Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo/Bab 4

BAB IV

PERJUANGAN FRANS KAISIEPO

MENYAMBUT KEMERDEKAAN

Berbicara tentang berbagai aktivitas dalam gerak langkah perjuangan, Frans Kaisiepo agaknya telah melakukan berbagai jalan yang cukup panjang. Hal ini disebabkan oleh karena jauh sebelum Republik Indonesia ini ada, Frans Kaisiepo sudah aktif menunjukkan aktivitasnya dalam gelanggang perjuangan kebangsaan. Perjuangan yang dilakukannya tidaklah berupa tindakan mengangkat senjata untuk melawan penjajah, akan tetapi perjuangan yang dilakukan Frans Kaisiepo adalah usaha mengangkat derajat bangsanya melalui gerakan gerakan dalam organisasi kebangsaan. Kesemua itu disumbangkanya untuk kepentingan negara dan bangsanya. Dan ini dibuktikannya lewat aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh Frans Kaisiepo wilayah kesatuan Republik Indonesia. Peran-peran yang dilakukan Frans Kaisiepo bukan saja sewaktu ia duduk sebagai Gubernur Irian Barat, tetapi jauh sebelumnya, yaitu sebelum Indonesia Merdeka ia telah menunjukkan jati dirinya bahwa ia adalah putra bangsa, bangsa Indonesia.

Perjuangan bangsa Indonesia mencapai titik puncak adalah sewaktu Soekarno-Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1943. