Amerta: Berkala Arkeologi 1/Bab 5

Amerta: Berkala Arkeologi 1  (1985) 
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Proyek Penelitian Purbakala Jakarta
Pembinaan Kembali Candi Prambanan

PEMBINAAN KEMBALI CANDI PRAMBANAN

A.J. Bernet Kempers

V.R. van Romondt


Pada tanggal 16 Januari 1952 diperingati saat telah tercapainya puncak candi yang sedang dibina kembali, ialah Candi Ciwa di Prambanan, dengan disertai selamatan sederhana. Upacara itu dihadiri Y.M. Mentri P.P dan K., Mr. Wongsonegoro, dan sejumlah undangan dari Yogyakarta dan Surakarta, di antaranya Sri Pduka Paku Alam. Pada kesempatan itu oleh Akting Kepala Dinas Purbakala, Prof. Dr. A.J. Bernet Kempers, dan oleh Pimpinan Seksi Bangunan Dinas tersebut, Prof. Ir. V.R. Van Romondt, diucapkan pidato sambutan yan tertera di bawah ini.


MENYAMBUT TERCAPAINYA PUNCAK CANDI PRAMBANAN
Prof. Dr. A.J. Bernet Kempers


Kita kenal semua dongeng Ratu Baka dan putrinya Lara Jonggrang. Putri itu menuntut dari peminangnya, Raden Bandung, untuk dibuatkan sebuah istana yang dihiasi dengan arca-arca dalam waktu satu malam saja. Istana itu harus lebih indah daripada bangunan mana pun jua di dunia. Raden Bandung giat bekerja, dan kini kita sekalian berada di tengah istana yang dibangunnya yaitu: Candi Prambanan ini.

Tetapi kita tahu juga bahwa puteri yang kejam itu dengan tipu muslihat dapat menggagalkan diselesaikannya pekerjaan itu oleh Raden Bandung. Waktu fajar menyingsing semua gedung dan semua arca sudah siap. Hanya satu arca saja yang belum selesai. Jerih payah Raden Bandung sia-sialah. Sebaliknya pun Lara Jonggrang sendiri tak luput dari hukuman! Ia dikutuk menjadi batu oleh peminang yang tertipu itu. Ia menjadi arca batu Dewi Durga, dan arca ini kemudian ditambahkan sebagai arca pelengkap yang terakhir guna menghiasi Candi Prambanan itu.

Kejadian ini sudah lampau lama sekali; namun kekuasaan Lara Jonggrang atas umat manusia tetap belum hilang! Dongeng tentang tuntutannya masih saja diceritakan orang. Arcanya sebagai Durga masih tetap dipuja sampai hari ini. Pun ia masih terus memikat hati orang dan mencari kekasih baru, sedangkan maskawin yang dimintanya dari para peminang masih tetap melampaui batas, tiada ubahnya dari waktu dahulu.

Kini telah lebih dari seribu tahun yang lalu Candi Prambanan itu didirikan. Tak lama sudah berdirinya itu maka pemerintah dan kebudayaan Jawa Hindu di Jawa Tengah runtuhlah. Istana ciptaan Raden Bandung diserahkanlah kepada kehendak alam. Gempa bumi tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia melakukan pekerjaan kemanusiaan mereka. Untuk beberapa abad lamanya keadaan Candi Prambanan tidak lain daripada suatu runtuhan di tengah runtuhan-runtuhan lain di sekitarnya. Kerubuhan-kerubuhan ketiga candi yang terbesar: Ciwa, Brahma dan Wisnu, hanya
23. Perencanaan Kembali Percandian Loro Jonggrang di Prambanan.
24. Puncak Candi Çiwa. a.

nampak sedikit saja di atas sebuah bukit batu yang ditutup tumbuh-tumbuhan. Pun kamar pusat tempat arca Ciwa Mahadewa runtuh sama sekali, sehingga waktu itu tak mungkin dapat diketahui dewa mana sebetulnya yang terpenting di dalam kelompok candi yang hanya berupa timbunan batu dan belukar-belukar itu. Akan tetapi di antara segala itu ada juga nampak satu arca, ialah Lara Jonggrang yang membatu!

Pada masa yang silam banyak orang telah mengunjungi Candi Prambanan dan mengagumi keajaibannya. Tetapi lama juga seruan puteri Lara Jonggrang itu baru sampai kepada salah seorang di antara para pengagum tadi. Seruan itu bukannya berbunyi ”Dirikanlah istana yang indah untukku” seperti dahulu, melainkan— hampir sama saja bunyinya — Kembalikanlah istanaku, yang tak ada bandingnya itu, kepada kemegahannya yang lama. Binalah kembali Candi Prambanan ini!”

Maka akhirnya pada tahun 1885 terdapatlah seorang peminang baru. Peminang itu bernama Ir. J.W. Ijzerman, ketua Archaeologische Vereeniging di Yogyakarta.

Sebetulnya Ir. Ijzerman itu seorang pencinta yang platonisch. Demikian pula penggantinya nanti. Tetapi tidak kurang juga api percintaannya!

Waktu untuk bekerja yang disediakan bagi Ir. Ijzerman oleh kekasihnya bukan satu malam saja, melainkan selama berlakunya kredit yang diberikan kepadanya oleh Pemerintah. Pun waktu itu ternyata terlalu sedikit. Setelah ada lima ratus meter kubik batu besar dikeluarkan Ijzerman dari kamar yang terbesar dari Candi Ciwa, habislah kreditnya. Seruan sang puteri tak terkabul!

