Kisah Tuanta Salamaka/Bab 9
Mencari Kuburan Rasulullah Saw
Setelah sekian lama dibimbing, Tuanta minta pamit pada gurunya, Syekh Abdul Kadir Jailani, kemudian kembali ke Mekah. Tak berapa lama ia meninggalkan bukit Jailani, Tuanta pun sampailah ke Mekah. Setelah cukup tujuh hari setibanya di Mekah, berkemaslah Tuanta. Semua jamaah haji mengetahui bahwa Tuanta akan mengunjungi kuburan Rasulullah Saw. di Madinah.
Setelah selesai salat berjamaah berangkatlah Tuanta pergi menziarahi kuburan Rasulullah Saw. Ikut pulalah orang-orang Arab, orang Jawi, dan bangsa-bangsa yang lain. Ratusan orang yang mengikutinya. Namun, ada di antara mereka yang hanya sepuluh hari mereka sudah kembali ke Mekah.
Beberapa hari setelah ia meninggalkan Mekah ia pun menoleh ke belakang. Tak ada lagi orang yang mengikutinya kecuali dua orang, yaitu seorang wanita dan seorang laki-laki. Wanita itu adalah seorang yang salihah sedangkan laki-laki itu adalah seorang wali.
Setelah berjalan sekian lama, mereka menemukan sebatang pohon yang sangat besar yang daunnya sangat rimbun. Tuanta pun singgah beristirahat sambil memperhatikan kedua orang temannya. Kedua orang itu pun ikut beristirahat dan duduk di dekat Tuanta. Duduk-duduklah mereka bertiga.
Berkatalah Tuanta, “Hai saudaraku berdua, baik yang laki-laki maupun wanita, kalau kita berangkat sebentar lebih baik kita berpisah-pisah mencari kuburan Rasulullah Saw. Kalau saya yang ditakdirkan Allah menemukannya dahulu maka saya akan mengikutkanmu.
Sebaliknya kalau engkau berdua lebih dahulu menemukannya ikutkanlah saya.”
Kedua orang itu telah pergi sementara Tuanta tinggal tafakur di tempat itu. Tiba-tiba ia membuka matanya sambil menoleh ke belakang ternyata ia tersandar pada bangunan makam Rasulullah Saw. Maka, berdirilah Tuanta pergi mencari pintu bangunan makam itu.
Ia pun menemukan pintu yang di luar sekali sedangkan bangunan makam itu ada tujuh pintunya. Adapun Tuanta, ia berdiri di depan pintu itu sedangkan setiap pintu dijaga oleh tujuh orang yang telah dikebiri semuanya.
Tuanta tetap berdiri di luar pintu yang paling luar. Ia tak sadarkan dirinya kira-kira tiga jam lamanya. Ia tidak tahu apa yang akan dikatakannya atau dilakukannya.
Kalau ia membuka matanya ia lupa lagi, demikian seterusnya. Kalau ia payah berdiri ia duduk lagi tafakur melupakan dirinya. Ada kalanya ia merasakan dirinya seperti kakinya di atas, kepalanya di bawah. Ia tidak tidur dan tidak makan. Pada hari yang ke-47 barulah ia diberi kesadaran untuk berbicara oleh Allah.
Katanya, “Penjaga, saya bertanya padamu, di manakah engkau melihat gajah yang tujuh kepalanya dan tujuh juga lubang pantatnya?”
Penjaga pintu itu membalas, “Saya juga ingin bertanya padamu.
Siapakah engkau, Arabkah atau Jawikah?” Tuanta menjawab, “Saya adalah Jawi.”
Berkatalah penjaga pintu itu, “Saya tidak pernah mendengar atau melihat apa yang engkau sebutkan, barangkali di dalam ada yang pernah melihat.” Keenam penjaga pintu itu ia tanyai, namun jawaban mereka sama. Akhirnya sampailah ia pada pintu yang ketujuh.
Tiba-tiba ia melupakan semua pertanyaannya yang diucapkan di depan penjaga pintu. Ia pun berdiri di depan pintu selama tiga hari tiga malam melupakan dirinya.
Pada hari yang keempat barulah ia ingat pada pertanyaan yang pernah diucapkannya, lalu ia bertanya, “Penjaga pintu, saya ingin bertanya padamu, di manakah engkau melihat gajah yang tujuh kepalanya dan tujuh juga lubang pantatnya?”
