAM
Bagian Pertama
Modal
Bagian Pertama
Modal
Pasal 24
(1) Modal dasar perseroan terdiri atas seluruh nilai nominal saham.
(2) Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dikeluarkan atas nama dan atau atas tunjuk.
Pasal 25
(1) Modal dasar perseroan paling sedikit Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
(2) Undang-undang atau peraturan pelaksanaan yang mengatur bidang usaha tertentu dapat menentukan jumlah minimum modal dasar perseroan yang berbeda dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Perubahan besarnya modal dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan penentuan besarnya modal dasar Perseroan Terbuka beserta perubahannya, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
(1) Pada saat pendirian perseroan, paling sedikit 25 % (dua puluh lima persen) dari modal dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus telah ditempatkan.
(2) Setiap penempatan modal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus telah disetor paling sedikit 50 % (lima puluh persen) dari nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan.
(3) Seluruh saham yang telah dikeluarkan harus disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah.
(4) Pengeluaran saham lebih lanjut setiap kali harus disetor penuh.
Pasal 27
(1) Penyetoran atas saham dapat dilakukan dalam bentuk uang dan atau dalam bentuk lainnya.
(2) Dalam hal penyetoran saham dilakukan dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penilaian harga ditetapkan oleh ahli yang tidak terikat pada perseroan.
(3) Penyetoran saham dalam bentuk benda tidak bergerak harus diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(4) Bagi Perseroan Terbuka setiap pengeluaran saham harus telah disetor penuh dengan tunai.
Pasal 28
(1) Pemegang saham yang mempunyai tagihan terhadap perseroan tidak dapat menggunakan hak tagihannya sebagai kompensasi kewajiban penyetoran atas harga sahamnya.
(2) Bentuk-bentuk tagihan tertentu selain tagihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang dapat dikompensasikan sebagai setoran saham, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1) Perseroan dilarang mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri.
(2) Larangan pemilikan saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaannya.
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan
Bagian Kedua
Perlindungan Modal dan Kekayaan Perseroan
Pasal 30
(1) Perseroan dapat membeli kembali saham yang telah dikeluarkan dengan ketentuan:
a. dibayar dari laba bersih sepanjang tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan yang diwajibkan sesuai dengan ketentuan Undang-undang ini; dan
b. jumlah nilai nominal seluruh saham yang dimiliki perseroan bersama dengan yang dimiliki oleh anak perusahaan dan gadai saham yang dipegang, tidak melebihi 10 % (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan.
(2) Perolehan saham, baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ayat (1) batal demi hukum dan pembayaran yang telah diterima oleh pemegang saham harus dikembalikan kepada perseroan.
(3) Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas semua kerugian yang diderita pemegang saham yang beritikad baik, yang timbul akibat batal demi hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 31
(1) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) atau pengalihannya lebih lanjut hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
Pasal 32
(1) RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 kepada organ lain untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(2) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap kali dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 33
(1) Saham yang dibeli kembali oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2) Saham induk perusahaan yang dibeli oleh anak perusahaannya juga tidak dapat digunakan untuk mengeluarkan suara dalam RUPS dan tidak diperhitungkan dalam menentukan jumlah korum yang harus dicapai sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Bagian Ketiga
Penambahan Modal
Pasal 34
(1) Penambahan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS.
(2) RUPS dapat menyerahkan kewenangan untuk memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Komisaris untuk waktu paling lama 5 (lima) tahun.
(3) Penyerahan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sewaktu-waktu dapat ditarik kembali oleh RUPS.
Pasal 35
Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, korum, dan jumlah suaru untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
Pasal 36
(1) Dalam hal Anggaran Dasar tidak menentukan lain, seluruh saham yang dikeluarkan dalam penambahan modal harus terlebih dahulu ditawarkan kepada setiap pemegang saham seimbang dengan pemilikan saham untuk klasifikasi saham yang sama.
(2) Dalam hal pemegang saham tidak menggunakan hak untuk membeli saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak penawaran, perseroan menawarkan kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain untuk membeli jumlah tertentu atas saham tersebut.
(3) Ketentuan mengenai saham yang ditawarkan kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengurangan Modal
Bagian Keempat
Pengurangan Modal
Pasal 37
(1) Pengurangan modal perseroan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35.
(2) Direksi wajib memberitahukan secara tertulis keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada semua kreditor dan mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal keputusan.
