Asmara Moerni/Bagian 5
BAGIAN KELIMA
Salah, sangka
AMIR TIDAK diberi kesempatan lagi boeat poelang doeloe, memberi tahoe halnja kepada bibi Ikah dan Tati. Di kantor sectie politie ia digeledah, kemoedian dengan tidak diperkenankan berpakaian berlapis, laloe dimasoekkan kedalam kamar tahanan bersama-sama dengan boeaja² dan toekang-toekang tjopèt.
Waktoe soré mantri-politie memeriksa, ia dikeloearkan dari kamar tahanannja, dan setelah menoenggoe beberapa hari ia dibawa ke roemah tahanan Struijswijk.
Segala kenista'an ia alamkan, tetapi jang sangat menjedihkan hatinja hanja halnja Tati jang tidak mengetahoei ia ada dimana. Waktoe dimasoekkan di roemah-tahanan itoe ia berbareng dengan kira-kira 8 orang tersangka lagi, dari kantoor Djaksa diangkoet dalam satoe auto besar jang tertoetoep rapat selain dapat hawa dari atas. Kemana arah auto koening besar itoe ia tidak mengetahoei. Sesampainja jang ditoedjoe, Amir dan orang-orang jang diangkoet bersama-sama ditoeroenkan. Pertama oléh politie-agent jang menghantar diserahkan pada opziener roemah tahanan jang menotjokkan apakah banjaknja orang jang ia terima betoel tjotjok dengan soerat penghantarnja. Kemoedian berganti-ganti haroes telandjang sampai boelat, disoeroeh djongkok, berdiri, megarkan tangannja, boeka moeloet dan lainnja oentoek melakoekan pemeriksa'an apakah orangorang jang akan dimasoekkan dalam kamar tahanan itoe tidak membawa barang jang terlarang dengan tjara semboeni.
Dalam satoe blok jang mempoenjai banjak kamar-kamar berderek, Amir dimasoekkan dalam kamar no. 18. Itoe kamar jang pandjangnja kira-kira 3 meter lebarnja hanja 1 meter lebih dengan didalam terdapat satoe papan tempat tidoer, bantal ketjil berisi koelit kelapa dan tikar jang kasar. Orang-orang hanja diperkenankan memakai pakaian seperloenja, ikat pinggang atau band dilarang dibawa dalam kamarnja.
Amir seperti mengimpi waktoe ia dimasoekkan dalam itoe kamar boei. Ia laloe rebahkan dirinja diatas papan, tidak ingat lagi bangoen atau tidoer. Soeara dikiri, kanan, depan dan belakang waktoe soré bermatjam-matjam. Disebelah njanjian krontjong terdengar orang afalkan ajat-ajat Qoer'an, tembang Djawa, Soenda tertjampoer djoega lagoe-lagoe Tionghoa dari orang tahanan ini bangsa.
Djam 6 pagi kamarnja diboeka dari loear oléh pendjaga dan pekerdja'an pertama, jalah mereka itoe haroes membersihkan kamarnja sendiri-sendiri, dengan menjiram air dan menggosok beling closet jang dicement mati ditiap-tiap oedjoeng kamar. Biasanja tidak lama antaranja administrateur laloe berkoeliling dan semoea orang tahanan haroes berdiri didepan kamarnja dengan sikap tegak seperti serdadoe. Administrateur liwat biasa atau masoek dalam kamar mana sadja jang ia perloe periksa. Djikalau ini controle soedah selesai, baroelah orang tahanan itoe boléh meroepakan rombongan, bertjakap-tjakap satoe dengan jang lain, minta atau kasi barang jang perloe. Orang tahanan jang mempoenjai oewang (disimpan oléh administrateur) boléh memakai boeat belandja paling banjak f 1. –– satoe minggoe. Ini biasanja orang goenakan boeat sigaret, kopi, tèh atau lain keperloean seperti kajoe-api, saboen mandi, benang, pèn, tinta dan lainnja. Harga kertas sehelai 1 cent sedang franco dan postwaarden lainnja orang boléh beli sebanjak-banjaknja.
Boeat Amir teroes merasa berat diwaktoe kira-kira. magrib, dimana matahari maoe terbenam. Ia berdiri di belakang pintoe roedji besi, dengan memikirkan doenia loear, teroetama Tati. Ia ingat waktoe didésa main soeling, waktoe berdjalan disawah merdeka kian-kemari, waktoe ketemoe Tati dibawah pohon ramboetan, kemoedian waktoe berdoea berangkat dengan Tati menoedjoe kekota dan hidoepnja dikota jang beloem lama, dengan penoeh tjita-tjita dikemoedian hari:
Sekarang bagaimanakah halnja dengan Tati ?
