Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 (UU/2014/30)  (2014) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014/Penjelasan



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2014
TENTANG
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa dalam penyelenggaraan pejabat rangka meningkatkan pemerintahan, pemerintahan badan dalam wewenang harus mengacu pada kualitas dan/atau menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. bahwa untuk menyelesaikan permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pengaturan mengenai administrasi pemerintahan diharapkan dapat menjadi solusi dalam memberikan pelindungan hukum, baik bagi warga masyarakat maupun pejabat pemerintahan;
  3. bahwa untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, khususnya bagi pejabat pemerintahan, undangundang tentang administrasi pemerintahan menjadi landasan hukum yang dibutuhkan guna mendasari keputusan dan/atau tindakan pejabat pemerintahan untuk memenuhi kebutuhan hukum masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG–UNDANG TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Administrasi Pemerintahan adalah tata laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan.
  2. Fungsi Pemerintahan melaksanakan meliputi adalah Administrasi fungsi-fungsi dalam Pemerintahan pengaturan, yang pelayanan, pembangunan, pemberdayaan, dan pelindungan.
  3. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan Fungsi Pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.
  4. Atasan Pejabat adalah atasan pejabat langsung yang mempunyai kedudukan dalam organisasi atau strata pemerintahan yang lebih tinggi.
  5. Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  1. Kewenangan Pemerintahan selanjutnya yang disebut Kewenangan adalah kekuasaan Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.
  2. Keputusan Administrasi Pemerintahan yang juga disebut Keputusan Administrasi Negara yang selanjutnya Keputusan Tata Usaha Negara atau disebut Keputusan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  3. Tindakan Administrasi Pemerintahan yang selanjutnya disebut Tindakan adalah perbuatan Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara negara tidak rangka lainnya untuk melakukan dan/atau melakukan perbuatan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan.
  4. Diskresi adalah Keputusan dan/ atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/ atau adanya stagnasi pemerintahan.
  5. Bantuan Kedinasan adalah kerja sama antara Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan guna kelancaran pelayanan Administrasi Pemerintahan instansi yang di suatu pemerintahan membutuhkan.
  6. Keputusan Berbentuk Elektronis adalah Keputusan yang dibuat atau disampaikan dengan menggunakan atau memanfaatkan media elektronik.
  1. Legalisasi adalah pernyataan Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan mengenai keabsahan suatu atau dokumen Administrasi salinan surat Pemerintahan yang dinyatakan sesuai dengan aslinya.
  2. Sengketa Kewenangan adalah klaim penggunaan Wewenang yang dilakukan oleh 2 (dua) Pejabat Pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang tindih atau tidak jelasnya Pejabat Pemerintahan yang berwenang menangani suatu urusan pemerintahan.
  3. Konflik Kepentingan adalah kondisi Pejabat Pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/ atau orang lain dalam penggunaan Wewenang sehingga dapat mempengaruhi netralitas dan kualitas Keputusan Tindakan yang dibuat dan/ atau dan/ atau dilakukannya.
  4. Warga Masyarakat adalah seseorang atau badan hukum perdata yang terkait dengan Keputusan dan/ atau Tindakan.
  5. Upaya Administratif adalah proses penyelesaian sengketa yang dilakukan dalam lingkungan akibat dikeluarkannya Keputusan dan/ atau Tindakan Administrasi Pemerintahan sebagai yang merugikan.
  6. Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yang selanjutnya disingkat AUPB adalah prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Tindakan dalam Keputusan dan/ atau penyelenggaraan pemerintahan.
  7. Pengadilan adalah Pengadilan Tata Usaha Negara.
  1. Izin adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang atas sebagai wujud persetujuan permohonan Warga Masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Konsesi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan dari kesepakatan Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan dengan selain Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam pengelolaan fasilitas sumber alam dan umum dan/ atau daya pengelolaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dispensasi adalah Keputusan Pejabat Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas permohonan Warga Masyarakat yang merupakan pengecualian terhadap suatu larangan atau perintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Atribusi adalah pemberian Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-Undang.
  5. Delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
  6. Mandat Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan yang lebih adalah pelimpahan Kewenangan dari tinggi kepada Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
  1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.


BAB BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN


Bagian Bagian Kesatu
Maksud


Pasal 2
Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan dimaksudkan sebagai salah satu dasar hukum bagi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan, Warga Masyarakat, dan pihak-pihak lain yang terkait dengan Administrasi Pemerintahan dalam upaya meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan.


Bagian Bagian Kedua
Tujuan


Pasal 3
Tujuan Undang-Undang tentang AdministrasiPemerintahan adalah:
  1. menciptakan tertib penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan;
  2. menciptakan kepastian hukum;
  3. mencegah terjadinya penyalahgunaan Wewenang;
  4. menjamin akuntabilitas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan;
  1. memberikan pelindungan hukum kepada Warga Masyarakat dan aparatur pemerintahan;
  2. melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan dan menerapkan AUPB; dan
  3. memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada Warga Masyarakat.


BAB III
RUANG LINGKUP DAN ASAS


Bagian Bagian Kesatu
Ruang Lingkup


Pasal 4
  1. Ruang lingkup pengaturan Administrasi Pemerintahan dalam Undang-Undang ini meliputi semua aktivitas:
    1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga eksekutif;
    2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga yudikatif;
    3. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan dalam lingkup lembaga legislatif; dan
    4. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya yang menyelenggarakan Fungsi Pemerintahan yang disebutkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang.
(2) Pengaturan Administrasi Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tentang hak dan kewajiban pejabat pemerintahan, kewenangan pemerintahan, penyelenggaraan administrasi diskresi, pemerintahan, prosedur administrasi pemerintahan, keputusan pemerintahan, upaya administratif, pembinaan dan pengembangan administrasi pemerintahan, dan sanksi administratif.


Bagian Bagian Kedua
Asas


Pasal 5
Penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan berdasarkan:
  1. asas legalitas;
  2. asas pelindungan terhadap hak asasi manusia; dan
  3. AUPB.


BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN PEJABAT PEMERINTAHAN


Pasal 6
(1) Pejabat Pemerintahan menggunakan memiliki Kewenangan hak dalam untuk mengambil Keputusan dan/atau Tindakan.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. melaksanakan Kewenangan yang dimiliki berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dan AUPB;
  1. menyelenggarakan aktivitas pemerintahan berdasarkan Kewenangan yang dimiliki;
  2. menetapkan Keputusan berbentuk tertulis atau elektronis dan/atau menetapkan Tindakan;
  3. menerbitkan atau tidak menerbitkan, mengubah, mengganti, mencabut, menunda, dan/atau membatalkan Keputusan dan/atau Tindakan;
  4. menggunakan Diskresi sesuai dengan tujuannya;
  5. mendelegasikan dan memberikan Mandat kepada Pejabat Pemerintahan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
  6. menunjuk pelaksana harian atau pelaksana tugas untuk melaksanakan tugas apabila pejabat definitif berhalangan;
  7. menerbitkan Izin, Dispensasi, dan/atau Konsesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
  8. memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam menjalankan tugasnya;
  9. memperoleh bantuan hukum dalam pelaksanaan tugasnya;
  10. menyelesaikan Sengketa Kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangannya;
  11. menyelesaikan Upaya Administratif yang diajukan masyarakat atas Keputusan dan/atau Tindakan yang dibuatnya; dan
  12. menjatuhkan bawahan sanksi yang administratif melakukan kepada pelanggaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 7


  1. Pejabat Pemerintahan berkewajiban untuk menyelenggarakan Administrasi Pemerintahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, kebijakan pemerintahan, dan AUPB.
  2. Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban:
    1. membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan kewenangannya
    2. mematuhi AUPB dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    3. mematuhi persyaratan dan prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan;
    4. mematuhi Undang-Undang menggunakan Diskresi;
    5. memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tertentu;
    6. memberikan kesempatan kepada Warga Masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat Keputusan dan/atau Tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    7. memberitahukan kepada Warga Masyarakat yang berkaitan dengan Keputusan dan/atau Tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak Keputusan dan/atau Tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan;
    8. menyusun standar operasional prosedur pembuatan Keputusan dan/atau Tindakan;
    9. memeriksa dan meneliti dokumen Administrasi Pemerintahan, serta membuka akses dokumen Administrasi Pemerintahan kepada Warga Masyarakat, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang;
  1. menerbitkan Keputusan terhadap permohonan Warga Masyarakat, sesuai dengan hal-hal yang diputuskan dalam keberatan/banding;
  2. melaksanakan Keputusan dan/atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan oleh Pengadilan, pejabat; dan
  3. mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
BAB V
KEWENANGAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Umum