Pasal 38
(1) Dalam waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), kreditor dapat mengajukan keberatan secara tertulis disertai alasannya kepada perseroan atas keputusan pengurangan modal dengan tembusan kepada Menteri.
(2) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak keberatan sebagimana dimaksud dalam ayat (1) diterima, perseroan wajib memberikan jawaban atas keberatan yang diajukan disertai alasannya.
(3) Dalam hal perseroan menolak keberatan atau tidak memberikan penyelesaian yang disepakati kreditor, maka dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak jawaban perseroan diterima kreditor dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
Pasal 39
(1) Pengurangan modal berlaku setelah perubahan Anggaran Dasar mendapat persetujuan Menteri.
(2) Persetujuan menteri atas perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan apabila:
a. tidak terdapat keberatan tertulis dari kreditor dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat(1);
b. telah dicapai penyelesaian atas keberatan yang diajukan kreditor; atau
c. gugatan kreditor telah mendapat putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 40
Perubahan Anggaran Dasar disertai persetujuan Menteri tentang pengurangan modal harus didaftarkan dan diumumkan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 dan Pasal 22.
Pasal 41
(1) Pengurangan modal harus dilakukan atas setiap saham atau atas semua saham dari klasifikasi saham yang sama secara seimbang.
(2) Dalam hal terdapat lebih dari satu klasifikasi saham, keputusan pengurangan modal hanya dapat diambil sepanjang sesuai dengan keputusan yang telah terlebih dahulu diambil dalam rapat pemegang saham dari klasifikasi tersebut yang halnya dirugikan oleh keputusan pengurangan modal.
Bagian Kelima
Saham
Bagian Kelima
Saham
Pasal 42
(1) Nilai nominal saham harus dicantumkan dalam mata uang Republik Indonesia.
(2) Saham tanpa nilai nominal tidak dapat dikeluarkan.
(3) Saham atas tunjuk hanya dapat dikeluarkan apabila nilai nominal saham atau nilai yang diperjanjikan disetor penuh.
Pasal 43
(1) Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Pemegang Saham, yang sekurang-kurangnya memuat:
a. nama dan alamat pemegang saham;
b. jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham dan apabila dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham, tiap-tiap klasifikasi saham tersebut;
c. jumlah yang disetor atas setiap saham;
d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham dan tanggal perolehan hak gadai tersebut; dan
e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
(2) Selain Daftar Pemegang Saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perseroan wajib mengadakan dan menyimpan Daftar Khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham anggota Direksi dan Komisaris beserta keluarganya pada perseroan tersebut dan atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
(3) Dalam hal perseroan mengeluarkan saham atas tunjuk, maka dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dicatat tanggal, jumlah, dan nomor saham atas tunjuk yang dikeluarkan.
(4) Dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dicatat pula setiap perubahan kepemilikan saham.
(5) Dalam Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disediakan di tempat kedudukan perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.
Pasal 44
Kepada pemegang saham diberikan bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.
Pasal 45
(1) Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi.
(2) Dalam hal 1 (satu) saham dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) orang, maka hak yang timbul dari saham tersebut hanya dapat digunakan dengan cara menunjuk 1 (satu) orang wakil bersama.
Pasal 46
(1) Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih.
(2) Setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan kepada pemegangnya hak yang sama.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) klasifikasi saham, maka Anggaran Dasar menetapkan 1 (satu) klasifikasi sebagai saham biasa.
(4) Selain klasifikasi saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan 1 (satu) klasifikasi saham atau lebih:
a. Dengan hak suara khusus, bersyarat, terbatas, atau tanpa hak suara;
b. yang setelah jangka waktu tertentu dapat ditarik kembali atau dapat ditukar dengan klasifikasi saham lain;
c. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif; dan atau
d. yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen dan sisa kekayaan perseroan dalam likuidasi.
Pasal 47
(1) Anggaran Dasar dapat menentukan pecahan nilai nominal saham.
(2) Pemegang pecahan nilai nominal saham tidak diberikan hak suara perseorangan, kecuali pemegang pecahan nilai nominal saham baik sendiri atau bersama pemegang pecahan nilai nominal saham lainnya yang sejenis memiliki nilai nominal sebesar 1 (satu) nominal saham dari klasifikasi tersebut.
Pasal 48
Dalam Anggaran Dasar perseroan ditentukan cara pemindahan hak atas saham sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 49
(1) Pemindahan hak atas saham atas nama dilakukan dengan akta pemindahan hak.
(2) Akta pemindahan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan.
(3) Direksi wajib mencatat pemindahan hak atas saham atas nama, tanggal dan hari pemindahan hak tersebut dalam Daftar Pemegang Saham atau Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2).
(4) Pemindahan hak atas saham atas tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat saham.
(5) Bentuk dan tata cara pemindahan hak atas saham atas nama dan saham atas tunjuk yang diperdagangkan di pasar modal diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Pasal 50
Dalam Anggaran Dasar dapat diatur ketentuan pembatasan pemindahan hak atas saham yaitu:
a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya; dan atau
b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan.
Pasal 51
(1) Dalam hal Anggaran Dasar mengharuskan pemegang saham menawarkan terlebih dahulu sahamnya kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain yang tidak dipilihnya sendiri, perseroan wajib menjamin bahwa semua saham yang ditawarkan dibeli dengan harga yang wajar dan dibayar tunai dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penawaran dilakukan.
(2) Dalam hal perseroan tidak dapat menjamin terlaksananya ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pemegang saham dapat menawarkan dan menjual sahamnya kepada karyawan mendahului penawaran kepada orang lain.
(3) Setiap pemegang saham yang diharuskan menawarkan sahamnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berhak menarik kembali penawaran tersebut setelah lampaunya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(4) Penawaran saham terlebih dahulu kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lainnya hanya dapat dilakukan satu kali.
(5) Ketentuan mengenai penawaran dan penjualan saham kepada karyawan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 52
(1) Pemberian persetujuan atau penolakan pemindahan hak atas saham yang memerlukan persetujuan organ perseroan harus diberikan secara tertulis dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak organ perseroan menerima permintaan pemindahan hak tersebut.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lampau dan organ perseroan tidak memberikan pernyataan tertulis, maka organ perseroan dianggap menyetujui pemindahan hak atas saham tersebut.
(3) Dalam hal pemindahan hak atas saham atas nama disetujui oleh organ perseroan, harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dan dilakukan dalam waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak persetujuan diberikan.
(4) Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak, maka organ perseroan harus menunjuk calon pembeli lain sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1).
(5) Dalam hal pemindahan hak atas saham ditolak sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak disertai penunjukan, maka berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 53
(1) Saham atas tunjuk dapat digadaikan.
(2) Saham atas nama dapat digadaikan sepanjang tidak ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(3) Gadai saham harus dicatat dalam Daftar Pemegang Saham dan Daftar Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43.
(4) Hak suara atas saham yang digadaikan tetap ada pada pemegang saham.
Pasal 54
(1) Saham merupakan benda bergerak dan memberikan hak kepemilikan kepada pemegangnya.
(2) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi atau Komisaris.
(3) Gugatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
Pasal 55
(1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:
a. perubahan Anggaran Dasar;
b. penjualan, penjaminan, pertukaran sebagian besar atau seluruh kekayaan perseroan; atau
c. penggabungan, peleburan, atau pengambil alihan perseroan.
(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1), maka perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak lain.
BAB IV
LAPORAN TAHUNAN DAN PENGGUNAAN LABA
BAB IV
LAPORAN TAHUNAN DAN PENGGUNAAN LABA
Bagian Pertama
Laporan Tahunan
Bagian Pertama
Laporan Tahunan
Pasal 56
Dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku perseroan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya:
a. perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
b. neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalam satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut;
c. laporan mengenai keadaan dan jalannya perseroan serta hasil yang telah dicapai;
d. kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku;
e. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan;
f. nama anggota Direksi dan Komisaris; dan
g. gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris.
Pasal 57
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan Komisaris.
(2) Dalam hal ada anggota Direksi atau Komisaris tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disebutkan alasannya secara tertulis.
Pasal 58
(1) Perhitungan tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan.
(2) Dalam hal Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya harus diberikan penjelasan serta alasannya.
Pasal 59
(1) Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan perseroan kepada akuntan publik untuk diperiksa apabila:
a. bidang usaha perseroan berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat;
b. perseroan mengeluarkan surat pengakuan utang; atau
c. perseroan merupakan Perseroan Terbuka.
(2) Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dipenuhi, perhitungan tahunan tidak boleh disahkan oleh RUPS.
(3) Laporan atas hasil pemeriksaan akuntan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara tertulis kepada RUPS melalui Direksi.
(4) Perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah mendapat pengesahan RUPS diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
Pasal 60
(1) Persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan dilakukan oleh RUPS.
