Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 (UU/2006/4)  (2006) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 





UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 4 TAHUN 2006
TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES
FOR FOOD AND AGRICULTURE
(PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN
UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana dicantumkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdasrkan kehidupan bangsa dan ikut melakasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial;
b. bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati sehingga perlu dulestarikan dan dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat;
c. bahwa sumber daya genetik tanaman terus menerus mengalami kemerosotan akibat rendahnya perhatian dan pemanfaatan sumber daya genetik tnaman serta berubahnya praktik pertanian tradisional;
d. bawha untuk mendukung ketahanan pangan dan pertanian yang berkelanjutan perlu pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman;
e. bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan dan dinamika permintaan konsumen, diperlukan cadangan sumber daya genetik tanaman guna pemuliaan tanaman;
f. bahwa untuk penyediaan sumber daya genetik tanaman perlu upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik baik di tingkat nasional maupun secara global;
g. bahwa petani telah mengembangkan sumber daya genetik tanaman selama berabad-abad yang menjadi sumber benih bagi pertanian yang berkelanjutan, sehingga diperlukan pengakuan dan penghargaan;
h. bahawa untuk mewujudkan ketahanan pangan dan membangun pertanian berkelanjutan, perlu kerja sama Internasional dan upaya global;
i. bahwa untuk kesadaran secara global akan pentingnya sumber daya genetik tanaman bagi ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan telah mendorong kesepakatan untuk menetapkan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian) pada tanggal 3 November 2001, dalam Konferensi ke-31 (tiga puluh satu) FAO;
j. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf i, perlu mengesahkan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian) dengan Undang-Undang;

Mengingat:     1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20, Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:   UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES FOR FOOD AND AGRICULTURE (PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN).

Pasal 1
Mengesahkan International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (Perjanjian mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian), salinan naskah aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 20 Maret 2006
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 20 Maret 2006
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

HAMID AWALUDIN



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2006 NOMOR 23.


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006
TENTANG
PENGESAHAN INTERNATIONAL TREATY ON PLANT GENETIC RESOURCES
FOR FOOD AND AGRICULTURE
(PERJANJIAN MENGENAI SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN
UNTUK PANGAN DAN PERTANIAN)