Waktoe hari soedah sampai Rebo, hanja tinggal satoe hari boeat kawinnja jang ia dan Amir telah tetapkan, Amir tidak datang, merasa sangat sedih dan maloe. Terbajang-bajang perempoean tjantik nakal jang naik betja Amir, dan tentoelah ia ini jang soedah menggoda pada toenangannja sehingga tidak poelang.
Tati menangis waktoe pada hari Kemis, jalah hari kawinnja, karena Amir beloem datang dan djoega tidak ada kabarnja. Ia menangis dengan perasa'an jang sangat nelangsa, seolah-olah didoenia ini tidak ada orang merasa lebih soesah dari padanja. „Bi, dimanakah tempat tinggalnja itoe toekang njanji jang tempo hari naik betja Amir. Tentoelah ia jang soedah memèlèd Amir sehingga ia tidak datang kemari sampai pada ini hari.....”.
„Tati,...... nanti bibi hantarkan, djangan kau pergi mentjari sendiri !”
Tati ambil poetoesan ia haroes reboet kekasihnja kembali dari tangan zangeres jang lirikan matanja membahajakan hatinja kaoem lelaki.
Setelah bertanja beberapa orang, Tati dan bibi Ikah laloe menoedjoe kesatoe roemah jang dioendjoek sebagai roemah jang diséwa dan ditinggali oléh Miss Omi. Tetapi, waktoe ia datang, kelihatan roemah itoe soedah kosong. Depan ada nampak merk „Te huur”.
Pendjaga itoe roemah ketemoekan doea perempoean jang roepanja dalam kesedihan itoe.
„Dimanakah orang jang tinggal dalam ini roemah, abang ?”
„Ia kemaren soedah pergi”.
„Tahoekah abang kemana ia pergi?”
„Itoe saja tidak tahoe, hanja katanja ke Pontianak”.
Tati mengoetjoerkan air-mata, sedang bibi Ikah teroes bertanja :
„Apakah ia pergi sendiri atau ada temannja jang toeroet padanja ?”
„Teman-temannja banjak”, djawab pendjaga itoe.
„Lelakikah atau perempoean itoe teman-teman ?”, tanja Ikah lebih djaoeh.
„Lelaki banjak, perempoean djoega banjak, koerang-lebih ada 16 orang”. Dalam hatinja Tati menetapkan bahwa diantara 16 orang itoe tentoe terdapat djoega Amir, ia poenja toenangan jang seharoesnja ini hari kawin dengan ia.
Tati dan bibi Ikah poelang, berdjalan lemas dan toendoekkan kepala karena maloe dan soesah djikalau memikirkan nasibnja.
Bibi Ikah sangat bingoeng djikalau memikirkan dengan tjara apa ia haroes menghiboerkan keponakannja. Dalam ini hal Pa' Iti tidak dapat berboeat soeatoe apa. Tati merasa poetoes asa, djalan satoe-satoenja hanjalah akan poelang ke désa kembali. Bibinja tidak dapat mentjegah, dan barangkali memang ini djalan adalah jang paling baik.
Tjigading dari Betawi tidak dekat, ongkos djalan adalah perloe sekali. Apa poela dalam keada'an sebagai ini tidak selajaknja djikalau Tati poelang sendirian ta' ada jang menghantarkan. Sedang memikirkan so'al ini teringat oléh bibi Ikah toean Abdul Sidik seorang hartawan, salah seorang langganannja.
Toean Abdul Sidik hanja hidoep boléh dikata dengan seorang diri. Ia soedah beroemoer tinggi dan roepanja soedah sering kali ia mendjadi korban tipoe moeslihat dari pihak orang lain atau familienja sendiri. Diroemah hanja dengan boedjang jang setia, lain orang tidak pernah kelihatan dipekarangannja. Ikah jang mengoeroes pakaiannja oentoek ditjoetji.
Pada satoe hari Ikah menghantarkan pakaian, diikoeti oléh Tati. Kebetoelan waktoe mereka maoe masoek ke roemahnja dari bagian belakang toean Abdul Sidik sedang marah-marah. Tadinja Tati takoet pada nja, adjak bibinja poelang, tetapi sesoedah njata boekan marah terhadap padanja atau bibinja, maka hilanglah ketakoetannja. Diroemahnja toean Abdul Sidik Tati sering sekali oendjoek ringan tangan soeka membantoe membèrèskan apa-apa jang letaknja tidak teratoer dengan tidak diminta atau diperintah oléh toean roemah. Antara toean Abdul Sidik dan Tati timboellah perasa'an saling menjajang.