(2) Keputusan atas persetujuan laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diambil sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(3) Dalam hal dokumen perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota Direksi dan Komisaris secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.
(4) Anggota Direksi dan Komisaris dibebaskan dari tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) apabila terbukti bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya.
Bagian Kedua
Penggunaan Laba
Bagian Kedua
Penggunaan Laba
Pasal 61
(1) Setiap tahun buku, perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan.
(2) Penyisihan laba bersih sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari modal yang ditempatkan.
(3) Cadangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang belum mencapai jumlah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dipergunakan untuk menutup kerugian yang tidak dapat dipenuhi oleh cadangan lain.
(4) Ketentuan mengenai penyisihan laba bersih untuk cadangan dan penggunaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 62
(1) Penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) diputuskan oleh RUPS.
(2) Dalam hal RUPS tidak menentukan lain, seluruh laba bersih setelah dikurangi penyisihan untuk cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen.
(3) Setelah 5 (lima) tahun, dividen yang tidak diambil dimasukkan ke dalam cadangan yang diperuntukkan untuk itu.
(4) Pengambilan dividen sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Anggaran Dasar.
BAB V
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
BAB V
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
Pasal 63
(1) RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2) RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan atau Komisaris.
Pasal 64
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.
(2) Tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus terletak di wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 65
(1) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
(2) RUPS tahunan diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku.
(3) Dalam RUPS tahunan harus diajukan semua dokumen perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56.
(4) RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.
Pasal 66
(1) Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya.
(2) Penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat juga dilakukan atas permintaan 1 (satu) pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan yang bersangkutan.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Direksi atau Komisaris dengan surat tercatat disertai alasannya.
(4) RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
Pasal 67
(1) Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk:
a. melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan pemegang saham apabila Direksi atau Komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan; atau
b. melakukan sendiri pemanggilan RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2), apabila Direksi atau Komisaris setelah lewat waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permintaan tidak melakukan pemanggilan RUPS lainnya.
(2) Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan Undang-undang ini atau Anggaran Dasar.
(3) Dalam hal RUPS diselenggarakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Ketua Pengadilan Negeri dapat memerintahkan Direksi dan atau Komisaris untuk hadir.
(4) Penetapan Ketua Pengadilan Negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir.
Pasal 68
(1) Untuk menyelenggarakan RUPS Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham.
(2) Dalam hal-hal tertentu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan oleh Komisaris.
Pasal 69
(1) Pemanggilan RUPS dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum RUPS diadakan.
(2) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan surat tercatat.
(3) Pemanggilan RUPS untuk Perseroan Terbuka dilakukan dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(4) Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan mulai hari dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan hari RUPS diadakan.
(5) Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) kepada pemegang saham secara cuma-cuma.
(6) Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), keputusan tetap sah apabila RUPS dihadiri oleh seluruh pemegang saham yang mewakili saham dengan hak suara yang sah dan disetujui dengan suara bulat.
Pasal 70
(1) Bagi Perseroan Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dalam 2 (dua) surat kabar harian.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 71
(1) Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun dengan kuasa tertulis berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya.
(2) Dalam pemungutan suara, anggota Direksi, anggota Komisaris, dan karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 72
(1) Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara kecuali Anggaran Dasar menentukan lain.
(2) Saham perseroan yang dimiliki oleh perseroan itu sendiri tidak mempunyai hak suara.
(3) Saham induk perusahaan yang dimiliki oleh anak perusahaannya juga tidak mempunyai hak suara.
Pasal 73
(1) RUPS dapat dilangsungkan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari 1/2 (satu perdua) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan lain.
(2) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, diadakan pemanggilan RUPS kedua.
(3) Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua diselenggarakan.
(4) RUPS kedua diselenggarakan paling cepat 10 (sepuluh) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari dari RUPS pertama.
(5) RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/3 (satu pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
(6) Dalam hal korum RUPS kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak tercapai, atas permohonan perseroan korum ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Pasal 74
(1) Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah, kecuali Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan harus diambil berdasarkan suara yang lebih besar dari suara terbanyak biasa.
Pasal 75
(1) Keputusan RUPS untuk mengubah Anggaran Dasar sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah suara tersebut.
(2) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, maka dalam RUPS kedua keputusan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh suara terbanyak dari jumlah suara tersebut.