1. UMUM

Adanya pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi, dan kompetisi pemanfaatan sumber daya lahan dan air yang cukup tinggi, serta degradasi sumber daya alam dan lingkungan akan mengancam pemanfaatan ketahanan pangan yang dapat mengakibatkan krisis pangan. Menyadari hal itu, Pemerintah mencanangkan revitalisasi pertanian. Salah satu sasaran revitalisasi pertanian adalah pencapaian ketahanan pangan yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini dapat dicapai apabila dapat dipelihara dan di tingkatkannya kemampuan nasional dalam memproduksi pangan. Kemampuan ini dapat dibangun antara lain dengan memafaatkan keanekaragaman sumber daya genetik untuk merakit varietas unggul yang dapat merespon dinamika permintaan dan perubahan lingkungan.
Keanekaragaman hayati Indonesia sebagai sumber daya alam yang merupakan rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esawajib dijaga, dilestarikan, dan dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kewajiban tersebut dilakukan dengan maksud agar keanekaragaman hayati tetap menjadi sumber dan penunjang kehidupan rakyat Indonesia serta mahluk hidup lainnya, baik di masa sekarang maupun di masa akan datang.
Keanekaragaman hayati terdiri atas keanekaragaman tingkat ekosistem, tingkat jenis, dan tingkat genetik, yang mencakup mahluk hidup beserta interaksi antar mahluk hidup serta interaksi mahluk hidup dan lingkungannya.
Keanekaragaman hayati pada system pertanian telah mengalami kemerosotan yang nyata. Hal ini ditandai dengan semakin sedikitnya jenis tanaman penyedia kebutuhan pangan pokok yang mengancam terwujudnya ketahanan pangan. Apabila kondisi ini dibiarkan terus berlangsung, maka kemampuan nasional untuk meningkatkan produksi pangan melalui perakitan varietas unggul akan menurun. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya krisis pangan di masa depan.
Masyarakat membutuhkan keanekaragaman genetik dalam pertanian untuk menghadapi perubahan lingkungan, termasuk pergeseran dinamika populasi hama dan penyakit, gulma, perubahan iklim, dan perubahan selera masyarakat.
Ketersediaan Keanekaragaman sumber daya genetik terus menerus dibutuhkan, karena varietas tanaman selalu berada pada kondisi interaksi dengan faktor lingkungan, ekonomi, dan industri pertanian. Ketika salah satu faktor lingkungan atau ekonomi berubah, tanaman yang diusahakan di lahan harus disesuaikan dengan perubahan tersebut. Untuk itu diperlukan cadangan sumber daya genetik guna merakit varietas tanaman baru. Cadangan sumber daya genetik ini diperoleh dari pelestarian keanekaragaman genetik tanaman.
Pada tingkat dunia berbagai spesies baik yang sudah dibudidayakan maupun yang dimanfaatkan secara langsung dari alam, hanya sejumlah kecil saja yang menjadi komoditas pertanian, bahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokokhanya empat jenis saja yang menjadi andalan, yaitu padi, gandum, kentang dan jagung. Di Indonesia, sumber pangan poko terbatas pada padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar dan sagu. Sementara itu sebagian besar keanekaragaman hayati sumber pangan yang ada di Indonesia masih belum dimanfaatkan secara optimum. Oleh karena itu, upaya pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman pangan dan pertanian menjadi sangat penting, termasuk mengakses sumber daya genetik tanaman dalam lampiran 1 Perjanjian ini.
Kebutuhan manusia akan pangan terus-menerus meningkat dalam jumlah dan macamnya, sehingga tersedianya sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian menjadi sangat penting. Kepentingan ini telah mendorong petani dan pemulia tanaman untuk merakit varietas-varietas baru tanaman dengan mutu yang lebih baik dan dengan nilai nyata yang lebih tinggi. Di satu pihak, petani mengembangkan varietas secara tradisional dengan jangka waktu penggunaan yang relatif lebih lama, sehingga varietas yang dikembangkan selalu dilestarikan dan dirawat secara turun temurun menjadi "ras temurun" (land races). Di pihak lain, pemulia tanaman pangan selalu berusaha untuk merakit varietas-varietas baru yang lebih produktif, dalam waktu yang relatif lebih singkat dengan menggunakan teknologi modern.
Dalam upaya pemuliaan tanaman, tidak jarang varietas modern hasil pemuliaan akan menggeser varietas lama. Perkembangan pembuatan varietas-varietas baru ini berlangsung terus-menerus, sehingga vaietas modern lama akan menjadi varietas lama yang akan tergeser oleh varietas yang lebih modern, dengan akibat makin menyusutnya keanekaragaman sumber daya genetikm untuk itu diperlukan upaya pengembangan kemampuan petani dan pemulia dalam perakitan varietas unggul tanaman.
Indonesia memerlukan berbagai sumber daya genetik baik dari dalam negeri, maupun yang tidak tersedia di dalam negeri untuk pemulia tanaman dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat dan pencadangan di masa mendatang. Sehubungan dengan kebutuhan tersebut, Indonesia perlu melakukan kerjasama global untuk mengakses sumber daya genetic. Selain itu perangkat peraturan perundang-undangan yang mendukung, perlu dipersiapkan baik di pusat maupun di daerah.
Pengembangan sumber daya genetik tanaman dilakukan melalui kegiatan konservasi, eksplorasi, koleksi, karakteristik, evaluasi, dokumentasi, dan pemanfaatan. Perjanjian Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dang Pertanian membantu negara-negara berkembang yang kurang memiliki kendali terhadap sumber daya genetik yang diperlukan di negaranya untuk dapat mengakses komoditas yang tersedia di koleksi negara atau lembaga internasional lain. Oleh karena itu Indonesia perlu mengesahkan perjanjian ini dan kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan perangkat kelembagaan yang diperlukan.

