BAGIAN KESATOE

Dr. Pardi

TIDAK heran djikalau toean dan njonja Koesoemapradja pada satoe pagi kelihatan tidak sabar lagi. Hari kemarennja, dengan sekonjong-konjong diterima telefoon dari Betawi, menerangkan bahwa poeteranja, Dr. Pardi telah tiba di itoe iboe kota. Itoe hari haroes menghadap di departement Dienst Keséhatan Ra'jat, dan besoknja (itoe hari) pagi-pagi akan meneroeskan perdjalanan ke désa Tjigading, kira-kira masih 150 k.m. dari Betawi, di tempat tinggal orang-toeanja.

Dr. Pardi empat tahoen jang laloe, setelah loeloes dari sekolahan tabib tinggi, dapat keangkatan di Singkawang, satoe tempat di poelau Borneo. Semendjak itoe tidak ada kesempatan boeat ambil verlof dan baroe sekarang akan poelang, berhoeboeng poela dengan kepindahannja di poelau Djawa.

Selain soeami-isteri, di serambi depan roemah Koesoemapradja tertampak poela Nji R. Partiah, gadis remadja poeteri adik Dr. Pardi. Waktoe ajahnja tertampak koerang sabar mondar-mandir di serambi depan, Nji Raden Partiah membetoelkan boenga-boenga jang itoe hari diatoer dalam beberapa vaas di roemah, sedang iboenja menjediakan minoeman oentoek tetamoe poeteranja jang ditoenggoe-toenggoe.

Kira-kira djam setengah sepoeloeh, waktoe terlihat ada taxi datang, disamboet oléh soeara kegirangan dari Nji R. Partiah. „Iboe ......, ajah ......, mas dokter datang !”

Ajah dan boenda melihat ke djoeroesan dari mana kendara'an datang, sedang Nji R. Partiah lari-lari keloear.

Auto berhenti di depan pintoe. Seorang dokter moeda toeroen, disamboet oléh gadis adiknja.

„Welkom in Tjigading !”

„Dank je Par. Papa, iboe, thuis ?”

„Semoeanja menoenggoe. Marilah !”

Doea saudara berdjalan seolah-olah gandengan. Dr. Pardi oemoernja lebih toea satoe tahoen dari adiknja. Sesoedah sama-sama déwasa orang soesah dapat membedakan mana jang lebih toea dan mana jang lebih moeda.

Pada ajahnja Dr. Pardi memberi hormat dengan menjembah sembari berdiri dengan membongkokkan dirinja, begitoepoen pada iboenja.

Njonja Koesoemapradja dengan berlinang air-mata merangkoel poeteranja, ingat waktoe Dr. Pardi masih ketjil, masih beloem sekolah dan setiap hari dalam asochan boedjang perempoean Atjih, dibawah penilikannja.

„Pardi, kenapa dalam kau poenja soerat kau melarang kita djempoet di Tandjong Priok ?”

„Karena pada ini waktoe datangnja kapal tidak tentoe, iboe! Selain dari itoe orang jang menghantar dan mendjempoet tidak diidzinkan masoek di pelaboehan”.

„Apakah kau soedah menghadap di departement ?”, tanja toean Koesoemapradja pada poeteranja.

„Soedah ajah, oentoek mintak keterangan tentang kepindahan saja. Saja ditempatkan di kota Betawi, dipekerdjakan pada salah satoe roemah-sakit”.

„Sjoekoer. Itoe baik. Sebab sebagaimana doeloe kau pernah berkata, ilmoe ketabiban itoe ta' ada habisnja. Boeat menambah pengetahoean satoe keoentoengan besar kalau bisa dekat dengan banjak collegas jang lebih toea dan professor-professor diantaranja kau poenja goeroe. Gampang boeat bertanja ini dan itoe. Beda dengan waktoe kau ada di Borneo. Sama siapa kau haroes bertanja ini dan itoe ?”

„Pardi, barangkali kau hendak mengaso doeloe. Gampang nanti kita berbitjara lagi”, kata njonja Koesoemapradja.

„Baiklah iboe”.

Nji R. Partiah oendjoek kakanja kamar jang telah disediakan. Ajah dan iboe mengikoeti langkah doea pemoeda ini dengan kebangga'an dan perasa'an poeas jang boléh dibatja dari air-moekanja masing-masing

Sesampainja dalam kamar jang disediakan oentoek Dr. Pardi, disitoe soedah ada empat koffer jang tadi dibawanja. Dr. Pardi laloe memboeka salah satoe diantaranja.

„Par, saja membawa oléh-oléh boeat ajah, iboe dan kau”, kata Dr. Pardi seraja keloearkan beberapa boengkoesan dari koffernja. „Ini boeat ajah, ini boeat iboe ......”.