Pasal 8


  1. Setiap Keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
  2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menggunakan Wewenang wajib berdasarkan:
    1. peraturan perundang-undangan; dan
    2. AUPB.
    3. mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
  3. Pejabat Administrasi Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Kewenangan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
Bagian Kedua
Peraturan Perundang-undangan

Pasal 9
  1. Setiap Keputusan dan/atau Tindakan wajib berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan AUPB.
  2. Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan; dan
    2. peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
  3. Badan dan/atau menetapkan Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan wajib mencantumkan atau menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan dan dasar dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
  4. Ketiadaan atau ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak menghalangi Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB.
Bagian Ketiga
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

Pasal 10
  1. AUPB yang dimaksud dalam Undang-Undang ini meliputi asas:
    1. kepastian hukum;
    2. kemanfaatan;
    3. ketidakberpihakan;
    4. kecermatan;
    5. tidak menyalahgunakan kewenangan;
    6. keterbukaan;
    7. kepentingan umum; dan
    8. pelayanan yang baik.
  2. Asas-asas umum lainnya dimaksud di luar AUPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterapkan sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim yang tertuang dalam putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Bagian Keempat
Atribusi, Delegasi, dan Mandat
Paragraf 1
Umum

Pasal 11
Kewenangan diperoleh melalui Atribusi, Delegasi, dan/atau Mandat.
Paragraf 2
Atribusi

Pasal 12
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Atribusi apabila:
    1. diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang;
    2. merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan
    3. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
  2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Atribusi, tanggung jawab Kewenangan berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan.
  3. Kewenangan Atribusi tidak dapat didelegasikan, kecuali diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan/atau undang-undang.
Paragraf 3
Delegasi

Pasal 13
  1. Pendelegasian Kewenangan ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang melalui Delegasi apabila:
    1. diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya;
  1. ditetapkan dalam Peraturan Peraturan Presiden, Pemerintah, dan/atau Peraturan Daerah; dan
  2. merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.
  1. Kewenangan yang didelegasikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan.
  2. Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan menentukan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Delegasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat mensubdelegasikan Tindakan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain dengan ketentuan:
    1. dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum Wewenang dilaksanakan;
    2. dilakukan dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri; dan
    3. paling banyak diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan 1 (satu) tingkat di bawahnya.
  3. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Delegasi dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan melalui Delegasi, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Delegasi menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan pendelegasian Kewenangan dapat menarik kembali Wewenang yang telah didelegasikan.
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Delegasi, tanggung jawab Kewenangan berada pada penerima Delegasi.
Paragraf 4
Mandat


Pasal 14


  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat apabila:
    1. ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya; dan
    2. merupakan pelaksanaan tugas rutin.
  2. Pejabat yang melaksanakan tugas rutin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
    1. pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan sementara; dan
    2. pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif yang berhalangan tetap.
  3. Badan dan/atau memberikan Pejabat Pejabat Mandat kepada Pemerintahan bawahannya, kecuali Pemerintahan lain dapat Badan dan/atau yang menjadi ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang menerima Mandat harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat.
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan melalui Mandat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Dalam hal pelaksanaan Wewenang berdasarkan Mandat menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat dapat menarik kembali Wewenang yang telah dimandatkan.
  3. Badan dan/atau Pejabat memperoleh Wewenang berwenang mengambil Pemerintahan melalui Mandat Keputusan yang tidak dan/atau Tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi, kepegawaian, dan alokasi anggaran.
  4. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh Wewenang melalui Mandat tanggung jawab Kewenangan tetap pada pemberi Mandat.
Bagian Kelima
Pembatasan Kewenangan


Pasal 15


  1. Wewenang Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dibatasi oleh:
    1. masa atau tenggang waktu Wewenang;
    2. wilayah atau daerah berlakunya Wewenang; dan
    3. cakupan bidang atau materi Wewenang.
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang telah berakhir masa atau tenggang waktu Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dibenarkan mengambil Keputusan dan/atau Tindakan.
Bagian Keenam
Sengketa Kewenangan

