Brosur Lagu Kebangsaan - Indonesia Raya/Bab 1
I. SEJARAH LAGU PERJUANGAN
INDONESIA RAYA
Wage Rudolf Soepratman mulai mengenal dan tahu cita-cita pergerakan kebangsaan setelah ia berkenalan dengan para tokoh gerakan nasional dan para pemimpin di kalangan pemuda, pelajar-mahasiswa ketika ia menjadi wartawan di Jakarta. Soepratman seringkali mendatangi gedung "lndonesische Club" di Kramat 106 yang menjadi pusat pertemuan dan kegiatan para pemuda, pelajar-mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (P.P.P.I.). Ia hampir selalu menghadiri setiap pertemuan, yang diselenggarakan oleh angkatan muda di Gang Kramat 106 Jakarta. Dan rajin mengunjungi gedung pertemuan di Gang Kenari Jakarta, di mana para tokoh pergerakan kebangsaan sering mengadakan pertemuan. Ia berkenalan dan sering mempergunakan kesempatan untuk beramah-tamah dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional.
Maka timbul dan tertanamlah kesadaran nasionalisme dalam jiwa pemuda Soepratman. Yang mendorong dirinya untuk ikut berpartisipasi dengan gerakan para pemuda, pelajar-mahasiswa dalam memperjuangkan cita-cita kebangsaan. Ia merasa dihadapkan dengan tuntutan batin ketika di antara para tokoh-tokoh itu ada yang mengatakan bahwa para patriot lndonesia sangat memerlukan sumbangan para komponis kita berupa lagu perjuangan yang mampu merangsang semangat persatuan bangsa dan menggelorakan semangat perjuangan nasional. Dan Soepratman merasa mendapat panggilan suci untuk secara kreatif memperlihatkan pengabdiannya kepada nusa-bangsa sebagai seorang seniman musik. Sebenarnya sejak tahun 1927 pemuda Soepratman sudah kreatif dengan menciptakan kerangka sebuah lagu perjuangan. Maka ketika ia mendengar bahwa angkatan muda siap untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda II dalam bulan Oktober 1928 dengan tema : Satu Tanah Air ― Satu Bangsa ― Satu Bahasa Indonesia, Soepratman memperoleh dorongan untuk lebih menyempurnakan lagu perjuangan ciptaannya. Dengan penuh gairah dan semangat kebangsaan yang menyala-nyala komponis yang berusia 25 tahun itu siang-malam mencurahkan seluruh kemampuan daya-ciptanya untuk menyelesaikan sebuah lagu perjuangan yang meyakinkan. Berkat rakhmat Tuhan Yang Maha Esa akhirnya Soepratman berhasil menyelesaikan ciptaannya. Lagu ciptaannya mula-mula diberi judul : INDONESIA. Lagu dan syair aselinya adalah sebagai yang telihat dan terbaca ini :
Karena judul lagu INDONESIA dirasakan masih kurang mencakup pengertian tanah-air Indonesia yang agung, yang begitu luas wilayahnya terbentang dari Sabang sampai Merauke dan terdiri dari ribuan pulau, maka Soepratman lalu mengganti judul lagu INDONESIA menjadi INDONESIA RAYA. Judul yang baru itu mencerminkan secara menyeluruh keagungan nusa-bangsa Indonesia.
Syair lengkap dalam tiga bait lagu INDONESIA RAYA yang asli di tulis demikian : INDONESIA RAYA [1]
I
Indonesia, tanah airkoe,
Tanah toempah darahkoe,
Disanalah akoe berdiri,
Mendjaga pandoe Iboekoe.
Indonesia kebangsaankoe,
Kebangsaan tanah airkoe,
Marilah kita berseroe:
”lndonesia bersatoe”.
Hidoeplah tanahkoe,
Hidoeplah negerikoe,
Bangsakoe, djiwakoe, semoea,
Bangoenlah rakjatnja,
Bangoenlah badannja,
Oentoek Indonesia Raya.
II
”Indonesia Bersatoe”.
Indonesia, tanah jang moelia,
Tanah kita jang kaja,
Disanalah akoe hidoep,
Oentoek s'lama-lamanja.
Indonesia, tanah poesaka,
Poesaka kita semoeanja.