Sampai disini perloe diterangkan bahwa familie Koesoemapradja mempoenjai seorang boedjang perempoean jang mengabdi sedari ketjil. Itoe boedjang jang soeaminja soedah meninggal, mempoenjai anak perem

Asmara Moerni (page 8 crop)

Ng. Ratoe Djoewariah sebagai Tati dalam film „Asmara Moerni”.

Foto : Union Films.

poean seorang jang sekarang soedah roemadja-poeteri. Toean dan njonja Koesoema anggap ini anak perempoean, jang bernama Tati, sebagai termasoek keloearga sendiri. Ia disekolahkan sampai loeloes dari sekolahan klas II, kemoedian di schakelschool hingga doea tahoen. Berserta iboenja, Tati tetap membantoe roemah-tangga familie Koesoemapradja.

Waktoe Dr. Pardi tiba, Tati sedang ada di bawah poehoen ramboetan di kebon. Seorang pemoeda dari itoe desa, Amir, mandjat poehoen terseboet memetik boeahnja goena Tati. Antara ini doea pemoeda laki-laki dan perempoean ada itoe persobatan kekal, makloem dari ketjil sama-sama di itoe désa.

Diwaktoe Tati asjik mengambili boeah ramboetan jang didjatoehkan oléh Amir, tiba-tiba ma' Atjih ia poenja iboe, memanggil padanja.

„Tati, ...... Tati, ...... dokter Pardi soedah datang. Poelanglah!”

Tati kenal Dr. Pardi dari waktoe masih sama-sama ketjil, malah, di itoe waktoe berhadapan setjara boedjang dan madjikan ta' nampak sama-sekali, makloem pada anak-anak tidak ada itoe perasa'an perbeda'an deradjat. Pardi disekolahkan di kota, sedang Tati sekolah di satoe onder-district berteman diantaranja Amir.

„Baik ma !” djawab Tati waktoe ia mendengar dipanggil. „Amir, saja dipanggil. Sampai ketemoe lagi!”

Tati berlari-lari poelang dengan ta' menonggoe djawaban Amir. Ini pemoeda sigera toeroen dari poehoen, karena sebenarnja ia memetik boeah ramboetan itoe hanja meloeloe oentoek Tati. Sesampainja di roemah madjikannja, kebetoelan Tati dipanggil-panggil oléh Nji R. Partiah, diperintahkan soepaja membersihkan kamar Dr. Pardi dari kertas-kertas bekas boengkoes bawa'an barang-barang. Pada itoe waktoe kebetoelan Dr. Pardi memboeka barang jang ia akan berikan pada saudaranja. Nji R. Partiah keloear dari kamar, akan memperlihatkan barang-barang jang oentoek orang toeanja, waktoe Tati ada ditempat dimana tadi adik perempoean Dr. Pardi ada berdiri.

„Ini boeat kau Par”, kata Dr. Pardi jang tidak melihat lagi apakah adiknja masih berdiri di dekatnja. Tati jang djongkok mengoempoelkan kertas djadi terkedjoet, tetapi tidak koerang terkedjoetnja poela Dr. Pardi waktoe melihat boekan soedaranja, tetapi Tati jang berhadapan padanja. Dan, ini Tati jang sekarang dewasa adalah djaoeh bedanja dengan Tati anak ketjil teman ia memain pada belasan tahoen jang laloe.

„Hai, Tatikah ini atau boekan ?” tanja Dr. Pardi.

„Saja dokter”.

„Kau soedah besar sekarang. Dimanakah kau waktoe saja tadi datang? Kenapakah kau ta' membahagiakan kedatangan saja ?”

„Saja tadi sedang di belakang, dokter. Selamat datang, dokter !”

Arah mata dokter moeda bertemoe selèrètan dengan arah mata gadis désa. Terlihatlah Dr. Pardi sebagai orang héran, sedang Tati mengandoeng takoet serta maloe di air-moekanja. Kedoeanja ta' mendapatkan perkata'an boeat melandjoetkan pembitjara'an. Nji R. Partiah sementara itoe masoek di kamar sedang Tati membawa kotoran kertas keloear. Dr. Pardi diam meihat langkah Tati keloear pintoe.

Roepanja Nji R. Partiah mengerti apa jang terkandoeng dalam hati saudaranja. Ia laloe mendekati dan bertanja agak memain :

„Tati soedah besar ja, Pardi ?”

„Ja.”

„Dan, ia mendjadi tjantik, boekan ?”

„Hm, hm!”

„Tidak kalah dengan gadis kota, ja ?”

Sekarang baroe insjaf bahwa apa jang terkandoeng dalam hatinja diketahoei oléh saudaranja. Ia tidak memberikan djawaban pertanja'an jang ditoedjoekan padanja: „Kau memantjing Par, saja djèwèr kau poenja koeping”. Pelan-pelan dengan memain ia boektikan perkata'annja itoe dengan perboeatannja.