Tidak heran pikiran Ikah teringat pada ini hartawan toea waktoe ia dalam kebingoengan terseboet diatas, djoega jang berhoeboengan dengan ongkos perdjalanan ke Tjigading.
„Bibi maoe memberi tahoe doeloe kepada toean Abdul Sidik djikalau kita akan pergi ke Tjigading. Saja rasa kau boléh ikoet sekalian berpamitan sebab ia terlaloe baik pada kau”.
Tati tidak mendjawab hanja sedikit manggoet dan mengikoet djalan dibelakang bibinja.
Toean Abdul Sidik sedang menderita sakit entjok. Diroemahnja seorang dokter moeda sedang mengobati. Waktoe ini dokter keloear dari roemahnja menoedjoe ke autonja, bibi Ikah dan Tati sedang masoek di pekarangan. Dari kesedihannja doea perempoean ini tidak melihat ke lain djoeroesan, sehingga Tati tidak melihat bahwa Dr. Pardi didekat autonja berdiri, memandang ia. Setelah bibi Ikah dan Tati masoek, auto laloe berdjalan.
„Toean, saja memberi tahoe dan mohon permisi bésok akan pergi ke Tjigading kira-kira boeat lima atau enam hari. Djikalau toean tidak keberatan saja kepingin terima gadjih saja ini boelan sekarang sadja, boeat ongkos perdjalanan”, kata bibi Ikah sesoedah berhadapan dengan toean Abdul Sidik.
„Tentang gadjih ini boelan kau minta sekarang sama sekali tidak ada keberatan, tetapi ada oeroesan apa, dan apa sebabnja Tati menangis?”
Bibi Ikah mengarti adatnja toean Abdul Sidik. Kepadanja teroes terang adalah dihargakan. Meskipoen agak berat, tetapi apa boléh boeat, ia perloe memberi keterangan sedjelasnja.
„Toean, sebenarnja Tati datang kemari dengan toenangannja, nama Amir. Ia mendjadi toekang betja. Moestinja ini hari mereka hendak menikah, tetapi Amir tidak poelang lagi zonder kasih tahoe kepada kita”.
„Apakah barangkali terdjadi ketjilaka'an atau lain hal? Soedahkah kau mentjari tahoe tentang halnja?”
„Soedah toean. Boekan karena ketjilaka'an, tetapi disebabkan karena goda'an”.
„Ikah, tjobalah kau djelaskan barangkali saja dapat berboeat sesoeatoe goena Tati”.
Tati merasa keberatan djikalau bibinja akan menerangkan tentang iapoenja hal lebih landjoet. Dari itoe ia djawil-djawil bibinja dengan maksoed djanganlah ia berbitjara pandjang lebar. Bibi Ikah tidak perdoeli djawilan keponakannja itoe dan berbitjara teroes.
„Amir dibawa lari oléh toekang njanji, toean. Makloem kota besar dan Amir anak désa baik hati, tetapi tidak mempoenjai pengalaman ditempat jang ramai ini”. Toean Abdul Sidik mendengarkan dengan penoeh perhatian, manggoet-manggoet tertampak sedang memikir. Pada itoe waktoe telefoon berboenji. Toean roemah berbangkit dari doedoeknja pergi ke telefoon dengan perintah kepada bibi Ikah dan Tati, soepaja menoenggoe sebentar.
Jang meminta bitjara dengan telefoon ternjata Dr. Pardi. Ia menanjakan apakah anak perempoean jang datang pada toean Abdul Sidik itoe nama Tati berasal dari Tjigading. Toean Abdul Sidik mendjawab memang benar begitoe.
„Toean Abdul Sidik, saja poenja orang toea boléh dikata banjak berhoetang boedi kepada orang toeanja itoe anak. Djikalau itoe anak ada perloe minta pertoeloengan apa-apa, saja harap toean soeka menolong. Nanti perhitoengan dengan saja”.
„Djikalau hanja perloe pertoeloengan beroepa oeang, itoe gampang dokter. Saja tahoe memang ia anak baik sekali. Tetapi ada so'al lain dokter. Ia maoe poelang ke désanja, sebab jang diikoeti ketika pergi kemari katanja tidak ada lagi”.
