Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 (UU/2010/8)  (2010) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2010
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. bahwa pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum, serta penelusuran dan pengembalian Harta Kekayaan hasil tindak pidana;
  3. bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan penegakan hukum, praktik, dan standar internasional sehingga perlu diganti dengan undang-undang baru;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
  2. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.
  3. Transaksi adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan/atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih.
  4. Transaksi Keuangan adalah Transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan, penyetoran, penarikan, pemindahbukuan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.
  5. Transaksi Keuangan Mencurigakan adalah:
    1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
    2. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
    3. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
    4. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
  1. Transaksi Keuangan Tunai adalah Transaksi Keuangan yang dilakukan dengan menggunakan uang kertas dan/atau uang logam.
  2. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional untuk menilai dugaan adanya tindak pidana.
  3. Hasil Pemeriksaan adalah penilaian akhir dari seluruh proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional yang disampaikan kepada penyidik.
  4. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau Korporasi.
  5. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
  6. Pihak Pelapor adalah Setiap Orang yang menurut Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
  7. Pengguna Jasa adalah pihak yang menggunakan jasa Pihak Pelapor.
  8. Harta Kekayaan adalah semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.
  9. Personil Pengendali Korporasi adalah setiap orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang sebagai penentu kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya.
  10. Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersepakat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang.
  11. Dokumen adalah data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas atau benda fisik apapun selain kertas maupun yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
    1. tulisan, suara, atau gambar;
  1. peta, rancangan, foto, atau sejenisnya;
  2. huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
  1. Lembaga Pengawas dan Pengatur adalah lembaga yang memiliki kewenangan pengawasan, pengaturan, dan/atau pengenaan sanksi terhadap Pihak Pelapor.
  2. Pengawasan Kepatuhan adalah serangkaian kegiatan Lembaga Pengawas dan Pengatur serta PPATK untuk memastikan kepatuhan Pihak Pelapor atas kewajiban pelaporan menurut Undang-Undang ini dengan mengeluarkan ketentuan atau pedoman pelaporan, melakukan audit kepatuhan, memantau kewajiban pelaporan, dan mengenakan sanksi.

Pasal 2
  1. Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana:
    1. korupsi;
    2. penyuapan;
    3. narkotika;
    4. psikotropika;
    5. penyelundupan tenaga kerja;
    6. penyelundupan migran;
    7. di bidang perbankan;
    8. di bidang pasar modal;
    9. di bidang perasuransian;
    10. kepabeanan;
    11. cukai;
    12. perdagangan orang;
    13. perdagangan senjata gelap;
    14. terorisme;
    15. penculikan;
    16. pencurian;
    17. penggelapan;
    18. penipuan;
    19. pemalsuan uang;
    20. perjudian;
    21. prostitusi;
Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/5 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/6
  1. pencabutan izin usaha;
  2. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;
  3. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau
  4. pengambilalihan Korporasi oleh negara.

Pasal 8
Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.

Pasal 9
  1. Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.
  2. Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.

Pasal 10
Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5.


BAB III
TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG


Pasal 11
  1. Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan Setiap Orang yang memperoleh Dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib merahasiakan Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-Undang ini.
  2. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 12
  1. Direksi, komisaris, pengurus atau pegawai Pihak Pelapor dilarang memberitahukan kepada Pengguna Jasa atau pihak lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan cara apa pun mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK.
  2. Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pemberian informasi kepada Lembaga Pengawas dan Pengatur.
  3. Pejabat atau pegawai PPATK atau Lembaga Pengawas dan Pengatur dilarang memberitahukan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang akan atau telah dilaporkan kepada PPATK secara langsung atau tidak langsung dengan cara apa pun kepada Pengguna Jasa atau pihak lain.
  4. Ketentuan mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku dalam rangka pemenuhan kewajiban menurut Undang-Undang ini.
  5. Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 13
Dalam hal terpidana tidak mampu membayar pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (5), pidana denda tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.

Pasal 14
Setiap Orang yang melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 15
Pejabat atau pegawai PPATK yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 16
Dalam hal pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim, yang menangani perkara tindak pidana Pencucian Uang yang sedang diperiksa, melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1) dan/atau

Pasal 85 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.