Empat tahun kemudian bertindaklah seorang penyelidik lain, ialah Dr. Groneman. Ia membersihkan halaman tempat candi-candi besar. Sayang sekali cintanya terhadap sang puteri itu menyebabkan terlalu giatnya ia bekerja. Semua batu lepas, yang berukiran ataupun yang tidak, baik dari candi-candi besar maupun kecil, dilemparkannya kacau-balau ke luar di pinggir halaman, menjadi satu timbunan baru.

Oleh karena pembersihan yang dilakukan begitu saja, maka mungkinlah Candi Prambanan akan menjadi lebih lagi dari runtuhan yang sangat rusak, di tengah halaman yang bersih ”neces”, di samping suatu dump” batu-batu yang mengesalkan hati!

Pada awal abad sekarang ini Tuan Van Erp melakukan pemugaran kamar-kamar Candi Ciwa. Meskipun demikian, tetaplah dari candi itu yang tinggal tidak lebih dari soubasementnya dari bagian bawah dari badannya. Jika bangunan itu boleh dibandingkan dengan tubuh manusia, maka dapatlah kita katakan: cuma tinggal kakinya, sampai kepada tengah pahanya serta sebagian dari perutnya.

Dalam pada itu para pencinta puteri Lara Jonggrang menyatukan diri menjadi suatu kongsi, yang bernama Oudheidkundige Dienst, kini Dinas Purbakala. Dinas itu antara lain bertujuan hendak menghidupkan kembali bangunan-bangunan yang menjadi saksi dari masa silam yang mulia. Bukan saja Candi Prambanan melainkan bangunan lain pula meminta diperbaiki, diteguhkan dan bila mungkin dibina kembali. Percobaan pertama hingga pembinaan kembali itu dilakukan di Jawa Timur. Ketika percobaan tadi boleh disebut berhasil dengan memuaskan, maka mulailah dipertimbangkan pekerjaan yang jauh lebih besar dan sulit, yaitu pembinaan kembali Candi Ciwa di Prambanan.
25. Candi Apit. Loro Jonggrang, Prambanan.
Bahwa sesudah pembersihan dan pengacuan oleh Groneman itu masih ada orang yang berani memulai pekerjaan meluluskan seruan Puteri Lara Jonggrang dengan memilihi batu-batunya satu persatu dari timbunan yang teraduk itu, hampir-hampir tak dapat di mengerti. Rasanya Tuan Perquin sendiri, yang memulai pekerjaan raksasa itu akan makan waktu 34 tahun sebelum puncak candinya tercapai! Dan lebih sukar dapat dimengerti lagi ialah bahwa setelah lewat waktu itu akhirnya sungguh-sungguh tercapai juga puncak tadi! Lagi pula semuanya ini meskipun banyak soal yang dihadapi waktu pembinaan kembali itu dilakukan, meskipun ada dialami masa krisis, meskipun kekurangan uang, meskipun kesulitan pegawai, meskipun ada perang dunia yang kedua, dan meskipun masih banyak lagi kesukaran-kesukaran yang semuanya satu persatu harus diatasi dan dilintasi.

Segala permulaan sulit, maka kita pada hari ini tidak boleh mempermasalahkan orang yang meletakkan batu pertama untuk pembinaan kembali itu, bahwa ia tidak melakukan batu itu pada tempatnya yang benar. Tetapi kita tak usah khawatir, bahwa batu-batu itu masih ada di tempat yang yang salah, oleh karena sejak itu hanyalah batu yang telah dipindahkan dan di tempatkan di mana seharusnya.

Banyak tahun telah diperlukan, banyak perjuangan telah dilakukan, dan banyak kekurangan telah dituliskan – sungguh suatu "restauratiekwestie" betul-betul – sebelum dapat ditemukan suatu cara pembinaan yang sebaiknya. Dan sambil pekerjaan berlangsung cara pembinaan itu masih saja diperbaiki dan disempurnakan.

Setelah didapat suatu cara yang dipandang memuaskan, maka dicobakanlah cara bekerja itu pada dua obyek yang lebih kecil dahulu: yaitu candi-candi apit yang ada di sebelah selatan dan utara dalam halaman candi ini. Pembinaannya kembali diselesaikan dalam tahun 1932 dan 1933. Sejak itu terdapatlah bukti yang nyata, betapa baiknya cara pembinaan yang baru selesai itu. Bila candi-candi yang telah tegak kembali itu dibandingkan dengan runtuhan-runtuhan dari lebih kurang 200 buah candi perwara di sekeliling kita ini, yang sedikit menggambarkan keadaan dahulu ketika tempat ini penuh dengan reruntuhan dan timbunan batu belaka, maka tak dapatlah disangsikan lagi, bahwa bangunan purbakala itu barulah dapat berbicara kepada manusia ini kini setelah dibina kembali dalam kemegahannya dahulu. Hanyalah menjadi syarat mutlak, bahwa pembinaan kembali itu haruslah dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya bahwa bentuk dan wujud yang diperoleh itu memang sungguh-sungguh bentuk dan wujud yang aslinya dan bukan hasil fantasi kita belaka!

