Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022 masih berlaku aktif, namun telah mengalami perubahan. Untuk riwayat status dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2022, lihat di sini.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2002
TENTANG IBU KOTA NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk
untuk mewujudkan tujuan bernegara sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan
berlandaskan pada Pancasila,
bahwa upaya memperbaiki tata kelola wilayah Ibu Kota
Negara adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan
tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,
bahwa tata kelola Ibu Kota Negara selain menjadi sarana
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia juga
untuk mewujudkan Ibu Kota Negara yang aman, modern,
berkelanjutan, dan berketahanan, serta menjadi acuan
bagi pembangunan dan penataan wilayah lainnya di
Indonesia,
bahwa hingga saat ini, belum ada undang-undang yang
mengatur secara khusus tentang Ibu Kota Negara,
bahwa Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia hanya mengatur penetapan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara,
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG IBU KOTA NEGARA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ibu Kota Negara bernama Nusantara dan selanjutnya
disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat
provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu
Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan
Undang-Undang ini.
Lembaga Negara adalah lembaga yang menjalankan fungsi
eksekutif, legislatif, dan yudikatif di tingkat pusat, serta
lembaga lain scbagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
undang-undang.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan
menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Presiden adalah Presiden Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang
selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia yang
selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah
pemerintahan daerah yang bersifat khusus yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di Ibu Kota
Nusantara.
Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang
selanjutnya disebut sebagai Otorita Ibu Kota Nusantara
adalah pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan
pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara adalah wakil kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang bertugas membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara yang selanjutnya disingkat KSN Ibu Kota Nusantara adalah kawasan khusus yang cakupan wilayah dan fungsinya ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini.
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara adalah dokumen perencanaan terpadu dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
Tanah adalah permukaan bumi, baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang
penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi.
Hak Atas Tanah yang selanjutnya disingkat HAT adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan Tanah, termasuk ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara Tanah, ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah.
Pasal 2
Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk:
menjadi kota berkelanjutan di dunia,
sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, dan
menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 3
Undang-Undang ini dibentuk dan dilaksanakan
berdasarkan asas:
ketuhanan,
pengayoman,
kemanusiaan,
kebangsaan,
kenusantaraan,
kebinekatunggalikaan,
keadilan,
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan,
ketertiban dan kepastian hukum,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, dan
efektivitas dan efisiensi pemerintahan.
Pembangunan dan pengembangan Ibu Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan prinsip:
kesetaraan,
keseimbangan ekologi,
ketahanan,
keberlanjutan pembangunan,
kelayakan hidup,
konektivitas, dan
kota cerdas.
BAB II PEMBENTUKAN, KEKHUSUSAN, KEDUDUKAN, CAKUPAN WILAYAH, DAN RENCANA INDUK
Bagian Kesatu Pembentukan
Pasal 4
Dengan Undang-Undang ini dibentuk:
Ibu Kota Nusantara sebagai Ibu Kota Negara, dan
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai lembaga setingkat kementerian yang menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Pengalihan kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bertanggung jawab pada kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Bagian Kedua Kedudukan dan Kekhususan
Pasal 5
Ibu Kota Nusantara berfungsi sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menjadi tempat penyelenggaraan kegiatan pemerintahan pusat, serta tempat kedudukan perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional.
Sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus, Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan sebagaimana ditetapkan dan diatur dengan Undang-Undang ini.
Dikecualikan dari satuan pemerintahan daerah lainnya, di Ibu Kota Nusantara hanya diselenggarakan pemilihan umum tingkat nasional.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan kepala Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara yang berkedudukan setingkat menteri, ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan DPR.
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara menjalankan fungsi dan peran pemerintahan daerah khusus yang diatur dalam Undang-Undang ini, kecuali yang oleh peraturan perundang-undangan ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.
Otorita Ibu Kota Nusantara berhak menetapkan peraturan untuk menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara dan/atau melaksanakan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, pembentukan peraturan Ibu Kota Negara selain mengenai pajak dan pungutan lain, serta pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara oleh Otorita Ibu Kota Nusantara diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga Cakupan Wilayah
Pasal 6
Posisi Ibu Kota Nusantara secara geografis terletak pada:
Bagian Utara pada 117” 0' 31.292” Bujur Timur dan 0” 38' 44.912” Lintang Selatan,
Bagian Selatan pada 117” 11' 51.903” Bujur Timur dan 1” 15' 25.260” Lintang Selatan,
Bagian Barat pada 116” 31' 37.728” Bujur Timur dan 0" 59 22.510” Lintang Selatan, dan
Bagian Timur pada 117” 18' 28.084” Bujur Timur dan 1” 6' 42.398” Lintang Selatan.
