BAGIAN KEDOEA

Doea pemoeda satoe gadis

TAKTOE pembitjara'an diatas itoe terdjadi, di keboen tidak djaoeh dari pekarangan familie Koesoemapradja, doedoek Amir seorang diri dengan menioep soelingnja. Begitoelah biasanja ia berboeat pada tiap-tiap lohor, dan menoeroet biasanja poela Tati laloe keloear djikalau mendengar soeara itoe soeling. Ini kali, tidak seperti biasanja, Tati tidak sigera kelihatan. Amir oelangi menioep lagi soelingnja, dan tidak antara lama nampak Tati keloear terboeroe-boeroe menoedjoe ke tempat Amir.

Waktoe doea anak moeda ini beradoe moeka, Amir moelai bitjara :

„Tati, hampir saja ta' sabar lagi menoenggoe kau. Apakah sebabnja kau datang laat ?”

„Amir, meskipoen saja laat, tetapi boléhlah kau mempastikan bahwa saja tentoe datang. Apakah kau kira saja dapat antepkan sadja soeara soeling kau jang merdoe? Mendengar itoe di roemah hati saja sebagai diremas. Meskipoen sebentar tentoelah saja datang. Kau toeh taoe Amir, bahwa di roemah toean dan njonja Koesoemapradja sekarang sedang ada tetamoe Dr. Pardi ?”

Tentang kedatangan itoe dokter moeda, tidak asing boeat Amir. Ia mengetahoei dan mendengar dari teman-temannja.

„Jah, sedang ada tetamoe Dr. Pardi. Sebetoelnja boeat saja sekarang ta' oesah lagi menoenggoe kau di sini, sebab baroe ada tetamoe ...... dokter Pardi boekan ?”

„Och Amir, djanganlah kau kata begitoe. Saja haroes membantoe ema', tetapi tentoelah saja keloear djikalau mendengar kau poenja soeling. Meskipoen hanja sebentar”.

„Hm, hanja sebentar !”

Baroe doea anak moeda ini sedang asjik bertjakap-tjakap, terdengarlah soeara ma' Atjih memanggil-manggil anaknja: „Tati, Tati !”

„O, saja dipanggil. Sampai ketemoe lagi Amir”, kata Tati sembari berdjalan tjepat-tjepat. Amir ditinggalkan dengan seorang diri poela, sama dengan waktoe ia sedang memetik ramboetan diganggoe oléh kedatangannja Dr. Pardi di hari kemarennja.

Dokter Pardi sebeloem moelai mendjalankan pekerdja'an ditempatnja jang baroe, ia mendapat verlof toedjoeh hari lamanja. Ini ketika ia pergoenakan boeat tinggal di roemah orang tocanja. Begitoelah ia bermaksoed sesoedah menghadap di departement D. V. G.

Di Tjigading ia mengaso benar-benar, ganggoean panggilan karena ada orang sakit ta' ada. Begitoelah ia goenakan temponja boeat sedikit membatja, bertjakap-tjakap dengan iboe dan ajahnja dan bersenda goerau dengan adiknja.

Tati sangat menarik perhatiannja, perhatian mana nampak berbatas dengan perasa'an tjinta. Perbeda'an kedoedoekan jang sangat djaoeh antara dokter moeda poetera toean-roemah dan gadis anak boedjang keloewarga, memaksakan ini pemoeda terpeladjar tinggi menahan perasa'annja dan semboenjikan apa jang terkandoeng dalam hatinja. Meskipoen begitoe tidak selamanja ia berhasil dalam memerangi serangan panahnja Amor itoe. Sekali waktoe hal ini ketahoean oléh adiknja, Nji R. Partiah.

Dengan ema'nja Tati sedang berada di belakang roemah, dipinggir soemoer dekat dapoer. Tati sedang mentjaboeti boeloe ajam jang habis dipotong. Ema'nja Tati tidak djaoeh dari sitoe mentjoetji pantji dan perabot dapoer.

Diloear doega'an Tati dan ema'nja Dr. Pardi pelahan-pelahan mendekati dan doedoek tidak djaoeh dari itoe doea perempoean.

„Apakah jang kau sedang kerdjakan Tati ?” ia tanja.

„Tjaboeti ajam, dokter”, djawabnja gadis désa itoe.

„Saja rasa jang ditjaboeti boekan ajam, tetapi boeloenja. Boekankahı begitoe ?”

