Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998
Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Tidak ada Hak Cipta atas:
- hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
- peraturan perundang-undangan;
- pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
- putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
- kitab suci atau simbol keagamaan.
Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1998
TENTANG
PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL,
INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT
(KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN
ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI,
ATAU MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: |
|
Mengingat: |
|
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: | UNDANG-UNDANG TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI, ATAU MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA). |
Pasal 1
|
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. |
Disahkan di Jakarta PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 September 1998 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
AKBAR TANJUNG |
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 164
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1998
TENTANG
PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL,
INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT
(KONVENTION MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU
PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI, ATAU
MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA)
I. | UMUM |
Pada tanggal 9 Desember 1975 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menerima Deklarasi tentang Perlindungan Semua Orang dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
Deklarasi tersebut memuat perlindungan terhadap semua orang dari sasaran penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia, dan menyatakan perlunya langkah-langkah yang efektif untuk menjamin pelaksanaan Deklarasi tersebut. Langkah-langkah ini mencakup antara lain perbaikan cara interogasi dan pelatihan bagi setiap aparatur penegak hukum dan pejabat publik lain yang bertanggungjawab terhadap orang-orang yang dirampas kemerdekaannya. Adapun pengertian penyiksaan dalam Deklarasi ini adalah tindak pidana, menurut ketentuan dalam hukum pidana. Namun, karena deklarasi itu bersifat tidak mengikat secara hukum, Komisi Hak Asasi Manusia, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyusun rancangan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia yang selanjutnya diajukan kepada Sidang Majelis Umum PBB untuk disahkan. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui secara konsensus rancangan konvensi tersebut pada tanggal 10 Desember 1984 yang menyatakan mulai berlaku secara efektif pada tanggal 26 Juni 1987. Pemerintah Republik Indonesia menandatangani konvensi itu pada tanggal 23 Oktober 1985. Deklarasi dan Program Aksi Wina 1993 sepakat antara lain menghimbau negara-negara anggota PBB untuk secepatnya mengesahkan perangkat-perangkat internasional yang sangat penting di bidang hak asasi manusia (HAM), termasuk Konvensi Menentang Penyiksaan Sesuai dengan isi Deklarasi Wina 1993, Pemerintah Indonesia telah menyusun Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia 1998-2003 yang berisi kegiatan-kegiatan prioritas dalam rangka pemajuan dan perlindungan HAM. Prioritas kegiatan tahun pertama Rencana Aksi tersebut mencakup pengesahan tiga perangkat internasional di bidang HAM, termasuk Konvensi Menentang Penyiksaan. Karena didorong oleh rasa tanggungjawab untuk memajukan dan menegakkan hak asasi manusia dan pembangunan hukum di Indonesia, DPR-RI memutuskan menggunakan hak inisiatifnya untuk mengajukan Rancangan Undang-undang tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia yang telah diterima oleh masyarakat internasional sebagai salah satu perangkat internasional di bidang HAM yang sangat penting. Saat ini Konvensi telah disahkan oleh 105 negara. Sebagai negara berdaulat dan sesuai dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku, Indonesia memutuskan untuk menyampaikan suatu pernyataan (Declaration) terhadap Pasal 20 Konvensi. Pernyataan ini menegaskan bahwa dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana dimuat dalam konvensi, kedaulatan nasional dan keutuhan wilayah Negara Pihak harus tetap dihormati dan dijunjung tinggi. Pernyataan (declaration) ini tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum sehingga pernyataan tersebut sama sekali tidak menghapuskan kewajiban atau tanggung jawab Negara Pihak untuk melaksanakan isi Konvensi. Sesuai dengan ketentuan Konvensi, Indonesia juga menyatakan Pensyaratan (Reservation) terhadap Pasal 30 ayat (1) Konvensi yang mengatur upaya penyelesaian sengketa mengenai penafsiran dan pelaksanaan konvensi melalui Mahkamah Internasional (International Court of Justice). Sikap ini diambil antara lain atas pertimbangan bahwa Indonesia tidak mengakui juridiksi yang mengikat secara otomatis (Compulsory jurisdiction) dari Mahkamah Internasional. Persyaratan tersebut bersifat prosedural sesuai dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku. |
II. | POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG LAHIRNYA KONVENSI |
|
III. | ALASAN INDONESIA MENJADI NEGARA PIHAK DALAM KONVENSI |
|
IV. | POKOK-POKOK ISI KONVENSI |
|
V. | PASAL DEMI PASAL |
Pasal 1
Pasal 2
|
LAMPIRAN
KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM,
TIDAK MANUSIAWI, DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA
Pernyataan: | Pemerintah Republik Indonesia menyatakan bahwa ketentuan Pasal 20 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Konvensi akan dilaksanakan dengan memenuhi prinsip-prinsip kedaulatan dan keutuhan wilayah suatu negara. |
Pensyaratan: | Pemerintah Republik Indonesia menyatakan tidak terikat ketentuan Pasal 30 ayat (1) Konvensi dan berpendirian bahwa apabila terjadi perselisihan akibat perbedaan penafsiran atau penerapan isi Konvensi, yang tidak terselesaikan melalui jalur sebagaimana diatur dalam ayat (1) pasal tersebut, dapat menunjuk Mahkamah Internasional hanya berdasarkan kesepakatan para Pihak yang berselisih. |
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3783