Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 200
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019 saat ini telah disahkan dan berlaku aktif. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2019, lihat di sini. | |
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2019
TENTANG
KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
Mengingat: | Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
|
Pasal 2
Penyelenggaraan Karantina berdasarkan asas:
|
Pasal 3
Ruang lingkup penyelenggaraan Karantina mengatur Pemasukan, Pengeluaran, dan Transit Media Pembawa. |
Pasal 4
Ruang lingkup pengaturan tentang Karantina meliputi:
|
BAB II
PENYELENGGARAAN KARANTINA
BAB II
PENYELENGGARAAN KARANTINA
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
|
Pasal 6
|
Pasal 7
Penyelenggaraan Karantina ditujukan untuk:
|
Pasal 8
|
Pasal 9
|
Pasal 10
Untuk terselenggaranya Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pemerintah Pusat berkewajiban menyediakan sumber daya manusia serta prasarana dan sarana. |
Pasal 11
Pemerintah Pusat menetapkan Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran Media Pembawa dengan mempertimbangkan:
|
Pasal 12
|
Bagian Kedua
Sumber Daya Manusia
Bagian Kedua
Sumber Daya Manusia
Pasal 13
Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 terdiri atas:
|
Pasal 14
|
Pasal 15
|
Pasal 16
|
Pasal 17
|
Pasal 18
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Pejabat Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a wajib mematuhi kode etik profesi. |
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), pejabat Karantina tidak dapat dituntut secara pidana dan/atau digugat secara perdata. |
Pasal 20
|
Bagian Ketiga
Prasarana
Bagian Ketiga
Prasarana
Pasal 21
|
Bagian Keempat
Sarana
Bagian Keempat
Sarana
Pasal 22
Sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi:
beserta kelengkapannya. |
Pasal 23
|
Pasal 24
|
Pasal 25
Untuk memenuhi kepentingan nasional, dapat dimasukkan Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dari negara yang tidak bebas HPHK, HPIK, dan OPTK dengan melaksanakan tindakan Karantina pengamanan maksimal. |
Pasal 26
|
BAB III
PENETAPAN JENIS HPHK, HPIK, OPTK DAN MEDIA PEMBAWA
BAB III
PENETAPAN JENIS HPHK, HPIK, OPTK DAN MEDIA PEMBAWA
Pasal 27
|
BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA
BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN KARANTINA
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 28
|
Pasal 29
|
Pasal 30
|
Pasal 31
Media Pembawa yang berpotensi menularkan HPHK, HPIK, atau OPTK yang mempunyai sifat penularan serta cara mendeteksinya memerlukan masa pengamatan relatif lebih lama dilakukan tindakan Karantina di Instalasi Karantina pascamasuk. |
Pasal 32
|
Bagian Kedua
Persyaratan Tindakan Karantina
Bagian Kedua
Persyaratan Tindakan Karantina
Pasal 33
|
Pasal 34
|
Pasal 35
|
Bagian Ketiga
Tindakan Karantina
Bagian Ketiga
Tindakan Karantina
Paragraf 1
Umum
Pasal 36
|
Paragraf 2
Pemeriksaan
Pasal 37
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
Pasal 38
|
Pasal 39
Pemeriksaan dan/atau uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dilakukan secara klinis, fisik, visual, dan/atau laboratoris untuk mendeteksi HPHK, HPIK, dan OPTK serta:
|
Pasal 40
Dalam hal pemeriksaan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dilakukan terhadap Hewan, Produk Hewan, Ikan, dan Produk Ikan ditemukan Hama dan Penyakit Hewan atau Hama dan Penyakit Ikan yang bersifat zoonosis, Pejabat Karantina berkoordinasi dengan dokter kesehatan pelabuhan dan/atau instansi yang bertanggung jawab di bidang zoonosis. |
Paragraf 3
Pengasingan dan Pengamatan
Pasal 41
|
Pasal 42
|
Paragraf 4
Perlakuan
Pasal 43
|
Paragraf 5
Penahanan
Pasal 44
|
Paragraf 6
Penolakan
Pasal 45
|
Pasal 46
|
Paragraf 7
Pemusnahan
Pasal 47
|
Pasal 48
|
Pasal 49
Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) terhadap Media Pembawa berupa Tumbuhan dan Satwa Liar serta Tumbuhan dan Satwa Langka selain disaksikan oleh petugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (4) harus dikoordinasikan dengan instansi yang membidangi konservasi dan sumber daya alam. |