Sementara itu batu-batu yang berasal dari Candi Ciwa dikumpulkan, dicocok-cocokkan dan dipasang menjadi susunan percobaan. Barangkali kebanyakan dari saudara-saudara masih ingat, bahwa 15 tahun yang lalu seluruh halaman ini penuh dengan pasangan-pasangan batu dari susunan percobaan Candi Ciwa. Dengan demikian maka berhasillah didapat suatu pemandangan yang lengkap tantang bentuk dan wujud candi itu tadi. Tentunya saudara sekalian kenal juga gambar perencanaan kembali diwaktu yang lampau, sebelum candi itu dibina kembali sesungguhnya.

Pembinaan kembali yang sebenarnya barulah dimulai dalam tahun 1837, berkat "25 miliun welvaartsfonds". Mula-mula ditaksir bahwa pekerjaan itu akan memakan waktu 7 tahun, sehingga diharapkan akan selesai dalam tahun 1945. Ternyata, bahwa kehendak memang harus disesuaikan dengan keadaan. Kini kita ada 7 tahun kemudian, tetapi belum juga Candi Ciwa itu kami lepaskan dari tangan kami. Memang tahun-tahun yang baru lampau ini penuh membawa perubahan-perubahan besar yang tak terduga semula, yang menggoncangkan seluruh dunia dan juga negeri kita, yang semuanya itu menghambat dan mempersukar pekerjaan yang telah penuh kesulitan ini. Meskipun demikian, bolehlah kita mengucap syukur dan terima kasih, bahwa kini puncak pekerjaan pembinaan kembali itu telah tercapai juga. Puncak pekerjaan terjelma dalam puncak candi yang saudara saksikan itu yang telah menembus kekangan perancah dan menjulang di angkasa dengan bangganya, 47 meter di atas tanah!

Hari ini kita berkumpul di sini untuk bersama dengan Yang Mulia Bapak Menteri kita memperingati suatu ketika yang penting benar dalam pembinaan kembali Candi Ciwa. Hanyalah sampai kini belum tiba pula saatnya untuk mengatakan, bahwa pekerjaan itu telah selesai sama sekali. Perencah kayu itu masih saja menyelubungi candinya, pun langkah serta regol-regolnya belum dipasangkan. Akan tetapi tercapainya puncak Candi Ciwa itu tidak boleh tidak menjadi
26. Candi Çiwa, Loro Jonggrang (Prambanan), Gambar Perencanaan Kembali.
sungguh-sungguh hari besar bagi mereka yang telah mencurahkan segala tenaganya kepada pekerjaan itu.

Jika sebuah rumah didirikan dan atapnya sudah ada di tempatnya, maka ketika itu biasa dirayakan. Saat selesainya memasang bagian yang teratas itu, baik di negeri ini maupun di negeri-negeri lain, diperingati dengan menaruhkan suatu tanda di atas puncak tadi. Untunglah bagi saya, bahwa saya tidak diminta atau diharapkan untuk menaruh tanda semacam itu, bendera maupun lainnya, di atas puncak candi yang 47 meter tingginya ini. Tetapi benar-benar saya gembira, bahwa hari ini kita diperkenalkan merayakan saat yang maha penting itu. Terima kasih saya ucapkan atas segala usaha dan bantuan dalam melaksanakan selamatan ini. Tak lain saya mendo'a mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan kurnianya agar kami diberi cukup tenaga dan semangat untuk menyelesaikan pekerjaan yang penting lagi mulia ini.

Pada saat ini suatu pesta besar belum pada tempatnya. Upacara yang diadakan pada hari ini direncanakan hanyalah sebagai suatu perayaan di dalam lingkungan keluarga sendiri, yaitu keluarga Dinas Purbakala beserta sahabat-sahabatnya yang hingga kini telah menunjukkan kesediaannya untuk mengikuti dan merasakan untung malang nasib kami, khusus nasib Seksi Bangunan yang melaksanakan pekerjaan maha berat ini.

Di sini lebih-lebih saya menyatakan kegembiraan saya, oleh karena pekerjaan ini, seperti juga pekerjaan lain dari Seksi Bangunan, baik di dalam tahun-tahun yang sudah maupun dewasa sekarang, adalah hasil yang diperoleh dari eratnya kerja sama antara orang-orang Indonesia dan orang-orang Belanda. Kerja sama yang satu saja tujuannya: pembinaan kembali Candi Ciwa ini!

Meskipun bagian terbesar dari candi ini tiada kelihatan karena perancahnya, namun dua hal sudah nampak dengan tiada syak lagi, yaitu: pertama, bahwa candi ini menjadi tanda yang nyata dari tingginya kebudayaan dan kesenian penduduk Jawa Tengah seribu tahun yang lalu: kedua, bahwa candi ini juga menjadi contoh dari kebaktian serta kecintaan kita terhadap kekayaan kebudayaan Indonesia. Lagi pula pada hemat saya, pekerjaan Seksi Bangunan ini dapatlah menjadi tiru teladan yang menyatakan dengan tegas hasil yang baik dari kerja sama di dalam lapangan teknik, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Kerja sama itu melenyapkan segala perbedaan nasional, segala golongan gaji, dan segala pangkat. Saya tahu, bahwa tidak semuanya itu dapat berlangsung sebagaimana dapat dicita-citakan, akan tetapi yang pokok ialah bahwa kendati segala kesukaran yang memang selalu mengancam setiap organisasi, telah dilaksanakan juga suatu pekerjaan raksasa.

Diperkenankanlah di sini saya menyebut beberapa orang yang telah mencurahkan tenaganya — seringkali, boleh dikata selama seluruh hidup mereka — guna melaksanakan pekerjaan maha besar ini.