Pasal 76
Dalam hal penggabungan, peleburan, pengambil alihan, kepailitan dan pembubaran perseroan, keputusan RUPS sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
Pasal 77
Setiap penyelenggaraan RUPS wajib dibuat risalah dan dibubuhi tandatangan ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS.
Pasal 78
(1) Dalam Anggaran Dasar perseroan dapat ditentukan bahwa keputusan RUPS dapat diambil dengan cara lain dari rapat.
(2) Dalam hal Anggaran Dasar mengatur ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), keputusan dapat diambil apabila semua pemegang saham dengan hak suara yang sah telah menyetujui secara tertulis baik mengenai cara maupun keputusan yang diambil.
BAB VI
DIREKSI DAN KOMISARIS
BAB VI
DIREKSI DAN KOMISARIS
Bagian Pertama
Direksi
Bagian Pertama
Direksi
Pasal 79
(1) Kepengurusan perseroan dilakukan oleh Direksi.
(2) Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.
(3) Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
Pasal 80
(1) Anggota Direksi diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama anggota Direksi dalam Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b.
(3) Anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian anggota Direksi tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.
Pasal 81
(1) Peraturan tentang pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta besar dan jenis penghasilan Direksi ditetapkan oleh RUPS.
(2) Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa kewenangan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Komisaris atas nama RUPS.
Pasal 82
Direksi bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Pasal 83
(1) Dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, maka yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini dan atau Anggaran Dasar.
(2) Anggaran Dasar dapat menentukan pembatasan wewenang anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 84
(1) Anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan apabila:
a. terjadi perkara di depan pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau
b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan perseroan. p>(2) Dalam Anggaran Dasar ditetapkan yang berhak mewakili perseroan apabila terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Dalam hal Anggaran Dasar tidak menetapkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), RUPS mengangkat 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih untuk mewakili perseroan.
Pasal 85
(1) Setiap anggota Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
(2) Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
Pasal 86
(1) Direksi wajib:
a. membuat dan memelihara Daftar Pemegang Saham, risalah RUPS, dan risalah rapat Direksi; dan
b. menyelenggarakan pembukuan perseroan.
(2) Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disimpan di tempat kedudukan perseroan.
(3) Atas Permohonan tertulis dari pemegang saham, Direksi memberi izin kepada pemegang saham untuk memeriksa dan mendapatkan salinan Daftar Pemegang Saham, risalah dan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 87
Anggota Direksi wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
Pasal 88
(1) Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh merugikan pihak ketiga yang beritikad baik.
(3) Keputusan RUPS untuk mengalihkan atau menjadikan jaminan utang seluruh atau sebagian besar kekayaan perseroan sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
(4) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak perbuatan hukum tersebut dilakukan.
Pasal 89
Direksi dapat memberi kuasa tertulis kepada 1 (satu) orang karyawan perseroan atau lebih atau orang lain untuk dan atas nama perseroan melakukan perbuatan hukum tertentu.
Pasal 90
(1) Direksi hanya dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri agar perseroan dinyatakan pailit berdasarkan keputusan RUPS.
(2) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan kekayaan perseroan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian itu.
(3) Anggota Direksi yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggungjawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.
Pasal 91
(1) Anggota Direksi dapat sewaktu-waktu diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya.
(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diambil setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.
(3) Dengan keputusan pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kedudukannya sebagai anggota Direksi berakhir.
Pasal 92
(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh RUPS atau Komisaris dengan menyebutkan alasannya.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan secara tertulis kepada Direksi yang bersangkutan.
(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berwenang melakukan tugasnya.
(4) Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diadakan RUPS.
(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
(6) RUPS dapat mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau memberhentikan anggota Direksi yang bersangkutan.
(7) Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tidak diadakan RUPS sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal.
Pasal 93
Dalam Anggaran Dasar diatur ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan Direksi yang kosong atau dalam hal Direksi diberhentikan untuk sementara atau berhalangan.
Bagian Kedua
Komisaris
Bagian Kedua
Komisaris
Pasal 94
(1) Perseroan memiliki Komisaris yang wewenang dan kewajibannya ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Komisaris.
(3) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis.
Pasal 95
(1) Komisaris diangkat oleh RUPS.
(2) Untuk pertama kali pengangkatan Komisaris dilakukan dengan mencantumkan susunan dan nama Komisaris dalam Akta Pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b.
(3) Komisaris diangkat untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan diangkat kembali.
(4) Anggaran Dasar mengatur tata cara pencalonan, pengangkatan, dan pemberhentian Komisaris tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan.