Ibu Kota Nusantara meliputi wilayah daratan seluas kurang lebih 256.142 ha (dua ratus lima puluh enam ribu seratus empat puluh dua hektare) dan wilayah perairan laut seluas kurang lebih 68.189 ha (enam puluh delapan ribu seratus delapan puluh sembilan hektare), dengan batas wilayah:
sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara, Teluk Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Utara, dan Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan,
sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara,
sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu, Kecamatan Loa Janan, dan Kecamatan Sanga-Sanga Kabupaten Kutai Kartanegara, dan
sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar.
Luas wilayah darat Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
kawasan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 56.180 ha (lima puluh enam ribu seratus delapan puluh hektare), dan
kawasan pengembangan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 199.962 ha (seratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh dua hektare).
Kawasan Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a termasuk kawasan inti pusat pemerintahan dengan luas wilayah yang mengacu pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
Cakupan dan batas wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I Peta Delineasi dan Koordinat Ibu Kota Nusantara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini dan ditetapkan sebagai KSN Ibu Kota Nusantara.
Bagian Keempat Rencana Induk Ibu Kota Nusantara
Pasal 7
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara merupakan dokumen perencanaan terpadu yang menjadi pedoman bagi Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Pemerintah Pusat dalam melaksanakan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Pelaksanaan pembangunan dan pemindahan Ibu Kota Negara dalam Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertahap.
Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pokok-pokok:
pendahuluan,
visi, tujuan, prinsip dasar, dan indikator kinerja utama,
prinsip dasar pembangunan, dan
penahapan pembangunan dan skema pendanaan,
yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden.
Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan perubahan terhadap Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, dengan ketentuan:
dalam hal perubahan dilakukan terhadap materi
muatan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan
setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden dan dikonsultasikan dengan DPR,
dalam hal perubahan dilakukan terhadap perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Presiden.
Perubahan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB III BENTUK, SUSUNAN, KEWENANGAN, DAN URUSAN PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu Bentuk dan Susunan Pemerintahan
Pasal 8
Penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara adalah Otorita Ibu Kota Nusantara.
Pasal 9
Otorita Ibu Kota Nusantara dipimpin oleh Kepala Otorita
Ibu Kota Nusantara dan dibantu oleh seorang Wakil
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara yang ditunjuk,
diangkat, dan diberhentikan langsung oleh Presiden
setelah berkonsultasi dengan DPR.
Pelantikan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Presiden.
Pasal 10
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung
sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk
dan diangkat kembali dalam masa jabatan yang sama.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara dan/atau Wakil Kepala
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden
sebelum masa jabatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berakhir.
Untuk pertama kalinya Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara
dan Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara ditunjuk dan
diangkat oleh Presiden paling lambat 2 (dua) bulan setelah
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 11
Ketentuan mengenai struktur organisasi, tugas,
wewenang, dan tata kerja Otorita Ibu Kota Nusantara
diatur dengan Peraturan Presiden.
Struktur organisasi dan pengisian jabatan Otorita Ibu Kota
Nusantara disesuaikan dengan tahapan persiapan,
pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara
serta kebutuhan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Khusus Ibu Kota Nusantara.
Bagian Kedua Kewenangan dan Urusan Pemerintahan
Pasal 12
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyelenggara
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara diberi
kewenangan khusus berdasarkan Undang-Undang ini.
Kekhususan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk antara lain kewenangan pemberian perizinan
investasi, kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas
khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan
dalam rangka kegiatan persiapan, pembangunan, dan
pemindahan Ibu Kota Negara, serta pengembangan Ibu
Kota Nusantara dan daerah mitra.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan
DPR.
Pasal 13
Dikecualikan dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur daerah pemilihan dalam rangka
pemilihan umum, Ibu Kota Nusantara hanya
melaksanakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, pemilihan umum untuk memilih anggota DPR,
dan pemilihan umum untuk memilih anggota DPD.
Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan perubahan perhitungan dalam penentuan
kursi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada
daerah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota
Nusantara, pencntuan jumlah kursi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah pada daerah tersebut mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penyusunan dan penetapan daerah pemilihan anggota
DPR dan anggota DPD di Ibu Kota Nusantara dilakukan
oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia dengan
konsultasi bersama Otorita Ibu Kota Nusantara.
BAB IV PEMBAGIAN WILAYAH
Pasal 14
Wilayah Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara dibagi atas beberapa wilayah yang bentuk,
jumlah, dan strukturnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Ketentuan mengenai pembagian wilayah Ibu Kota
Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Presiden.
BAB V PENATAAN RUANG, PERTANAHAN DAN PENGALIHAN HAK ATAS TANAH, LINGKUNGAN HIDUP,
PENANGGULANGAN BENCANA, DAN PERTAHANAN DAN KEAMANAN
Bagian Kesatu Penataan Ruang
Pasal 15
Penataan ruang Ibu Kota Nusantara mengacu pada:
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah Selat
Makassar,
Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan,
Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara, dan
Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota Nusantara.
Ketentuan mengenai Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota
Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
diatur dengan Peraturan Presiden.
Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disusun
sesuai kedalaman muatan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota dengan skala 1:25.000.
Ketentuan mengenai Rencana Detail Tata Ruang Ibu Kota
Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
diatur dengan Peraturan Kepala Otorita Ibu Kota
Nusantara.
Bagian Kedua Pertanahan dan Pengalihan Hak Atas Tanah
Pasal 16
Perolehan Tanah oleh Otorita Ibu Kota Nusantara
dan/atau kementerian/lembaga di Ibu Kota Nusantara
dilakukan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan
dan mekanisme pengadaan Tanah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mekanisme pengadaan Tanah
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan di bidang pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum atau pengadaan tanah secara
langsung.
Tanah untuk pembangunan kepentingan umum di Ibu
Kota Nusantara merupakan salah satu jenis dalam
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum.
Dalam hal pengadaan tanah dilakukan dengan mekanisme
pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan
umum, tahapan persiapan dilaksanakan oleh Otorita Ibu
Kota Nusantara.
Penetapan lokasi pengadaan Tanah di Ibu Kota Nusantara
diterbitkan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Otorita Ibu Kota Nusantara diberi hak pakai dan/atau hak
pengelolaan atas Tanah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Otorita Ibu Kota Nusantara berwenang mengikatkan diri
dengan setiap individu atau badan hukum atas perjanjian
HAT di Ibu Kota Nusantara.
Otorita Ibu Kota Nusantara dapat memberikan jaminan
perpanjangan dan pembaruan HAT di atas hak
pengelolaan sesuai dengan persyaratan yang termuat
dalam perjanjian.
Dalam hal tertentu, jangka waktu perjanjian sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) disesuaikan dengan kebutuhan.
HAT yang berada di Ibu Kota Nusantara wajib
dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
HAT yang diberikan yang tidak dimanfaatkan sesuai
dengan tujuan peruntukannya dapat dibatalkan.
Pengalihan HAT di Ibu Kota Nusantara wajib mendapatkan
persetujuan Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Pasal 17
Otorita Ibu Kota Nusantara memiliki hak untuk diutamakan dalam pembelian Tanah di Ibu Kota Nusantara.
Bagian Ketiga Pelindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pasal 18
Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Ibu
Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan Rencana
Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN
Ibu Kota Nusantara dengan mempertimbangkan aspek
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Otorita Ibu Kota Nusantara, termasuk pelaksanaan
pemantauan, pengendalian, dan evaluasi terhadap
kualitas lingkungan hidup di Ibu Kota Nusantara sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk tetapi tidak terbatas pada:
penetapan kawasan hijau yang mendukung keseimbangan lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati,
penerapan energi terbarukan dan efisiensi energi,
pengelolaan wilayah fungsional perkotaan yang
berorientasi pada lingkungan hidup, dan
penerapan pengolahan sampah dan limbah dengan
prinsip ekonomi sirkuler.
Bagian Keempat Penanggulangan Bencana
Pasal 19
Penyelenggaraan penanggulangan bencana di Ibu Kota Nusantara dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dengan mengacu pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
Bagian Kelima Pertahanan dan Keamanan
Pasal 20
Penyelenggaraan pertahanan dan keamanan di Ibu Kota Nusantara dilaksanakan berdasarkan sistem dan strategi pertahanan dan keamanan yang terintegrasi dengan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan Rencana Tata Ruang KSN Ibu Kota Nusantara.
Pasal 21
Penataan ruang, pertanahan dan pengalihan hak atas tanah, lingkungan hidup, penanggulangan bencana, serta pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 20 dilaksanakan dengan memperhatikan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu atau hak-hak komunal masyarakat adat dan nilai-nilai budaya yang mencerminkan kearifan lokal.