Pertama-tama saya sebutkan beberapa orang wakil dari para pencurah tenaga, yang tiada dengan bantuan yang setia dari mereka ataupun di lain lapangan dari Seksi Bangunan, tidak dapat memungkinkan pekerjaan yang seperti sekarang ini. Masa kesukaran pula bagi mereka yang melanjutkan pekerjaan Seksi Bangunan: Sdr. Soewarno beserta dengan para pembantunya, Samingun, Ichwani, dan Mirun. Selama zaman perang dan waktu sesudahnya sungguh bukan waktu yang memberikan kegembiraan kerja kepada mereka. Namun mereka itu, baik di sini maupun di lain tempat, dengan segala daya upaya telah berteguh hati untuk melanjutkan tugas mereka, di mana dan bilamana saja ada kemungkinan. Mudah-mudahan mereka dapat mengecap kenikmatan dan kepuasan hati dalam keinsyapan bahwa pusaka kebudayaan yang megah indah ini telah dapat dikembalikan lagi kepada bangsa Indonesia juga sebagai hasil pengorbanan mereka.

Sebelum saya akhiri uraian saya ini perlulah rasanya saya tegaskan, bahwa pembinaan Candi Ciwa itu adalah bagian yang sangat penting, tetapi juga hanyalah bagian saja, dari tugas Seksi Bangunan. Dalam lapangan ini juga Saudara-saudara dapat menyaksikan pembinaan kembali salah satu dari candi-candi perwara, dapat melihat susunan-susunan percobaan dari Candi Wisnu dan Brahma, sedangkan tidak jauh dari sini orang sedang sibuk bekerja pada Candi Plaosan, Ratu Baka, Banyuniba. Lebih jauh lagi dari sini kami sedang bekerja di Ngempon dekat Ungaran; di Jawa Timur baru saja diselesaikan pembinaan kembali makam Maulana Malik Ibrahim. Sejak tahun 1949 bertimbun-timbunlah pekerjaan kami di pulau Bali, sejak tahun yang lalu kami mulailah lagi pekerjaan kami di Sumatra dengan membersihkan berbagai candi. Tahun-tahun yang akhir ini telah kami perbaiki pemakaman raja-raja di Sulawesi Selatan. Nyatalah, bahwa di mana-mana kami harus giat bekerja, dan ini hanya dapat dilakukan seimbang dengan sangat terbatasnya, sangat kecilnya jumlah pegawai yang ada di dinas kami.

Di samping itu Dinas Purbakala masih mempunyai berbagai cabang lagi, meskipun lebih kecil. Pada dinas kami ada seorang prehistoricus, yang setelah beberapa tahun bekerja di luar dengan penyelidikan serta penggalian, kini ada di kantor pusat kami di Jakarta. Kami mempunyai seorang epigraaf yang tugasnya menyelidiki prasasti-prasasti dan pertulisan-pertulisan lainnya. Dan kemudian ada beberapa orang ahli arkeologi, di antaranya tenaga-tenaga bangsa Indonesia yang masih dalam pendidikan. Jumlah tenaga Indonesia ini sangat kecil, untuk pekerjaan yang sangat penting dan luas itu nantinya sangat terlalu kecil. Dan lagi jumlah itu terlampau sedikit pula jika dibandingkan dengan kenyataan betapa menariknya sesungguhnya ilmu purbakala itu bagi para putera bangsa ini sendiri.

Bahwa memang ada terbentang lapangan pekerjaan dan pelajaran yang sangat menawan hati itu, dapatlah kiranya sebuah pusaka seperti Candi Ciwa ini memberikan buktinya dengan senyata-nyatanya. Dan jika saya menyebutkan beberapa nama, maka yang demikian itu adalah oleh karena saya mengetahui sendiri, bahwa mereka selama hidup telah mencurahkan seluruh hatinya kepada peninggalan-peninggalan kejayaan dahulu, Terkenanglah saya akan Sdr. Manab almarhum, ingatlah saya akan Pak Dipajasa, Pak Mangun, Pak Kadis, Pak Kandar, Pak Kramaredja. Tak perlu disangsikan, bahwa selain nama-nama itu masih banyak lagi teman-teman yang patut mendapat perhatian sepantasnya, akan tetapi baiklah mereka jangan berkecil hati kalau tidak semua nama saya kemukakan di sini.

Kecuali kepada mereka itu, saya ucapkan selamat pula kepada mereka yang khusus memegang pimpinan pembinaan kembali ini, juga kepada para pembantu mereka, atas tercapainya tingkatan yang maha penting dalam pekerjaan mulia ini: selesainya memasang puncak Candi Ciwa.

Saya terkenang almarhum Inspektur de Haan, yang memulai pembinaan kembali di Prambanan ini dengan cara baru, saya ingat kepada bekas Kepala Oudheidkundige Dienst, Dr. Bosch, yang telah berjuang sekuat tenaga untuk mempertahankan pendiriannya yang dianggap sebagai kewajiban, ialah prinsip pembinaan kembali, sewaktu cita-cita demikian belum dapat diterima dan diakui kepentingannya oleh siapa pun juga. Menurut pendapat Dr. Bosch kepentingan sesuatu candi bagi orang Indonesia sekarang ini sungguh menuntut pembinaan kembali itu. Tak dapat runtuhan itu dibiarkan sebagai timbunan batu yang tak berarti belaka. Terkenang juga saya akan tuan Van Coolwijk, yang telah diberi beban untuk memegang pimpinan sehari-harinya oleh Inspektur Bangunan, Ir van Romondt. Pun terbayang di muka saya almarhum Dr. Stutterheim yang telah berhasil memberikan pengertian yang lebih jelas kepada kita tentang makna kelompok candi ini. Kecuali satu, maka orang-orang yang baru saya sebutkan namanya itu tak ada lagi dilingkungan kita ini. Maka sungguh amat bersuka hatilah saya, bahwa yang satu itu, Prof. Ir. van Romondt, Kepala Seksi Bangunan di waktu dahulu dan di waktu sekarang ini, juga berada di antara kita, dan dapat memperlihatkan serta memberikan penerangan kepada kita hasil jerih payahnya selama lebih dari dua puluh tahun.

