Konflik: Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920-1940/Kata Pengantar
KATA PENGANTAR
KEPALA PUSAT BAHASA
Sastra merupakan cermin kehidupan masyarakat pendukungnya, bahkan sastra menjadi ciri identitas kemajuan peradaban suatu bangsa. Melalui sastra, orang dapat mengidentifikasi perilaku kelompok masyarakat, bahkan dapat mengenali perilaku dan kepribadian masyarakat pendukungnya. Sastra Indonesia merupakan cermin kehidupan Indonesia dan identitas serta kemajuan peradaban bangsa Indonesia. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah terjadi berbagai perubahan, baik ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta teknologi informasi maupun akibat peristiwa alam. Kondisi itu telah menempatkan budaya asing pada posisi strategis yang memungkinkan pengaruh budaya itu memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa dan mempengaruhi perkembangan sastra Indonesia. Gejala munculnya pengaruh budaya asing pada media elektronik (radio/televisi) dan di tempat-tempat umum menunjukkan perubahan perilaku masyarakat dalam kehidupan masa kini. Selain itu, gelombang reformasi yang bergulir sejak 1998 telah membawa perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik.
Reformasi yang bernapaskan kebebasan telah membawa dampak dalam berbagai tata cara kehidupan bermasyarakat. Bahkan, dampak itu sampai pada kehidupan sastra di Indonesia. Penghayatan terhadap fenomena kehidupan masyarakat seperti itu yang dipadu dengan estetika dan pengalaman bersastra telah menghasilkan karya sastra. Buku Konflik: Konsep Estetika Novel-Novel Berlatar Minangkabau Periode 1920 – 1940 ini merupakan hasil penelitian Saudara Arriyanti, Krisnawati, dan Saudara Tahtiha Darman Moenir. Untuk itu, Pusat Bahasa menyambut dengan gembira penerbitan ini karena buku ini akan memberi manfaat bagi masyarakat yang ingin memahami estetika khususnya dan sastra Minangkabau pada umumnya.
Mudah-mudahan penerbitan buku ini dapat memberi manfaat bagi masyarakat luas, khususnya generasi muda dalam melihat kehidupan dan berbagai simbol estetika dalam tatanan kehidupan masyarakat modern ke depan.
Dr. Dendy Sugono