Asmara Moerni/Bagian 4
BAGIAN KE-EMPAT
Penggoda dan Rintangan
DR. PARDI soedah kembali di kota Betawi dan melakoekan pekerdja'annja sebagai tabib disatoe roemah sakit. Rata-rata ia poenja dienst djam toedjoe pagi sampai djam doea siang. Sorenja di roemah mendjalankan praktijk, mengobati orang jang datang kepadanja. Dalam tempo pendek namanja soedah terkenal dikalangan pergaoelan oemoem. Ini tidak lain karena boedinja jang manis dan peramah tertambah sangat hati-hati melakoekan kewadjibannja. Dalam pergaoelan lantas sadja djadi terkenal, banjak orang toea prijaji jang mempoenjai gadis berbisik-bisik membitjarakan dokter moeda jang masih boedjangan ini. Tetapi orang tidak mengetahoei sebabnja kenapa Dr. Pardi seolah-olah menarik diri dari matjam-matjam pertemoean. Sebagai anak moeda di kota besar seolah-olah ia hidoep menjendiri, djarang sekali nampakkan diri didalam berbagai pertemoean. Orang tidak tahoe bahwa ia mempoenjai simpanan dalanı hatinja. Tentang ini kepada sahabatnja siapapoen djoega ia tidak mendjelaskan; poen tidak kepada boedjangnja si Djembloeng jang ia bawa dari Tjigading. Berkali-kali djikalau ia sedangnja mengaso kelihatan dengan berkendara'an auto jang masih baroe ditempat-tempat didekatnja Sawah Besar. Orang melihatkan ada seorang dokter masoek dan keloear kampoeng, mengira akan atau habis mengoendjoengi orang sakit. Tetapi Dr. Pardi sebenarnja berkeperloean lain. Ia mentjari tahoe dimana tempat tinggal Tati.
Pada satoe waktoe ketika ia djalan pelahan-pelahan. di soeatoe kampoeng ia mendengar soeara ketjapi, lagoenja sama dengan jang ia sering dengar di waktoe mengoendjoengi orang toeanja di Tjigading. Ia menjoeroeh kepada sopirnja soepaja memberhentikan kendara'annja, kemoedian toeroen dari auto dan berdjalan kaki, menoedjoe kearah soeara soeling jang merdoe itoe. Masih agak djaoeh ia melihat dari mana asalnja itoe soeara jang mengandoeng peringatan baginja. Dibawah poehoen jang tedoeh dekat tempat pondokan, ia melihat seorang pemoeda dengan menjanjikan lagoe jang merdoe seraja tangannja tjepat dan pandai memainkan ketjapi. Tidak salah lagi, jang memoekoel ketjapi itoe boekan lain dari pemoeda Amir. Ini dapat ia boektikan dengan isinja njanjian jang didengar, njanjian memoedja désa Tjigading di waktoe pagi :
Sok emoet noedjoe di kampoeng,
Isoek-isoek ti Tjigading,
Ngaplak sawah lan tegalan,
Moedji rachmatna Pangeran,
Adil henteu pilih kasih.
Nadjan ditindihan goenoeng,
Moal weleh neda ngiring,
Bakti raga sareng soekma,
Hajang dikadarkeun diri
Salamina sasarengan,
Sanadjan doegi ka pati.''
Dalam hatinja dokter moeda itoe telah timboel perkelaian batin. Apakah ia haroes oendjoek diri, atau tidak ? Ia dapatkan apa jang ia tjari, tetapi di sebelah itoe ia mengetahoei bahwa Tati doedoek didekat Amir.
Lama ia berdiri termenoeng kemoedian membalikkan diri djalan pelan-pelan melaloei tanah jang betjek menoedjoe ke kendara'annja.
Diroemah Dr. Pardi ada tetamoe jang datang sekonjong-konjong, ialah adiknja, Nji R. Partiah. Ia ini merasa kesal menoenggoe saudaranja jang beloem datang poelang meskipoen menoeroet kebiasa'an seharoesnja soedah ada di roemah.
„Djembloeng, djam berapa biasanja mas dokter poelang ?”
„Biasanja djam doea, tetapi kalau banjak pekerdja'an bisa lebih”.
Nji R. Partiah menoenggoe di kamar tengah, membetoelkan barang-barang jang letaknja koerang benar. mengisi vaas dengan kembang jang ia bawa dari Tjigading, kemoedian masoek kekamar praktijk di sebelah bagian depan roemah. Di medja-toelis selain tertampak kertas-kertas, boekoe, perabot toelis dan beberapa doos serta botol ketjil ada tampak portret dalam pigoera. Ia ambil itoe portret di tangannja dan tidak lain adalah portretnja Tati. Ia pegang itoe gambar sembari berpikir-pikir, kemoedian dengan hati-hati ia taroehkan lagi di tempatnja. Waktoe ia hendak keloear dari kamar terdengar soeara sepatoe dan Dr. Pardi nampak dihadapannja.
„Hai, kapan kau datang ?”
„Baroe sadja, dengan kereta-api djam 2.30 sampai di station Gambir”.
„Sendirian sadja ?”
„Ja”.
„Bagaimana keada'an iboe dan ajah di Tjigading ? Saja harap semoea ada baik”.
„Berkah, ta' koerang soeatoe apa”.
„Kenapakah kau datang dengan mendadak zonder memberi kabar lebih doeloe ? Adakah satoe dan lain keperloean jang penting ?”
„Tidak ada ! Saja anggap tidak perloe memberi soerat lebih doeloe, karena saja toch boléh melihat saudara saja sewaktoe-waktoe, boekan ? Selain dari pada itoe tempo-tempo saja ingin menonton bioscoop, jang di Tjigading tidak ada”.
Dengan bersenjoem tanda girang Dr. Pardi berdjandji akan menghantarkan saudaranja menonton bioscoop djikalau pada waktoe sorenja nanti tidak ada orang sakit jang perloe ia datangi. Waktoe ia akan masoek kedalam kamar hendak berganti pakaian, adiknja memanggil minta bitjara.
„Mas dokter, saja melihat mas dokter tidak begitoe gembira ini hari. Dan, rasa-rasanja boekan karena banjaknja pekerdja'an ......”.
„Memang begitoe, tetapi biarlah tentang hal ini kau djangan mengetahoei”. „Saja soedah mengetahoei mas dokter. Maka dari ittoe idzinkanlah saja memberi sedikit pertimbangan. Djikalau mas dokter memang soenggoeh-soenggoeh menghendaki padanja, saja rasa lebih baik berteroes terang kepada iboe. Boeat saja, karena soedah mengetahoei akan boedi-pekertinja Tati jang haloes itoe, merasa tidak keberatan, malah lebih girang dari pada mendapat ipar jang beloem mengetahoei adatnja”.
„Bitjara gampang Par. Dalam hal ini kau hanja seolah-olah djadi penonton, tidak merasai sendiri. Memang doega'an kau tidak salah, boléh djadi karena kau melihat portret jang semendjak saja kembali dari Tjigading menghiasi medja-toelis saja. Jang saja pikirkan adalah bagaimana sifatnja perhoeboengan antara Tati dan Amir. Apakah bersifat persahabatan kekal meloeloe disebabkan soedah berkenalan sedari ketjil atau ada terselip rasa pertjinta'an didalamnja. Djikalau Tati dan Amir saling menjinta, maka saja anggap berboeat tjoeranglah djikalau saja menengahi. Persaingan antara Amir dan saja boekanlah imbangannja. Saja tidak mengharap oempama saja dapatkan Tati hanja karena saja seorang dokter dengan roemah dong jang sebagoes ini dan auto jang mengkilap. Partiah, tahoekah kau bagaimanakah perhoeboengan antara Tati dan Amir ?”
„Saja merasa bangga mendengar itoe oeraian, karena telihatlah poela boeat sekian kalinja saja poenja saudara adalah seorang ksatrya. Tentang Tati dan Amir memang sedari ketjil mereka sering kelihatan berdoea. Apa jang terkandoeng dalam hati mereka saja tidak megetahoei jang sebenarnja. Tetapi...... apakah tidak lebih baik mas dokter meloepakan sadja pada Tati ? Doenia toch tidak sedaon kelor, apa lagi boeat mas dokter, seorang moeda serta berpangkat”.
„Partiah, betoel katamoe itoe. Tetapi biarlah sekarang saja berteroes terang. Semendjak saja kembali dari Borneo, ketemoe Tati, ialah jang selaloe mendjadi kenang-kenangan. Apa jang mendjadikan sebab saja tidak tahoe, meskipoen banjak lain2 gadis jang lebih tjantik dan terpeladjar, tetapi .... Tati, tidaklah saja dapat meloepakan”.
