Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
Domain publikDomain publikfalsefalse
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki
potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan
efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum;
bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup
dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum
lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang
tentang Wakaf;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan
dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan
secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan
harta benda miliknya.
Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif
untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan
lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai
ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW,
adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk
membuat akta ikrar wakaf.
Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.
BAB II DASAR-DASAR WAKAF
Bagian Pertama Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah.
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Bagian Kedua Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga Unsur Wakaf
Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut :
Wakif;
Nazhir;
Harta Benda Wakaf;
Ikrar Wakaf;
peruntukan harta benda wakaf;
jangka waktu wakaf.
Bagian Keempat Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi :
perseorangan;
organisasi;
badan hukum.
Pasal 8
Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan :
dewasa;
berakal sehat;
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan
pemilik sah harta benda wakaf.
Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b
hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan
organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi
sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c
hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan
badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan
hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang
bersangkutan.
Bagian Kelima Nazhir
Pasal 9
Nazhir meliputi :
perseorangan;
organisasi; atau
badan hukum.
Pasal 10
Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
warga negara Indonesia;
beragama Islam;
dewasa;
amanah;
mampu secara jasmani dan rohani; dan
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi
persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1); dan
badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; dan
badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas :
melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi, dan peruntukannya;
mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13,
Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13, diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah.
Pasal 16
Harta benda wakaf terdiri dari :
benda tidak bergerak; dan
benda bergerak.
Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum
terdaftar;
bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :
uang;
logam mulia;
surat berharga;
kendaraan;
hak atas kekayaan intelektual;
hak sewa; dan
benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketujuh Ikrar Wakaf
Pasal 17
Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan
PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan
secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar
wakaf oleh PPAIW.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan :
dewasa;
beragama Islam;
berakal sehat;
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Pasal 21
Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
nama dan identitas Wakif;
nama dan identitas Nazhir;
data dan keterangan harta benda wakaf;
peruntukan harta benda wakaf;
jangka waktu wakaf.
Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi :
sarana dan kegiatan ibadah;
sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 22 dilakukan oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar
wakaf.
Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda
wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf
yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan Wakaf dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris.
Pasal 26
Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah
pewasiat yang bersangkutan meninggal dunia.
Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak
sebagai kuasa wakif.
Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.
Bagian Kesepuluh Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak
Wakif yang dilakukan secara tertulis.
Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah
kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda
wakaf.
Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW menyerahkan :
salinan akta ikrar wakaf;
surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait
lainnya.
Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh PPAIW kepada Nazhir.
Pasal 36
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf yang telah terdaftar.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF
Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang :
dijadikan jaminan;
disita;
dihibahkan;
dijual;
diwariskan;
ditukar; atau
dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Pasal 41
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f
dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan
digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum
tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari
Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan
pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar
dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF
Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.
Pasal 43
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan
prinsip syariah.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.
Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
yang dimaksud pada ayat (1) diperlukan penjamin, maka
digunakan lembaga penjamin syariah.
Pasal 44
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir
dilarang melakukan perubahan peruntukan harta benda wakaf
kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan
apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan
sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf.
Pasal 45
Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir
diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang
bersangkutan :
meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau
Nazhir badan hukum;
atas permintaan sendiri;
tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau
melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian
Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta
benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan
nasional, dibentuk Badan Wakaf Indonesia.
Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam
melaksanakan tugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 49
Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang :
melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf;
melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
berskala nasional dan internasional;
memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
memberhentikan dan mengganti Nazhir;
memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah
dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi
Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat,
para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang
perlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.
Bagian Kedua Organisasi
Pasal 51
Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan
Pertimbangan.
Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
unsur pelaksana tugas Badan Wakaf Indonesia.
Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan unsur pengawas pelaksanaan tugas Badan Wakaf
Indonesia.
Pasal 52
Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin
oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua) orang Wakil Ketua yang
dipilih dari dan oleh para anggota.
Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan
Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan oleh para anggota.
Bagian Ketiga Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Pasal 54
Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus memenuhi persyaratan :
warga negara Indonesia;
beragama Islam;
dewasa;
amanah;
mampu secara jasmani dan rohani;
tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional.
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Keempat Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden.
Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah
diangkat dan diberhentikan oleh Badan Wakaf Indonesia.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan
pemberhentian anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan peraturan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada Presiden oleh Menteri.
Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf
Indonesia.
Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan
Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh
Badan Wakaf Indonesia, yang pelaksanaannya terbuka untuk umum.
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Kelima Pembiayaan
Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah wajib membantu biaya operasional.
Bagian Keenam Ketentuan Pelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban
Pasal 61
Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia
dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga
audit independen dan disampaikan kepada Menteri.
Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
kepada masyarakat.
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah
untuk mencapai mufakat.
Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi,
arbitrase, atau pengadilan.
BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 63
Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan wakaf untuk mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf.
Khusus mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Menteri mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan saran dan pertimbangan
Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akuntan publik.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama Ketentuan Pidana
Pasal 67
Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan,
menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak
lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda
wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta
benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil
fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Bagian Kedua Sanksi Administratif
Pasal 68
Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran
tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan
syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan
Pasal 32.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
peringatan tertulis;
penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di
bidang wakaf bagi lembaga keuangan syariah;
penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari
jabatan PPAIW.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB X KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
Dengan berlakunya Undang-Undang ini, wakaf yang dilakukan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan
sah sebagai wakaf menurut Undang-Undang ini.
Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan
diumumkan paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004
MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 159
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan,