108 Pendekar Gunung Liang San/Seri 7

108 Pendekar Gunung Liang San Seri VII (page 1 crop)

SERI KE VII

108 Pendekar
Gunung Liang San

Atau

( Tjui ho Thwan )

Kisah Kepahlawanan
Dari 108 Pendekar NIO SWA BO

Oleh

Dhiyana
Dibantu
Oleh

Yue Hwa

Ulat sutera musim semi tak pernah lelah,
Tetap memintal harapannya siang dan malem,
musnahnya mereka tidak menjadi soal apa²,
Karena bukankah cinta tak pernah lenyap?

( Nyanyian rakyat Tiongkok Selatan )



KUPERSEMBAHKAN :

Untuk Ayah, Ibuku yang kuhormati,
Kekasihku Kirana yang kucintai,
dan teman² Corps kesenian GEBUD.


„ Kuda yang baik tidak hanya karena tenaganya, tetapi pada kebaikan tingkahnya.”

(Confusius)


„ Sesuatu bangsa yang tidak mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri tidak akan dapat berdiri tegak.”

(Confusius)

Lihatlah diantara benih yang tumbuh
ada sebagian yang tak berkembang
lihatlah pula diantara yang berkembang.
banyaklah darinya tidak berbuah
karena itu tekadlah menghadapi rintangan
janganlah berputus asa dalam berjoang
yakin citamu kan sampai !

Gubernur Nio Tiong Siu bergidik mendengarkan keterangan dari Yo Tjie yang memberitakan tentang delapan daerah yang kini sering menjadi tempat berandal2 gunung Liang san itu beroperasi, setelah agak lama ia menekur lalu mendekati Yo Tje dan bertanya :

„Apakah Yo Tjiangkun ada cara2 lain untuk mengirim barang2 itu sehingga selamat dan sampai tujuan ?"

Sambil menepuk pundak Yo Tjie dengan lirih.

„Tjay he ada jalan dan cara yang baik untuk membawa barang2 itu, liat ini apakah Tay Djin menyetujuinya?"

Tanya Yo Tjie.

„Ya. ya, terangkan !"

Kata Nio Tiong Su dengan gugup sebab ingin sekali cepat2 dapat mengetahui.

„Tay Djin menurut pengalaman kami, bila kita membawa barang2 dan dimuat dalam kereta bagus ini akan nanyak sekali membawa kecelakaan dan pada keuntungan. Sebab cara yang dimikian ini sangat menyolok dan bahkan mengundang malapetaka, berandal2 melihat iring2an kereta ini akan meluruk dan menyergapnya. Maka menurut pengalaman kami yang sering2 menerima tugs kenegaraan untuk menghantarkan barang2 adalah barang2 yang berharga itu dimasukkan dalam keranjang biasa dan kita bawa dengan dipikul. Dengan cira ini umum tidak akan menaruh perhatian, sebab mengira kita adalah pedagang2 dari desa pada umumnya.

Tay Djin ingat akan kata2 Lotju yang mengatakan:

„Pandai kelihatannya bodoh, saudagar2 yang kaya raya nampaknya seperti orang miskin."

Inilah taktik dan cara yang akan kami jalankan, dengan cara yang bisa mengelabuhi para berandal ini, tjayhe percaya barang2 ini akan selamat sampai ditempat tujuan..." Kata Yo Tjie dengan panjang lebar.

Nampak wajah sang gubernur ber-seri2 dan tak henti2nya mengangguk- anggukkan kepalanya yang gede.

Bagus, bagus, ya caramu itu sangat bagus dan terpuji. aku seratus peren menyetujui eiramu in Yo Tjiangkun.

Nah, perintahkan pada anak buah dan laksanakan caramu itu, segala peralatan ambil digudang!"

Perintah gubernur Nio Tiong Su dengan lagak orang gedean.

„Baiklah kami akan segera mengaturnya dan memindahkan barang2 itu dalam 22 keranjang jadi 11 pikulan.'

Kata Yo Tjie dan segera turun tangan untuk bertindak. Beberapa anak buah Yo Tjie ikut bekerja dengan cekatan Semua barang2 berharga yang sudah dimuat dalam kereta itu dibongkar kembali dan dimasukkan kedalam keranjang2 pikulan.

Kemudian diatas keranjang2 itu ditutup dengan daun2 dan beberapa buah2an. Dengan taktik ini Yo Tjie menyamar se-akan2 pedagang buah2an

Kurang lebih satu jam semua telah selesai dan rapi, maka Yo Tie lalu mengumpulkan kesebelas anak buahnya untuk diberi penjelasan tentang keberangkatan besok.

„Besok pagi2 sebelum matahari terbit, kita harus sudah berangkat, kalian harus berpakaian secara pedagang2 desa seperti kebanyakan yang kita lihat. Jangan lupa selipkan alat2 senjatamu didalam pakaianmu.

Ketahuilah bahwa tugas kita ini sangat berat, tanggungan larang2 yang kita kawal ini adalah nyawa dan kepala kita naka kita harus dapat bekeria sama, hilangkan rasa keakuan satu sama lain harus saling membantu dan melindungi Hanja dengan cara yang seden ikian kita akan berhasil menyelamatkan barang2 ini. Sekarang sole2 boleh segera tidur sengga besok bisa berangkat tepat pada waktunya, nah kalian boleh bubar.”

Perintah Yo Tjie dengan keren dan berwibawa. Kesebelas anak buahnya itu segera masuk kekamar tidur untuk bebenah dan persiapan esok hari.

Keesokkan harinya tatkala cuaca belum terang betul, di-mana2 cengkerik dan ayam2 jantan masih berkomandang saling bersautan berebut suara. Yo Tjie bersama kesebelas anak buahnya telah siap memikul barang barang itu untuk berangkat kekota Tongking. Gubernur Nio beserta isteri dan keluarganya ikut menghantar dan memujikan semoga bingkisan2 itu selamat biperjalanan.

„Aku doakan semoga bingkisan ini sampai ketempat Papah, nah, selamat jalan, selamat jalan. ”

Kata gi bernur Nio dan mengangsurkan sebuah bungkusan yang berisi uang muka kepada Yo Tjie.

Yo Tjie menerima bungkusan yang berisi uang itu dan berkiongtjhiu untuk mengucap terima kasih dan pamit.

Iring2an itu segera berlerot lerot menyusuri jalan2 kecil, yakni jalan yang sepi untuk menghindarkan hal2 yang tak diinginkan. Semua iring2an itu be jumlah 14 orang. yakni 11 orang memikul, 2 orang menteri polisi kepercayaan gubernur Nio dan seorang lagi yakni Yo Tjie sebagai kepala rombongan itu. Mereka berjalan tanpa banyak ber-cakap2. berjalan dengan penuh semangat. Yo Tjie merasa lega dan puas dengan siasat yang diaturnya ini, ia berjalan tegap dan sebentar2 mondar mandir kedepan dan kebelakang untuk mengadakan pengontrolan Belum lama ada sengah jam, para pemikul telah mandi keringat disekujur badannya, jalannya tidak secepet tadi lagi, mereka terseok seok dan napasnya mendengkur terdengar dengan jelas.

Yo Tjie lalu menghentikan iring2an itu,

Tjuwei sekalian boleh mengaso sebentar, dan himpunlah tenaga sebab tidak jauh lagi kita akan sudah memasuki hutan yang amat luas dan gelap. Nah, kita boleh tidur2an sejenak, tepat tengan hari nanti kita lanjutkan lagi perjalannan ini."

Sehabis memberi perintah Yo Tjie sendiri lalu merebahkan dirinya dibawan sebatang pohon yang rindang. Tidak lama terdengarlah geros dan dengkur dari para pemiku itu, hal ini membuat hati Yo Tjie sebagi kepala rombongan menjadi berkecil hati dan amat cemas. Sungguh orang? ini tidak banyak punya guna. baru berjalan beberapa puluh Lie saja sudah loyo habis semangat wah, sungguh celaka apakah mereka sanggup menghadapi begal? Liangsan? Melihat hal ini naga2nya mus in akan mengalami kerunjaman ditengah jalan. Yo Tjie melamun dan meramalkan akan nasib huruk yang bakal menimpa rombonganmya ini. Setelah melamun Yo Tjie lalu berjingkrak berdiri untuk mengawasi sekelilingnya, siapa tahu begal² itu telah mengintainya. Tetapi sejauh mata memandang hanyalah semak2 dan pepohonan yang lebat, agak legalah hati Yo Tjie kembali ia merebahkan diri dan ikut memejamkan mata untuk relax         

Tatkala matahari sudah di-tengah2 cakrawala, maka bergegaslah Yo Tjie bangun dan meringkaskan pakaiannya;

„ Hayo saudara²ku sekalian kita bangun, hari telah siang Mari kita percepat langkah kaki kita sehingga sebelum matahari tenggelam kita dapat menerobos hutan ini!”


***

SONG KANG Ketua Utama

108 Pendekar Gunung Liang San yang bijaksana

Para pemikul itu mengucak-ucak matanya dan menggeliatkan badan.

Melihat semangat yang ayal²an ini menjadi muringlah Yo Tjie;

„ Hayo percepat tindakan kita jangan ayal2an, bila kita tidak bisa melewat hutan sampai matahari teaggelam akibainya akan berbahaya sekali. Maka hayo kita mulai berjalan!"

Kata Yo Tjie dengat nada sengit

Dua menteri polisi kepercayaan gubernur Nio pun ikut menimbrung;

„Kalau sampai ada apa² awas! Tanggungan kita adalah kepala, tahu? Maka ayo jangan malas² !”

Para pemikul itu segera mengangkat keranjang² pikulannya dan mulai bergerak lagi nutuk melanjutkan perjalanan. Ber-hari² mereka berjalan dengan penuh prihatin, mereka taat akan perintah² Yo Tjie sebab takut kalau gagal tanggungannya adalah jiwa mereka, dan kalau jiwa mereka melayang siapakah nanti yang akan merawat anak istrinya ?             

Karena ingatan ini yang selalu menghantui pikiran, maka mereka berjalan dengan penuh disiplin Pagi dan siang hari berjalan, sore hari berhenti untuk mencari penginepan. Demikianlah perjalanan ini telah berjalan ku rang lebih seminggu lamanya dengan keadaan selamat.

Pada suatu hari Yo Tjie memberi tahu kepada anak buahnya bahwa kota Tongking telah dekat, dalam waktu dua hari lagi kalau cara berjalan kita seperti hari² yang biasanya akan bisa sampai.

Mendengar warta ini semuanya berlega hati dan sangat girang.

Hari ini cuaca amat terik, matahari bersinar dengan panasnya, angin se-akan² berhenti bertiup sehingga bumi yang mengandung uapan bawa panas itu seperti pan layaknya. Pepohonan berdiri kaku dan daun²nya lemah layu. Suasana yang sedemikian ini sangat mempengaruhi rombongan Yo Tjie yang sedang membawa beban berat. mereka berkelub kesah minta berisurabat ;

„Yo Tjiangkun, hawa udara amat terik, badan kita telah basah kuyup kena keringat, ditambah rasa haus yang sangat, maka sebaiknya kita beristirahat sebentar, (teks tidak terbaca) perjalanan itu sudah tidak jauh lagi.

Kata seorang pemikul yang sudah agak lanjut usianya.

Kawan2 yang lainpun saling berunding dan mendukung permohonan ini.

„Ya, ya, kita sudah tidak kuat lagi untuk berjalan, tenggorokan kita sudah kering dan kita hampir2 sukar untuk bernapas. Yo Tjiangkun lebih baik mengaso sebentar, kasihanlah kami yang memikul baban berat ini.
Kata yang lain lagi.

Yo Tjie amat mendongkol, sudah terang saat ini mereka berada ditempat yang berbahaya yakni Ya Hun Tauw sebuah hutan luas tempat operasinya berandal² dari gunung Liangsan, tetapi kenapa viereka se-akan? malahan ingin beristirahat ditempat sarang harimau ini ?

Hei, . . . . . . . . sungguh manusia² yang lak berguna dan tak tau dimalang Yo Tjie sangat kesal dan mendongkol :

„Ketahuilah bahwa tempat ini adalah rimba Ya Hun Tauw sejak keberangkatan tempo hari aku telah menerangkan kepada Nio laydjin, bahwa diantara 8 tempat yang berbahaya itu salah satunya adalah Ya Hun Tauw ini, maka tjuwel sekahan marilah kita pompa penuh semangat kita ini untuk segera menerobos hutan ini, bila tidak maka aku tidak berani menanggung akibatnya " Kata Yo Tjie dngan serius. Kedua menteri polisi itu rasanya juga sudah lelab, maka menentang perintah Yo Ijie :

„Yo Tjiangkun, kasihan pada mereka, baiklah kita istirahat sejenak, hari masih pagi. Bila kita paksakan akibatnya malahan tidak baik, lihatlah banyak diantara mereka yang megap? karena haus dan capai ! Nah, luluskanlah permintaannja. nanti kita empos semangat untuk berjalan lebih cepat."

„Bila demikian terserahlah !" Kata Yo Tjie se-akan2 orang yang berputus asa, suaranya lemah dan parau.Mendengar jawaban Yo Tjie ini serentak mereka menurunkan pikulannya dan membaringkan badan ditempat yang teduh.

Sedang mereka bertiduran itu tiba2 mata Yo Tjie yang tajam dapat melihat seseorang yang berpakaian hitam2 berjalan hilir mudik ditempat yang agak jauh, ditangannya siap memegang sebatang pedang panjang Yo Tjie bercekat dan bei curiga, ia berdiri dan menghampiri orang yang tak dikenal itu.

Setelah datang dekat nampak dibawah pepohonan yang rindang ada pula 6 orang yang sedang duduk numprah ditanah, disamping mereka terdapat keranjang yang berisi buah angtjoo.

Melihat ini legalah hati Yo Tjie sebab mereka adalah pedagang buah2an yang sedang melepas telan seperu haloja ia dan anak buahnya sendiri.


SEGERA TERBIT !!!

SAM KOK

(Kisah 3 Negara )

201 S.M.


Buku silat sejarah yang di Tulis oleh
Pujangga LO KWAN TIONG
Pada Jaman Dinasti Han


★ ★ ★

Pesanlah sekarang juga pada ;

Toko Buku Kesajangan Anda


„ ANGKAWIDJAJA ”

Jl. K r. Saru 23

Semarang


LO TIE DJIM bertemu dengan YO TJIE di gunung Dji Liong San

Loheng akan membawa buahan ini kemana? tanja Yo Tile kepada pengawal yang berjalan bilir mudik itu.

„Oh, kami akan menjual buah2an ini kekota Tongking. Loheng sendiri mengawal apa dan tujuanya kemana?" ganti bertar ya orang itu dengan ramah dan senyum melebar dibibirnya yang merah

„Ah, Akupun sedang mengawal buah²an yang akan kami kirim kekota Tongking pula." jawab Yo Tjie dengan cepat.

„Ah, sungguh djodoh, sungguh djodoh kita bertemu disini dan nanti dapat melanjut, kan perjalanan bersama² Loheng ketahuilah baliwa bulan ini seringkali muncul berandal² yang sangat lihay mereka rata berbugee tinggi. maka banyak saudagar2, yang lewat disini gagal untuk menjelamatkan barang2nja

Untung kita dapat bertemu dan kitapun satu tujuan. maka dengan jalan bersama serta jumlah yang besar kurasa berandal² itu akan takut menghadangnya, hahaaaa ............ hahahaha..........."

Orang itu tertawa gelak2, suaranya sampai menggema dan berkumandang dibutan belantara yang lebat pepohonannya ini.

Belem sempat Yo Tjie memberikan persetujuannya tiba² ada seorang penjual air minum lewat sambil menjajakan dagangannya.

„Air minum air minum, pelepas dahaga, mari² Siapa beli?" Tubuh pemikul air itu ramping dan gesit, lihat ini Yo Tjie sangat memperhatikan dan bertjuriga.

Pemikul air ini gerakannya sangat gesit dan lincah sekali, jangan² mereka adalah berandal² gunung Liangsan, heija. sungguh honggiam (sangat berbahaya) keluhnya dalam hati.

„Bagaimana loheng setujukah untuk kita jalan bersama?"

Tanya orang berpakaian hitam itu pula.

„Hem. . . .hem. . . .baiklah aku berunding dengan anak buahku, bila mereka masih mau beristirahat, maka silahkan loheng berangkat terlebih dahula!"

Kata Yo Tjie dan meninggalkan orang itu untuk kembali kerombongannya

Belum Yo Tjie sampai ditempat anak buahnya terdengar pengawal buah²an itu berkaok memanggil penjual air minum tadi:

„Air, air, hei beli air minumnya!"

Suaranya lantang dan keras.

Anak buah Yo Tjie semuanya duduk dan mengawasi pedagang² buah angtjo yang sedang tawar menawar air minum itu.

„Berapa sepikulnya?"

Tanya seseorang dari mereka,

„5 tail bayar dulu baru boleh minum airnya!"

Jawab penjual air minum itu dengan tingkah yang jenaka.

Kami mana mau menipumu, mari berikan sepikul untuk kami dan ini ambil uang nya 5 tail!" Kata pengawal pedagang buah2an itu dengan tertawa."

„Toaya jangan lekas naik darah dan salah mengerti, kenapa aku meminta uangnya dulu? Sebab di Ya Hun Tauw ini amat sulit untuk mencari air minum. dan acapkali kami kena tipu dari orang2 yang jahat, mereka minum dulu sepuas puasnya kemudian lari dan ditinggalkan begitu saja, maka seringkali kami mengalami penipuan yang sangat merugikan ini. Maka kini setrap menjual air minum, terhadap siapapun aku selalu miminta uangnya terlebih dahulu, habaaaaa ... hahaaaaa ...."

Penjual air itu tertawa ter-kekeh seperti anak kecil yang jenaka.

„Eh, mana bisa semua orang disama ratakan? Kan orang itu ber-matjam² ada yang jahat ada pula yang baik. Kau lihat kami ini termasuk orang apa?" tanya pengawal itu dengan tangan dipinggang.

„Toaya sekalian adalah pedagang2 buah²an, biasanya pedagang² buah²an adalah orang² yang jujur dan baik hati." jawab penjual air minum itu dengan kocak.

„Hahahahaha ... hahaaaaaa

YO TJIE yang ber-kali² bernasib malang, akhir²nya naik ke Liang San juga.

bahahhahaha . . . . .

Para pedagang buah² angtjoo itu tertawa gelak² mendengar jawaban yang memuaskan ini, mereka minum sambil berkelakar dengan asjiknya.

Anak buah Yo Tjie melihat ini sangat ngiler dan menelan ludah, mereka tak dapat lagi menahan selera hausnya.

„Tjiangkun yang sepikul itu baik kita beli untuk minum bersama? kata seseorang anak buahnya.

Yo Tjie menggeleng-gelengkan kepala dan menggoyang-goyang tangan.

Jangan, jangan sembarangan membeli makanan dan minuman ditempat yang berbabaya ini, kemungkinan selalu ada. siapa tahu mereka adalah komplotan yang menyamar, yang justru sedang memasang perangkap terhadap kita? Lebin baik kita cari air minum dipan curan atau sungai saja... Yo Tjie memberikan nasehat dan keterangan kepada rekan²nya.

Akan tetapi para pemikul dan 2 orang menteri polisi itu menyangkal.

„Lihatlah Yo Tjiangkun para pedagang angtjoo itu!

Mereka minum dengan puas toh tidak terjadi apa²?

Tidak mungkin air itu berbisa atau diberi obat bius, nyatanya pedagang2 angtjoo itu segar bugar dan tidak terjadi apa².

Hajo kita beli yang sepikul lagi untuk kita minum ber sama2 sehabis minum kita berangkat!

Yo Tjie tidak berdaya, penjelasan dan nasehatnya ditentang.

„Aku tidak berani bertanggung jawab kalau sampai terjadi hal² yang tak diinginkan, harap saja, tjuwei bisa membatasi diri dan minumlah sedikit2 saja asai tenggorokan bisa sedikit dibasahi cukuplah"

Kata Yo Tjie kemudian dengan lesu.

Dua menteri polisi dan para pemikul itu berjingkrak kegirangan, mereka berdiri melon Jak-lonjak dan berteriak-teriak memanggil penjual air minum itu :

„Hei, kemari yang sepikul lagi kami beli!" sambil menggapai-gapaikan tangannya.

Nampak sipenjual air itu tertawa girang. ia segera saja meninggalkan rombongan peda gang angijoo dan menghampiri rombongan Yo Tjie.

Silahkan toaya minum pasti segala kepenatan dan kelelanan segera lenyap, sebab air ini kami ambil dari pancuran air murni di pegunungan sini, mari mari! sambil membuka tutup gantang tempat air.

Begitu melihat air para pemikul itu saling berebutan untuk dah lumen dahului, meminumnya m reka minum sepuas-puasnya. ada yang nabis 5 mangkok 7 mangkok bahkan ada yang sampai 10 mangkok . . . Yo Ijie sendiri ikut minum, tetapi tidak banyak hanya meneguk beberapa cicipan saja.

Selesai sudah air itu habis diminum dan dibayar sesuai dengan harga yang ditawarkan 3 tail Perak.

Setelah menerima pembayaran penjual air itu cepat² ngeloyor pergi dan segera saja lenyap dari pandangan mata.

Para pedagang angtjoo itupun rasa²nya sudah berangkat juga sebab tak lagi kelipatan mondar mandir seperti tadi.

Kini tinggal rombongan Yo Tjie mereka merebahkan diri dan sungguh celaka, bukannya mereka, mempunyai tenaga baru tetapi sehabis minum terasa sekujur badanya lemas. Sebentar saja mereka menggero, dan tetidur dengan pulas tanpa disadari.

Yo Tjie sendiri karena minumnya hanya sedikit maka ia cuma merasakan sediki pening dan tidur ayam²an, sebentar terjaga sebentar tertidur...

Keadaan semacam ini tidak berlangsung lama sebab terjadilah perobahan besar2an, para pedagang angijoo itu meluruk datang dan meninggalkan keranjang buah²annya, mereka tukarkan keranjang2 sombongan Yo Tjie.

Sekejap lenyaplah sudah mereka, semua keranjang yang berisi barang2 berharga itu mereka angkut dan ditukar dengan buah²an ang joo.

Yo Tjie tatkala membuka matanya alangkah terperanjatnya demi melihat dihadapannya

BU SIONG si Penakluk Macan dari King Yang Kong akan muncul di seri 8 keranjang² itu telah berubah hanya berisikan buah² angijoo melulu

Ia berjingkrak berdiri dan berkata dengan nyaring:

„Celaka, celaka besar! kita telah dikibuli oleh berandal² yang menyamar.

Habis ludas dan tamailah sudah riwayat . . . . . heiya, hayo bangun bangun!

Riwayat kita tamat sudah!" sambi, menyepak-nyepak para pemikul itu dengan kakinya.

Tetapi para pemikul itu hanya menggeliat dan melanjutkan tidurnya.

Darah Yo jie menjadi mendidih dan meluaplah amarahnya :

„Babi kamu. semuanya babi hajo bangun! Lihat barang² berharga telah hilang lenyap masin jugakan kalian akan ber-alas² Dengan depakan² yang keras membuat para pemikul menjadi kesakitan dan bangun dari tidurnya.

Mereka mengusap-usap mata dan menggaruk nggaruk kepalanya seperti orang² gelandangan yang bangun kasiangan

„Tjiangkun mengapa marah² ? Bukankah.... bukankah .. keranjang² ini masih disamping kita ?" Tanya seseorang dengan tergugu.

„Apa? Buka matamu lebar² ! Keranjan² ini adalah buah²an semuanya telah ditukar dengan buah² angtjoo, tahu!

Habislah sudah riwayat kita sekarang. nah aku juga tidak mau berkta-kata lebih panjang lagi, mari kita bubar dan mencari keselamatan diri kita masing2 !'

Yo Tjie segera angkat kaki. Tetapi kedua menteri polisi itu menahannya sambil mengacurkan air mata. ?

Tjiangkun bagaimana nasib keluarga yang kuunggalkan ?

Kemana kami hendak lari dan menyelamatkan diri? Oh.... barang2 itu meliputi ratusan ribu tail mas bargaja . . . . dan tanggungannya adalah nyawa kami . . . . . kini telah lenyap . . . . apa yang hendak kami lakukan ?"

Seorang menteri polisi sambil menahan perginya Yo Tjie mengoceh tak karuan

Sudah kuperingatkan sejak semula tetepi kalian selalu menuruti kehendak sendiri kini telah terjadi, maka apa yang disesalkan tidak akan ada gunanya, maka lebih baik cepat2 kita angkat kaki, dan lari se-jauhnya dari kota Pakhia untuk menyelamatkan diri kita masing2, kelak bila Thian memberikan ridnonya pasti kita akan dapat bertemu dan berkumpul lagi, nah selamat berpisah dan sampai ketema lagi!" Yo Tje terus lari menurun bukit dan sekejap lenyap dari pandangan mata . . .

Setelah Yo Tjie pergi orang2 pemikul dan dua menteri polisi itu berunding, mereka ngambil suatu keputusan untuk lapor kepada pemerintah saja.

Maka berita hilangnya barang2 perhiasan dari gubernur Niong Tiong Su ini segera tersebar luas sampai ke-mana².

Karena semuanya kembali dan menerima hukuman hanya Yo Tjie yang tidak kembali. maka Yo Tjie di-cari2 dituduh sebagai orang yang berkomplot dengan para berandal gunung Liangsan.

Gambar Yo Tjie dan keterangan² yang menyatakan ia sebagai biang keladi hilangnya barang2 berharga ini ditempel dan disiarkan ke-mana² . . . . . . . . .



Mengucapkan Selamat

Hari Raya Idul Fitri

1972


Agen Tunggal untuk seluruh Jawa

Toko Buku kesayangan ANDA

ANGKAWIDJAJA

Jl. Karang Saru 23 SEMARANG


Dan segenap Staf Penerbit

Cersil. 108 Pendekar

Gunung Liang San


PENGUMUMAN !

Siapa yang dapat menangkap YO TJIE penjahat besar yang melarikan ribuan butir mutiara2 berharga, baik hidup maupun mati akan mendapat hadiah 10.000 tail mas !!!

Gubernur Kota PAKHIA

NIO TIONG SU.

Dipohon-pobonbesar, ditembok² kota bahkan tembok² rumah makan dan rumah² penginapan, semuanya tak terluput ditempeli gambar² Yo Tjie dan keterangan² dengan huruf yang besar menyolok.

Hal ini membuat hati Yo Tjie menjadi ciut nyalinya, setiap sampai kesebuah kota, selalu saja sama hal yang dilihatnya, yakni banyak orang berkerumun membaca pengumuman dari pemerintah yang tertera pula gambarnya dengan nyata.....

„ Heiya, celaka. . . . . . di-mana² orang telah mengetahui bahwa aku adalah penjahat besar yang berkomplot dan membawa barang barang ribuan tail mas harganya.... kemana tempat untuk berlindung? ....

Kalau sampai aku tertangkap habislah riwayatku, aku akan dipenggal kepalaku dan tuduhanku itu akan membekas sampai kapan pun....sungguh ngeri, kejam dan se wenang² !

Dari pada aku hidup dikejar-kejar dan diberi predikat sebagai penjahat tengik busuk dan memalukan, yah, lebih baik aku terjun kesungai dan mengakhiri hidupku, sehing ga keluarga dan saudara²ku tidak menanggung malu ...

Ini akan lebih baik bagiku, selamanya pemerintah tidak dapat menangkap dan memenggal kepalaku..heheheee ...orang bilang inilah yang dikata :

Dari pada hidup tergores arang lebih baik mati dengan jantan!

Yo Tjie lalu terhuyung-huyung menuju kesebuah sungai yang besar dan deras aliran nya untuk bunuh diri.

Ia berdiri ditebing yang curam itu, dan memandang kealiran air yang berbuih dan ber-golak² itu, hatinya menjadi ragu2 dan bimbang

Adakah seorang sedemikian kerdil jiwanya?

Mudah menyerah dan berputus asa?

Tidak! Tidak! Selama hayat masih dikandung badan usaha untuk berjoang tak kunjung padam! Inilah jiwa seorang kesatria Teguh iman dan pendirian tak mudah ditaklukan oleh suasana apapun, sebagai samodera yang dynamik, bergelora, bergelombang dan hidup!

Ah, aku tak mau mati dengan secara memalukan ini!..........

Lambat lambat sepasang kaki Yo Tjie bergeser dan meninggalkan tepian sungai itu kembali ia lari menyusuri semak dan hutan belukar.

Terus lari untuk mencari keselamatan............

YO TJIE MENYEMBUNIJIKAN DIRI
DIKELENTENG POO TJU SI.

★ ★ ★


HWA HWE SIO LO TIE DJIM
BERKUMPUL DENGAN JO TJIE
Di GUNUNG DJIE LIONG SAN.

♣ ♠ ♣




„Kesukaran adalah seperti jelatang, makin teguh dipegang makin kuranglah merusaknya.”

„Hampir semua orang mengerti apa itu kebaikan, tetapi jarang yang dapat melakukan kebaikan itu.”


( mutiara kata ).


Bekerja dan berjoanglah seperti yang telah ditentukan, sebab bekerja dan berjoang lebih baik dari tidak, kalau engkau tidak berjoang dan bekerja, maka hidup se-hari²pun tak akan mungkin.

( Bhagavad gita )


Bahwa manusia yang sifatnya terlahir adalah tercipa dari hasil perbuatan didalam kehidupannya. Wong urip iku mung sadermo kadya ngunduh woning pakarti, ya wohing pambudi.

Kesemuanya ini adalah karena dari getaran nafsu2, keinginan, dan rangsang2 pikiran yang terkumpul menjadi satu didalam tubuh manusia.

Dan banyaknya oran2 yang tersesat, terjerumus didalam kegelapan, hidup tanpa lagi mengindahkan kebenaran dan kaidah2 hukum, (teks tidak terbaca) lah karena mereka masih tergiur, terpukau dan gandrung didalam illusi2 dan bayang2 kebahagiaan kemewahan duniawi yang fana

Didalam pikiran manusia selalu timbul. pertentangan antara naluri Rebaikan dan ke tidak baikan . . . . . . . . Maka baik dan buruk pada diri kita terletak dalam perjoangan hidup kita sendiri.

Kewajiban seorang berjiwa kesatria adalah berjoang, berjoang tanpa mengenal lelah. Sebagai biduk yang berlayar terus berlayar dan bergelombang tanpa mengenal tepian sebelum mencapai pulau harapan. Kesatria wajib berjoang menegakkan kebenaran dan keadilan !

Tuntutannya adalah untuk mencapai kemenangan demi kebahagiaan hidup umat insani dan keten eraman batin. . . . . . . . . . . Maka kehilangan kehormatan adalan suatu hal yang paling buruk dari pada kematian itu sendiri, nadupilah senang dan duka, derita dan bahagia didalam keseimbangan dan kesentosaan jiwa, inilah sikap seorang kuniju/ksatria. . . . . . . . . . . .

Yo Tjie yang mengaku sebagai seorang kesatria menjadi pudarlah maksud untuk membunuh diri terjun kesungai yang deras. Ia menerobos hutan2 lari jaua meninggalkan butan Ya Hun lauw dan lembah Oe Ni Kong lan terus kearah utara, maksudnya adalan mencari sebuah tempat yang terpencil yang aman dan jauh dari peugejaran serdadu² kerajaan.

suatu hari setelah herminggu-minggu ia melarikan di kareas takutnja, tibalah ia disebuah dusun kecil Karena desakkan lapar dan haus serta leiah yang tak terhingga, ma ka Yo jie mencari sebuah warung makan untuk tangsel perutnya yang berkerucukan, Dusun ini adalan dibawan kaki pegunungan Dji Liong San, kurang lebih 200 km. dari kota Pakhia.

Dengan hati penuh was2 Yo Tjie memasuki warung makan itu dan memesan masakan serta arak.

Pemilik warung itu seorang yang berusia pertengahan, wajahnya terang, badannya kekar dan simpatik.

Maka Yo Tjie sambil melahap makanannya ber-cakap² untuk meminta keterangan²

„Loheng adakah disini tempat yang aman untuk menyelamatkan diri dari tentara kerajaan?

Aku adalah seorang pengawal barang² berharga dari kota Pakhia, tetapi malang dilembah Oci Ni Kong barang² itu telah dirampas oleh berandal² sehingga aku tidak berani lagi untuk pulang. sebab pemerintah pasti menghukumku dengan penggal kepala atas ke gagalan ini. . . . . ." tanya Yo Tjie kepada pemilik warung itu.

„Enghhh. . . . . .ada, ada, tidak jaub dan tempat ini, kira2 kebarat kurang lebih 9Km,. akan dapat dijumpai sebuan pegunungan namanya Djie Liong San, disana terdapat sebuah kuil besar yang tak huni lagi namanya kelenteng Poo Tju Si.

Lebih baik Siauwtee kesana, dimana siauwtee akan tinggal dengan aman dan lepas dari pengejaran² alat² negara, karena tempat itu jalannya sangat ber-liku² dan sangat terpencil."

Pemilik warung yang simpatik itu memberikan petunjuk kepada Yo Tjie "Oo, banyak terima kasih atas pertolonganmu Loheng sebelum aku menuju kesana, numpang tanya nama Loheng yang mulia untuk kuingat ingat." Kata Yo Tjie dengan penuh kegembiraan.

„Aku bernama Tjoo Tjhing. bila stauwtee tinggal disana. nanti kalau ada apa² aku bisa menyuruh pembantuku untuk memberi kabar, anggaplah aku sebagai saudara tuamu . . . . . . . "

Tjoo Thjing merasa Yo Tjie adalah seorang malang yang jujur dan tak bersalah, maka ia bersimpati sekali, sehingga sudi memberikan pertolongan dan bahkan diaku sebagai adiknya sendiri.

Hal ini sangat membesarkan hati Yo Tjie, didalam kemalangan dan fituy ter-lunta tak keruan ini mendapat saudara. Maka ia segera berdiri dan berkiongijniu, mengangkat ke dua tangannya untuk meumberikan salain penghormatan.

“Toako (kakak besar) aku mengucap terima kasih atas bautuan dan penerimaanmu

38 terhadapku sehagai saudara mudamu.

Kini mumpung hari masih pagi baiklah siaulee minta diri untuk menyelidiki keadaan Djie Liong San itu, bila waktu senggang ban ti adik akan mengunjungi Toako kemari.

,,Yo Tjie dengan hati lega mohon diri.

,,Selamat jalan, selamat jalan, adikku.” Kata Tjoo Tjhing deagan me-lambai2kan tangannya.

Kini dengan langkah tegap penuh semangat Yo Tjie mendaki pegunungan Djie Liong Sen, makin lama perjalanan itu makin sukar, tidak saja menanjuk tetapi hal ini tak dihiraukan oleh hp Yo Yo Tjie

Aku menemukan kebidupan yang babaru, pikirnya, aku tidak lagi menjadi bangkai yang hanyut disungai, tetapi sebagai manusia yang bisa merasakan kehidupan . . . . . . . . .

Ia terus mendaki dan melihat lihal kekanan dan sekiri.

Tiba2 Tjie merandek dan matanya dengan tajam Mengawasi kedepan, disana dibawah sebatang pohon Siong yang besar nampak seorang tinggi besar yang mengenakan pakaian orang suci sedang duduk dan ber-kipas2.

Siapakah gerangan?

Seorang pertapa yang mensucikan diri ataukah pelarian semacam saya, pikirkan Yo Tjie

Ia jalan mengindap indap dan mencoba mendekati dap mebuat dari dekat Hweesio itu Begitu dekat alangkah gembiranya hati Yo Tjie sebab yang sedang duduk dan ber-kipas² mencari angin itu adalah sababat lamaya Hwa Hwee Sio Lo Tei Djim, siHwee Sio bunga yang romantis dan jenaka.

Maka ia meloncat keluar dari semak² dan menegor dengan girang

” Suheng, mengapa kau bisa berada ditempat yang sunyi ini ?

Adakah suheng sedang mecari ilham atausedang menikmati ketenangan dilembab Dji Liong San ini ?

Habahaaaaaa Sungguh mujur dapat bertemu suheng disini, habaaaahaha.. ”

Yo Tjie memberikan salam dan berkata-kata dengan nada penuh keriangan.

” Sejak tadi dari atas sini telah kulihat kau berjalan mendaki, kukira seorang tentara kerajaan yang akan menyelidiki lembab ini, tetapi begitu jelas nampak wajahmu, maka legalah hatiku, maka aku duduk ber-kipas menantimu.


Sutee kau dari mana, dan apa yang akan kau cari menuju ketempat terpencil ini?

Kata Lo Tie Djm dengan tetap mengipas-ipas tubuhnya yang gendut.

Yo Tjie lalu duduk dan mencriterakan hal ichwalnya dari awal sampai akhir.

Lo Tie Djim pun menceriterakan mengapa ia sembunyi ditempat ini, karena na membunuh The Wan Gwee sipemeras dikota Tongking, kemudian menolong Liem Tjiong dan kini tak ada tempat yang tetap.

„Dikelenteng Poo Tju Si ini sekarang dihuni oleh berandal2 tengik yang dikepalai oleh seorang pemuda yang bernama Teng Liong. Aku telah bergebrak padanya, dia kuhajar perutnja dan lari masuk, kini kuil itu selalu tertutup.”

Lo Tie Djim berkata sambil membanting -banting kakinya,

„Teng Liong sudah berhari-hari kutunggu, tetapi dia tidak berani keluar, pintu itu selalu ditutup.....haiya.....

Orang itu harus dihajar sampai mampus, sebab perbuatanya sangat kotor, ia sering melakukan pembegalan dan menculik gadis? cantik untuk diisap madunya. Kata Lo Tie Djum pula.

„Kalau demikian mari kita serbu berdua!” ajak Yo Tjie.

Sudah kukatakan dia tidak mau membukakan pintu, padahal kuil itu dilingkari oleh tembok yang tinggi satu²nya pintu yang kokoh kuat tidak dibuka, tidak ada jalan untuk masuk.

Maka berhari-hari aku menunggu disini, aku habis akal dan tak ada jalan lain untuk merancing Teng Liong, keluar: “kata Lo Tie Djim dengan masgul. „Lo Suheng aku ada akal untuk memancing Teng Liong mari kila turun gunung dahulu, diwarung makan itu aku punya seorang saudara angkat namanya Tjoo Tjhing, Danu kita atur bersama-sama berunding.

„Kau ada saudara angkat didusun yang terpencil ini?“

Lo Tie Djim kurang percaya.

„Betul, baru tadi pula aku mengangkat saudara, hayo jangan tunggu sampai lewatnya sang waktu!“ ajak Yo Tjie pula sambil bergegas berdiri.

„Hahahaaaaa ... kebetulan, kebetulan, perutku juga terasa sangat lapar, sudah berhari-hari aku tidak mencium bau arak pula, hahaaaaa........ hahaaa.......sungguh Thin Bing (Firman Tuhan ), Hokgie lay, bogie lay (rejeki datang. rejeki datang ).

Lo Fie Djim dengan gembira sekali mengikuti Yo Tjie turun gunung

Hampir sore mereka berdua bermalam dikediaman Tjoo Tjhing, dima'am itu pula mereka bertiga berunding mencari daya upaya untuk memancing leng Liong keluar dari kuil Poo Tju Si.

Aku mempunyai cara yang baik, coba djiwa we(teks tidak terbaca)iatee dengarkan ideeka ini!“ kata joo jung dengan duduk bersila.

„Bukankah Teng Long pernah bertempur dengan Lotee, nan, besok pagi kita berdua mengikat tubuh Lotee untuk d bawa kedepan pintu Poo Iju Sr, Ka lapor pada leng Tiong bahwa Lo Tie Djim telah kita bekuk ini kita datang untuk meminta hadiahnya.

Bila Teng Liong keluar maka kita bereskan bersama, bagaimana djiwei? Setuju tidak caraku ini?

Tjoo Tjhing meminta buah pikiran Lo Tie Djim daa Yo Tijie.

Lo Tie Djim manggut², juga Yo Tjie:

”Aku sangat setuju dengam buah pikiranmu Tjoo Koko. maka besox pagi² sebelum fajar menyingsing kita harus sudah berangkat kepesanggrahannya Teng Liong.” kata Yo Tjie.

„Kalau Teng Liong sudah keluar harap Tjoo koko dan Yotee segera lepaskan ikatan ku, biar aku yang mampusi manusia tengik itu“ kata Lo Tie Djim dengan sengit.

„Nah, bila cara Ini disetujui, baiklah kita berangkat tidur sore2 untuk menyimpan tenaga, supaya besok reacana ini tidak gagal. Hajo kita ngaso2 djiwei bratee!“

Ajak Tjoo Tjhing.

„Tjoo Koo aku minta beberapa cawan arak, sebelum minum arak rasa2aya aku tidak dapat memejamkan mata.”

Lo Tie Djim tanpa malu2 minta pada Tjoo Tjhing.

Heiya, sungguh memalukan Lo heng, so orang berpakaian jubah orang suci tidak bisa mengekang nafsu, hahauaaaahaha. . . . .

Yo Tjie tertawa gelak2.

„Seorang suci dilarang minum tuak, ingat Lo Suheng!'

Tjoo Tjhingpun tidak bisa menahan tawanya ;

„Kukira Lotee betul2 orang, suci yang alim, tak tahunya Hweesio hidung kerbau, haha. . .haha. . . . . . . ."

„Sudah, sudah, jangan ngeledek terus, sediakan aku arak Tjoo Koko, aku sudah rindu sekali"

Lo Tie Djim tidak menghiraukan godaan saudara2nya, ia bernafsu sekali untuk minta arak.

Tjoo Tjhing lalu membuka seguci arak Sutjwan yang terkenal itu, mereka menenggak bersama-sama beberapa cawan dan terus tidur.

Pagi2 buta ayam, Yo Tjie menggiring Lo Tie Djim bersama Tjoo Tjhing. mereka betiga mendaki pegunungan Djie Liong San untuk memancing keluar Teng Liong dari sarangnya.

Tiba dikuil kabut tebal masih bertebaran dimana-mana, embun pagipun belum buyar karena hawa udara sangat beku dan dingin.

Yoo Tjie dan Tjoo Tin ng menghampiri pintu dan menggedor dengan kepalan

„Teng pangiju (ketua Teng) malam tadi kami telah membekuk seorang Hweesio dul karena makan diwarungku tidak bayar

Kami usut dia adalah orang yang kau cari² sebagai musuh besarmu, kini, teetju (aku yang rendah ) telah membawanya kemari untuk dipasrahkan dan minta hadiah. Tjoo Tjhing dengan suara yang keras lapor Teng Liong amat girang mendengar Lo Tie Djim telan dibekuk dan diserahkan padanya, ia lalu membawa golok beaernya disertai beberapa cintengnya keluar untuk serah terima.

Begitu pintu gerbang kuil itu dipentang secepat kilat iketan Lo Tie Djim dilepaskan, maka terjadilah pertarungan yang sangat seru dipagi buta itu.

Dua cinteng itu baru beberapa gebrak saja telah menjerit dan nyawanya melayang.

Tinggal Tie Djim dan Teng Liong mereka berdua duel mati hidup dipuncak jie Liong San.

Yo Tjie dan Tjoo Tjhing berdiri ditepian untuk menonton duel yang seru sebagaimana pertarungan Joe Frazier dan Moh. Ali diarena tinju internasional.

Tetapi sayang Teng Liong bukanlah tandingan, sebab baru lewat 12 jurus napasnya mulai senin kemis dan pukulan²nya ngawur tak keruan.

Kesempatan ini tidak dilewatkan oleh Lo Tie Djim, segera dikirim tendangan mautnya yang tepat mengenai perut Teng Liong.

KIU BUN LIONG si 9 Naga Sakti akan muncul di seri terakhir

Braakt suara tubuh Teng Liong terbanting dengan keras, dari mulutnya menyembur darah matang.

Lo Tie Djim tidak berhenti sampai disitu, ia menghampiri tubuh yang sudah tak berdaya itu dan kakinya diinjakkan didada Teng Liong, kontan dada pemuda berjiwa busuk itu pecah dan darah serta jantungnya berhamburan ditanah,

Bangkai itu lula diangkat dan dilemparkan kelembah Djie Liong San.

Bertiga mereka memasuki kuil Poo Tju Si, semua Liauwlo² (begal2 bawahan) di bubarkan segera mereka dibagi-bagikan harta2 yang tersimpan dikuil itu, dan dianjurkan untuk pulang kekampung halamannya masing.2

„Kalian harus hibop kembali ditengah masyarakat sebagai rakyat yang baik, dan sekali2 jangan lagi menuntut penghidupan yang tidak betul ini, nah, selamat jalan,"

Para Liauwlo itu setelah ( berlutut ), masing2 lalu turun gunung untuk kembali hidup sebagai rakyat yang baik.

Demikian sejak saat itu Kuil Poo Tju Si dipegunungan Djie Liong San didiami oleh Lo Tie Djim dan Tjing Bin So Yo Tjie.

***

MENTERI POLISI TJU TONG DAN LUE
HENG MASING2 SECARA DIAM2
AKAN MENOLONG YAUW KAY

SONG KANG MEMBERI INFO YAUW
KAY UNTUK SEGERA LARI KE
GUNUNG LIANG SAN.

Jangan kau cucurkan airmatamu dikala matahari tidak nampak. sebab air matamu itu akan mengaburkan pula pandangan terhadap gemerlapannya bulan dan bintang !

( Mutiara kata)




Ketika Senja datang berkembang

memulas sinar cahya mentari

hening . . . . . . sepi . . . . . .

dikala itu

hatiku risau dan sedih

ditengah kabut kehidupan ini

daku berharap dan berharap

agar segera terbit mentari

Yang kan memberi suluh terang

pada insan yang mendambakan

cinta Kasih . . . . perdamaian

penuh harmonis nan abadi ! Pemerintah pusat menerima laporan dari gubernur Nio Tong Su dari kota Pakhia amat terkejut.

Komandan Kim I Wee Ko Kiu lalu memerintahkan anak buahnya untuk mengadakan pengecekan dan penyelidikan se cermat2nya di mana peristiwa perampasan itu terjadi.

Beberapa orang2 yang berilmu tinggi dan cerdik dikirim kedaerah Oei Ni Kong untuk mengadakan penangkapan kepada orang2 yang mencurigakan.

Maka gempar dan kacaulah suasana kehidupan masyarakat didusun Tang Kay Tjhun, yang sedianya rakyat disana hidup dalam suasana rukun aman tenteram dan damai itu. . . . .

Tee Hu (residen) didaerah Tjee Tjiu He yang membawahi dusun Tang Kay Tjhun memerintahkan komandan keamanan kota yang bernama Hoo Tauw untuk dalam waktu sebulan harus sudah dapat menangkap berandal² yang melakukan perampasan diwilayahnya itu.

Hal ini membuat Hoo Tauw sangat bersedih, sampai saat itu begitu ia menerima pemerintah sepulangnya lalu jatuh sakit, sebab bagaimana ia dapat membekuk berandal itu, sedangkan orang² pandai dari pusatpun tidak berdaya dan belum dapat menemukan bekas² dan jejaknya?

Berhari² Hoo Tauw makin kurus dan amat bersedih . . . . . . . . . .

Pada suatu hari datanglah seorang sanaknya yang bernama Hoo Tjeng, ia datang menyambangi kakaknya dan membawa berita yang menggembirakan, sehingga begitu ia datang seakan-akan berjumpa dengan malaikan segera sebuhlah penyakit Hoo Tauw yang berat itu.

Kabar apakah gerangan yang dibawa Hoo Tjeng? marilah kita ikuti . . . . .

„Koko boleh kau merasa lapang hatimu, aku telah dapat mencari jejak penjahat itu.“ kata Hoo Tjeng dengan cengar cengir.

„Apakah warta itu dapat dipercayai seratus persen akan kebenarannya teetee adiku?“ tanya Hoo Tauw dengan berkedip-kedip.

„Ala, . . . . . koko tak usah khawatir. bila kita tangkap orang ini yang berperan sebagai penjual air minum, maka kesemua kawanan berandal itu akan mudah dibekuk, sebab ia merupakan kuncinya bahaaahahaaa . . . . . . .

Hoo Tjeng tertawa ter-gelak² dengan tangan ditaruh dipinggang.

„En Teetee, bila demikian rejeki kita memang baik, kalau kita dapat membekuk berarti pangkat kita bakal naik tiga tingkat, hahaaa . . . . . hahaaaa.. hahahahahhhah . . . . . . . .“ Hoo Tauw pun tertawa gelak² karena girangnya.

„Maka koko besok pagi² mempersiapkan beberapa anak buah yang dapat dipercayai untuk bersama-sama kita adakan penangkapan, akulah sebagai penunjuk jalannya.“ kata Hoo Tjeng pula kepada kakak misannya itu dengan bangga dan congkaknya.

„Baik, baik, dan lebih baik tetee bermalam di sini, sejak perintah itu diberikan akupun telah menerima uang pembeayaannya, mari kita adakan jamuan malam ini.

Hahahaaaaa . . . . . pucuk dicinta ulam tiba . . . . . . hahaaaa ... hahaaa“

Dipagi buta dimana hawa udara sangat dingin dan membeku itu, Hoo Tauw (teks tidak terbaca) dan Hoo Tjeng bersama beberapa anak buahnya mengadakan pengepungan disebuah gubug kecil didusun Tang Kay Tjhun.