„Toean Abdul Sidik. Saja harap toean bisa tahan ini anak. Bagaimana djalannja terserah kepada toean. Saja ingin seandainja toean dapat menahan ia, soeroeh tinggal disalah satoe internaat, lebih baik jang bisa sekalian teroes melandjoetkan peladjarannja dan semoea keperloeannja jang berhoeboeng dengan itoe saja jang pikoel. Tetapi ini hal ta' oesah toean Abdul Sidik memberi tahoe padanja”.
„Toean dokter. Saja tahoe ketinggian boedi toean dokter, tetapi dalam ini hal paling banjak saja hanja dapat meloeloeskan separo dari perminta'an toean dokter tadi......”.
„Separoh bagaimana toean Abdul Sidik?”
„Saja akan tahan Tati. Boeat soepaja ia melandjoetkan peladjarannja saja moefakat. Tetapi saja tidak moefakat djikalau boekan saja sendiri jang haroes mengeloearkan segala beanja. Tati djoega berdjasa pada saja dan saja sendiri akan merasa girang dapat menahan Tati boeat tinggal diroemah saja sebagai anak sendiri”.
„Sjoekoerlah toean Abdul Sidik. Saja tahoe toean seorang boediman. Ini oeroesan terserah kepada toean”.
„Djangan koeatir dokter, saja kira tentoe beres. Tabe toean dokter”.
Toean Abdul Sidik laloe meletakkan alat pendengar diatas telefoontoestelnja, dan dengan moeka berseri-seri kembali ke tempat doedoeknja.
„Ikah, soeroeh Tati dekat kemari, saja maoe bitjara kepadanja”.
Dengan penoeh kesedihan, air-mata keloear lebih santer Tati menghampiri akan kedoedoekan toean Abdul Sidik.
„Tati ! Saja seorang jang soedah toea. Tentang pengalaman penghidoepan soedah kenjang. Kedoeka'an dan kegirangan tidak dapat terlepas dari penghidoepan tiap-tiap manoesia. Djika diwaktoe girang kita haroes bersoekoer kepada Toehan, sebaliknja diwaktoe soesah kita haroes bersoekoer poela. Djangan kau poetoes asa. Sering sekali kegelapan adalah djalan pada tempat lebih terang. Sekian lamanja kau soedah membantoe pada saja, membawa hiboeran dalam penghidoepan saja jang menjendiri ini. Djikalau kau pergi saja seolah-olah dalam kesepian seperti disedia kala. Saja minta dengan sangat djanganlah kau kembali ke Tjigading. Hidoeplah disini sebagai anak saja sendiri”.
Tati lebih tersedoe-sedoe karena terharoe dari kebaikan hati toean Abdul Sidik, begitoepoen bibi Ikah matanja berlinang air, tidak sangka bahwa ini orang toea jang kadang-kadang nampak keras adatnja, sebenarnja berhati beloedroe.
„Bagaimana Tati, apakah kau akan loeloeskan keinginan saja?”, tanja toean Abdul Sidik sekarang dengan soeara lemah dan lembek.
Bibi Ikah menghampiri Tati, dan minta perkenan moendoer pada toean Abdul Sidik goena berdamai penawaran moelia jang baroe mereka dengarkan itoe.
„Bagaimana Tati kau poenja pikiran?”, tanja bibi Ikah.
Tati tidak lekas mendjawab ketjoeali oesap-oesap matanja jang teroes sadja masih basah.
„Bibi, saja pikir lebih baik saja poelang sadja”.
„Kalau bibi berpendapatan lain. Ke kampoeng kita maloe pada kau poenja teman-teman dan harapan mengetahoei jang benar tentang Amir adalah sedikit sekali. Lebih baik djangan kau tinggalkan ini tempat, terima penawaran toean Abdul Sidik jang keloear dari hati toeloes dan soetji itoe. Bagaimana Tati, maoe boekan ?” „Dengan siapa bibi saja tinggal disini?”
„Tentoe sadja dengan bibi”.
Tati memanggoetkan kepalanja. Bibi Ikah menghdap toean Abdul Sidik memberi tahoe bahwa Tati soeka oeroengkan niatnja boeat kembali ke Tjigading dan soeka tinggal di roemah toean Abdul Sidik.
„Sjoekoer, sjoekoer kalau begitoe. Ikah, bajar sewa'an kau poenja pondok dan lain keperloean. Ini oeangnja, ini hari djoega kau berdoea pindah kemari”.
____________