Berkatalah penjaga pintu itu, “Siapakah engkau, Arabkah atau Jawikah.” Berkatalah Tuanta, “Saya Jawi.” Berkatalah penjaga pintu itu, “Saya bingung mendengar pertanyaan itu, saya tidak pernah mendengar atau melihat, barangkali di dalam ada yang tahu”
Kemudian dibukalah pintunya lalu Tuanta masuk. Setiba di dalam makam Rasulullah, ia pun duduk tafakur menghadap Nabi Saw.
Alangkah banyaknya hal membingungkan yang ia lihat. Ia melihat seekor ular yang sangat besar dan panjang melingkari lehernya, namun ia tak berkata-kata. Ia tafakur terus memusatkan perhatiannya pada Nabi Saw.Setelah ular berlalu, ia melihat lagi seekor naga yang telah menelan kepalanya. Ia tetap diam tak berkata-kata hanya tafakur terus. Setelah naga berlalu muncul lagi seekor lipan yang sangat besar dan hitam menelan kepalanya sampai selangkanya. Tuanta terus diam sambil memperbaiki ingatannya pada Nabi.
Setelah lipan berlalu muncul lagi seekor kalajengking yang sangat besar menjepit pinggangnya, namun Tuanta tetap diam. Setelah itu masih banyak hal yang menakutkan sebagai ujian, namun hatinya tidak pernah goyah. Oleh karena itu ia dikasihani oleh Allah Swt.
Akhirnya, ia melihat Rasulullah sedang duduk di hadapannya sambil berkata. “Wahai Yusuf, engkau benar-benar telah menghadap Allah, Tuhan seru sekalian alam. Ketulusan hati dan pengharapanmu pada Allah untuk bertemu dengan saya di dunia sampai akhirat sudah terbukti.” Berkatalah Tuanta, “Demikianlah niatku ya Rasulullah.”
Nabi lalu berkata, “Wahai Yusuf, engkau telah mendatangi imam empat, wali empat puluh, guru para wali Abu Yazid Bustami, dan rajanya para wali Syekh Abdul Kadir Jailani, akhirnya sampai pada saya.”
“Apalagi yang akan saya berikan dan ajarkan karena kesufian dan kewalianmu telah sempurna, engkau jugalah yang bernama tusalamaka. Hanya yang dapat kuajarkan dan kusampaikan padamu adalah yang disebut pengenalan atau makrifat, penyelesaian, dan keheranan.”
Saya sampaikan kepadamu Yusuf, andai kata masih ada Nabi yang diutus Allah selain Nabi Muhammad, engkaulah orangnya. Akan tetapi, sudah tak mungkin lagi ada nabi sesudahku.”
Oleh karena itu, engkau saya beri nama Qutuburrammaniah wal- Arifissamadaniah, orang yang selamat dunia akhirat.” Namun, saya berharap padamu agar engkau pergi mengunjungi Qasad Masriq yang telah 1880 tahun meninggalnya. Ia berada di hulu sungai Bukit Qaf. “Engkau akan menemukannya.”
Setelah itu, ia berjabat tangan dengan Nabi kemudian berjalan keluar. Setiba di pintu ia menoleh ke belakang, tetapi tidak melihat lagi Nabi Saw.
Ia terus berjalan keluar sampai di pintu pertama. Tak ada satu pun penjaga pintu melihatnya. Orang Habsyi penjaga pintu itu heran sambil mereka berkata, “Orang Jawi ini dikasihi Allah.” Tuanta terus berjalan ke arah Bukit Qaf.
Setelah beberapa hari berjalan, akhirnya ia menemukan tempat Qasad Masriq yang telah dililit akar kayu. Hanya tangannya yang bergerak-gerak yang diabdi oleh 40 orang murid-muridnya.
Setelah Tuanta sampai ke sana, ia hanya berdiri terheran-heran selama sejam dan tidak berbicara. Bertanyalah Qasad Masriq, “Yusuf, marilah, apa maksud kunjunganmu ke sini?”
Tuanta menjawab, “Tuan yang saya kunjungi, berilah saya berkah.” Berkatalah Qasad Masriq, “Yusuf, apalah yang akan saya berikan padamu padahal engkau telah mendatangi Nabi. Tak seorang pun yang dapat melebihinya, baik raja maupun ulama di dunia sampai di akhirat.” Berkatalah Tuanta, “Saya datang kemari atas petunjuk Rasulullah.”
Berkatalah Qasad Misriq , “Yusuf, maukah engkau mendengarkan ucapanku?” Tuanta pun mengiakan, “Aku merelakan tubuhku karena keinginan Tuan” Kata Tuanta.
