Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 1999 (UU/1999/29)  (1999) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 1999
TENTANG


PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION
OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965

(KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1965)


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


  1. bahwa negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta menjamin semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, sehingga segala bentuk diskriminasi rasial harus dicegah dan dilarang;

  2. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian masyarakat internasional menghormati, menghargai, dan menjunjung tinggi prinsip dan tujuan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa serta Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;

  3. bahwa Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa dalam sidangnya pada tanggal 21 Desember 1965 telah menerima secara baik International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) dengan Resolusi 2106A (XX);

  4. bahwa Konvensi tersebut pada huruf c mengatur penghapusan segala bentuk pembedaan, pengucilan, pembatasan atau preferensi yang didasarkan pada ras, warna kulit, keturunan, asal-usul kebangsaan atau etnis yang mempunyai tujuan atau akibat meniadakan atau menghalangi pengakuan, perolehan atau pelaksanaan pada suatu dasar yang sama tentang hak asasi manusia dan kebebasan mendasar di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, atau bidang kehidupan umum lainnya;

  5. bahwa Konvensi tersebut pada dasarnya tidak bertentangan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia serta selaras dengan keinginan bangsa Indonesia untuk secara terus-menerus menegakkan dan memajukan pelaksanaan hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

  6. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, d, dan e perlu membentuk Undang-undang tentang Pengesahan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965);


Mengingat :


  1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11, Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945;

  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia;


Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1965).


Pasal 1


(1) Mengesahkan International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965) dengan Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 22.

(2) Salinan naskah asli International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 (Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965) dan Reservation (Pensyaratan) terhadap Pasal 22 dalam bahasa Inggeris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-undang ini.


Pasal 2


Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


 


Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd


BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

 


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA


ttd


PROF. DR. H. MULADI, S.H.


 


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 83




LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION
OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965

(KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1965)
RESERVATION TO ARTICLE 22 INTERNATIONAL
CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL
FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965


 


 


The Government of the Republic of Indonesia does not consider itself bound by the provision of Article 22 and takes the position that disputes relating to the interpretation and application of the International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination 1965 which can not be settled through the channel provided for in the said article, may be referred to the International Court of Justice only with the consent of all the parties to the disputes.


 


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd


BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE


 


 -----000---


 


 LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION
OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965

(KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1965)
PENSYARATAN TERHADAP PASAL 22
KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1965


 


Pemerintah Republik Indonesia menyatakan tidak terikat pada ketentuan Pasal 22 Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial 1965 dan berpendirian bahwa apabila terjadi persengketaan akibat perbedaan penafsiran atau penerapan isinya yang tidak terselesaikan melalui saluran sebagaimana diatur dalam pasal tersebut, dapat menunjuk Mahkamah Internasional hanya berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa.


 


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


ttd


BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE


 


 




PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 1999
TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION
OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965

(KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN
SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RASIAL 1965)


 


I. UMUM


 

Diskriminasi rasial pada dasarnya merupakan suatu penolakan terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan mendasar. Tidak jarang diskriminasi rasial terjadi karena dukungan Pemerintah melalui berbagai kebijakan diskriminasi rasial dalam bentuk apartheid, pemisahan dan pengucilan atau dukungan sebagian masyarakat dalam bentuk penyebaran doktrin-doktrin supremasi ras, warna kulit, keturunan, asal usul kebangsaan atau etnis. Oleh karena diskriminasi rasial menjadi musuh baik bagi masyarakat luas maupun masyarakat internasional maka harus dihapuskan dari peradaban umat manusia.

Keinginan masyarakat internasional untuk menghapuskan diskriminasi rasial tersebut dijabarkan dalam United Nations Declaration on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial) yang diproklamasikan dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada tanggal 20 November 1963, melalui Resolusi 1904 (XVIII).

Deklarasi tersebut memuat penolakan terhadap diskriminasi rasial, penghentian segala bentuk diskriminasi rasial yang dilakukan oleh Pemerintah dan sebagian masyarakat, penghentian propaganda supremasi ras atau warna kulit tertentu dan langkah-langkah yang harus diambil oleh negara-negara dalam penghapusan diskriminasi rasial.