BAB IV
PELAPORAN DAN PENGAWASAN KEPATUHAN


Bagian Kesatu
Pihak Pelapor


Pasal 17
  1. Pihak Pelapor meliputi:
    1. penyedia jasa keuangan:
      1. bank;
      2. perusahaan pembiayaan;
      3. perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi;
Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/10
  1. Kewajiban menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada saat:
    1. melakukan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa;
    2. terdapat Transaksi Keuangan dengan mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya paling sedikit atau setara dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),
    3. terdapat Transaksi Keuangan Mencurigakan yang terkait tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme, atau
    4. Pihak Pelapor meragukan kebenaran informasi yang dilaporkan Pengguna Jasa.
  2. Lembaga Pengawas dan Pengatur wajib melaksanakan pengawasan atas kepatuhan Pihak Pelapor dalam menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa.
  3. Prinsip mengenali Pengguna Jasa sekurang-kurangnya memuat:
    1. identifikasi Pengguna Jasa,
    2. verifikasi Pengguna Jasa, dan
    3. pemantauan Transaksi Pengguna Jasa.
  4. Dalam hal belum terdapat Lembaga Pengawas dan Pengatur, ketentuan mengenai prinsip mengenali Pengguna Jasa dan pengawasannya diatur dengan Peraturan Kepala PPATK.

Pasal 19
  1. Setiap Orang yang melakukan Transaksi dengan Pihak Pelapor wajib memberikan identitas dan informasi yang benar yang dibutuhkan oleh Pihak Pelapor dan sekurang-kurangnya memuat identitas diri, sumber dana, dan tujuan Transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Pihak Pelapor dan melampirkan Dokumen pendukungnya.
  2. Dalam hal Transaksi dilakukan untuk kepentingan pihak lain, Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan informasi mengenai identitas diri, sumber dana, dan tujuan Transaksi pihak lain tersebut.

Pasal 20
  1. Pihak Pelapor wajib mengetahui bahwa Pengguna Jasa yang melakukan Transaksi dengan Pihak Pelapor bertindak untuk diri sendiri atau untuk dan atas nama orang lain.
  2. Dalam hal Transaksi dengan Pihak Pelapor dilakukan untuk diri sendiri atau untuk dan atas nama orang lain, Pihak Pelapor wajib meminta informasi mengenai identitas dan Dokumen pendukung dari Pengguna Jasa dan orang lain tersebut.
  3. Dalam hal identitas dan/atau Dokumen pendukung yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak lengkap, Pihak Pelapor wajib menolak Transaksi dengan orang tersebut.

Pasal 21
  1. Identitas dan Dokumen pendukung yang diminta oleh Pihak Pelapor harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh setiap Lembaga Pengawas dan Pengatur.
  2. Pihak Pelapor wajib menyimpan catatan dan Dokumen mengenai identitas pelaku Transaksi paling singkat 5 (lima) tahun sejak berakhirnya hubungan usaha dengan Pengguna Jasa tersebut.
  3. Pihak Pelapor yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Pasal 22
  1. Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a wajib memutuskan hubungan usaha dengan Pengguna Jasa jika:
    1. Pengguna Jasa menolak untuk mematuhi prinsip mengenali Pengguna Jasa; atau
    2. penyedia jasa keuangan meragukan kebenaran informasi yang disampaikan oleh Pengguna Jasa.
  2. Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkannya kepada PPATK mengenai tindakan pemutusan hubungan usaha tersebut sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan.
Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/13 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/14 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/15 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/16 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/17 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/18 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/19 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/20 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/21 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/22 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/23 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/24 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/25 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/26 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/27 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/28 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/29 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/30 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/31 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/32 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/33 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/34 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/35 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/36 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/37 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/38 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/39 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/40 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/41
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2010
TENTANG
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

I. UMUM
Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam konsep antipencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila Harta Kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita atau dirampas, dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran dan pengembalian Harta Kekayaan hasil tindak pidana.

Penelusuran Harta Kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada otoritas (financial intelligence unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik.

Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/43 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/44 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/45 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/46 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/47 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/48 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/49 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/50 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/51 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/52 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/53 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/54 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/55 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/56 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/57 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/58 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/59 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/60 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/61 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/62 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/63 Halaman:UU 8 TAHUN 2010.djvu/64

Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.


TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5164