1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Sejak Perang Dunia Kedua berakhir, kebutuhan pangan dunia semakin meningkat. Untuk menjawab tantangan tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengajak Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization – FAO) pada tahun 1945 untuk menjadi salah satu badan khusus PBB. FAO membidangi pertanian, kuhutanan, perikanan dan pembangunan masyarakat pedesaan. Pada tahu 1948, Indonesia secara resmi menjadi anggota FAO dan telah memperoleh manfaat dari keanggotaan tersebut untuk pembangunan pertanian dan juga untuk mewujudkan ketahanan pangan.
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk, diperlukan upaya untuk menigkatkan produksi barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan pangan dan produk pertanian. Namun demikian laju peningkatan produksi pangan dan pertanian secara global ternyata tidak dapat mengejar laju pertumbuhan penduduk, sehingga muncul kerawanan pangan di berbagai kawasan dunia.
Berbagaiupaya, khususnya penelitian dan pengembangan pertanian diarahkan untuk mengatasi kekurangan pangan, untuk dapat memenuhi kebutuhan kenaikan populasi penduduk dunia. Dalam kaitan ini FAO telah mengembangkan strategi dan kebijakan pangan dan pertanian dunia. Pada tahun 1971 didirikan Kelompok Konsultatif untuk Riset Pertanian Internasional (Consultative Group on International Agriculture Research – CGIAR), oleh kelompok yang berupa asosiasi negara, organisasi internasional dan regional, serta yayasan swasta, untuk mendukung system pusat penelitian dan pelestarian keanekaragaman sumber daya genetik dengan membentuk Pusat-pusat Riset Pertanian Internasional (International Agriculture Research Centers-IARCs).
Intensifikasi pertanian dengan pengembangan irigasi dan penggunaan sarana dan prasarana produksi pertanian secara besar-besaran yang dikenal dengan Revolusi Hijau telah mampu meningkatkan produktivitas secara nyata, namun demikian, kecerobohan di tingkat operasional Revolusi Hijau ini menimbulkan bebagai dampak negatif, baik pacta lingkungan, keanekaragaman hayati pertanian maupun sosial ekonomi masyarakat.
Sebagai kelengkapan dari Revolusi Hijau ini, pada tahun 1970-an diluncutkan program Pembangunan Daerah pedesaan Terpadu (Integrated Rural Development – IRD) dengan menerapkan masukan lengkap yang berupa benih, bahan kimia, irigasi, mekanisasi, kredit, dan disertai penyuluhan. Akan tetapi dalam program pengembangan ini, sumber daya genetik dan keanekaragaman hayati tidak menjadi simpul penting. Akibatnya ialah terjadinya pergeseran varietas lama oleh varietas baru. Hal ini terjadi terus-menerus, sehingga keanekaragaman sumber daya genetik menyusut dan terancam kelestariaannya. Secara umum telah diidentifikasi bahwa penyebab hilangnya keanekaragaman genetik ialah meluasnya pertanian modern. Introduksi varietas baru telah menggeser keberadaan varietas local dan ras temurun. Kekhawatiran makin banyaknya sumber daya genetik yang hilang juga mendorong berbagai negara untuk mengembangkan pusat penelitian yang mengoleksi sumber daya genetik tertentu. Koleksi yang dikembangkan di pusat penelitian tersebut menyimpan aksessi yang cukup besar. Pengembangan sumber daya genetik untuk menghasilkan varietas baru yang lebih unggul dan ancaman kepunahan berbagai varietas dan kerabat liarnya cenderung mendorong terjadinya penguasaan sumber daya genetik secara sepihak dan bahkan monopoli.
Setiap negara memiliki ketergantungan pacta negara lain untuk memenuhi kebutuhan sumber daya genetik. Oleh karena itu monopoli kepemilikan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian memicu persengketaan internasional. Untuk mengatasi itu akses terhadap sumber daya genetik perlu diatur secara multilateral.
Gejala erosi terhadap keanekaragaman genetik disadari oleh CGIAR, sehingga pacta bulan Juni tahun 1974 CGIAR membentuk Dewan Internasional untuk Sumber Daya Genetik Tanaman (International Board on Plant Genetic Resources - IBPGR). Pacta tahun 1983, FAO melalui Resolusi 8/83 mengeluarkan Upaya Internasional mengenai Sumber Daya Tanaman untuk Pangan dan Pertanian (The International Undertaking on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture-IUPGRFA). Upaya Internasional ini menerapkan akses terbuka bebas, yang menimbulkan kontroversi antara pemilikan dan pemanfaatan sumber daya genetik. Dalam perkembangan mengenai pengakuan terhadap kedaulatan negara atas sumber daya genetiknya. Resolusi ini telah membuka jalan untuk dikembangkannya penyempurnaan terhadap IUPGRFA.
Dengan dikeluarkannya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nation Convention on Biological Diversity – CBD) pada tahun 1992, penyempurnaan terhadap IUPGRFA dipercepat. Melalui konferensi para pihak (Conference of the party - COP) CBD pada tahun 1995 dan penguatannya pada tahun 1996, FAO mulai menyelaraskan IUPGRFA dengan CBD. Setelah melakukan pertemuan sebanyak 12 (dua belas) kali, pada tahun 2001 FAO melalui Resolusi 3/2001 menetapkan The International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture – ITPGRFA.

