Majalah Horison/1968/Volume 5/Gitanjali

Majalah Horison  (1968) 
Gitanjali
oleh Rabindranath Tagore, diterjemahkan oleh Amal Hamzah

*) Dikutip dari „Gitanjali", terdjemahan Amal Hamzah, Pustaka Rakjat, Djakarta 1961, halaman 36 — 41; untuk memperingati hari kelahiran Tagore, 5 Mei 1861-1968.

RABINDRANATH TAGORE

GITANJALI

XXXII

Mereka jang mengasihi aku didunia ini mau mendjaga keselamatanku dengan ber-bagai djalan.
Tetapi tidak demikian dengan kasih Mu jang lebih besar dari kasih mereka itu. Engkau membebaskan aku.
Mereka tak berani membiarkan aku sendiri, supaja aku sekedjapun djangan lupa kepadanja. Tetapi hari bersusun lain, dan engkau tak djua tampak
Meskipun tidak kuseru Engkau dalam doaku, walaupun tidak kusimpan
Engkau dalam hatiku, tetapi kasihMu padaku, senantiasa menunggu kasihku.


XXXIII

Tatkala hari telah siang, mereka datang kerumahku seraja berkata: „Kami hanja meminta kamar jang ketjil”.
Mereka berkata: „Kami akan menolong engkau dalam memudja Tuhanmu dan menerima dengan sjukur hanja Rahmatnja jang teruntuk bagi kami.
Lalu mereka mentjari tempat disudut, serta duduk diam dan tertib.
Tetapi digelap malam, kulihat mereka mentjuri dari peti sutjiku, setjara hingar dan memaksa dan mengambil makan²an dari medja pudjaan dengan serakahnja.

XXXIV

Semoga tak ada lagi tinggal padaku dari jang sedikit ini, jakni Engkaulah se-gala²nja bagiku
Semoga tak ada lagi tinggal dari kemauanku, lain daripada melihat Engkau disegenap pendjuru, dan dekat kepadamu dalam segala benda dan menjatakan kasih padaMu dalam tiap2 detik.
Semoga tak ada lagi tinggal padaku daripada ini, jakni aku tak 'kan pernah menjembunjikan Engkau.
Semoga tak ada lagi tinggal dari belengguku, lain daripada belenggu jang mengikat daku dengan kemauanMu, dan melakukan kehendakMu dalam hidupku dan ini, ialah belenggu kasihMu.


XXXV

Tempat djiwa tak merasa gentar dan kepala ditegakkan tinggi,
Tempat ilmu pengetahuan bebas,
Tempat dunia tidak di-petjah oleh dinding rumah, ketjil²,
Tempat kata2 keluar dari lubuk kebenaran,
Tempat usaha tak pernah padam, mengulurkan tangannja kearah sempurna.
Tempat arus Budi djernih belum lagi sakat dalam sahara kering kebiasaan jang mati,
Tempat djiwa Engkau tuntur dalam suasana pikiran dan laku senantiasa melapang.
Didunia jang bebas itulah, Bapaku, Engkau bangunkan rakjatku.


XXXVI

Inilah permintaanku pada Mu. Djundjunganku! ― pukullah dan kenailah akar takut dalam diriku.
Berilah aku kekuatan menanggung senang dan sedih dengan rela hati.
Berilah aku kekuatan membuat tjintaku mengabdi dan berbuah.
Berilah aku kekuatan supaja aku takkan pernah menjingkirkan orang miskin dan merendahkan diriku terhadap kekerasan. Berilah aku kekuatan meninggikan budiku diatas kedjadian se-hari2 jang tiada berarti,
Dan berilah aku kekuatan memberikan kekuatanku dengan ichlas kepada kemauanMu.


XXXVII

Sangkaku perdjalananku selesailah sudah, tatkala aku tiba pada batas kekuatanku, bahwa djalan dimukaku telah terhalang, bekalanku sudahlah habis, dan telah datanglah waktunja untuk melarikan kiri ketempat sunji.
Tetapi achirnja tahulah aku kemauanMu tiada terbatas terhadap diriku.
Njanjian baru, timbul dihatiku, djika njanjian lama surut dari lidahku.
Apabila djedjak lama telah hapus, bangkitlah pula negeri baru penuh dengan keadjaibannja.