Tahun-tahun yang baru lalu sejak pecahnya perang dunia kedua adalah masa yang penuh kesulitan bagi kita semua, meskipun tak sama sifat dan derajatnya.


PEKERJAAN MEMBINA KEMBALI CANDI PRAMBANAN

Prof. Ir. V.R. van Romondt



Hari ini kita sekalian berkumpul untuk merayakan saat telah selesainya pembinaan kembali Candi Ciwa di Prambanan, ialah mengenai pekerjaannya yang bersifat arkeologi dan bagiannya yang bersifat teknis. Saat itu sebetulnya telah tiba beberapa bulan yang lalu, yaitu ketika batu yang terakhir dipasangkan di ujung puncak. Sesudah kini bagian teratas dari perancahnya dibongkar sehingga umum dapat melihat pucuk yang tertinggi menjulang nyata di angkasa, maka kami mengundang teman-teman dari pekerjaan kami untuk berpesta dan ikut serta dalam kegembiraan kami atas tercapainya titik yang demikian pentingnya di dalam sejarah yang sangat panjang dari pembinaan kembali peninggalan purbakala yang megah ini.
27. Candi Çiwa Sebelum Dibina Kembali.

Memandang hasil-hasil sesuatu kerja itu menjadi lebih berarti dan lebih dapat dinikmati, jika kita tahu akan sejarah dan waktu dari pekerjaan itu dan pula faham akan maksud dan tujuan mengapa pekerjaan itu dilakukan. Oleh karena itu itu diperkenankanlah saya mengajak Saudara-saudara diam sejenak dan meninjau hal-hal itu.

Ketika waktu menjelang akhir abad yang lalu minat yang semakin besar terhadap peninggalan-peninggalan purbakala pun terdapat di Yogya dengan didirikannya ”Archeologische Veereniging”,maka seakan-akan dengan sendirinya perhatian ditujukan kepada runtuhan-runtuhan di perbatasan kerajaan-kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. Dari padanya yang terlihat hanyalah bukit-bukit timbunan batu,sebagaimana dapat nyata dari foto-foto zaman itu. Barang siapa yang ada terasa hasrat di dalam hatinya untuk menyelami masa lampau, untuk memahami benar-benar akan keindahan seni zaman itu dan menghidupkannya kembali, dapatlah membayangkan betapa besar harapan para pelopor kepurbakalaan itu yang mereka taruhkan di dalam runtuhan-runtuhan itu. Dan usaha apa saja yang telah dilakukan sebagai pernyataan minatnya terhadap runtuhan-runtuhan itu, telah Saudara dengar tadi. Nama Ir.Ijzerman dan Dr.Groneman tidak lagi asing.

Setelah kira-kira tiga puluh tahun lamanya kaki-kai candi itu dengan tenang dan tenteram mengecap kenikmatan di antara lapangan-lapangan perumputan yang sedap dipandang dan selalu rapih dipelihara,maka dalam tahun 1918 dimulailah usaha yang tegas secara besar-besaran oleh ”Oudheidkundige Dienst” (atau kini Dinas Purbakala) yang sementara itu telah didirikan. Pada tahun itu di Jawa Timur selesailah pembangunan kembali dari berbagai candi kecil dari kelompok Panataran. Pembangunan itu dilakukan menurut cara anastylose, yaitu dengan menghubung-hubungkan batu-batu aslinya. Dan ternyata bahbahwa hasilnya sangat memuaskan. Inspektur Bangunan waktu itu, Tuan Perquin, berharapan untuk dengan cara itu dapat mencapai hasil yang demikian pula di Prambanan.

Jika kita melihat foto-foto dari timbunan batu-batu yang maha dahsyat itu yang harus dipilih satu persatu dan yang menjadikan putus asa orang seperti umpamanya Ijzerman, maka kita sungguh harus mengagumi tekad serta keberanian dan optimisme yang mendorong dimulainya pekerjaan itu. Sungguh bukanlah soal kecil untuk memilih beribu-ribu batu yang campur aduk tak karuan itu menurut bentuk dan hiasannya dan sesudah itu memilih serta menetapkan mana-mana yang berasal dari bangunan yang akan diperbaiki itu. Orang akan mudah menamakannya pekerjaan gila jika hasil-hasilnya tidak menunjukkan kebalikannya. Tetapi tidak hanya pujian harus ditujukan kepada jiwa raksasa yang telah berani menyanggupi pekerjaan tersebut, melainkan pula kepada para pembantunya, lebih-lebih para werkbaas, yang dengan ketajaman matanya yang sangat mengherankan dapat mengumpulkan batu-batunya satu persatu menurut bagian-bagian candinya yang asli. Mula-mula disusun menjadi bagian lepas, lama-kelamaan menjadi bagian dinding atau lainnya, baik bagian luar maupun dalam. Sampai pada suatu ketika dapat nampak, bahwa candi seluruhnya dapat dibina kembali dalam bentuk dan kemegahannya yang lama dan asli.