1. 2 Manfaat Indonesia Mengesahkan Perjanjian Mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman. Dengan mengesahkan Perjanjian, Indonesia akan memperoleh manfaat dalam:
a. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya sumber daya genetik tanaman dalam pembangunan pertanian nasional melalui lokakarya, seminar, ekspo, dan sosialisasi menggunakan dana APBN maupun bantuan dari SML;
b. Meningkatkan kemampuan nasional dalam pengelolaan sumber daya genetik tanaman melalui bantuan pengembangan kapasitas dari sistem pendukung Perjanjian ini;
c. Mencegah pencarian danpengumpulan secara illegal sumber daya genetik tanaman serta pengembangannya oleh negara/pihak lain;
d. Pengembangan kerja sama regional dan internasional dalam pengelolaan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian melalui tukar menukar informasi, material, keahlian dan kerja sama penelitian, pelatihan, dan pendidikan;
e. Menjamin akses dan pembagian keuntungan yang adil, dari pemanfaatan sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian;
f. Mendapat manfaat dari pembentukan Sistem Multilateral untk pertukaran sumber daya genetik yang termasuk dalam Lampiran I;
g. Mendapatkan akses terhadap sumber daya genetik (Lampiran I), yang tersimpan di negara Pihak Perjanjian, maupun dari pusat-pusat riset pertanian internasional;
h. Mendapat manfaat yang maksimal dari: a) program internasional terkait, misalnya Global Plan of Action; b) koleksi ex situ yang tersimpan pada pusat-pusat riset pertanian internasional (International Agriculture Reasearch Centers); c) sistem informasi global; dan
i. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya genetik pertanian baik di pusat maupun di daerah;