Pasal 50
|
Pasal 51
Pemusnahan dapat dilakukan terhadap Media Pembawa yang diturunkan pada waktu Transit ke dalam atau dari suatu Area ke Area lain di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. |
Pasal 52
Pemusnahan Media Pembawa yang dilakukan di luar Instalasi Karantina di luar Tempat Pemasukan harus dikoordinasikan terlebih dahulu dengan pemerintah daerah setempat. |
Pasal 53
|
Pasal 54
|
Paragraf 8
Pembebasan
Pasal 55
|
Bagian Keempat
Tindakan Karantina Dalam Hal Tertentu
Bagian Keempat
Tindakan Karantina Dalam Hal Tertentu
Paragraf 1
Tindakan Karantina di Luar Tempat Pemasukan dan Pengeluaran
Pasal 56
|
Pasal 57
|
Paragraf 2
Tindakan Karantina terhadap Hewan Organik dan Ikan Organik
Pasal 58
|
Paragraf 3
Tindakan Karantina Terhadap Pemasukan Media Pembawa yang Ditolak Negara atau Area Tujuan
Pasal 59
|
Paragraf 4
Tindakan Karantina terhadap Barang Bawaan
Pasal 60
|
Paragraf 5
Tindakan Karantina dalam Keadaan Darurat
Pasal 61
|
Paragraf 6
Tindakan Karantina oleh Pihak Lain
Pasal 62
|
Paragraf 7
Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa yang Diperuntukkan sebagai Bantuan Penanggulangan Bencana
Pasal 63
|
Paragraf 8
Tindakan Karantina Terhadap Orang, Alat Angkut, Peralatan, Air, atau Pembungkus
Pasal 64
|
Paragraf 9
Tindakan Karantina Terhadap Media Pembawa untuk Pameran, Sirkus dan/atau Kontes
Pasal 65
|
Paragraf 10
Tindakan Karantina di Lintas Batas Negara
Pasal 66
|
Paragraf 11
Tindakan Karantina Terhadap Transit Media Pembawa dan Transit Alat Angkut
Pasal 67
|
Pasal 68
|
Paragraf 12
Tindakan Karantina Terhadap Barang Yang Ditahan
Pasal 69
|
Bagian Kelima
Dokumen Tindakan Karantina
Bagian Kelima
Dokumen Tindakan Karantina
Pasal 70
|
Bagian Keenam
Media Pembawa yang Dikuasai Negara
Bagian Keenam
Media Pembawa yang Dikuasai Negara
Pasal 71
|
BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KEAMANAN PANGAN DAN MUTU PANGAN, KEAMANAN PAKAN DAN MUTU PAKAN, PRODUK REKAYASA GENETIK, SUMBER DAYA GENETIK, AGENSIA HAYATI, JENIS ASING INVASIF, SERTA TUMBUHAN DAN SATWA LIAR, TUMBUHAN DAN SATWA LANGKA
BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KEAMANAN PANGAN DAN MUTU PANGAN, KEAMANAN PAKAN DAN MUTU PAKAN, PRODUK REKAYASA GENETIK, SUMBER DAYA GENETIK, AGENSIA HAYATI, JENIS ASING INVASIF, SERTA TUMBUHAN DAN SATWA LIAR, TUMBUHAN DAN SATWA LANGKA
Pasal 72
|
BAB VI
KAWASAN KARANTINA
BAB VI
KAWASAN KARANTINA
Pasal 73
|
Pasal 74
Sebelum ditetapkan sebagai Kawasan Karantina, pemerintah daerah setempat sesuai dengan kewenangannya dapat melakukan pengendalian dan penanggulangan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. |
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara penetapan, pencabutan dan pengawasan Kawasan Karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 76
|
BAB VII
KETERTELUSURAN
BAB VII
KETERTELUSURAN
Pasal 77
|
BAB VIII
SISTEM INFORMASI KARANTINA
BAB VIII
SISTEM INFORMASI KARANTINA
Pasal 78
|
Pasal 79
|
BAB IX
JASA KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
BAB IX
JASA KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
Pasal 80
|
BAB X
FUNGSI INTELIJEN, KEPOLISIAN KHUSUS, DAN PENYIDIKAN
BAB X
FUNGSI INTELIJEN, KEPOLISIAN KHUSUS, DAN PENYIDIKAN
Bagian Kesatu
Fungsi Intelijen
Bagian Kesatu
Fungsi Intelijen
Pasal 81
|
Bagian Kedua
Fungsi Kepolisian Khusus
Bagian Kedua
Fungsi Kepolisian Khusus
Pasal 82
Kepolisian Khusus melaksanakan pengamanan, pengawalan, pencegahan, penangkalan, patroli, dan penindakan non yustisial sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. |
Bagian Ketiga
Fungsi Penyidikan
Bagian Ketiga
Fungsi Penyidikan
Pasal 83
|
BAB XI
KERJA SAMA PERKARANTINAAN
BAB XI
KERJA SAMA PERKARANTINAAN
Pasal 84
|
BAB XII
PENDANAAN
BAB XII
PENDANAAN
Pasal 85
Pendanaan penyelenggaraan Karantina berdasarkan Undang-Undang ini dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. |
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 86
Setiap Orang yang:
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). |
Pasal 87
Setiap Orang yang:
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). |
Pasal 88
Setiap Orang yang:
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). |
Pasal 89
Pemilik yang tidak menanggung segala biaya yang timbul dalam pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). |
Pasal 90
Setiap penanggung jawab alat angkut yang tidak melaksanakan pemusnahan Media Pembawa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). |
Pasal 91
Setiap orang yang tanpa izin membuka, melepas, memutuskan, membuang, atau merusak segel karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). |
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 92
Dalam hal Instalasi Karantina milik perseorangan atau badan hukum yang telah ditetapkan sebagai Instalasi Karantina sebelum Undang-Undang ini berlaku, Instalasi Karantina tetap dapat digunakan sampai jangka waktu berakhir atau dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. |
Pasal 93
|
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 94
|
Pasal 95
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
Pasal 96
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
JOKO WIDODO |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2019 Plt. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
TJAH JO KUMOLO |
Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
Lydia Silvanna Djaman |
Penjelasan
suntingATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2019
TENTANG
KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN
I. | UMUM |
Indonesia merupakan Negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar setelah negara Brazil (highest diversity) sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat dimanfaatkan secara lestari dan menjadi modal penting bagi pembangunan nasional, yaitu untuk (1) memenuhi Pangan (food), Pakan (feed), dan energi (fuel), (2) meningkatkan taraf hidup, serta (3) meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Kekayaan sumber daya alam tersebut harus dipergunakan dengan baik sehingga dapat meningkatkan taraf hidup serta kemakmuran kehidupan masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Agar penggunaannya dapat berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang, berbagai jenis sumber daya alam hayati berupa aneka ragam jenis Hewan, Ikan, dan Tumbuhan perlu dijaga dan dilindungi kelestariannya.
Pelindungan terhadap sumber daya alam hayati merupakan perwujudan dari tujuan bernegara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Salah satu bentuk pelindungan dilakukan melalui penyelenggaraan Karantina sebagai upaya yang dilakukan negara untuk melindungi dan menciptakan lingkungan yang sehat bagi warga negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Penyelenggaraan Karantina telah banyak melalui perubahan dan perkembangan lingkungan strategis yang cepat dan dinamis dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun terakhir. Hal itu berdampak signifikan dalam penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, terutama laju arus perdagangan antarnegara. Keterkaitan perdagangan dengan Karantina melibatkan ketentuan dan kesepakatan sanitary and phytosanitary (SPS) di bawah perjanjian World Trade Organization (WTO). Berbagai standar Keamanan Pangan yang menyangkut Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, juga manusia dirangkum dalam standar internasional. Untuk Keamanan Pangan diatur dalam Codex Alimentarius, kesehatan hewan dalam The Office International des Epizooties atau The World Organization for Animal Health (OIE), dan Hama Penyakit Tumbuhan dalam International Plant Protection Convention (IPPC). Selain itu, perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi juga berdampak pada sektor Karantina yang menuntut proses cepat, efesien, efektif, dan transparan. Di era bioteknologi, Agensia Hayati tidak lagi sekedar organisme alamiah, akan tetapi juga berupa organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organism/GMO) dan kemungkinan penyalahgunaan sumber daya alam hayati tersebut menjadi senjata biologis (bioterorism) yang harus segera diantisipasi dengan tindakan nyata serta bersifat preventif dan kuratif dalam mengontrol lalu lintas Hewan, Ikan, dan Tumbuhan serta produk turunannya.