Dr. Pardi dan adiknja tidak mengetahoei benar sifatnja perhoeboengan antara Tati dan Amir. Ini boleh djadi karena meskipoen doea pemoeda itoe saling menjinta, mereka tetap memakai adat Timoer jang sopan, tidak oendjock sifat menjinta kasar, dengan setjara moerah diperlihatkan pada tiap-tiap orang.
Amir bekerdja keras agar dapat lekas tjoekoep mempoenjai oeang oentoek ongkos menikah.
„Pa' Iti, saja maoe bertanja tentang doea perkara. Pertama : berapakah tjoekoepnja oeang boeat ongkos kawin; dan kedoea: hari apakah jang baik oentoek melakoekan pernikahan itoe”, tanja Amir pada waktoe pagi pada Pa' Iti jang dianggapnja sebagai perlindoeng dan djoeroe naséhat.
Ini orang toea memikir, kemoedian manggoet-manggoet, laloe mendjawab :
„Tentang ongkos kawin, tjoekoep satoe roepiah setengah, jaitoe boeat ongkos penghoeloe. Dan djikalau orang miskin boleh datang sadja pada penghoeloe boeat minta dikawinkan dengan gratis, tentoelah akan diloeloeskan. Ongkos lainnja bisa sedikit dan bisa banjak jalah oempamanja boeat mengadakan sedekah atau chandoeri. Tetapi tentang ini hal lebih baik sederhana sadja, seandainja nasi-koening, boeboer-mérah atau boeboer poetih dengan mengoendang tetangga2 jang dekat, lima atau enam orang soedah tjoekoep. Sekarang tentang hari. Ini hari Senen, pasarannja djatoh Kliwon ; tidak baik. Bésok Selasa, djatoeh Legi, djoega tidak baik. Sesoedah itoe Rebo Paing, tidak membawa keberoentoengan. Lantas Kemis Pon. Nah, itoe jang baik, sebab Kemis adalah 8, Pon adalah 7. Tentang hitoengannja : Sri, Loenggoe, Doenia, Lara, Pati”.
Amir mendengarkan keterangan Pa' Iti dengan melongo, heran menjaksikan ketjakapan orang toea ini. Ia berpamitan pergi sebentar, dan berlari-lari menoedjoe keroemah bibi Ikah jang kebetoelan ada di roemah berserta kekasihnja.
„Ti, saja baroe sadja poelang dari roemah Pa' Iti. Menoeroet ia poenja keterangan hari jang baik boeat kawin adalah hari Kemis Pon dimoeka ini. Pa' Iti kata Kemis itoe 8, Pon 7, djadi 15. Tentang hitoengannja : Sri, Loenggoe Doenia, Lara, Pati”.
Tati mendengarkan dengan agak maloe dan girang. Waktoe diramalkan peroentoengannja bersama-sama Amir ia menghitoeng dengan djarinja. Berdoeanja terkedjoet waktoe penghabisan djarinja djatoeh pada „Pati".
„Kenapa djatoehnja pada „Pati ?”, tanja Amir kepada Tati, sebaliknja Tatipoen heran bertanja kepada Amir dengan sangat terkedjoet. „O, jang mati boléh djadi kesialannja, tinggal keberoentoengannja. Semoea hari adalah baik, jang djelek tidak ada”.
„Saja harap begitoe. Ongkosnja berapa Amir ? Apakah oeang kita tjoekoep ? Tjoba saja ambil dan kita hitoeng”.
Tati masoek kedalam lain roeangan dan kembali membawa boengkoesan kain poetih. Di atas medja ia boeka itoe boengkoesan jang berisi doos-kalèng, kemoedian dalam kalèng itoe terdapat boengkoesan kertas jang berisi oeang didalamnja. Tati menghitoeng oeang dan di ikoeti oléh arah mata Amir jang berdiri dekat kekasihnja.
„Satoe roepiah ......., delapan poeloeh ...... sembilan poeloeh ...... doea sèn. Satoe roepiah sembilan poeloeh doea sèn. Koerang delapan sèn lagi doea roepiah”.
„Berapakah haroes ada oeang tjoekoep boeat kawin, bibi? Dan apakah bibi tahoe berapakah haroes membajar pada toean penghoeloe ?”
„Tentang ongkos penghoeloe bibi tidak tahoe, meskipoen bibi soedah empat kali kawin”.
Amir dan Tati ketawa, bibi Ikah melandjoetkan bitjaranja :
„Bibi dengar tidak lama lagi. Soekoerlah kalau begitoe. Dan bibi tentoe akan menjoembang djoega".
„Dari bibi soembangan berkah dan do'a selamat soedah tjoekoep”, kata Amir.
„Djikalau tjoema berkah dan do'a selamat sadja bibi sanggoep memberikan sampai beberapa goedang, tetapi boeat sedekah tentoe ada lain keperloean. Biarlah nanti bibi soembangkan si Koetjrit". Si Koetjrit adalah ajam toekoeng masih ketjil, sehingga waktoe Amir dan Tati melihat pada itoe chewan, sama ketawa.
„Paling sedikit kiranja tiga roepiah, dan sekoerangnja itoe bisa didapatkan dalam tempo tiga hari. Biarlah saja tidak memboeang tempo akan pergi mentjari moeatan. Permisi bibi; Tati, saja berangkat”.
Dengan dihantarkan sampai di pintoe oléh Tati, Amir naik di betjanja dan lekas-lekas menoedjoe ke djalanan jang ramai. Itoe hari benar ia bekerdja keras, poen poelangnja agak laat dari biasanja, sehingga malamnja tidak pergi ke roemah Tati. Bersama teman-temannja Amir main ketjapi di pondok dekat roemahnja. Hal ini telah didengar oleh seorang toekang njanji jang beloem lama datang dari mengidar' di tempat-tempat besar. Miss Omi, begitoelah ini zangeres lebih terkenal namanja, merasa ketarik akan soeara merdoe dari ketjapi tadi. Ia memanggil boedjangnja.
„Baje, siapa itoe jang main ketjapi begitoe bagoes ?”
„Amir”.
„Siapa itoe Amir ?”
„Toekang betja”.
„Tjoba kau panggil kemari”.
„Baik nona”.
Baje pergi keloear dan tidak antara lama kembali dengan diiringkan oléh Amir. Miss Omi berhadapan dengan seorang anak moeda jang tjakap paras moekanja dan haloes boedi bahasanja.
„Apakah kau jang bernama Amir ?”
„Betoel nona”.
„Benarkah djikalau siang kau mendjalankan betja?” „Betoel nona”.
„Sajang sekali. Tidak pantas seorang sebagai kau mempoenjai kepandaian begitoe matjam hanja mendjadi sopir betja sadja. Begini sadja, kalau soeka, toeroetlah saja boeat main ketjapi dan djangan kendarakan betja lagi. Perkara pakaian dan makan saja poenja tanggoengan. Soekakah ?”
Miss Omi mengira bahwa penawarannja tentoe akan diterima dengan kegembira'an, tetapi ini kali salah sangka.
„Saja tidak bisa nona !”
„Kau tidak maoe ?”
„Bagaimana djoega saja tidak bisa nona !", djawab Amir dengan pasti dan minta permisi pergi.
„Amir, Amir! Kemari doeloe. Djam berapa kau moelai djalankan betja tiap hari ?”
„Djam enam pagi nona”.
Miss Omi berdiri ditinggalkan oléh Amir, tidak habisnja memikirkan tentang kegagalannja ini kali. Apa poela djika ia ingat kegagalan itoe hanja terhadap toekang betja sadja.
Sementara itoe datang kepadanja toekang koempoelkan penjanji-penjanji jang terkenal oentoek membikin tournee di loear poelau Djawa. Boeat Miss Omi tidak lekas soeka menandai soerat contract jang disodorkan kepadanja, tetapi setelah mendengar djandji-djandjian jang moeloek achirnja ia soeka menandai djoega. Bésok siang berangkat ke Pontianak.
Ke-ésokannja masih pagi-pagi Miss Omi soedah berdiri dimoeka roemahnja menjegat Amir jang katanja djam enam pagi moelai mendjalankan betjanja. Tidak antara lama betoel tertampak oléhnja betja kosong jang di kendarakan oléh Amir.
„Betja,...... betja !”
Amir memberhentikan kendara'annja dekat Miss Omi. „Apakah kau tidak pikir kembali perkata'an saja kemaren soré ?”
„Saja soedah pikir sampai dalam nona, tetapi saja tetap tidak bisa”.