Marilah kita berseroe:
Soeboerlah tanahnja,
Soeboerlah djiwanja,
Bangsanja, rajatnja, semoea,
Sedarlah hatinja,
Sedarlah boedinja,
Oentoek Indonesia Raja.
PENOETOEP:
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
Tanahkoe, neg'rikoe jang koetjinta.
Indones', Indones'
Moelia, Moelia
Hidoeplah lndonesia Raja.
III
Indonesia, tanah jang soetji,
Bagi kita disini.
Disanalah kita berdiri,
Mendjaga Iboe sedjati.
Indonesia, tanah berseri,
Tanah jang terkoetjintai,
Marilah kita berdjandji:
”lndonesia Bersatoe”
S'lamatlah rajatnja,
S'lamatlah poet'ranja.
Poelaunja, laoetnja, semoea,
Madjoelah neg'rinja,
Madjoelah Pandoenja,
Oentoek Indonreia Raja.'
PENOETOEP.
Indones', lndones',
Moelia, Moelia,
Tanahkoe, neg'rikoe jang koetjinta.
lndones', lndones',
Moelia, Moelia.
Hidoeplah lndonesia Raja.
Sebagai seorang patriot, Soepratman yakin bahwa di masa depan, perjuangan bangsa lndonesia untuk memperoleh kemerdekaannya akan tercapai. Dan kelak Indonesia yang sudah merdeka, seperti halnya dengan setiap negara yang merdeka dan berdaulat penuh, wajib memiliki lagu kebangsaan sendiri. Ia yakin pula bahwa INDONESIA RAYA ciptaannya itu kelak akan diterima bangsa Indonesia sebagai lagu kebangsaannya. Maka tanpa ragu-ragu lagi iapun memberi kaiimat (predikat) “Lagu Kebangsaan lndonesia” di bawah judul INDONESIA RAYA :
INDONESIA RAJA 2)[2]
(Lagoe Kebangsaan lndonesia)
Soepratman lalu memperlihatkan lagu ciptaannya itu kepada sahabat-sahabatnya para pemimpin pemuda, mahasiswa kita seperti Soegondo Djojopoespito. A.Sigit (yaitu Prof. Drs. A.Sigit, kemudian Mahaguru U.G.M. Yogyakarta, pada tahun 1927 adalah Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia), Arnold Mononutu dan lain-lain. Setelah mempelajari makna LAGU INDONESIA RAYA, mereka sependapat bahwa ciptaan komponis muda itu merupakan lagu perjuangan nasional yang
–––––––––––
mampu merangsang semangat perjuangan bangsa. Mereka dapat pula menerima alasan Soepratman mengapa INDONESIA RAYA diberi tambahan kalimat ”Lagoe Kebangsaan Indonesia”.
Menjelang diselenggarakannya Kongres Pemuda ke II di Jakarta, Soepratman menemui Soegondo Djojopoespito selaku Ketua Perhimpunan Pelajar-Pelajar lndonesia. Ia minta untuk diperkenankan memperdengarkan INOONESIA RAYA dalam acara penutupan Kongres Pemuda ke II tanggal 28 Oktober 1928 di Gedung Indonesische Club (perkumpulan lndonesia), Kramat 106, Jakarta. Setelah Soegondo Djojopoespito dan rekan-rekannya merundingkan permintaan Soepratman itu, mereka pada prinsipnya dapat menyetujui untuk memperdengarkan INDONESIA RAYA dalam acara penutupan kongres. Akan tetapi mereka menghadapi kesulitan dengan pihak kolonial yang dengan ketatnya terus mengawasi kongres.
Apabila INDONESIA RAYA diperdengarkan dengan menyanyikan ketiga bait syairnya, sudah pasti polisi kolonial akan melarangnya dan akan mengacaukan kongres. Oleh karenanya sebagai jalan keluar, diputuskan INDONESIA RAYA tetap akan diperdengarkan dalam acara penutupan kongres, hanya saja tanpa menyanyikan syairnya. Soepratman dapat memahami, dan bersedia untuk secara pribadi memperdengarkan INDONESIA RAYA dengan biola yang digeseknya sendiri.