Pasal 96
Yang dapat diangkat menjadi Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan.
Pasal 97
Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasihat kepada Direksi.
Pasal 98
(1) Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan.
(2) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.
Pasal 99
Komisaris wajib melaporkan kepada perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan atau keluarganya pada perseroan tersebut dan perseroan lain.
Pasal 100
(1) Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu.
(2) Berdasarkan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu.
(3) Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan tindakan pengurusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berlaku semua ketentuan mengenai hak, wewenang dan kewajiban Direksi terhadap perseroan dan pihak ketiga.
Pasal 101
(1) Anggota Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS.
(2) Ketentuan mengenai pemberhentian dan pemberhentian sementara anggota Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) berlaku pula terhadap Komisaris.
BAB VII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBIL ALIHAN
BAB VII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PENGAMBIL ALIHAN
Pasal 102
(1) Satu perseroan atau lebih dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perseroan yang telah ada atau meleburkan diri dengan perseroan lain dan membentuk perseroan baru.
(2) Rencana penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam Rancangan Penggabungan atau Peleburan yang disusun bersama oleh Direksi dari perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan, yang memuat sekurang-kurangnya:
a. nama perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan;
b. alasan serta penjelasan masing-masing Direksi perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan dan persyaratan penggabungan atau peleburan;
c. tata cara konversi saham dari masing-masing perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan terhadap saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan;
d. rancangan perubahan Anggaran Dasar perseroan hasil penggabungan apabila ada, atau rancangan Akta Pendirian perseroan baru hasil peleburan;
e. neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua perseroan yang akan melakukan penggabungan atau peleburan; dan
f. hal-hal lain yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing perseroan.
(3) Penggabungan atau peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila Rancangan Penggabungan atau Peleburan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disetujui oleh RUPS masing-masing perseroan.
Pasal 103
(1) Pengambil alihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.
(2) Pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan melalui pengambilalihan seluruh atau sebagian besar saham yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
(3) Dalam hal pengambilalihan dilakukan oleh perseroan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan mengambil alih dan yang akan diambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya:
1) nama perseroan yang mengambil alih dan yang diambil alih; dan
2) alasan serta penjelasan Direksi perseroan masing masing mengenai persyaratan serta tata cara pengabilalihan saham perseroan yang diambil alih.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang diambil alih dan persetujuan Anggota atau Badan Pengurus dari badan hukum yang bukan perseroan yang mengambil alih.
(5) Dalam hal pengambilalihan dilakukan orang perseorangan, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Rencana pengambilalihan dituangkan dalam Rancangan Pengambilalihan yang disusun oleh Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih, yang memuat sekurang-kurangnya:
1) nama perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih; dan
2) alasan serta penjelasan Direksi perseroan yang akan diambil alih mengenai persyaratan dan tata cara pengambilalihan saham.
b. Pengambilalihan dilakukan dengan persetujuan RUPS perseroan yang akan diambil alih atas Rancangan yang diajukan Direksi perseroan yang akan diambil alih dan orang perseorangan yang akan mengambil alih.
(6) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak membatasi badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan lain langsung dari pemegang saham.
Pasal 104
(1) Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan harus memperhatikan:
a. kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas dan karyawan perseroan; dan
b. kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
(2) Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar.
Pasal 105
(1) Keputusan RUPS mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76.
(2) Direksi wajib mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian mengenai rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS.
Pasal 106
(1) Rancangan Penggabungan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan perubahan Anggaran Dasar perseroan untuk mendapatkan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1).
(2) Rancangan Penggabungan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS baik yang tidak disertai perubahan Anggaran Dasar maupun yang disertai perubahan Anggaran Dasar dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(3) Rancangan Peleburan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilampirkan pada permohonan pengesahan Akta Pendirian perseroan hasil peleburan untuk mendapat pengesahan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (6).
(4) Rancangan Pengambilalihan perseroan yang telah mendapat persetujuan RUPS dilaporkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22 berlaku pula bagi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan.
Pasal 107
(1) Dalam hal terjadi penggabungan atau peleburan, maka perseroan yang menggabungkan diri atau meleburkan diri menjadi bubar.
(2) Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi.
(3) Dalam hal pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak didahului dengan likuidasi, maka:
a. aktiva dan pasiva perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri, beralih karena hukum kepada perseroan hasil penggabungan atau peleburan; dan
b. pemegang saham perseroan yang digabungkan atau yang meleburkan diri menjadi pemegang saham perseroan hasil penggabungan atau peleburan.