Penyelenggaran Karantina di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, tetapi undang-undang tersebut tidak lagi mampu mengikuti perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat. Perubahan di lingkungan strategis, baik yang berskala nasional maupun internasional, memengaruhi penyelenggaraan Karantina. Hal itu diikuti dengan berlakunya beberapa undang-undang terkait penyelenggaraan Karantina, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati) dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to The Convention of Biological Diversity (Protokol Cartagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati), mengatur mengenai ketentuan konvensi keanekaragaman hayati serta kerja sama pengembangan dan penguatan kelembagaan dan sumber daya manusia secara internasional dalam hal pengelolaan bioteknologi yang tepat guna, etis, dan aman, serta pengelolaan risiko untuk keamanan hayati.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), Karantina tidak hanya terbatas pada upaya pencegahan masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK, tetapi juga dituntut untuk melaksanakan fungsi Karantina dan keamanan hayati dari cemaran organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organism/GMO), invasive alien species (IAS), dan food safety.
- Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yang mensyaratkan mutu hasil perikanan dalam pemeriksaan Karantina Ikan.
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pengesahan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian), mengatur mengenai terselenggaranya sistem multilateral mengenai akses terhadap SDG tanaman pangan dan pertanian sehingga diperlukan tindakan Karantina untuk mencegah masuknya organisme pengganggu Tumbuhan, khususnya yang eksotis, yang kemungkinan terbawa oleh pemasukan SDG tanaman Pangan dan pertanian tersebut.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan jo. UndangUndang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur kewenangan otoritas veteriner yang harus disinergikan dengan fungsi Karantina serta pemberlakuan pulau Karantina bagi pemasukan Hewan yang bebas penyakit menular dari suatu zona dalam negara yang tidak bebas penyakit.
- Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos yang mengatur barang kiriman pos, baik berupa barang pos universal maupun barang pos lainnya dari dan ke luar negeri yang diperlakukan sebagai barang impor dan ekspor harus diperlakukan sebagai objek Karantina.
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan terdapat ketentuan mengenai pengawasan Keamanan Pangan berupa standar dan pedoman keamanan, mutu, dan gizi pangan di Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran
Dengan demikian agar penyelenggaraan Karantina dapat optimal, keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan perlu dilakukan penyesuaian mengikuti perkembangan serta kebutuhan di masyarakat. Penyesuaian Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tersebut dilakukan agar penyelenggaraan Karantina mencegah masuknya HPHK, HPIK, dan OPTK dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK dari suatu Area ke Area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah keluarnya HPHK, HPIK, dan organisme pengganggu Tumbuhan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; mencegah masuk dan tersebarnya Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, dan PRG, yang berpotensi mengganggu kesehatan manusia, Hewan, Ikan, Tumbuhan dan kelestarian lingkungan; mencegah masuknya Pangan atau Pakan yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan mutu; mencegah keluarnya Tumbuhan dan Satwa Liar serta Tumbuhan dan Satwa Langka dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan melindungi kelestarian SDG Indonesia yang berupa Hewan, Ikan, dan Tumbuhan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan dilaksanakan dalam satu sistem dengan berdasarkan asas kedaulatan, keadilan, pelindungan, keamanan nasional, keilmuan, keperluan, dampak minimal, transparansi, keterpaduan, pengakuan, nondiskriminasi, dan kelestarian.