Berkatalah Qasad Misriq, ”Yusuf, saya minta kepadamu untuk menyusuri sungai itu. Janganlah berhenti sebelum menemukan hulunya.” Setelah mendengar ucapan gurunya, ia pun turun ke sungai. Kedalaman air di sungai itu sampai di leher, sedangkan kedangkalannya setinggi lutut. Tuanta berenang di sungai itu selama 40 hari dan 40 malam barulah sampai di hulu. Warna airnya merah seperti kesumba, sedangkan rasanya ada tiga macam. Ada yang manis dingin, lezat, dan lembut.
Menghadapi tantangan itu, Tuanta tak pernah kelihatan resah sedikit pun. Ia selalu mengharap ampunan dan kasih sayang Allah padanya. Kalau sampai waktu salat ia naik ke darat menggelar sajadahnya kemudian salat. Kalau selesai ia kembali lagi ke dalam sungai. Begitulah kelakuannya terus-menerus.
Pada hari Jumat sore, ia naik ke pantai untuk salat Asar. Setelah selesai azan, ia lalu membuang takbir ihramnya. Tiba-tiba muncul Iblis ingin mengganggunya.
Saat itu muncullah Nabi Yusuf menjelmakan dirinya lalu memukulkan sejadahnya pada Iblis sambil berkata, “Iblis, jangan coba-coba mengganggu temanku. Tahukah engkau bahwa dialah yang disebut tusalamaka, orang yang selamat? Kalau engkau ingin mengganggunya, setiap hari saya akan menghancurkanmu,” maka hancurlah Iblis.
Tuanta dapat mencapai hulu sungai itu. Airnya mengalir dengan deras dari atas ke bawah. Tuanta berusaha memanjat naik berpegang pada batu, sementara air menghempasnya dengan derasnya. Ia terus berusaha naik dengan berpegangan pada duri-duri batu untuk mencapai puncak. Sudah 40 hari memanjat, namun ia belum mencapai puncaknya. Kuku kaki dan tangannya sudah habis terkikis oleh duri-duri batu. Ia hanya tafakur berserah diri kepada Allah sepenuhnya sambil memusatkan hatinya pada puncak di hulu sungai.
Suara air yang menggemuruh datang dari bawah sehingga Tuanta tak sadarkan diri. Ia selalu bertawakal kepada Allah. Sambil memejamkan mata ia mengucapkan La haula wa la kuata illa billahil aliyul adzim, tiada daya dan kekuatan tanpa pertolongan-Mu, ya Allah.
Setelah membuang diri ke dalam air, Tuanta pun tenggelam melupakan dirinya. Yang diingatnya hanya Allah semata. Kira-kira sejam lamanya barulah ia muncul ke permukaan air. Setiba di atas yang dilihat adalah surga di sebelah kanannya dan neraka di sebelah kirinya.
Jubahnya telah diselimuti oleh cahaya intan dan zamrud, sedangkan wajahnya sudah sangat bercahaya karena cahaya intan dan zamrud. Maka berjalanlah Tuanta ke surga.
Sesampai di pintu surga, Nabi telah berdiri di pintu menggapai tangannya sambil berkata, “Yusuf saya telah lama menunggumu.” Maka sujudlah Tuanta sambil memegang tangan Nabi Saw. Sambil berpegangan tangan keduanya masuk ke dalam surga. Setiba di dalam surga mereka pun berkeliling. Ia mencatat semua rumah, tingkah laku di surga, dan semua perbuatan yang baik.
Jumlahnya 7 juta 777 tingkah laku dan perbuatan yang baik yang dicatatnya, itu pun belum sepertiganya. Apabila Tuanta berjalan di dekat pohon yang berbuah, pohon itu membengkokkan pohonnya hingga ke tanah sambil berteriak, “Yusuf, tusalamaka, orang selamat di dunia dan akhirat, makanlah buahku ini semoga saya dapat selamat juga seperti engkau.” Dia berada di surga kira-kira empat bulan.
Pada suatu hari, hari Jumat berkatalah Nabi Muhammad Saw., “Yusuf, kembalilah ke dunia karena pada sulbimu terdapat keturunan.” Tuanta menjawab, “Ya, Rasulullah, hal inilah yang aku hadapkan kepadamu. Aku ini belajar hanyalah karena mengharapkan tempat ini.” Nabi Saw. lalu berkata, “Benar ucapanmu itu, tetapi kembalilah dahulu ke dunia, karena kita harus lebih dahulu melalui kematian. Saya saja yang disebut Nabi Muhammad harus melalui kematian apalagi engkau. Adapun tempat ini saya akan berdoa kepada Allah untukmu dan pasti engkau akan menjadi penduduk surga.”