Namun demikian, karena deklarasi itu bersifat tidak mengikat secara hukum, maka Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa telah menyusun rancangan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang selanjutnya diajukan kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa untuk disahkan.

Pada tanggal 21 Desember 1965 Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa memberikan kekuatan hukum yang mengikat semangat penghapusan diskriminasi rasial dengan menerima Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.

Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993 sepakat antara lain menghimbau negara-negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa untuk secepatnya mengesahkan perangkat-perangkat internasional yang sangat penting di bidang HAM. Termasuk Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial. Sesuai dengan isi Deklarasi Wina 1993, Pemerintah Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia 1998-2003 yang berisi kegiatan-kegiatan yang diprioritaskan dalam rangka memajukan dan melindungi HAM. Prioritas kegiatan tahun pertama Rencana Aksi tersebut mencakup pengesahan tiga perangkat internasional di bidang HAM, termasuk Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial.

Selanjutnya berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan didorong oleh rasa tanggung jawab untuk memajukan dan menegakkan HAM dan pembangunan hukum di Indonesia, Pemerintah memutuskan untuk mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, yang telah diterima oleh masyarakat internasional sebagai salah satu perangkat internasional di bidang HAM yang sangat penting. Saat ini Konvensi telah disahkan oleh 151 (seratus lima puluh satu) negara.

Sesuai dengan ketentuan Konvensi, Indonesia menyatakan Pensyaratan (Reservation) terhadap Pasal 22 Konvensi yang mengatur upaya penyelesaian sengketa mengenai penafsiran dan pelaksanaan Konvensi melalui Mahkamah Internasional (International Court of Justice). Sikap ini diambil antara lain atas pertimbangan bahwa Indonesia tidak mengakui yurisdiksi Mahkamah Internasional yang mengikat secara otomatis (compulsory jurisdiction). Pensyaratan tersebut bersifat prosedural sesuai dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku.



1. Pokok-pokok Pikiran yang Mendorong Lahirnya Konvensi




Praktek-praktek diskriminasi rasial yang terkait dengan penjajahan dalam bentuk apa pun dan di mana pun dapat merapuhkan sendi-sendi tegaknya masyarakat yang tertib, teratur, dan berbudaya. Untuk menegakkan sendi-sendi masyarakat demikian, seluruh anggota masyarakat internasional bertekad bulat untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna penghapusan diskriminasi rasial dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta mencegah dan memerangi doktrin-doktrin dan praktek-praktek rasis guna memajukan saling pengertian antar ras serta membangun masyarakat internasional yang bebas dari segala bentuk diskriminasi rasial.

Masyarakat internasional sepakat untuk mengatur penghapusan diskriminasi rasial dari segala bentuk dan manifestasinya dengan segera di seluruh kawasan dunia serta menjamin pengertian dan penghormatan terhadap martabat manusia, dalam suatu wadah perangkat internasional yang mengikat semua Negara Pihak secara hukum.

Dalam kaitan itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa telah menerima Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial pada tanggal 20 November 1963. Pasal 2 Deklarasi ini menjamin bahwa setiap negara, institusi, kelompok, atau individu diwajibkan untuk tidak melaksanakan diskriminasi rasial dalam bentuk apa pun.

Perangkat internasional sebelumnya di bidang HAM yang mendorong lahirnya Konvensi ini adalah Declaration on the Granting of Independence to Colonial Countries and Peoples, (Deklarasi tentang Kemerdekaan Bangsa Bangsa dan Negara-negara Jajahan), yang diterima oleh Majelis Umum pada tahun 1960 melalui Resolusi Majelis Umum 1514 (XV) juga telah menegaskan dan menyatakan dengan khidmat perlunya hal-hal tersebut diakhiri tanpa syarat apa pun juga.

Perangkat internasional lain yang penting dan perlu diperhatikan di bidang HAM adalah Convention Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation, (Konvensi tentang Diskriminasi di Bidang Lapangan Kerja dan Pekerjaan) yang diterima oleh Organisasi Buruh Internasional pada tahun 1958, dan Convention Against Discrimination in Education, (Konvensi Menentang Diskriminasi di Bidang Pendidikan) yang diterima oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya pada tahun 1960.