Kehidupan rakyat dijaman Song yang penuh penderitaan tertera dalam lukisan ini

GUBERNUR NIO TIONG SU mengadakan peninjauan kekaresidenan TJEE TJIU HU

Mereka steling dan bersiap siaga dengan mata dipentang lebar².

Setiao ada orang yang berlalu, mereka berjingkat dan saling pandang.

Dalam suasana yang kaku dan tegang itu, Hoo Tjeng membuka suara:

„Pagi ini pagi yang bahagia, jangan cemas, rumah dia masih tutup berarti dia belum pergi, hahaaaaa . . . . . . . burung masih disarangnya mengapa kita gugup dan cemas tak karuan. heheeeheheeehhhhh . . . .“ Hoo Tjeng ngoceh pula

Belum habis tawa Hoo Tjeng tiba² pintu itu terbuka. maka segera siraplah suara tawanya. semuanya tegang dan ber-siap².

Tetapi apa yang mereka tegangkan meleset. yang muncul adalah seorang perempuan. ia bejalan melenggang wajar dipinggangnya membawa kelentang tempat air minum.

„Oh itu adalah istrinya. mumpung istrinya sedang ambir air dikali. mari kita serbu dan bekuk dia“

Perintah Hoo Tjeng.

Maka Hoo Tauw dan beberapa anak buahnya itu lalu meluruk menerobos rumah gubug kecil itu.

Benar saja Pak Sing si penjual air minum dirembah Oei Ni Kong itu masih mendengarkur tidur dengan lelapnya sedikitpun ia tidak menduga dan mengira bahwa dirinya sedang menghadapi mala petaka besar ini.

Tubuhnya diringkus, diikat dengan tali2 yang kuat dan diseret kekantor karesidenan.

Tanpa tunggu ternagnya tanah, begitu Pek Sing tetangkap ramailah suasana dikantor karesidenan Tjee Tjiu Hu itu.

Residen sendiri belum mandi sudah mengenakan pakaian kebesarannya untuk mengadili Pek Sing.

„Kaulah yang menyoal minuman dilembah Oei Ni Kong dan bersekongkol dengan kawanan berandal² itu? Hei, hayo ngaku kalau tidak ingin menerima siksaan.“ Tee Hu itu berkata dengan ketus.

Pek Sing hanya menudukkan kepalanya dan sedikitpun ia tidak mendongak dan menberikan jawaban.

Hal ini sungguh membuat darah Tee Hu mendidih. wajahnya menjadi merah seperti bara;

„Hei, berandal tengik, bandel betul kau, rangket 50 kali!“

Segera dua orang algoyo maju dan memukul tubuh Pek Sing dengan pentungan penjalin

Suara beradunya pentungan dan tubh manusia sangat memilukan dan menyanyat hati.

Dara telah membasahi sekujur badna namun sipenjual air minum dari lembah Oei

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Tahun 1972
Maaf Lahir dan Batin

BILA KANDA SAJANG PADAKU, SEGALA KESULITAN ANGGAPLAH RINGAN

Ni Kong ini masih bertahan dan tak mau membuka mulut.

Tee Hu menjadi amat sibuk sendirinya, ia lalu memerintahkan gantung tubuh Pek Sing, kepala dibawah dan kaki diatas.

Begitu tali digentak maka tubuh Pek Sing yang kecil itu segera naik ke-langit² rumah.

„Hei, berandal tengik mengaku tidak? Kau telah memberi bius didalam air minumanmu bukan? Dan kalau tidak ingin menerima siksaan yang lebih hebat hayo sebutkan konco mu itu!" perintah Tee Hu.

Namun sedikitpun tak ada suara dari Pek Sing, hal ini membuat Tee Hu dan para instanst menjadi lebih muring.

„Siram dia dengan air panas biar ngaku!"

Algojo mendekati dan menyiram tubuh Pek Sing.

Namun tubuh itu tetap tidak bergeming.

Baru setelah diamati-amati, ternyata Pek Sing telah pingsan sejak tadi, maka tidak ada jawaban apapun dari dia.

„Turunkan, turunkan! siram dengan air dingin dan seret kedalam tahanan, besok kita adili dan periksa lagi!" Tee Hu memberikan perintah maka bubarlah sidang pengadilan dikantor karesidenan pagi hari itu, dengan tanpa hasil. . . . . . .

S ore harinya Ho Tjing bersama Hoo Tauw menghadap kepada Tee Hu, melaporkan bahwa menurut berita2 dari penduduk disekitar dusun Tang Kay Tjuhn, bahwa di kantor kelurahan pada saat2 terjadinya perampasan Itu, dihalaman kelurahan malam harinya banyak orang2 yang mengenakan pakaian sebagai pedagang bermunculan sambil membawa keranjang buah2an.

„Kami yakin bahwa dalam lurah Yauw Kay ikut andil pembegalan dilembah Oei Ni Kong. maka harap Taydjin suka mengadakan pengecekan dan memeriksa lurah Yau Kay.” Hoo Tjing dengan lagak cengar-cengir berkata pada Tee Hu,

„Oh oh jadi . . . . . jadi lurah Yauw Kay yang kita segam itu ikut . . . ikut . . . bersekongkel?

Heiya, i . . . . . . tidak kukira, tidak kukira ia berkianat terhadap pemerintah . . . .

Baik kau bawa sepucuk suratku ini untuk disampaikan pada Song Kang, ia sebagai komisaris daerah harap harus mengecek sampai jelas peristiwaini!

Tee Hu lalu menulis surat dan diberikan pada kedua saudara Hoo uutuk segera disampaikan pada Song Kang.

Song Kang sebagai komisaris daerah dan berdiam dikota Kun Sing. hari itu membaca surat dari residen Tjee Tjiu Hu amat terkejut,

"Oh . . . . . Yauw Kay ikut berkomplot dengan orang² Liang San, celaka!

Memang tindakan orang² Liang San ini wajib kita puji sebab tidak untuk dirinya sendiri tetapi untuk kesejahteraan kehidupan rakyat, bila Yauw Kay yang berjiwa mulia ini sampai tertangkap sungguh aku yang mengetahui ikut berdosa kalau tidak memberi tahu padanya . . . . . . . "

Sepeninggal dua saudara Hoo. Song, Kang bergegas pergi kedusun Tang Kay Tjaununtuk menemui Yauw Kay.

Kebetulan sore hari itu Yauw Kay tidak bepergian, ia sedang duduk diserambi muka rumahnya.

(BERSAMBUNG)





Bagaimkah nasib Yauw Kay dan 8

kawan² yang merampas mutiara2 di

lembah Oei Nio Kong itu?

Bacalah Seri 8 segera terbit!


Di jaman Song
Banyak cerdik pandai yang tak mendapatken bidang pekerjaan
terpaksa menjual musik barangan.

108 Pendekar Gunung Liang San Seri VII (page 66 crop)
108 Pendekar Gunung Liang San Seri VII (page 66 crop)

Dengan ini pula Penyadur yuga
Menyampaikan Selamat Hari Raya
Idul Fitri 1972

Kepada para pembaca yang budiman!


Dhiyana