Bahwa dari bukit timbunan batu yang tiada memberi sesuatu harapan dapat dipilih batu-batunya satu persatu sehingga dapat dikumpulkan kembali menjadi satu bangunan yang hampir 50 m tingginya adalah sungguh kemenangan besar bagi para pencurah pikiran dan tenaga Dinas Purbakala. Sebuah bangunan yang waktu didapatkan kembali, dinding-dindingnya tak melebihi 10 m tingginya, dapatlah diberikan kembali dengan utuh kepada masyarakat.

Sewaktu mencari-cari bentuk dan ujud aslinya, maka sambil lalu dilakukan pekerjaan terhadap dua buah candi lagi yang lebih kecil, ialah kedua candi apit, yang dibina kembali sebagai latihan untuk pekerjaan yang jauh lebih besar nantinya. Sebab tujuan terakhir itu tidaklah tercapai dengan tiada pemecahan banyak soal. Lebih-lebih soal mengenai derajat kepastian yang diperlukan untuk melaksanakan pembinaan kembali itu. Bagi seorang ahli bangunan pencinta seni adalah kesal benar untuk tidak melaksanakan perencanaan kembali yang menurut perasaannya cocok sama sekali dengan keadaan aslinya, hanyalah oleh karena barangkali ada sebuah batu yang tak ditemukan lagi sehingga bukit-bukitnya tidak dapat nyata dari bahan-bahannya sendiri, bahan yang memberikan jaminan mutlak. Betapa mudah orang akan terpikat hatinya untuk menambah sedikit, ya sedikit saja, kepada sesuatu arca atau hiasan, supaya menjadi lengkap dan utuh lagi. Orang toh tak akan dapat lagi menelitinya nanti, dan dipandangnya jauh lebih menyenangkan.

Akan tetapi di samping itu ilmu pengetahuan menuntut supaya setiap langkah dalam pekerjaan dapat dipercaya dengan tiada bersyarat. Dan betapa mudahnya tambahan yang kecil disusul oleh yang lebih besar sehingga akhirnya orang terjerumus dalam nafsu untuk menambah dan memperindah dan dengan kira-kira saja menggambarkan ujudnya yang semula dahulu kala. Oleh karena itu telah diputuskan untuk membina kembali Candi Ciwa itu dengan kepastian yang dapat dipercaya 100%. Ini adalah suatu syarat mutlak, tetapi pun suatu syarat yang sungguh-sungguh menjadi beban seberat-beratnya mengenai penilikannya dan lagi kejujuran serta ketabahan hati para pemiliknya.

Dari bangunan yang ada di depan kita ini dan yang telah menjengukkan puncaknya di atas perancah sungguh dapat diharapkan bahwa tidak ada satu buah batu pun yang dipasangkan kembali di tempat yang lain daripada tempat aslinya, tak ada satu batu pun yang tidak dengan kepastian penuh dikembalikan lagi ketempat mulanya, meski di bagian-bagian yang tersembunyi sekalipun.

Bagaimanakah kita dapat mengetahui bahwa sesuatu batu itu benar-benar harus di tempat yang tertentu letaknya? Dalam hal ini orang tak usah khawatir. Seluruh bangunan itu dan juga semua candi-candi Jawa Tengah, dari alas sampai puncak adalah hasil kerja tangan. Setiap batu, baik yang halus maupun yang kasar, dikerjakan dengan tangan setelah ada di tempatnya sesuai dengan maksudnya dan keadaannya pada suatu ketika. Dengan demikian tak adalah dua buah batu yang sama. Tiap batu mempunyai coraknya yang tersendiri dan khusus, sesuai dengan tempatnya yang tersendiri dan khusus pula di dalam bangunan itu, tak dapat batu itu sesuai untuk tempat lain daripada yang mengukur, dengan mencoba dan sekali lagi mencoba, maka dapatlah ditemukan batu-batu yang harus ada di sampingnya, di atasnya atau di bawahnya. Semacam gigi di sisi bawah menghubungkan batu itu dengan lapisan di bawahnya, begitu pula ceruk di bidang atas menahan batu di atasnya agar jangan bergeser. Di kanan kirinya ada juga diberi lubang guna memasang dok-dok yang menghubungkannya dengan batu-batu di sebelahnya. Pula ada hubungan dengan bagian dalam memakai hubungan bentuk ekor burung. Jika sisi luar dari batunya diberi ukiran, maka bagaimana bersambungnya dengan batu-batu di sekitarnya mudah diperiksa, akan tetapi pun batu-batu yang rata saja mempunyai persamaan dalam hal permukaannya dengan batu-batu di sekelilingnya, sebab dinding-dinding itu barulah diperhalus setelah selesai bangunannya. Dengan demikian bekas-bekas pahat melintasi segala tempat sambungan batu-batu sedangkan permukaannya menjadi sama rata. Hal-hal inilah beserta beberapa lagi yang menjadi bahan penilikan waktu menyusun pasangan percobaan, sehingga dapat diperoleh ketentuan yang pasti sebagaimana diminta dari kami.