2. Alasan Indonesia Menjadi Negara Pihak dalam Konvensi




Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia seperti tercermin dalam Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Asas ini merupakan amanat konstitusional bahwa bangsa Indonesia bertekad untuk menghapuskan segala bentuk diskriminasi rasial.

Dalam rangka pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia pada dasarnya telah menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengandung ketentuan tentang penghapusan bentuk-bentuk diskriminasi rasial, namun masih belum memadai untuk mencegah, mengatasi, dan menghilangkan praktek-praktek diskriminasi rasial, sehingga perlu disempurnakan.

Penyempurnaan peraturan perundang-undangan nasional tersebut dapat meningkatkan perlindungan hukum yang lebih efektif sehingga dapat lebih menjamin hak-hak setiap warga negara untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi rasial, dalam segala bentuk dan manifestasinya dengan segera, demi tercapainya suatu masyarakat Indonesia yang tertib, teratur, dan berbudaya.

Suatu masyarakat Indonesia yang tertib, teratur, dan berbudaya dapat mewujudkan upaya bersama untuk memelihara perdamaian, ketertiban umum, kemakmuran dunia, dan melestarikan peradaban umat manusia.

Pengesahan dan pelaksanaan isi Konvensi secara bertanggung jawab menunjukkan kesungguhan Indonesia dalam upaya memajukan dan melindungi HAM, khususnya hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi rasial. Hal ini juga dapat meningkatkan citra positif Indonesia di dunia internasional dan memantapkan kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia.




3. Pokok-pokok Isi Konvensi




Konvensi yang merupakan kesepakatan internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial ini terdiri atas pembukaan dengan 12 paragraf dan batang tubuh dengan 3 bab, yang terdiri atas 25 pasal.

Pembukaan meletakkan dasar-dasar dan tujuan Konvensi. Tujuan Konvensi adalah untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna penghapusan dengan segera diskriminasi rasial dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta mencegah dan memerangi doktrin-doktrin dan praktek-praktek rasis guna memajukan saling pengertian antar ras serta membangun masyarakat internasional yang bebas dari segala bentuk pengucilan dan diskriminasi rasial.

Bab I memuat ketentuan-ketentuan pokok yang mengatur pengertian diskriminasi rasial dan kewajiban Negara Pihak untuk mengutuk diskriminasi rasial serta mengambil semua langkah yang sesuai guna menyusun secepat mungkin kebijakan penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial dan memajukan pengertian antar ras.

Bab II mengatur ketentuan mengenai Komite tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial (Committee on the Elimination of Racial Discrimination) dan tugas serta kewenangannya dalam melakukan pemantauan atas pelaksanaan Konvensi.

Bab III merupakan ketentuan penutup yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan mulai berlakunya Konvensi, perubahan, pensyaratan (reservation), ratifikasi, dan aksesi, pengunduran diri serta mekanisme penyelesaian sengketa antar Negara Pihak.




4. Ketentuan-ketentuan Pokok Konvensi




Konvensi mengatur larangan untuk menerapkan diskriminasi rasial yang diwujudkan dengan pembedaan, pengucilan, pembatasan, atau preferensi yang didasarkan pada ras, warna kulit, keturunan, asal-usul kebangsaan atau etnis, kepada siapa pun dengan dalih apa pun, baik terhadap warga negara maupun bukan warga negara.

Negara Pihak wajib untuk melaksanakan kebijakan anti diskriminasi rasial ini, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam prakteknya, dengan melarang dan menghapuskan segala bentuk diskriminasi rasial dan menjamin hak-hak setiap orang tanpa membedakan ras, warna kulit, keturunan, asal usul kebangsaan atau etnis, dan kesederajatan di muka hukum, terutama kesempatan untuk menggunakan hak-haknya.

Negara Pihak harus mengutuk pemisahan (segregasi) rasial dan apartheid, dan bertindak untuk mencegah, melarang, dan menghapus seluruh praktek diskriminasi rasial di wilayah hukumnya.