Penyelenggaraan Karantina mencakup pengaturan Pemasukan, Pengeluaran, dan Transit Media Pembawa, Pangan, Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, Tumbuhan dan Satwa Langka, serta kelembagaan yang menjamin terselenggaranya Karantina. Lingkup pengaturannya meliputi penyelenggaraan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; penetapan jenis HPHK, HPIK, dan OPTK, dan Media Pembawa; pelaksanaan tindakan Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; pengawasan dan pengendalian Keamanan Pangan dan Mutu Pangan, Keamanan Pakan dan Mutu Pakan, PRG, SDG, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta Tumbuhan dan Satwa Langka; Kawasan Karantina; Ketertelusuran; sistem informasi Karantina; jasa Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan; fungsi intelijen, kepolisian khusus, dan penyidikan; kerja sama perkarantinaan; dan pendanaan.
II. | PASAL DEMI PASAL |
Pasal 1
- Cukup jelas.
Pasal 2
- Huruf a
- Yang dimaksud dengan "asas kedaulatan" adalah dalam penyelenggaraan Karantina setiap negara memiliki hak berdaulat untuk melindungi kelestarian sumber daya alam hayatinya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ketentuan internasional.
- Huruf b
- Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah penyelenggaraan Karantina harus memberikan peluang dan kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua pihak dengan berlandaskan kajian ilmiah (scientific based) yang melalui proses analisis risiko terhadap Media Pembawa.
- Huruf a
- Huruf c
- Yang dimaksud dengan "asas pelindungan" adalah penyelenggaraan Karantina harus mampu menjamin pelindungan terhadap sumber daya alam hayati, lingkungan, dan kesehatan manusia.
- Huruf c
- Huruf d
- Yang dimaksud dengan "asas keamanan nasional" adalah penyelenggaraan Karantina harus dapat mencegah masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK, cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kepentingan nasional.
- Huruf d
- Huruf e
- Yang dimaksud dengan "asas keilmuan" adalah dalam penyelenggaraan Karantina harus berdasarkan pada ilmu pengetahuan (scientific based) dan setiap tindakan yang dilakukan harus menggunakan metode ilmiah (scientific method).
- Huruf f
- Yang dimaksud dengan "asas keperluan" adalah penyelenggaraan Karantina dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya HPHK, HPIK, dan OPTK, pengawasan dan/atau pengendalian terhadap Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, PRG, SDG, Tumbuhan dan Satwa Liar, Tumbuhan dan Satwa Langka yang dapat mengganggu kesehatan manusia, Hewan, Ikan, Tumbuhan, dan/atau lingkungan, Keamanan dan Mutu Pangan, serta Keamanan dan Mutu Pakan yang dimasukkan dan dikeluarkan dari luar negeri dan dari suatu Area ke Area lain serta Transit di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Huruf e
- Huruf g
- Yang dimaksud dengan "asas dampak minimal" adalah penyelenggaraan Karantina memilih dan menggunakan standar yang dapat diaplikasikan sehingga memberikan dampak yang memperkecil hambatan terhadap kelancaran arus perdagangan dan lalu lintas manusia.
- Huruf h
- Yang dimaksud dengan "asas transparansi" adalah penyelenggaraan Karantina harus menyediakan informasi yang benar, jujur, dan mudah diakses.
- Huruf i
- Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" adalah penyelenggaraan Karantina harus menyerasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan.
- Huruf j
- Yang dimaksud dengan "asas pengakuan" adalah penyelenggaraan Karantina menerapkan standar tindakan yang berdasarkan kajian ilmiah dan ketentuan Karantina yang diusulkan oleh negara mitra dapat diakui setara dengan ketentuan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Huruf k
- Yang dimaksud dengan "asas nondiskriminasi" adalah penyelenggaraan Karantina diterapkan berdasarkan kajian ilmiah (scientific based) melalui proses analisis risiko terhadap Media Pembawa yang diberlakukan sama/setara kepada semua pihak.
- Huruf l
- Yang dimaksud dengan "asas kelestarian" adalah penyelenggaraan Karantina bertujuan untuk melindungi kelestarian sumber daya alam hayati Indonesia berupa berbagai jenis Hewan, Ikan, dan Tumbuhan untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.
- Huruf g
Pasal 3
- Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6411
Keterangan
|
|
|