Pasal 108
(1) Direksi perseroan hasil penggabungan atau peleburan wajib mengumumkan hasil penggabungan atau peleburan tersebut dalam 2 (dua) surat kabar harian paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penggabungan, atau peleburan selesai dilakukan.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula terhadap Direksi perseroan yang melakukan pengambilalihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1).
Pasal 109
Ketentuan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan perseroan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
BAB VIII
PEMERIKSAAN TERHADAP PERSEROAN
Pasal 110
(1) Pemeriksaan terhadap perseroan dapat dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data atau keterangan dalam hal terdapat dugaan bahwa:
a. perseroan melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham atau pihak ketiga; atau
b. anggota Direksi atau Komisaris melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan perseroan atau pemegang saham atau pihak ketiga.
(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis beserta alasannya ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan oleh:
a. pemegang saham atas nama diri sendiri atau atas nama perseroan apabila mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;
b. pihak lain yang dalam Anggaran Dasar perseroan atau perjanjian dengan perseroan diberi wewenang untuk mengajukan permohonan pemeriksaan; atau
c. Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.
Pasal 111
(1) Ketua Pengadilan Negeri berhak menolak atau mengabulkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110.
(2) Ketua Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menolak permohonan apabila permohonan tersebut tidak didasarkan atas alasan yang wajar.
(3) Dalam hal permohonan dikabulkan, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan pengangkatan paling banyak 3 (tiga) orang ahli untuk melakukan pemeriksaan.
(4) Setiap anggota Direksi, Komisaris, karyawan perseroan, dan akuntan publik yang telah ditunjuk oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) tidak dapat diangkat sebagai ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
(5) Pemeriksa berhak memeriksa semua dokumen dan kekayaan perseroan yang dianggap perlu untuk diketahui.
(6) Direksi, Komisaris, dan semua karyawan perseroan wajib memberikan segala keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan.
(7) Pemeriksa dilarang mengumumkan hasil pemeriksaan kepada pihak lain.
Pasal 112
(1) Laporan hasil pemeriksaan disampaikan oleh pemeriksa kepada Ketua Pengadilan Negeri.
(2) Ketua Pengadilan Negeri memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan hanya kepada pemohon dan perseroan yang bersangkutan.
Pasal 113
(1) Dalam hal permohonan untuk melakukan pemeriksaan dikabulkan, maka ketua Pengadilan Negeri menentukan jumlah maksimum biaya pemeriksaan.
(2) Biaya sebagaimana dimaksud dibayar oleh perseroan.
(3) Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan perseroan dapat menetapkan penggantian seluruh atau sebagian biaya pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada pemohon, anggota Direksi, dan atau Komisaris.
BAB IX
PEMBUBARAN PERSEROAN DAN LIKUIDASI
BAB IX
PEMBUBARAN PERSEROAN DAN LIKUIDASI
Pasal 114
Perseroan bubar karena:
a. keputusan RUPS;
b. jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir;
c. penetapan Pengadilan.
Pasal 115
(1) Direksi dapat mengajukan usul pembubaran perseroan kepada RUPS.
(2) Keputusan RUPS tentang pembubaran perseroan sah apabila diambil sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dan Pasal 76.
(3) Perseroan bubar pada saat yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
(4) Pembubaran perseroan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diikuti dengan likuidasi oleh likuidator.
Pasal 116
(1) Dalam hal perseroan bubar karena jangka waktu berdirinya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar, Menteri atas permohonan Direksi dapat memperpanjang jangka waktu tersebut.
(2) Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan RUPS yang dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut.
(3) Permohonan memperpanjang jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan permohonan persetujuan perubahan Anggaran Dasar, diajukan kepada Menteri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sebelum jangka waktu berdirinya perseroan berakhir.
(4) Keputusan Menteri atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak permohonan diterima.
(5). Dalam hal jangka waktu berdirinya perseroan berakhir dan RUPS memutuskan tidak memperpanjang jangka waktu tersebut, maka proses likuidasinya dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Bab ini.
Pasal 117
(1) Pengadilan Negeri dapat membubarkan perseroan atas:
a. permohonan kejaksaan berdasarkan alasan kuat perseroan melanggar kepentingan umum;
b. permohonan 1 (satu) orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah;
c. permohonan kreditor berdasarkan alasan:
1) perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau
2) harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya setelah pernyataan pailit dicabut; atau
d. permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam Akta Pendirian perseroan.