Berkatalah Tuanta, “Ya Rasulullah, kasihanilah saya telah masuk ke dalam surga tetapi saya disuruh lagi kembali ke dunia.”
Nabi Saw. menenangkan Tuanta, “Yusuf, Allah telah menjanjikanmu bahwa engkau memiliki keturunan dua orang laki-laki. Anakmu itu akan menjadi tupanrita. Dialah yang akan mengislamkan negeri yang jauh dari Mekah. Kalau engkau tak mau mendengarkanku, engkau akan mendapat bahaya.”
Setelah itu, Rasulullah berkata, “Wahai penjaga neraka, bukalah neraka itu walau pun hanya sebesar lubang jarum.” Setelah Malaikat mendengar ucapan Nabi Saw., penjaga neraka itu membuka pintu neraka sebesar lubang jarum. Asap neraka itu berhembus keluar menempias Tuanta. Asap itu sangat gelap. Tuanta segera bertafakur karena tak dapat menahan bau busuk. Bau busuk itu beraneka ragam. Hanya Allah yang mengetahuinya. Tuanta pun berteriak memanggil, “Ya Rasulullah, saya sudah ingin keluar, kembali ke dunia.” Berkatalah Nabi, “Baiklah.”
Nabi berkata lagi, “Tutuplah pintu neraka itu.” Setelah pintu neraka tertutup, barulah Tuanta berani membuka matanya. Ia pun minta ampun pada Rasulullah Saw.
Berkatalah Tuanta, “Wahai seluruh umat Muhammad Saw. mintalah perlindungan dari Allah supaya terhindar dari anginnya neraka yang busuknya tiada bandingannya. Alangkah sakitnya orang yang mendapat siksaan di neraka. Saya hanya merasakannya tidak cukup sekejap saya tetap minta perlindungan dari Allah. Semoga Allah mengampuni semua orang mukmin dan dijauhkan dari siksaan itu. Anginnya saja sudah tak bisa ditahan apalagi siksaannya.”
Setelah itu berkatalah Nabi, “Yusuf, peganglah jubahku, saya kembalikan engkau ke dunia. Tuanta pun lalu berpegang pada jubah Nabi. Selanjutnya, Nabi berkata, “Yusuf, pejamkanlah matamu apabila kita berjalan, tetapi kalau membuka matamu, engkau akan jatuh.” Nabi Saw. lalu berjalan diikuti oleh Tuanta. Baru saja dua atau tiga kali melangkah Tuanta mulai lupa pada pesan Nabi. Tiba-tiba ia membuka matanya dan jatuhlah Tuanta ke Padang Mahsyar. Ia pun tenggelam ke dalam debu sebatas paha dan ia tidak melihat Nabi.
Tuanta lalu berteriak dengan keras, “Ya Rasulullah, tolonglah saya.”
Kira-kira sejam kemudian barulah Nabi datang menariknya. Nabi Saw. tersenyum sambil berkata, “Saya telah memperingatimu supaya tidak membuka mata, tetapi engkau melanggarnya. Itulah yang terjadi.”
Ia pun minta ampun pada Rasulullah Saw.
Selanjutnya, Nabi berkata, “Yusuf, berpeganglah di jubahku. Bukalah matamu apabila saya menyuruh membukanya.”
Baru saja dua atau tiga langkah Nabi berjalan, Tuanta telah mendengar suara, “Yusuf, bukalah matamu.”
Tuanta pun membuka mata, tetapi dia tidak melihat lagi Nabi Saw. Dengan kekuasaan Allah, Tuanta telah berada di depan pintu Masjid Haram di Mekah. Kemudian ia terus pergi mengetuk pintu masjid. Ia memanggil penjaga pintu supaya dibukakan pintu. Penjaga pintu bertanya, “Siapakah engkau, Arab atau Jawi?” Tuanta pun menjawab, “Saya Jawi.”
“Saya tak dapat membuka pintu ini karena sudah di tutup.” Kata penjaga pintu.
Tuanta lalu memiringkan serbannya dan masjidil Haram pun jadi miring. Jamaah yang sementara salat pun berjatuhan. Berkatalah Imam yang empat, “Alamat apa lagi ini sehingga timbul peristiwa ini. Hanya peristiwa Syekh Yusuf seperti ini dalam pesan Sayidina Ali. Sekarang Yusuf sudah tidak ada.”
Khalifah berkata, “Cobalah buka pintu, barangkali Yusuf mendapat rahmat Allah sehingga ia datang kembali.”