Negara Pihak wajib menjadikan segala bentuk penghasutan, kekerasan, provokasi, pengorganisasian, dan penyebarluasan yang didasarkan pada diskriminasi rasial sebagai tindak pidana.

Negara Pihak juga harus menjamin perlindungan dan perbaikan yang efektif bagi setiap orang yang berada di bawah yurisdiksinya terhadap setiap tindakan diskriminasi rasial, serta hak atas ganti rugi yang memadai dan memuaskan atas segala bentuk kerugian yang diderita akibat perlakuan diskriminasi.

Negara Pihak akan mengambil langkah-langkah yang segera dan efektif, khususnya di bidang pengajaran, pendidikan, kebudayaan, dan penyebarluasan nilai-nilai anti diskriminasi rasial dengan tujuan untuk memerangi berbagai prasangka yang mengarah kepada diskriminasi rasial.




5. Implementasi Konvensi




Implementasi Konvensi dipantau oleh Komite tentang Penghapusan Diskriminasi Rasial (Committee on the Elimination of Racial Discrimination) yang terdiri atas 18 (delapan belas) orang pakar yang bermoral tinggi dan diakui ketidakberpihakan serta kemampuannya di bidang HAM.

Negara Pihak harus menanggung pembiayaan yang dikeluarkan oleh para anggota Komite dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan prakiraan biaya yang akan disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa.

Negara Pihak harus menyampaikan laporan berkala mengenai langkah-langkah yang telah mereka lakukan dalam melaksanakan kewajibannya menurut Konvensi kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa. Setiap laporan akan dipertimbangkan oleh Komite yang dapat memberikan tanggapan umum dan memasukkan informasi tersebut dalam laporan tahunannya kepada Negara Pihak dan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa.

Selain melalui penyampaian laporan berkala oleh Negara Pihak, pemantauan atas pelaksanaan Konvensi juga dapat dilakukan melalui cara-cara menurut Pasal 11, apabila Komite menerima informasi bahwa suatu Negara Pihak tidak tunduk pada ketentuan Konvensi ini, Komite akan menyampaikannya kepada Negara

Pihak yang bersangkutan. Negara Pihak tersebut wajib menyampaikan penjelasan atau pernyataan tertulis yang menjelaskan permasalahan serta upaya pemulihannya. Dalam membahas permasalahan yang diajukan kepadanya Komite dapat meminta Negara Pihak untuk menyampaikan informasi lain yang relevan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 14, Negara Pihak setiap saat dapat membuat pernyataan (declaration) mengakui kewenangan Komite untuk menerima dan membahas laporan pengaduan (communications) dari perorangan atau kelompok perorangan yang menyatakan menjadi korban pelanggaran hak-hak yang dinyatakan dalam Konvensi. Komite hanya berwenang menerima dan membahas laporan pengaduan mengenai Negara Pihak apabila Negara Pihak yang dilaporkan telah membuat pernyataan mengakui kewenangan Komite.




6. Pensyaratan (Reservation)




Konvensi memungkinkan Negara Pihak untuk melakukan pensyaratan sebagai berikut:




  1. Menurut Pasal 20, Negara Pihak dapat melakukan pensyaratan pada waktu melakukan ratifikasi atau aksesi, kecuali yang bertentangan dengan maksud dan tujuan Konvensi.

  2. Menurut Pasal 22 Konvensi memperbolehkan Negara Pihak untuk mengajukan pensyaratan terhadap kewenangan Mahkamah Internasional (International Court of Justice) untuk menyelesaikan sengketa.


II. PASAL DEMI PASAL


Pasal 1

Ayat (1)


Pensyaratan (Reservation) terhadap Pasal 22 diajukan berdasarkan prinsip untuk tidak menerima kewajiban mengajukan persengketaan kepada Mahkamah Internasional, kecuali dengan kesepakatan Negara Pihak yang bersengketa.

Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahannya dalam bahasa Indonesia maka yang berlaku adalah naskah asli Konvensi dan Pensyaratan terhadap Pasal 22 dalam bahasa Inggeris.


Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 2

Cukup jelas


 


 


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3852