Atas dasar yang kokoh ini dapatlah pembinaan kembali dilaksanakan. Tetapi ini pun belum berarti bahwa telah ditemukan kembali semua batu-batunya. Hanyalah telah dapat dipastikan demikian jauhnya sehingga dengan tiada mempergunakan fantasi kekurangan-kekurangannya dapat diganti dengan bahan-bahan baru. Memang banyak batu-batu yang telah hilang oleh karena timbunan batu itu tadinya menjadi sumber yang sangat menguntungkan sebagai bahan bangunan bagi penduduk dan perusahaan-perusahaan di sekitar Prambanan sini. Akan tetapi dibandingkan dengan jumlah batu yang ribuan bertimbun-timbun itu maka pengangkutan batu yang bergerobak-gerobak itu tidaklah seberapa, dihitung dengan procent hanyalah kecil sekali saja. Dalam hal ini dapat juga dianggap sebagai keuntungan bahwa oleh karena adanya simetri yang bersegi delapan pada candi itu, maka cukuplah untuk mengetahui dengan pasti seperdelapan saja dari bentuknya untuk dapat pula mengetahui bagian selainnya. Pada gambar-gambar pertanggungjawaban yang sayang sekali selama keributan tahun-tahun yang lalu ini telah hilang, semuanya itu dicatat: apa yang telah rusak. Dengan demikian dapatlah ditinjau pekerjaan itu seluruhnya dan diambil keputusuan yang sangat penting itu.

Pada pertengahan tahun 1937 dapatlah dimulai pelaksanaan pembinaan kembali. Maka didirikanlah perancah yang sekarang ini, tujuh tahun lebih lama dari dugaan semula, masih menutupi bangunannya dari pandangan mata kita. Pada waktu itu timbullah soal yang lain lagi. Rupa-rupanya candi itu dahulu kala runtuhnya oleh karena gempa bumi, maka haruslah dijaga supaya nantinya jangan terulang lagi. Lagi pula banyak batu-batu yang oleh karena pecah tidak lagi mempunyai kekuatan seperti dahulunya, sehingga haruslah dicari akal, tidak hanya supaya dapat memperoleh kembali kekuatan dari susunannya yang semula itu, melainkan juga untuk memperkokoh susunan seluruhnya agar sedapat mungkin bisa menjaganya terhadap kerusakan karena gempa bumi. Terhadap bahaya gempa bumi ini didapatlah akal untuk memasang rangka besi dan beton di dalam tembok-tembok, sedangkan terutama bagian yang di atas yang menjadi amat berat nantinya diberi rongga-rongga. Pada berbagai candi memang terdapat rongga-rongga di dalam bagian atasnya, yang meskipun mempunyai maksud lain hasilnya sama saja, yaitu memperingan beban berat puncaknya. Adapun batu-batu penunjang atau penahan yang telah pecah, itu diberi lubang yang membujur, lubang mana kemudian diisi dengan balok-balok beton berangka besi yang dari luar tidak kelihatan.

Pembinaannya kembali, yang meminta pekerjaan yang sangat lebih teliti daripada waktu masih pasangan percobaan, ternyata tidak begitu lancar jalannya sebagaimana diharapkan semula.

Peperangan itu meminta usaha yang lain daripada pembangunan sebuah pusaka kebudayaan dari zaman kuno. Pikiran lebih-lebih ditujukan kepada maksud-maksud yang langsung. Hal ini berlaku pula, bahkan melebihi, untuk suatu revolusi yang taufannya dengan tidak samar-samar telah mengamuk di sekitar perancah ini. Sayang bahwa terbawa oleh angin ribut tadi banyak pula pekerjaan mengenai pertangngjawaban secara ilmu pengetahuan yang hilang lenyap. Akan tetapi kini telah nampak pula saat berakhirnya pekerjaan raksasa ini, dan oleh karena bantuan yang sepenuhnya dari Pemerintah maka beberapa bulan lagi kami mengharapkan Saudara-saudara sekalian di sini lagi sebagai tamu-tamu pertama yang dapat
28. Puncak Candi Çiwa Selesai Dibina Kembali.

menyaksikan pusaka yang telah kami rebut kembali untuk angkatan kita dan angkatan keturunan kita.

Berapa lamanya lagi, belum dapat dipastikan. Masih banyak yang harus dikerjakan. Tidak hanya batu-batunya yang baru harus diselesaikan sama sekali, akan tetapi juga masih harus dipasang keempat regol jalan masuk di atas tangga-tangganya, sedangkan langkan di atas kaki candinya masih harus diberi penutupnya. Kini kami sibuk untuk memahati batu-batu baru guna kekurangan keperluan itu, akan tetapi pembinaan kembali itu sering sekali menimbulkan hal-hal yang tak terduga sama sekali sebelumnya, sehingga masih tetap sukar untuk sekarang sudah menentukan hari selesainya.