Pasal 16
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan mencegah terjadinya Sengketa Kewenangan dalam penggunaan Kewenangan.
  2. Dalam hal lingkungan terjadi Sengketa Kewenangan di lingkungan pemerintahan, kewenangan penyelesaian Sengketa Kewenangan berada pada antaratasan Pejabat Pemerintahan yang bersengketa melalui koordinasi untuk menghasilkan kesepakatan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Dalam hal penyelesaian Sengketa Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan kesepakatan maka kesepakatan tersebut mengikat para pihak yang bersengketa sepanjang tidak merugikan keuangan negara, aset negara, dan/atau lingkungan hidup.
  4. Dalam hal penyelesaian Sengketa Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, penyelesaian Sengketa Kewenangan di lingkungan pemerintahan pada tingkat terakhir diputuskan oleh Presiden.
  1. Penyelesaian Sengketa Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang melibatkan lembaga negara diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.
  2. Dalam hal Sengketa Kewenangan menimbulkan kerugian keuangan negara, aset negara, dan/atau lingkungan hidup, sengketa tersebut diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Bagian Ketujuh
Larangan Penyalahgunaan Wewenang

Pasal 17
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang.
  2. Larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. larangan melampaui Wewenang;
    2. larangan mencampuradukkan Wewenang; dan/atau
    3. larangan bertindak sewenang-wenang.

Pasal 18
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
    1. melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya Wewenang;
    2. melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
  1. bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
    1. di luar cakupan bidang atau materi Wewenang yang diberikan; dan/atau
    2. bertentangan dengan tujuan Wewenang yang diberikan.
  2. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan:
    1. tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
    2. bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal 19
  1. Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan dengan melampaui Wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a dan Pasal 18 ayat (1) serta Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan Pasal 18 ayat (3) tidak sah apabila telah diuji dan ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Halaman:UU 30 2014.pdf/21 Halaman:UU 30 2014.pdf/22 Halaman:UU 30 2014.pdf/23 Halaman:UU 30 2014.pdf/24 Halaman:UU 30 2014.pdf/25 Halaman:UU 30 2014.pdf/26 Halaman:UU 30 2014.pdf/27 Halaman:UU 30 2014.pdf/28 Halaman:UU 30 2014.pdf/29
  1. Apabila Pejabat Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan menjalankan tugasnya, maka Atasan Pejabat yang bersangkutan dapat menunjuk Pejabat Pemerintahan yang memenuhi persyaratan untuk bertindak sebagai pelaksana harian atau pelaksana tugas.
  2. Pelaksana harian sebagaimana atau dimaksud pelaksana pada tugas ayat (2) melaksanakan tugas serta menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan rutin yang menjadi Wewenang jabatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  3. Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Ketiga
Bantuan Kedinasan


Pasal 35
  1. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat:
    1. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta bantuan;
Halaman:UU 30 2014.pdf/31 Halaman:UU 30 2014.pdf/32 Halaman:UU 30 2014.pdf/33 Halaman:UU 30 2014.pdf/34 Halaman:UU 30 2014.pdf/35 Halaman:UU 30 2014.pdf/36 Halaman:UU 30 2014.pdf/37 Halaman:UU 30 2014.pdf/38 Halaman:UU 30 2014.pdf/39 Halaman:UU 30 2014.pdf/40 Halaman:UU 30 2014.pdf/41 Halaman:UU 30 2014.pdf/42 Halaman:UU 30 2014.pdf/43 Halaman:UU 30 2014.pdf/44 Halaman:UU 30 2014.pdf/45 Halaman:UU 30 2014.pdf/46 Halaman:UU 30 2014.pdf/47 Halaman:UU 30 2014.pdf/48 Halaman:UU 30 2014.pdf/49 Halaman:UU 30 2014.pdf/50 Halaman:UU 30 2014.pdf/51 Halaman:UU 30 2014.pdf/52 Halaman:UU 30 2014.pdf/53 Halaman:UU 30 2014.pdf/54 Halaman:UU 30 2014.pdf/55 Halaman:UU 30 2014.pdf/56 Halaman:UU 30 2014.pdf/57 Halaman:UU 30 2014.pdf/58 Halaman:UU 30 2014.pdf/59 Halaman:UU 30 2014.pdf/60 Halaman:UU 30 2014.pdf/61 Halaman:UU 30 2014.pdf/62 Halaman:UU 30 2014.pdf/63 Halaman:UU 30 2014.pdf/64 Halaman:UU 30 2014.pdf/65
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 17 Oktober 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 292

Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA

REPUBLIK INDONESIA,

Deputi Menteri Sekretaris Negara

Bidang Perundang-undangan,

ttd.

Muhammad Sapta Murti