Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009
![]() |
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 masih berlaku aktif, namun telah mengalami perubahan. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009, lihat di sini. |

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG
NARKOTIKA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
|
Mengingat: |
|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA. |
BAB I
KETENTUAN UMUM
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
|
|
|
BAB II
DASAR, ASAS, DAN TUJUAN
BAB II
DASAR, ASAS, DAN TUJUAN
Pasal 2
Undang-Undang tentang Narkotika berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. |
Pasal 3
Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan:
|
Pasal 4
Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
|
BAB III
RUANG LINGKUP
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 5
Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan yang berhubungan dengan Narkotika dan Prekursor Narkotika. |
Pasal 6
|
Pasal 7
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. |
Pasal 8
|
|
BAB IV
PENGADAAN
BAB IV
PENGADAAN
Bagian Kesatu
Rencana Kebutuhan Tahunan
Bagian Kesatu
Rencana Kebutuhan Tahunan
Pasal 9
|
Pasal 10
|
Bagian Kedua
Produksi
Bagian Kedua
Produksi
Pasal 11
|
Pasal 12
|
Bagian Ketiga
Narkotika untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bagian Ketiga
Narkotika untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Pasal 13
|
Bagian Keempat
Penyimpanan dan Pelaporan
Bagian Keempat
Penyimpanan dan Pelaporan
Pasal 14
|
|
BAB V
IMPOR DAN EKSPOR
BAB V
IMPOR DAN EKSPOR
Bagian Kesatu
Izin Khusus dan Surat Persetujuan Impor
Bagian Kesatu
Izin Khusus dan Surat Persetujuan Impor
Pasal 15
|
Pasal 16
|
Pasal 17
Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor. |
Bagian Kedua
Izin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor
Bagian Kedua
Izin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor
Pasal 18
|
Pasal 19
|
Pasal 20
Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuan pemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakan dalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor. |
Pasal 21
Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukan melalui kawasan pabean tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri. |
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Ekspor diatur dengan Peraturan Menteri. |
Bagian Ketiga
Pengangkutan
Bagian Ketiga
Pengangkutan
Pasal 23
Ketentuan peraturan perundang-undangan tentang pengangkutan barang tetap berlaku bagi pengangkutan Narkotika, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini atau diatur kemudian berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. |
Pasal 24
|
Pasal 25
Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengekspor. |
Pasal 26
|
Pasal 27
|
Pasal 28
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pula bagi kapten penerbang untuk pengangkutan udara. |
Bagian Keempat
Transito
Bagian Keempat
Transito
Pasal 29
|
Pasal 30
Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan setelah adanya
persetujuan dari:
|
Pasal 31
Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanya dapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalami kerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab pengawasan pejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan. |
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Transito Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Bagian Kelima
Pemeriksaan
Bagian Kelima
Pemeriksaan
Pasal 33
Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumen impor, ekspor, dan/atau Transito Narkotika. |
Pasal 34
|
BAB VI
PEREDARAN
BAB VI
PEREDARAN
Bagian Kesatu
Umum
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 35
Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan, untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. |
Pasal 36
|
|
Pasal 37
Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku, baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obat diatur dengan Peraturan Menteri. |
Pasal 38
Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengan dokumen yang sah. |
Bagian Kedua
Penyaluran
Bagian Kedua
Penyaluran
Pasal 39
|
Pasal 40
|
|
Pasal 41
Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. |
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri. |
Bagian Ketiga
Penyerahan
Bagian Ketiga
Penyerahan
Pasal 43
|
|
Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB VII
LABEL DAN PUBLIKASI
BAB VII
LABEL DAN PUBLIKASI
Pasal 45
|
Pasal 46
Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. |
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pencantuman label dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal 46 diatur dengan Peraturan Menteri. |
BAB VIII
PREKURSOR NARKOTIKA
BAB VIII
PREKURSOR NARKOTIKA
Bagian Kesatu
Tujuan Pengaturan
Bagian Kesatu
Tujuan Pengaturan
Pasal 48
Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan:
|
Bagian Kedua
Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika
Bagian Kedua
Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika
Pasal 49
|
Bagian Ketiga
Rencana Kebutuhan Tahunan
Bagian Ketiga
Rencana Kebutuhan Tahunan
Pasal 50
|
Bagian Keempat
Pengadaan
Bagian Keempat
Pengadaan
Pasal 51
|
Pasal 52
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor, peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan Prekursor Narkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
BAB IX
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
BAB IX
PENGOBATAN DAN REHABILITASI
Bagian Kesatu
Pengobatan
Bagian Kesatu
Pengobatan
Pasal 53
|
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Bagian Kedua
Rehabilitasi
Pasal 54
Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. |
Pasal 55
|
|
Pasal 56
|
Pasal 57
Selain melalui pengobatan dan/atau rehabilitasi medis, penyembuhan Pecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah atau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. |
Pasal 58
Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baik oleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat. |
Pasal 59
|
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 60
|
|
Pasal 61
|
Pasal 62
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 63
Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain dan/atau badan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regional maupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasan Narkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingan nasional. |
BAB XI
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
BAB XI
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Bagian Kesatu
Kedudukan dan Tempat Kedudukan
Bagian Kesatu
Kedudukan dan Tempat Kedudukan
Pasal 64
|
Pasal 65
|
Pasal 66
BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal. |
Pasal 67
|
Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian
Bagian Kedua
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 68
|
Pasal 69
Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harus memenuhi syarat:
|
Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang
Bagian Ketiga
Tugas dan Wewenang
Pasal 70
BNN mempunyai tugas:
|
Pasal 71
Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenang melakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. |
Pasal 72
|
BAB XII
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
BAB XII
PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN
Pasal 73
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. |
Pasal 74
|
Pasal 75
Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:
|
|
|
Pasal 76
|
Pasal 77
|
Pasal 78
|
Pasal 79
Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf j dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan. |
Pasal 80
Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, juga berwenang:
|
Pasal 81
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini. |
Pasal 82
|
Pasal 83
Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. |
Pasal 84
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya. |
Pasal 85
Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana. |
Pasal 86
|
Pasal 87
|
|
Pasal 88
|
Pasal 89
|
Pasal 90
|
Pasal 91
|
|
Pasal 92
|
|
Pasal 93
Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, dan Pasal 92 sebagian kecil Narkotika atau tanaman Narkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lain yang diduga sebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotika tersebut untuk pemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal Narkotika atau tanaman Narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan perjanjian antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik. |
Pasal 94
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penyerahan dan pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dan Pasal 92 diatur dengan Peraturan Pemerintah. |
Pasal 95
Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barang sitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 dan Pasal 91. |
Pasal 96
|
|
Pasal 97
Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa. |
Pasal 98
Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orang atau korporasi bukan berasal dari hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan terdakwa. |
Pasal 99
|
Pasal 100
|
Pasal 101
|
Pasal 102
Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dapat dilakukan atas permintaan negara lain berdasarkan perjanjian antarnegara. |
Pasal 103
|
|
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 104
Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. |
Pasal 105
Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. |
Pasal 106
Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:
|
|
Pasal 107
Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. |
Pasal 108
|
BAB XIV
PENGHARGAAN
BAB XIV
PENGHARGAAN
Pasal 109
Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. |
Pasal 110
Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 111
|
Pasal 112
|
Pasal 113
|
Pasal 114
|
Pasal 115
|
Pasal 116
|
Pasal 117
|
Pasal 11
|
Pasal 119
|
|
Pasal 120
|
Pasal 121
|
|
Pasal 122
|
Pasal 123
|
Pasal 124
|
Pasal 125
|
Pasal 126
|
Pasal 127
|
Pasal 128
|
|
Pasal 129
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum:
|
Pasal 130
|
|
Pasal 131
Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). |
Pasal 132
|
Pasal 133
|
Pasal 134
|
Pasal 135
Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah). |
Pasal 136
Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperoleh dari tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barang atau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampas untuk negara. |
Pasal 137
Setiap orang yang:
|
Pasal 138
Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikan serta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Pasal 139
Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atau Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
Pasal 140
|
Pasal 141
Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). |
Pasal 142
Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). |
Pasal 143
Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika di muka sidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). |
Pasal 144
|
Pasal 145
Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini. |
Pasal 146
|
Pasal 147
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:
|
Pasal 148
Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana denda yang tidak dapat dibayar. |
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 149
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
|
Pasal 150
Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap dapat dijalankan sampai dengan selesainya program dan kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya. |
Pasal 151
Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, baik yang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kota dinyatakan sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini. |
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini. |
Pasal 153
Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
|
Pasal 154
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. |
Pasal 155
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. |
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
ANDI MATTALATTA |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 143
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Wisnu Setiawan |
Lihat Juga Sunting
Keterangan
|
|
|