Kira-kira djam lima lohor njonja Koesoemapradja doedoek di korsi-keboen dengan poeteranja. Di sitoe doedoek poela Nji R. Partiah berdekatan dengan saudaranja. Air-tèh dan koewé-koewé telah dikeloearkan dan tentoe sadja Tati jang mengerdjakan itoe semoea lajanan. Lebih dari sekali Nji R. Partiah mengetahoei bahwa saudaranja sering melèrètkan matanja pada Tati, tetapi ia poera-poera tidak mengetahoei. Njonja Koesoemapradja sedikitpoen tidak mengetahoei tentang ini hal.

„Pardi, iboe sekarang merasa girang kau dipindahkan di Betawi; dekat djikalau maoe membitjarakan hal apa-apa dengan kau”.

„Sjoekoerlah iboe. Dan, apakah ada sesoeatoe hal jang iboe akan bitjarakan dengan saja?” Njonja Koesoema tidak sigera mendjawab. Ia diam sebentar, kemoedian ambil poetoesan meneroeskan pembitjara'annja.

„Ja, sebetoelnja ada, dan tidak koerang pentingnja poela”.

Dr. Pardi kelihatan sangat memperhatikan pada perkata'an iboenja jang akan dioetjapkan.

„Pardi. Sebenarnja iboe ingin mengetahoei tentang diri kau”.

„So'al apa iboe ?”

„Sekarang kau soedah mempoenjai kedoedoekan didalam masjarakat, gadjih tjoekoep. Apakah kau beloem mempoenjai ingatan boeat memikirkan so'al berroemah tangga ?”

„Iboe, tentang itoe saja beloem mempoenjai ingatan”.

„Saja pertjaja, waktoe di Borneo tentoe sadja tidak ada itoe ingatan, tetapi setelah dipindahkan di Betawi, tentoelah tidak akan lama lagi iboe”, kata Nji R. Partiah tjampoer bitjara.

„Kau kira di tanah Dajak tidak ada poeteri jang tjantik? Padahal banjak, dan lagi poela tidak kalah dengan poeteri disini”, djawab dokter Pardi kepada adiknja, menoedjoe pada iboenja ia berkata poela : „Boeat saja iboe, disebelah so'al tjinta, dalam perkawinan adalah so'al economie mendjadi dasar poela. Orang beristeri selain mempoenjai tanggoengan hidoep isterinja, kelak tentoelah haroes memikirkan anak- anaknja”.

„Iboe bertanja tentang itoe hal, adalah bersangkoetan djoega dengan Partiah. Beberapa perminta'an telah disampaikan kepada kau poenja ajah, tetapi tentoelah haroes menoenggoe lebih doeloe setelah kakaknja menikah. Sebab perkawinan jang melangkahi oemoer di Priangan diseboet ngaroenghak. Dan ini tidak baik”.

Nji Raden Partiah toendoekkan kepalanja, maloe karena perkata'an iboenja mengenai atas dirinja. Njonja Koesoemapradja meneroeskan bitjaranja.

„Siti Aminah, poeterinja pensioenan patih Mangoenkerta katanja sekarang mendjadi goeroe sekolah didekat Betawi. Saudara-toeanja mendjadi president Landraad di Djawa Tengah”.

„Iboe, ketoeroenan dan kedoedoekan saudaranja tidak memberi tanggoengan atas keberoentoengan roemah-tangga”.

„Anaknja hadji Gafoer, katanja beloem lama ini telah loeloes dari Vakschool. Waktoe di sekolah rendah katanja bersama'an dengan kau. Hadji Gafoer mempoenjai roemah gedoeng séwa'an di Bandoeng lebih dari doea-poeloeh boeah. Ia sering sekali bersinggah disini, bertanja tentang keada'an kau dan djoega memberitahoekan anak perempoeannja itoe”.

„Siapa ja iboe”, tanja dokter Pardi. Sebeloem iboenja memberi djawaban ia ingat teman sekolahnja jang dibitjarakan oleh iboenja.

„O Roebiah. Memang iboe, doeloe ia teman sekolah dengan saja. Tetapi iboe, menoeroet pendapatan saja, tidaklah selajaknja djikalau soeami hidoep dari kekaja'an isterinja. Saja, djika mendjadi soeami ingin memberi nafkah kepada isteri saja, selain itoe memberi didikan serta pimpinan”. Nji R. Partiah kelihatan setoedjoenja atas keterangan jang sandaranja dengan tegas telah oeraikan pada iboenja.

_______________

Asmara Moerni (page 14 crop)

Dr. Pardi dan Nji R. Partiah, di salah satoe kamarnja dalam film „Asmara Moerni”.