BAB VI PEMINDAHAN KEDUDUKAN LEMBAGA NEGARA, APARATUR SIPIL NEGARA, PERWAKILAN NEGARA ASING, DAN PERWAKILAN ORGANISASI/LEMBAGA INTERNASIONAL
Lembaga Negara berpindah kedudukan serta menjalankan
tugas, fungsi, dan peran secara bertahap di Ibu Kota
Nusantara.
Pemindahan kedudukan Lembaga Negara secara bertahap
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
Pemerintah Pusat menentukan Lembaga Pemerintah Non
kementerian, Lembaga Non struktural, lembaga
pemerintah lainnya, dan aparatur sipil negara yang tidak
dipindahkan kedudukannya ke Ibu Kota Nusantara.
Perwakilan negara asing dan perwakilan
organisasi/lembaga internasional akan berkedudukan di
Ibu Kota Nusantara berdasarkan kesanggupan dari
masing-masing perwakilan negara asing dan perwakilan
organisasi/ lembaga internasional tersebut.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan Lembaga
Negara, aparatur sipil negara, perwakilan negara asing,
dan perwakilan organisasi/lembaga internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Presiden.
BAB VII PENDANAAN DAN PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
Bagian Kesatu Pendanaan
Pasal 23
Dalam rangka persiapan, pembangunan, dan pemindahan
Ibu Kota Negara, serta penyclenggaraan Pemerintahan
Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, kekuasaan Presiden
sebagai pengelola keuangan negara dikuasakan kepada
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara.
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berkedudukan sebagai pengguna
anggaran/ pengguna barang untuk Ibu Kota Nusantara.
Pasal 24
Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan
pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara bersumber dari:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan/atau
sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Alokasi pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber lain yang sah.
Persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota
Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sebagai program prioritas nasional paling
singkat 10 (sepuluh) tahun dalam rencana kerja
pemerintah sejak berlakunya Undang-Undang ini atau
paling singkat sampai dengan selesainya tahap 3 (tiga)
penahapan pembangunan Ibu Kota Nusantara
sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Induk Ibu Kota
Nusantara.
Dalam rangka pendanaan untuk penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Otorita Ibu Kota
Nusantara dapat melakukan pemungutan pajak khusus
dan/atau pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara.
Pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan berlaku secara
mutatis mutandis sebagai pajak khusus dan pungutan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Dasar pelaksanaan pemungutan pajak khusus dan/atau
pungutan khusus di Ibu Kota Nusantara sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) diatur dengan peraturan yang
ditetapkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara setelah
mendapat persetujuan DPR.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Penyusunan Rencana Kerja, Pelaksanaan, dan Pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Ibu Kota Nusantara
Pasal 25
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara selaku pengguna
anggaran/pengguna barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (2) menyusun rencana kerja dan
anggaran Ibu Kota Nusantara.
Dalam hal Otorita Ibu Kota Nusantara memperoleh
pendapatan dari sumber lain yang sah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 ayat (l) huruf b dan/atau
pendapatan yang berasal dari pajak khusus dan/atau
pungutan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (4), Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara menyusun
rencana pendapatan Ibu Kota Nusantara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana
kerja dan anggaran Ibu Kota Nusantara diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 26
Pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran Ibu Kota
Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
dilakukan sesuai tata kelola anggaran Ibu Kota Nusantara.
Tata cara pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran
Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Tata Kelola Barang Milik Negara
Pasal 27
Dalam rangka pemindahan Ibu Kota Negara, Barang Milik Negara yang sebelumnya digunakan oleh Kementerian/Lembaga di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan/atau provinsi lainnya wajib dialihkan pengelolaannya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
Pasal 28
Dalam rangka pembangunan di Ibu Kota Nusantara dan
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota
Nusantara, pengelolaan Barang Milik Negara dilakukan
oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kcuangan.
Pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan pada ayat (1) dapat dilakukan dengan:
pemindahtanganan, dan/atau
pemanfaatan.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang dilakukan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak boleh dilakukan terhadap barang yang memiliki kriteria:
cagar budaya,
memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan
memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Pasal 29
Dalam rangka pemindahtanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a, pemilihan badan usaha dapat dilakukan dengan cara:
penunjukan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara, dan/atau
tender.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a dengan nilai sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan dengan persetujuan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a dengan nilai di atas Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)
dilakukan dengan persetujuan Presiden.
Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a dilaporkan kepada DPR sesuai mekanisme pertanggungjawaban keuangan negara.
Dalam rangka pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b, pemilihan badan usaha dapat dilakukan dengan cara:
penunjukan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara, dan/atau
tender.
Pasal 30
Tanah di Ibu Kota Nusantara ditetapkan sebagai:
Barang Milik Negara, dan/atau
aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara.