Sementara itu, Tuanta sudah memperbaiki kembali letak sorbannya sebelum dibukakan pintu. Para Khalifah dan Imam Empat pun keluar melihatnya, mereka menyambutnya dan mencium tangan Tuanta. Kemudian mereka berkata, “Memang kami perkirakan bahwa terjadinya peristiwa ini mungkin karena Yusuf telah kembali atas rahmat Allah.” Tuanta lalu dipersilakan menjadi imam dan semua orang yang hadir dalam masjid ikut menjadi makmum. Selesai salat, Tuanta menceritakan segala yang dilihat dan didengarnya karena semua tupanrita, ulama, dan para ahli hikmah bertanya. Tuanta menceritakan segala benda yang ada di surga, seperti mahligai, istana, buah-buahan, sungai, semuanya indah sekali. Mereka yang mendapatkan surga dengan segala kenikmatannya ialah yang selamat dunia akhirat.
Semua orang yang ada di masjid yang mendengar cerita Tuanta ini menjadi terheran-heran termasuk para wali, tupanrita, dan para ahli hikmah. Mereka kagum melihat kewalian dan kesufian Tuanta yang bergelar Tuanta Salamaka, orang yang selamat dunia akhirat.
Gembiralah semua orang yang mendengarnya. Selain itu, Tuanta juga menceritakan keadaan di neraka serta orang-orang yang mendapat siksaan di dalamnya.
Berkatalah Tuanta, “Wahai semua yang hadir, jaga iman, laksanakan segala perintah Allah, dan jauhi segala larangan Allah dan nabinya. Tidak ada yang paling sakit daripada terkena angin neraka, apalagi kalau terkena siksaan di dalamnya.” Setelah itu kembalilah Tuanta ke rumahnya. Berita tentang kewalian dan kesufiannya telah tersebar ke seluruh penduduk Mekah, Madinah, Rum, Mesir, dan seluruh daerah bawahan Mekah. Demikian pula oleh Syekh Mas’um sehingga pada suatu hari, ia mengumpulkan semua muridnya lalu berkata. “Marilah kita kunjungi Syekh Yusuf. Kewalian dan kepintarannya sangat terkenal. Bagaimana ia dapat mengalahkan kita, sedangkan ia hanyalah Jawi dan kita adalah Sayyid.”
Syekh Mas’um bersama 40 orang muridnya mengunjungi Syekh Yusuf. Setiba di sana ia memberi salam, “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, wahai Syekh Yusuf.”
Tuanta lalu membalas salamnya dengan, “Waalaikumsalam,” kemudian mereka dipersilakan duduk dalam bahasa Makassar. Syekh Mas’un sangat heran mendengar ucapan Syekh Yusuf karena ia tidak tahu bahasa Makassar.
Berkatalah Syekh Mas’un, “Syekh Yusuf, saya mengunjungimu karena saya ingin bertanya sebenar-benarnya kepadamu.” Berkatalah Tuanta, “Syekh Mas’un bertanyalah dan saya akan menjawabnya karena Allah dan berkah Nabi. Semoga Allah mengasihi saya.”
“Syekh Yusuf, bagaimana penyatuanmu dengan Allah sehingga engkau disebut bersatu dengan sungguh-sungguh?” tanya Syekh Mas’un.
Berkatalah Tuanta, “Syekh Mas’un, kalau penyatuanku dengan Allah engkau ingin tahu dengarlah. Saya merasa bersatu dengan Allah sekarang ini dengan sebenarnya karena saya mempersatukan yang dua, yaitu Allah dan Hamba. Kemudian saya pisahkan keduanya, lalu saya berdiri di antaranya. Demikian penyatuanku dengan Allah.”
Setelah Syekh Mas’un mendengar jawaban Tuanta, maka sujudlah sambil memegang tangan Tuanta kemudian ia berkata lagi, “Syekh Yusuf, wahai Tuan bagaimana dengan makrifatmu kepada Allah yang sebenar-benarnya.”
Berkatalah Tuanta, “Dengarkanlah saya akan jelaskan. Makrifatku kepada Allah adalah saya tidak tahu apakah Allah sama dengan saya atau saya sama dengan Allah selamanya, seumur dunia ini. Pikirkanlah makhluk Allah dan jangan pikirkan tentang zat-Nya."
Setelah Syekh Mas'un mendengar jawaban Tuanta, ia pun sujud sambil memegang lutut Tuanta. Dari percakapan dan pencerahan itu, semua murid Syekh Mas'un beserta seluruh yang hadir tunduk pada Tuanta.
- ) Referensi digali dari sumber tradisi lisan, maupun naskah klasik lontarak dan sumber lainnya yang relevan dan dikreasi ulang).