(2) Dalam penetapan pengadilan ditetapkan pula penunjukan likuidator.
Pasal 118
(1) Dalam hal perseroan bubar, likuidator dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari wajib:
a. mendaftarkan dalam daftar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;
b. mengajukan permohonan untuk diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia;
c. mengumumkan dalam 2 (dua) surat kabar harian; dan
d. memberitahukan kepada Menteri.
(2) Selama pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c belum dilakukan, bubarnya perseroan tidak berlaku bagi pihak ketiga.
(3) Dalam hak likuidator lalai mendaftarkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, maka likuidator secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak ketiga.
(4) Dalam pendaftaran dan pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disebutkan nama dan alamat likuidator.
Pasal 119
(1) Dalam hal perseroan bubar, maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi.
(2) Tindakan pemberesan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. pencatatan dan pengumpulan kekayaan perseroan;
b. penentuan tata cara pembagian kekayaan;
c. pembayaran kepada para kreditor;
d. pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham; dan
e. tindakan-tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.
(3) Dalam hal perseroan sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar dicantumkan kata-kata "dalam likuidasi" di belakang nama perseroan.
Pasal 120
(1) Likuidator dari perseroan yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua kreditornya dengan surat tercatat mengenai bubarnya perseroan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat:
a. nama dan alamat likuidator;
b. tata cara pengajuan tagihan; dan
c. jangka waktu mengajukan tagihan yang tidak boleh lebih dari 120 (seratus dua puluh) hari terhitung sejak surat pemberitahuan diterima.
(3) Kreditor yang mengajukan tagihan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b dan huruf c, dan kemudian ditolak, dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal penolakan.
Pasal 121
(1) Kreditor yang tidak mengajukan tagihannya sesuai dengan ketentuan Pasal 120 ayat (2) huruf c, dapat mengajukan tagihannya melalui Pengadilan Negeri dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak bubarnya perseroan didaftarkan dan diumumkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118.
(2) Tagihan yang diajukan kreditor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap sisa kekayaan perseroan yang belum dibagikan kepada pemegang saham.
Pasal 122
(1) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, maka Direksi bertindak selaku likuidator.
(2) Ketentuan mengenai pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pengawasan terhadap Direksi berlaku pula bagi likuidator.
Pasal 123
Atas permohonan 1 (satu) orang atau lebih yang berkepentingan atau atas permohonan kejaksaan, Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat likuidator baru dan memberhentikan likuidator lama karena yang
bersangkutan tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya atau dalam hal utang perseroan melebihi kekayaan perseroan.
Pasal 124
(1) Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan.
(2) Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang saham.
(3) Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai dengan ketentuan Pasal 21 dan Pasal 22 serta mengumumkannya dalam 2 (dua) surat kabar harian.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 125
(1) Akta Pendirian perseroan yang telah disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya telah disetujui sebelum Undang-undang ini berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
(2) Akta Pendirian perseroan yang belum disahkan atau Anggaran Dasar yang perubahannya belum disetujui oleh Menteri pada saat berlakunya Undang-undang ini, wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
(3) Dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini mulai berlaku, semua perseroan yang didirikan dan telah disahkan berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23), harus telah disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 126
(1) Dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak berlakunya Undang-undang ini, badan hukum yang didirikan berdasarkan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op aandeelen, staatsblad 1939:569 jo 717), wajib mengajukan permohonan pengesahan atas Akta Pendirian dan Anggaran Dasarnya kepada Menteri.
(2) Terhadap badan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang Anggaran Dasarnya telah memperoleh pengesahan Menteri, berlaku ketentuan Undang-undang ini.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 127
Bagi perseroan yang melakukan kegiatan tertentu di bidang pasar modal berlaku ketentuan Undang-undang ini, sepanjang tidak diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 128
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, dinyatakan tidak berlaku.
(2) Segala peraturan pelaksanaan dari Buku Kesatu Titel Ketiga Bagian Ketiga Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847: 23) yang mengatur mengenai Perseroan Terbatas berikut segala perubahannya, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971 dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
(3) Terhitung 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-undang ini, Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonnantie op de Indonesische Maatschappij op Aandeelen, Staatsblad 1939: 569 jo 717) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 129
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 7 Maret 1995
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Maret 1995
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1995 NOMOR 13
Keterangan
|
|
|