Dalam garis besarnya telah diuraikan di sini bagaimana caranya membina kembali itu disertai dengan beberapa dari soal-soal terpenting yang bersangkutan. Lebih sukar lagi ialah untuk memberi jawaban ”mengapa” dikerjakan pembinaan kembali itu. Secara ilmu pengetahuan yang sebenarnya pembinaan kembali itu tak seberapa penting. Jika sudah dapat ditemukan wujud dan bentuk aslinya, maka sudah cukuplah untuk mendasarkan pelajaran tentang purbakala — dan inilah sesungguhnya tugas ilmu purbakala. Akan tetapi sebagaimana juga ilmu pengetahuan itu tidak mempunyai tujuan di dalam dirinya sendiri melainkan hanyalah diusahakan sebagai pengabdian kepada kemasyarakatan umat manusia, begitu pula bagi masyarakat bentuk yang nyata dan wujud yang dapat diraba adalah lebih berarti daripada gambar secara ilmu bangunan saja di atas kertas, yang bagi umum biasanya sukar sekali ditangkap akan nilainya yang sebenarnya. Maka sebuah bangunan kuno yang telah diberi kembali wujudnya yang semula dapatlah kira-kira dipersamakan dengan suatu penerbitan ilmu pengetahuan, di mana hasil-hasil penyelidikannya dapat sampai kepada rakyat umum. Ya, bahkan lebih daripada itu, sebab sebuah bangunan itu dapat dilihat oleh siapa pun yang mempunyai mata meskipun untuk memahaminya dengan sungguh-sungguh diperlukan sekali pendidikan yang sengaja dan khusus tertuju ke arah itu. Jawaban ini atas pertanyaan ”mengapa” menggeserkan persoalan kelain bagian lagi: tujuan atau guna dari penerbitan-penerbitan arkeologi dan histori untuk akhirnya sampai kepada pertanyaan akan perlunya ilmu-ilmu sejarah itu. Memberi jawaban atas pertanyapertanyaan ini akan membawa kita terlalu jauh dari pokoknya, maka dari itu kita akan meninjau beberapa segi saja dari persoalan itu.

Banyak orang mengira bahwa seni bangunan dahulu adalah sebagai contoh untuk mendirikan bangunan sekarang. Di sini kami dengan keras dan tegas hendak memberantas pikiran yang demikian. Sungguh bukan di sini letaknya kepentingan serta nilai peninggalan purbakala yang sekarang sedang banyak ditiru. Masa lampau sudahlah lampau, dan tak akan dapat kembali lagi. Kebesaran yang telah lalu bukanlah alasan untuk bersenang ataupun bersedih hati, hanyalah dapat berupa dorongan untuk dalam zaman sekarang dengan alat-alatnya yang ada mencita-citakan dan mengusahakan kedudukan yang serupa di dalam dunia sekarang ini. Oleh khasil pekerjaan nenek moyang kita maka kita didorong untuk mencapai lebih banyak lagi. Itulah pada hemat saya menilai dari pengetahuan tentang masa silam, ialah bahwa dengan keinsyafan itu, jika kita mengingat akan puncak-puncak yang telah tercapai dahulu, memang pada kita sungguh ada kemungkinan-kemungkinan, kemungkinan besar lagi indah. Mudah-mudahanlah Candi Ciwa setelah selesai dibina kembali nanti, dapat menjadi bukti yang nyata, bukan saja bagi kita sekalian tetapipun bagi orang-orang asing akan kejayaan serta kebesaran bangsa kita dahulu kala. Lagi pula dapatlah hendaknya menjadi pendorong juga bagi kita untuk membangun kebudayaan baru secara sendiri, secara Indonesia modern: kebudayaan yang tidak kalah dari masa lampau dan yang tidak merupakan hasil tiruan belaka! Bukanlah tiruan itu hanya menunjukkan kelemahan dan kemiskinan kebudayaan?

Terlaksananya pembinaan kembali itu adalah oleh karena tekad serta semangatnya orang-orang yang melakukan pekerjaan tersebut. Mereka telah mencurahkan sebagian penting dari hidup mereka untuk memberi jiwa kembali kepada keindhan yang tadinya telah hilang itu. Dengan tidak menyebutkan nama-nama sebab terlalu banyak nantinya, maka di sini saya tidak saja hendak menyatakan rasa terima kasih atas semangat kerja mereka, tetapi juga ingin menyampaikan pujian terhadap kecintaan serta kecakapan mereka, dan kebaktian serta pengabdian mereka terhadap tugas yang menjadi beban mereka.

Para pegawai yang bertugas mengawasi, yang tidak saja memeriksa jalannya pekerjaan melainkan juga memberi pengertian serta pimpinan seperlunya dengan menetapkan bagaimana teknik dan arkeologi kedua-duanya dapat memperoleh tempatnya masing-masing yang setepatnya dengan tidak mengganggu seni bangunannya.

Para juru gambar yang dengan tiada jemu-jemunya telah mencurahkan tenaganya kepada gambar-gambar pertanggunjawaban, dan tidak putus asa waktu sebagian besar dari gambar-gambar tersebut hilang lenyap. Dengan kecakapan yang mengagumkan mereka telah membuat gambar-gambar permukaan-permukaan dinding yang memperlihatkan betapa indahnya hiasan-hiasan yang menaburinya. Kemudian para werkbaas yang dengan ketajaman penglihatannya telah memberikan sumbangan yang jauh melebihi dugaan pandangan sepintas lalu, sebab merekalah yang dengan memberi contoh, memimpin para pencari batu. Mereka ini dengan kesabaran yang melampaui batas dapat menghubung-hubungkan pecahan-pecahan batu yang berguna dan pekerja-pekerja lainnya yang barangkali harus melakukan pekerjaan yang paling berat dan biasanya mendapat penghargaan yang sedikit. Mereka itu semuanya adalah bersama pembangun monumen ini yang penyelesaiannya dapat diharapkan dalam tempo yang singkat. Paling berterima kasih haruslah kita terhadap semangat kerja sama, semangat saling menghargai dan persaudaraan, di antara para pembangun itu semuanya. Sebab itulah yang membikin seksi kami menjadi benar-benar kawan sekerja. Kita sungguh berterima kasih atas jasa-jasa Saudara sekalian!