Maka pada tanggal 28 Oktober 1928, jam 23.00 sesaat setelah acara mengucapkan ikrar Sumpah Pemuda, tampil Soepratman di hadapan para peserta kongres. Suasana jadi hening ketika irama gesekan biola mengalunkan INDONESIA RAYA. Para peserta terpukau sejenak dalam keharuan. Dan suara hening itu mendadak dipecahkan gegap-gempita tepuk tangan dan sorak-sorai segenap hadirin. Seolah-oleh hendak meledaklah dada para patriot kita waktu itu karena irama INDONESIA RAYA yang bagaikan irama sakti dan fatwa pujangga telah berhasil menggelorakan semangat kesatuan nasional. Mengukuhkan tekad pengabdian kepada Ibu Pertiwi. Mengobarkan api semangat perjuangan seluruh rakyat Indonesia.
Karena irama INDONESIA RAYA sedemikian berhasil menggelorakan api semangat perjuangan angkatan muda kita pada waktu itu, mereka yang begitu mendambakan kemerdekaan tanah-air rupanya merasa kurang apabila menyanyikan lagu perjuangan itu seperti bunyi syair aslinya. Belum lagi berapa lama INDONESIA RAYA berkumandang memenuhi seluruh penjuru tanah-air, angkatan muda kita bila menyanyikannya merobah kata-kata syair lagu:
Indones', Indones',
Moelia, Moelia,
menjadi:
Indones', Indones',
Merdeka, Merdeka,
Perubahan pada syair ulangan (refrein) INOONESIA RAYA yang dilakukan oleh angkatan muda kita pada waktu itu rupanya cepat menjadi populer. Dan di mana-mana, masyarakat kalau menyanyikan INDONESIA RAYA selalu mengikuti perubahan syair yang dipelopori oleh angkatan muda.
Sehingga seluruh syair ulangan (refrein) INDONESIA RAYA menjadi :
Indones', Indones',
Merdeka, Merdeka,
Tanahku, Neg'riku yang kucinta,
Indones', Indones',
Merdeka, Merdeka,
Hiduplah Indonesia Raya.
Sikap hormat dengan berdiri tegak pada waktu diperdengarkan INDONESIA RAYA adalah suatu pernyataan bahwa lagu perjuangan itu sudah dinilai sebagai lagu Kebangsaan (Volkslied). karena hanya terhadap lagu Kebangsaan sajalah setiap orang wajib berdiri tegak sebagai pernyataan sikap hormat, setiap lagu kebangsaan itu dinyanyikan. Dan ternyata keputusan untuk bersikap hormat apabila INDONESIA RAYA dinyanyikan itu dalam waktu singkat saja diikuti oleh segenap organisasi politik, organisasi-organisasi sosial dan masyarakat umum. Bahkan para mahasiswa kita yang berada di luar negeri pun sudah menganggap INDONESIA RAYA sebagai “Lagu Kebangsaan Indonesia” yang pada setiap kesempatan dalam pertemuan-pertemuan mahasiswa senantiasa dinyanyikan dengan penuh khidmat dan dengan sikap penuh hormat.
Demikianlah masyarakat Indonesia pada waktu itu sudah menilai INDONESIA RAYA sebgai lagu kebangsaan, meskipun pada waktu itu Indonesia belum merdeka, dan INDONESIA RAYA masih bersifat lagu perjuangan. Malah pemerintah kolonial hanya menilainya sebagai lagu sesuatu perkumpulan (clublied, Bld.).
Tersebar luasnya lNDONESIA RAYA dalam waktu singkat di seluruh penjuru tanah air bahkan juga sampai di luar negeri, popularitas lagu itu di kalangan seluruh lapisan rakyat, penggantian kata “mulia” menjadi kata “merdeka”; dan sikap yang diperlihatkan rakyat dalam menghormati INDONESIA RAYA sebagai selayaknya menghormat sebuah lagu kebangsaan saja, semua itu menimbulkan kecemasan pemerintah kolonial. Dicemaskan pengaruh INDONESIA RAYA yang sudah demikian hebatnya di seluruh lapisan masyarakat akan merangsang tekad rakyat Indonesia untuk serentak bangkit melawan kekuasaan kolonial. Maka pemerintah kolonial cepat-cepat mengambil tindakan untuk melarang INDONESIA RAYA dinyanyikan rakyat. Sebagai langkah pertama, Gubernur Jenderal Kolonial Jonkheer de Graeff pada bulan Desember 1929 mengeluarkan keputusan untuk melarang para pegawai negeri menyatakan sikap hormatnya, dengan bediri tegak apabila mendengarkan INDONESIA RAYA, dengan dalih, bahwa lagu itu hanyalah sebuah lagu perkumpulan saja, yang sama sekali tidak perlu dihormati dengan berdiri tegak, sebagaimana halnya yang wajib dilakukan orang apabila mendengarkan lagu kebangsaan. Karena usaha pemerintah kolonial itu tidak mencapai sasarannya, maka sebagai langkah berikutnya Gubernur Jenderal mengeluarkan keputusan untuk melarang INDONESIA RAYA dinyanyikan di muka umum, dengan dalih bahwa orang tidak lagi menyanyikan INDONESIA RAYA sebagai sebuah lagu perkumpulan, akan tetapi sebagai lagu yang bersifat politis. Karena orang tidak lagi menyanyikan syairnya sesuai dengan syair yang ditulis oleh komponisnya. Yaitu mengganti kata ”mulia” menjadi kata ”merdeka”. Dan karena bila menyanyikan INOONESIA RAYA orang menyatakan sikap hormatnya seolah-olah menyanyikan atau mendengarkan sebuah lagu kebangsaan.
Larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial itu menimbulkan amarah seluruh rakyat Indonesia. Melalui pers nasional dilancarkanlah gelombang protes dan kecaman-kecaman pedas yang dialamatkan kepada pemerintah kolonial. Baik protes maupun kecaman-kecaman pedas itu ada yang berupa tajuk yang ditulis oleh para pemimpin redaksi harian, majalah. Ada yang berupa karangan (artikel) yang ditulis oleh pimpinan-pimpinan gerakan perjuangan dan para pimpinan pemuda dan mahasiswa.
Ada pula yang berupa pernyataan (statement) dari berbagai organisasi. Ketika sementara tokoh politik kita yang duduk dalam Dewan Rakyat (Volksraad) seperti M.H. Thamrin juga ikut melancarkan gugatan, terpaksalah pemerintah kolonial meninjau kembali keputusan Gubernur Jenderal.
Akhirnya pemerintah kolonial terpaksa mencabut keputusannya dengan ketentuan-ketentuan: INDONESIA RAYA hanya boleh diperdengarkan, dinyanyikan dalam ruang tertutup. Kalau dinyanyikan tidak boleh merubah kata-kata syair. Dan INDONESIA RAYA harus dinilai sebagai lagu biasa yang tidak perlu dihormati dengan berdiri tegak apabila diperdengarkan atau dinyanyikan.
Bagaimanapun juga, rakyat Indonesia waktu itu tetap menilai dan memperlakukan INDONESIA RAYA sudah sebagai lagu kebangsaan. Setidak-tidaknya INDONESIA RAYA merupakan satu-satunya lagu perjuangan yang telah sangat berhasil mengikat semangat persatuan bangsa Indonesia. Menggelorakan tekad perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional yaitu : kemerdekaan nusa-bangsa Indonesia.
Sebagai lagu perjuangan, INDONESIA RAYA mengalami perkembangannya sendiri. Mula-mula diberi judul INDONESIA dengan birama 6/8, karena judul INOONESIA dirasakan kurang mencakup pengertian keagungan tanah-air dan bangsa Indonesia, maka komponisnya merubah judul lagu menjadi INDONESIA RAYA dengan birama 6/8, Tempo di Marcia. Sedangkan perubahan kata “mulia” menjadi kata “merdeka” dalam syair ulangan (refrein) sebenarnya terjadi karena faktor emosionil angkatan muda kita pada waktu itu.
Namun dalam perkembangannya di zaman kolonial itu, struktur lagu tidak mengalami perubahan. *** INDONESIA
RAJA
(Lagoe Kebangsaän lndonesia)
Terkarang dan diterbitkan oleh:
W. R. SOEPRATMAN
PUBLICIST,
WELTEVREDEN
(JAVA)
typ. SIN PO; Batavia
000019
- ↑ Disalin sesuai dengan aslinya dari pamflet lagu INDONESIA RAYA yang diterbitkan sendiri oleh W.R. Soepratman pada tahun 1928. Jadi masih dengan ejaan lama.
- ↑ Disalin sesuai dengan aslinya dari pamllet lagu INDONESIA RAYA yang diterbitkan sendiri oleh W.R. Soepratman pada tahun 1928. Jadi masih dengan ejaan lama.