Tanah yang ditetapkan sebagai Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Tanah yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dan diberikan hak pakai.
Tanah yang ditetapkan sebagai aset dalam penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Tanah yang tidak terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan.
Pasal 31
Barang Milik Negara yang dibutuhkan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara dalam rangka mendukung penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara disediakan melalui:
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; dan/atau
perolehan lainnya yang sah sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Barang Milik Daerah yang berada di Ibu Kota Nusantara dialihkan kepada Pemerintah Pusat dan ditetapkan sebagai:
Barang Milik Negara, dan/atau
aset dalam penguasaan Otorita Ibu Kota Nusantara.
Pasal 33
Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara merupakan pengguna barang atas Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan yang berada dalam pengelolaannya.
Pasal 34
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menyusun rencana pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b.
Pasal 35
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Barang Milik Negara dan aset dalam penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 36
Otorita Ibu Kota Nusantara mulai beroperasi paling lambat pada akhir tahun 2022.
Kementerian/lembaga melaksanakan kegiatan persiapan dan/atau pembangunan Ibu Kota Nusantara sesuai tugas dan fungsinya masing-masing dengan berpedoman pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, sampai dengan dimulainya operasional Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pada saat Otorita Ibu Kota Nusantara telah beroperasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan
kegiatan persiapan dan/atau pembangunan yang
dilaksanakan oleh kementerian/lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh Otorita Ibu
Kota Nusantara.
Dimulai pada tahun 2023, kegiatan persiapan dan/atau
pembangunan Ibu Kota Negara yang sebelumnya
dilaksanakan oleh kementerian/lembaga dapat dialihkan
kepada Otorita Ibu Kota Nusantara atau tetap dilanjutkan
oleh kementerian/lembaga tersebut.
Barang Milik Negara yang dihasilkan oleh
kementerian/lembaga dalam rangka kegiatan
pembangunan di Ibu Kota Nusantara sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dialihkan kepada
Otorita Ibu Kota Nusantara dimulai pada tahun 2023,
kecuali ditentukan lain oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan.
Pengelolaan Barang Milik Negara yang dialihkan kepada
Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud pada
ayat (S), menjadi hak dan kewajiban Otorita Ibu Kota
Nusantara sebagai pengguna barang terhitung sejak
dialihkan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengalihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII PARTISIPASI MASYARAKAT
Pasal 37
Masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengelolaan Ibu Kota Negara.
Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan dalam bentuk:
konsultasi publik,
musyawarah,
kemitraan,
penyampaian aspirasi, dan/atau
keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IX PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN
Pasal 38
DPR melalui alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi dapat melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini berdasarkan mekanisme dalam undang-undang mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Kedudukan, fungsi, dan peran Ibu Kota Negara tetap
berada di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sampai
dengan tanggal ditetapkannya pemindahan Ibu Kota
Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke
Ibu Kota Nusantara dengan Keputusan Presiden.
Otorita Ibu Kota Nusantara mulai menyelenggarakan
Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara sejak tanggal penetapan pemindahan Ibu Kota Negara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur,
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara tetap melaksanakan urusan pemerintahan daerah di wilayah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali kewenangan dan perizinan terkait kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, sampai dengan penetapan pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur,
Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara tetap melakukan pemungutan pajak dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai dengan penetapan pemindahan Ibu Kota Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 40
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan:
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah
Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1106),
Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten
Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai
Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 175, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3896), dan
Pasal 3 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten
Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 20 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4182),
diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 41
Sejak ditetapkannya Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ketentuan Pasal 3, Pasal 4 kecuali fungsi sebagai daerah otonom, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia diubah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Perubahan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berlaku pada saat Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) ditetapkan.
Perubahan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) mengatur kekhususan Jakarta.
Pasal 42
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur khusus dalam Undang-Undang ini; dan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan daerah,
dinyatatan tidak berlaku dalam hal kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Pasal 43
Peraturan pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) khususnya terkait dengan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara oleh Otorita Ibu Kota Nusantara, Pasal 7 ayat (4), Pasal 11 ayat (1) khususnya terkait dengan struktur organisasi dan pengisian jabatan Otorita Ibu Kota Nusantara dalam pelaksanaan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, Pasal 15 ayat (2), Pasal 24 ayat (7), Pasal 25 ayat (3), Pasal 26 ayat (2), dan Pasal 35, wajib ditetapkan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 44
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 15 Februari 2022
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Februari 2022
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2022 NOMOR 41
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Deputi Bidang Perundang-undangan dan Administrasi Hukum,