1.3 Materi Pokok Perjanjian Untuk Pangan dan Pertanian.
Perjanjian untuk Pangan dan Pertanian terdiri atas 35 Pasal dan 2 Lampiran yang tersusun sebagai berikut:
a. Batang Tubuh yang berisi pembukaan dan 35 pasal yaitu:
Pasal 1 - Tujuan
Pasal 2 - Penggunaan Istilah
Pasal 3 - Ruang Lingkup
Pasal 4 - Kewajiban Umum
Pasal 5 - Konservasi, Eksplorasi, Koleksi, Karakteristik, Evaluasi dan dokumentasi sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian.
Pasal 6 - Pemanfaatan berkelanjutan Sumber Daya Genetik Tanaman
Pasal 7 - Komitmen Nasional dan Kerja Sama Internasional
Pasal 8 - Bantuan Teknis
Pasal 9 - Hak Petani
Pasal 10 - Sistem Multilateral Akses dan Pembagian Keuntungan
Pasal 11 - Cakupan Sistem Multilateral
Pasal 12 - Akses yang difasilitasu terhadap sumber daya genetik tanaman untuk pangan dan pertanian di dalam Sistem Multilateral
Pasal 13 - Pembagian Keuntunan dalam Sistem Multilateral
Pasal 14 - Rancang Tindak Global
Pasal 15 - Koleksi Ex situ Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan da Pertanian yang dikuasai oleh Pusat-pusat Penelitian Pertanian Internasional dari Kelompok konsultatif Penelitian Pertanian Internasional dan Kelembagaan Internasional lain.
Pasal 16 - Jaringan Kerja Internasional Sumber Daya Genetik Tanaman
Pasal 17 - Sistem Informasi Global mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian
Pasal 18 - Sumber Daya Finansial
Pasal 19 - Badan Pengatur
Pasal 20 - Sekretaris
Pasal 21 - Ketaatan
Pasal 22 - Penyelesaian Sengketa
Pasal 23 - Amandemen Perjanjian
Pasal 24 - Lampiran-lampiran
Pasal 25 - Penandatanganan
Pasal 26 - Pengsahan, Penerimaan atau Persetujuan
Pasal 27 - Aksesi
Pasal 28 - Hal Berlakunya Perjanjian
Pasal 29 - Organisasi Anggota FAO
Pasal 30 - Keberatan
Pasal 31 - Bukan Pihak
Pasal 32 - Pengunduran Diri
Pasal 33 - Pengakhiran
Pasal 34 - Depositari
Pasal 35 - Naskah Asli
b. Lampiran:
Lampiran I: DAFTAR TANAMAN PERTANIAN DI DALAM SISTEM MULTILATERAL
Lampiran II: Bagian I Arbitrase
Bagian Konsiliasi

1.4 Undang-Undang yang Terkait Langsung dengan Perjanjian Sumber daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian
Perjanjian Sumber Daya Genetik untuk Pangan dan Pertanian sejalan dengan peraturan perundang-undangan nasional yang terkait antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478);
d. Undang-Undang Nomor Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);
e. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Keanekaragaman Hayati) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3556);
f. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The Wolrd Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
g. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);
h. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
i. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Varietas Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4043);
j. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4219);
k. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411);
l. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Cartagena (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 88, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4414);

l.5 Kewajiban dan Implikasi Pengesahan Perjanjian Bagi Indonesia
Dengan menjadi Pihak dari Perjanjian ini akan berimplikasi pada sejumlah kewajiban bagi Indonesia. Kewajiban kunci dari keanggotaan Perjanjian ini terkait dengan pelaksanaan Sistem Multilateral Sumber Daya Genetik Tanaman yang membentuk sistem akses dan pembagian keuntungan antar Pihak dengan hak resiprokal minimum. Yang dimaksud hak resiprokal ini adalah hak untuk memperoleh perlakuan secara ekslusif dalam pengembangan sumber daya genetik tanaman yang diperoleh dari Sistem Multilateral baik melalui penerapan perlindunngan kekayaan intelektual maupun upaya lain yang dapat mengurangi akses negara lain atas sumber daya genetik tersebut.
Kewajiban pokok Indonesia sebagai negara Pihak Perjanjian di antaranya adalah: Implementasi Sistem Multilateral Sumber Daya Genetik Tanaman
* Indonesia wajib menyediakan akses pada sumber daya genetik tanaman yang relevan kepada Pihak lain, atau kepada perseorangan atau badan hukum di dalam yurisdiksi negara Pihak tersebut,serta kepada pusat-pusat riset pertanian internasional yang telah melakukan perjanjian dengan Badan Pengatur Perjanjian. Indonesi jug harus mendorong badan-badan penelitian publik, atau perseorangan atau badan hukum yang berada di dalam yurisdiksi Indonesia, yang memiliki sumber daya genetik tanaman yang tercantum di dalam Lampiran I Perjanjian untuk menyertakan sumber daya genetik tanamannya ke dalam Sistem Multilateral.
<div class=s12* Indonesia wajib menjamin dalam peraturan nasionalnya bahwa standar Perjanjian Penngalihan Bahan Genetik (Material Transfer Agreement – MTA) yang telah ditetapkan Badan Pengatur diterapkan dalam transaksi akses dan tukar menukar sumber daya genetik tanaman yang masuk dalam daftar Lampiran I Perjanjian.

Pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik tanaman
* Pasal 13 PERJANJIAN menetapkan suatu kerangka kerja bagi pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan sumber daya genetik yang diakses dari Sistem Multilateral, termasuk pemanfaatannya secara komersial. Kerangka kerja akan ditetapkam dan diatur oleh Badan Pengatur.
* Sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional, Indonesia wajib memberikan informasi terkait dengan pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman yang tidak bersifat rahasi dan yang terkait dengan kepentingan negara RI kepada siste informasi Perjanjian. Termasuk dalam informasi tersebut, yang wajib diberikan ini adalah informasi yang terkait dengan teknologi untuk konservasi, karakteristik, evaluasi dan pemanfaatan sumber daya genetik tanaman yang tercantum dalam Sistem Multilateral. Namun sebaliknya, Indonesia juga dapat memperoleh: a) transfer teknologi dari negara Pihak lain atau dari pusat-pusat riset pertanian internasional; b) bantuan pembangunan kapasitas (capacity-building) terutama dalam bidang pengembangan dan penguatan pelatihan, pendidikan, dan fasilitasi yang relevan pada upaya sumber daya genetik tanaman serta untuk melaksanakan riset dalam eksplorasi, karakteristik dan evaluasi sumber daya genetik tanaman.
* Indonesia wajib menerapkan perlindungan hak kekayaan intelektual yang melekat pada sumber daya genetik tanaman, informasi dan/atau teknologi yang diterima dari Sistem Multilateral ataupun dari kerja sama pembangunan kapasitas maupun dari transfer teknologi dan tukar menukar informasi pengelolaan (pelestarian dan pemanfaatan) sumber daya genetik tanaman.

Pemanfaatan berkelanjutan sumber daya genetik tanaman
Indonesia wajib melaksanakan upaya kebijakan dan hukum untuk mendorong pemanfaatan berkelanjutan sumber daya genetik tanaman guna mencapai ketahanan pangan dan pertanian berkelanjutan baik di tingkat nasional, regional maupun global.

Strategi pendanaan
Pasal 18 Perjanjian menerapkan kerangka kerja pengembangan dan pelaksanaan strategi pendanaan oleh Badan Pengatur. Kerangka kerja dimaksud berisi antara lain pengaturan mengenai keuntungan finansial dari pemanfaatan sumber daya genetik tanaman yang di akses dari Sistem Multilateral, ketentuan mengenai sumber daya melalui saluran bilateral, regional dan multilateral serta kontribusi volunteer oleh Para Pihak, oraganisasi non-pemerintah dan sektor swasta. Pengaturan ketentuan-ketentuan mengenai pendanaan oleh para Pihak Perjanjian akan ditetapkan oleh Badan Pengatur.

Implementasi/pelaksanaan Perjanjian
* Bagi Indonesia untuk implementasi Perjanjian ini tidak diperlukan perubahan peraturan perundang-undangan nasional yang ada sebagaimana dimaksud dalam angka 1.4.
* Beberapa perubahan pada prosedur kepemilikan sumber daya genetik baik oleh lembaga publik maupun perseorangan atau badan usaha swasta, terutama terkait dengan perjanjian pengalihan bahan (Material Transfer Agreement) dan perlindungan hak kekayaan intelektual pada sumber daya genetik tanaman harus dilakukan untuk menyesuaikan dengan ketentuan Perjanjian.

Biaya sebagai Pihak Perjanjian
Biaya yang diperlukan untuk mendukung aktivitas Sekretariat Perjanjian setelah Indonesia resmi menjadi Pihak bersumber dari APBN dan sumber penerimaan lain yang sah berupa hibah sesuai peraturan perundang-undangan dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya genetik tanaman terutama dalam kaitannya dengan pelatihan, pendidikan, penelitian dan pemuliaan sumber daya genetik tanaman yang berasal dari Indonesia, atau Indonesia menjadi salah satu pusat keanekaragamannya.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Apabila terjadi perbedaan penafsiran terhadap terjemahan dalam bahasa Indonesia, maka yang berlaku adalah naskah asli Treaty dalam bahasa Inggris.


Pasal 2

Cukup Jelas

Lampiran ...(Teks Perjanjian)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4612