Tati manggoet dengan agak maloe. Dr. Pardi mentjari lain perkata'an soepaja dapat meneroeskan beromong-omong.

„Kasian betoel ajam dipotong”, ia kata dengan sedikit golèngkan kepalanja boeat mengoeatkan perasaan jang terkandoeng dalam perkata'annja itoe.

„Dokter”, kata ma' Atjih, „di sini tjoema ajam jang dipotong, kalau dokter, orang jang dipotong”.

Dr. Pardi ketawa, Tati membetoelkan kekeliroean oetjapan ema'nja. „Ema', djikalau dokter memotong orang, perloenja soepaja semboeh dari penjakitnja”.

„Itoe benar sekali”, kata Dr. Pardi, girang mendapat pembela'an. „Apakah saja dapat membantoe kau Tati ?” „O, djangan dokter, masa dokter haroes toeroet mentjaboeti boeloe ajam”.

Nji R. Partiah mendengarkan ini pembitjara'an, dan sebagai tidak mengetahoei hal apa-apa ia minta kakaknja soeka masoek dalam roemah sebentar, atas perminta'an mana Dr. Pardi menoeroet.

„Pardi, idzinkanlah saja melahirkan sedikit pendapatan, meskipoen saja lebih moeda”.

„Tentoe, saja akan dengar”.

„Boekankah lebih baik djikalau seorang laki² jang terpeladjar ta' oesah mengatjaukan hati seorang gadis ? Oemoem disegala bangsa, ditingkatan manapoen djoega, kalau hati perempoean itoe lemah. Meskipoen Tati anak dari boedjang kita, tetapi kita anggap ia sebagai termasoek keloearga. Adalah mendjadi kewadjiban kita toeroet mendjaga akan keselamatan lahir dan batinnja”.

„Apakah saja berboeat sesoeatoe hal jang ta' lajak kepadanja ?”

„Tentang hal itoe saja ta dapat menetapkan. Hanja djikalau kau berboeat begitoe saja tidak dapat moefakat. Lain djika soeka sama soeka, boeat saja tidak ada halangan soeatoe apa”.

Dr. Pardi mendengarkan keterangan adiknja itoe dengan perasa'an heran, jang kemoedian laloe menganggoekkan kepala sebagai tanda menaroeh perhatian penoeh atas apa jang baroe dioetjapkan.

Sikap Dr. Pardi dibeberapa hari jang telah berdjalan, tidaklah menoendjoek bahwa ia sengadja akan mengatjaukan hatinja Tati. Hanja sedikit beda ia berboeat terhadap Nji R. Partiah dan Tati, mengingat perbedaannja kedoedoekan masing-masing. Boeat Tati pandang Dr. Pardi tidak koerang dan tidak lebih sebagai madjikan moeda, seorang jang berpangkat tinggi dan moestahil sekali mempoenjai perasa'an sematjam jang Amir poenjakan terhadap dirinja. Terhadap ini madjikan moeda Tati menaroh hormat setingginja, sedang terhadap Amir adalah terkandoeng perasa'an persahabatan jang soetji.

Pada satoe pagi waktoe Tati di serambi belakang menggosok sepatoe, Dr. Pardi keloear dari kamar mandi dan menghampiri padanja.

„Apakah jang kau kerdjakan Tati ?”

„Menggosok sepatoe, dokter”.

„Sepatoe siapakah itoe ?”

„Sepatoe toean dokter”.

„Pandai benar kau menggosoknja, hingga mengkilat”.

„Sepatoenja djoega bagoes, toean dokter”.

„Jang menggosok pintar poela”.

Dr. Pardi memandang Tati waktoe Tati melèrètkan mata padanja. Berdoea diam, tidak didapatkan perkata'an boeat menjamboeng pembitjara'an. Kemoedian Dr. Pardi berbangkit, berdjalan menoedjoe ke kamarnja. Sebagai orang jang sedang memikir-mikir ia berdiri didepan katja, moelai tjoekoer moekanja. Hampir tidak kedengaran Tati masoek membawa sepatoe jang' ia akan taroh ditempatnja. Waktoe Tati akan keloear dengan sopan ia minta toenggoe ia minta toenggoe sebentar seperti hendak oetjapkan perkata'an jang agak penting. Didalam hati Tati merasa heran, ingin tahoe apakah keperloeannja ia ditahan. Ia melihat Dr. Pardi mentjari barang di medja-hiasnja, kemoedian setelah dapatkan barang ketji jang ia tjari, ia laloe mendekati Tati, katanja :

„Karena kedatangan saja disini kau tambah pekerdja'an, Tati”.

„Tidak apa dokter”.

„Ini boeat kau, Tati”, kata Dr. Pardi dengan menerimakan barang ketjil mengkilat kepada Tati.

Tati terkedjoet tidak lekas menerima barang jang diberikan kepadanja. Ia memandang Dr. Pardi seperti anak ketjil berhadapan dengan orang jang beloem dikenalinja.

„Boeat saja dokter ?”

„Ja, boeat kau sebagai tanda mata dari saja”.

Tati menadahkan tangan kanannja. Dr. Pardi meletakkan seboeah peniti dasi mas bermata barlian. Lama Tati tetap berdiri di tempatnja dengan memandang itoe barang permata seolah-olah mengimpi. Kemoedian ia djalan keloear dengan penoeh kegirangan dan mengoetjapkan terima-kasih.

Tidak antara lama sesoedah Dr. Pardi berpakaian njonjah Koesoema berkata pada poeteranja bahwa ia akan pergi ke kota, belandja dan mampir di beberapa roemah kenalannja prijaji. Ia akan merasa berbesar hati djikalau Dr. Pardi soeka toeroet bersama adiknja Nji R. Partiah. Boeat mengoeroes belandja'an sebagaimana biasanja hampir saban minggoe djika ke kota, Tati selaloe toeroet. Begitoelah dalam auto berempat mereka pergi ke kota sehingga djaoeh lohor beloem kembali. Di kebon belakang pekarangan terdengar soeara soeling jang tertioep merdoe sekali. Amir mengasih dengar beberapa lagoe, kadang² terdengar soeara goembira dan kadang-kadang soeara sedih. Pada biasanja Tati laloe keloear melihat padanja, tetapi ini kali sama sekali tidak tertampak. Kesal menaenggoenja Amir laloe memberhentikan soelingnja, menengok ke kiri dan kanan. Dalam hati heran tertjampoer djengkel dan agak marah, tetapi ia tetap sabar setia di tempatnja jang berkali-kali diwaktoe lohor ia ketemoekan Tati.

Boedjang lelaki keloearga Koesoemapradja kebetoelan keloear, berdjalan melaloei tempat dimana Amir doedoek mencenggoe.

„Kang Djembloeng, kang Djembloeng !” Jang dipanggil mendatangi.

„Amir ! Sendirian sadja Mir ?”

„Saja menoenggoe Tati, tetapi ini kali beloem djoega ia datang”.

„Tentoe sadja ia tidak datang, karena beloem poelang dari kota”.

„Pergi ke kota ?”

„Ja, tadi pagi ia toeroet njonja Koesoema dan dokter Pardi”.

„Djoega dokter Pardi pergi ke kota? Kang Djembloeng, boléhkah saja menanja ?”

„Apakah jang kau akan tanjakan ?”

„Apakah dokter Pardi masih lama tinggal disini ? Dan apakah ia baik hati ?”

„Apa ia masih lama akan tinggal disini, itoe saja tidak tahoe. Tentang kebaikan hatinja, wah, djangan tanjak lagi. Saja dapat persenan badjoe pijama, sedang Tati diberi hadiah satoe peniti mas mata barlian”.

Keterangan Djembloeng jang sependek itoe menjebabkan Amir djadi terkedjoet dan merasa masgoel. Pada air-moekanja nampak kemarahan jang ta' dapat disemboenjikan lagi. Beberapa sa'at ia diam, kemoedian laloe berkata kepada Djembloeng :

„Kebetoelan sekali kita bertemoe disini kang Djembloeng. Saja akan berpamitan, karena hendak meninggalkan ini tempat”.

„Akan kemanakah kau Amir ?”

„Saja akan pergi ke Betawi !”

„Akan ke Betawi ? Soedahkah kau terangkan maksoedmoe itoe kepada Tati ?”

„Tidak. Dan ...... nama Tati saja harap kang Djembloeng djangan seboet-seboet lagi didepan saja. Besok pagi-pagi saja hendak berangkat”. Setelah oetjapkan perkata'an itoe Amir laloe pergi dengan toendoekkan kepalanja.


__________________