Yang Terampas dan yang Putus (antologi)

Yang Terampas dan yang Putus
oleh Chairil Anwar
Daftar Isi 
Yang Terampas dan yang Putus

Fragmen sunting

Tiada lagi yang akan diperikan? Kuburlah semua ihwal,
Dudukkan diri beristirahat, tahanlah dada yang menyesak
Lihat keluar, hitung-pisah warna yang bermain di jendela
Atau nikmatkan lagi lukisan² di dinding pemberian teman² kita.
Atau kita omongkan Ivy yang ditinggalkan suaminya,
jatuhnya pulau Okinawa. Atau berdiam saja
Kita saksikan hari jadi cerah, jadi mendung,
Mega dikemudikan angin
-- Tidak, tidak, tidak sama dengan angin ikutan kita............

Melupakan dan mengenang --

     Kau asing, aku asing,

Dipertemukan oleh jalan yang tidak pernah bersilang

     Kau menatap, aku menatap

Kebuntuan rahsia yang kita bawa masing-masing

Kau pernah melihat pantai, melihat gunung?
Lupa diri terlambung tinggi?
Dan juga
diangkat dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain
mengungsi dari kota satu ke kota lain? Aku
sekarang jalan dengan 1 1/2 rabu.

 
Sajak Fragmen ini didasarkan atas karya Conrad Aiken

Dan
Pernah percaya pada kemutlakan soal........
Tapi adakah ini kata-kata untuk mengangkat tabir pertemuan
memperlekas datang siang? Adakah--

     Mari cintaku

Demi Allah, kita jejakkan kaki di bumi pedat,
Bercerita tentang raja² yang mati dibunuh rakyat;
Papar-jemur kalbu, terangkan jalan darah kita
Hitung dengan teliti kekalahan, hitung dengan teliti kemenangan.

Aku sudah saksikan
Senja kekecewaan dan putus asa yang bikin tuhan juga turut bersedu
membekukan berpuluh nabi, hilang mimpi dalam kuburnya.

Sekali kugenggam Waktu, Keluasan di tangan lain
Tapi kucampurbaurkan hingga hilang tuju.
Aku bisa nikmatkan perempuan luar batasnya, cium matanya, kucup rambutnya, isap dadanya jadi gersang.

     Kau cintaku--

Melenggang diselubungi kabut dan caya, benda yang tidak menyata,
Tukang tadah segala yang kurampas, kaki tangan tuhan--
Berceritalah cintaku bukakan tubuhmu di atas sofa ini

Mengapa kau selalu berangkat dari kelam kekelam
dari kecemasan sampai ke-istirahat-dalam-kecemasan;
cerita surya berhawa pahit. Kita bercerai begini--

Tapi sudah tiba waktu pergi, dan aku akan pergi
Dan apa yang kita pikirkan, lupakan, kenangkan, rahsiakan
Yang bukan-penyair tidak ambil bagian.

Malam sunting

Mulai kelam
belum buntu malam,
kami masih saja berjaga
— — Thermopylae? —
— jagal tidak dikenal? —
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang............

Krawang — Bekasi sunting

 
Sajak ini terinspirasi dari w:Pembantaian Rawagede. Foto tentara "Eerste Divisie Zeven December" Belanda.

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi

Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa

Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4—5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan

atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskanlah jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Syahrir

Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami

yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi,

Persetujuan Dengan Bung Karno sunting

 
Soekarno pada tahun 1948

Ayo! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengar bicaramu, dipanggang atas apimu, digarami oleh lautmu

Dari mula tgl. 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api aku sekarang laut

Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu di zatku kapal² kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal² kita berlayar
Di uratmu di uratku kapal² kita bertolak & berlabuh

Sudah dulu lagi terjadi begini
jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil
jangan tanya mengapa jari cari tempat di sini
Aku tidak tahu tanggal serta alasan lagi
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang
Dan jangan tanya siapa akan menyiapkan liang penghabisan

Yang akan terima pusaka: kedamaian antara runtuhan menara
Sudah dulu lagi, sudah dulu lagi
jari tidak bakal teranjak dari petikan bedil.

Ina Mia sunting

Terbaring di rangkuman pagi
— hari baru jadi —
Ina Mia mencari
hati impi,
Teraba Ina Mia
kulit harapan belaka
Ina Mia
menarik napas panjang
di tepi jurang
napsu

yang sudah lepas terhembus,
antara daun²an mengelabu
kabut cinta lama, cinta hilang
Terasa gentar sejenak
Ina Mia menekan tapak di hijau rumput.
Angin ikut

— dayang penghabisan yang mengipas —
Berpaling
kelihatan seorang serdadu mempercepat langkah di tekongan.

Perjurit Jaga Malam sunting

 
Penjaga Malam, karya Rembrandt

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Pemuda² yang lincah yang tua² keras, bermata tajam,
Mimpinya kemerdekaan bintang²nya kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!

Buat Gadis Rasid sunting

Antara
daun-daun hijau
padang lapang dan terang
anak² kecil tidak bersalah, baru bisa lari-larian
burung-burung merdu
hujan segar dan menyubur
bangsa muda menjadi, baru bisa bilang "aku"
Dan
angin tajam kering, tanah semata gersang
pasir bangkit mentanduskan, daerah dikosongi
Kita terapit, cintaku
— mengecil diri, kadang bisa mengisar setapak —
Mari kita lepas, kita lepas jiwa mencari jadi merpati
Terbang
mengenali gurun, sonder ketemu, sonder mendarat
the only possible non-stop flight.
Tidak mendapat.

Puncak sunting

Pondering, pondering on you, dear .........

Minggu pagi di sini. Kederasan ramai kota yang terbawa
tambah penyoal dalam diri -diputar atau memutar-
terasa tertekan; kita berbaring bulat telanjang
Sehabis apa terucap di kelam tadi, kita habis kata sekarang.
Berada 2000 m. jauh dari muka laut, silang siur pelabuhan,
jadi terserah pada perbandingan dengan
cemara bersih hijau, kali yang bersih hijau

Maka cintaku sayang, kucoba menjabat tanganmu
mendekap wajahmu yang asing, meraih bibirmu di balik rupa.
Kau terlompat dari ranjang, lari ke tingkap yang
masih mengandung kabut, dan kau lihat di sana, bahwa antara
cemara bersih hijau dan kali gunung bersih hijau
mengambang juga tanya dulu, tanya lama, tanya.

Yang Terampas dan yang Putus sunting

Kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu.

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d.) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi hanya tangan yang bergerak lantang.

tubuhku diam sendiri, cerita dan peristiwa berlaku beku.

cemara menderai sampai jauh,
terasa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan ditingkap merapuh,
dipukul angin yang terpendam.

aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar perhitungan kini.

hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.