„Tolol, maoe dibikin senang tidak maoe”.
„Permisi nona”.
„Nanti doeloe, saja maoe naik”.
Dengan hormat Amir melajani penoempangnja, dengan menempatkan kendara'annja dekat Miss Omi. Setelah zangeres ini doedoek diatas betjanja, ia bertanja haroes kemana.
„Poetar kota, kemana sadja”.
Dari Gang Kali Goot keloear Gang Alhambra membelok kanan ambil djoeroesan ke Gang Ketapang. Sepandjang djalan Miss Omi adjak berbitjara toekang betjanja roepa-roepa hal, jang didjawab oléh Amir hanja setjoekoepnja sadja. Sesampainja Petodjo membélok ke kiri meliwati Djaga Monjet. Dimoeka Harmonie, kebetoelan poesat enam djalanan, Amir ada sedikit goegoep melihat banjaknja auto jang menoedjoe ke berbagai djoeroesan dan tram electris dari tiga djoeroesan. Tetapi ia sangat ati-ati, ambil djalan Molenvliet Oost melaloei Kantoor Resident dan Weeskamer. Pada itoe sa'at di pinggir kali sebelah djalanan soedah banjak toekang tjoetji jang melakoekan kewadjibannja, tidak ketinggalan poela bibi Ikah dengan pembantoenja, Tati. Waktoe ini anak perempoean menoléh ke djalan besar ia melihat Amir dengan betjanja merk „Ramona”.
Sebentar ia djadi girang, tetapi kegirangan itoe sigera terganti dengan kemasgoelan hati karena jang naik di dalam betja kelihatan sangat menaroeh perhatian kepada Amir. Djalanan sedang ramai diwaktoe pagi begitoe, boeat Amir tidak sempat lagi menoléh kanan atau kiri.
„Bi, siapa itoe jang naik di betjanja Amir ?”, tanja Tati kepada bibinja jang tidak dapat menjemboenjikan tjemboeroenja.
„O, itoe toekang njanji. Ia poenja soeara tidak seberapa. Tjoema lèrèkan matanja ada sangat berbahaja. Banjak orang laki² tergila-gila kepadanja”.
„Koerang adjar ...... !”, kata Tati dan banting tjoetjian jang ia sedang pengangi dari tangannja. Dengan arah matanja ia ikoeti djalannja betja Amir jang kemoedian membélok masoek djalanan Gang Kebon Djeroek, dan hilang dari pemandangan.
Poetoes harapan Miss Omi laloe menjoeroeh Amir memberhentikan dan toeroen dari betjanja. Ia agak marah, tetapi Amir sama-sekali tidak perdoeli. Ia teroes tjari moeatan dan tidak djaoeh dari itoe tempat kebetoelan ada orang memanggil betja.
„Kau tahoe gang Teroeboek ?”
„Tahoe toean”, djawab Amir jang memang kebetoelan soedah tahoe itoe gang.
„Bawa ini doea karoeng kesana. Saja akan goenakan lain kendara'an. Moeat itoe karoeng. Berangkat sekarang !”
Amir merasa girang karena menoeroet peritoengannja djikalau selaloe dapat moeatan begitoe, dalam tempo tiga hari tentoelah dapat terkoempoel oeang oentoek keperloean kawin. Tetapi manoesia tidak mengetahoei nasib apa jang akan mendatangi. Begitoelah setelah masoek di Gang Teroeboek, doea sersi mendadak menahan padanja. Salah seorang diantaranja pegang tangan Amir. Seorang politie Belanda berpakaian preman ikoet menjampoeri.
„Baroe sekarang kita dapat bekoek kau poenja leher”.
„Ada hal apa toean ?”, tanja Amir dengan sikap dan soearanja jang lemah lemboet.
„Djangan belaga bodoh. Kita tahoe kau poenja akal”.
„Boeka itoe doea karoeng!”, perintah perintah politie Belanda kepada sersinja.
Waktoe diboeka ditengah-tengah ikatan bawang kedapatan peti ketjil jang isinja Amir sendiri tidak tahoe, tetapi salah seorang sersi jang memboeka itoe memberi keterangan kepada chefnja : „Betoel toean, barang gelap”.
Sersi jang lain dengan sigera keloearkan borgol besi dari sakoenja dan sekoetika itoe djoega tangan Amir dimasoekkan kedalam borgol dibawa ke kantor politie.
____________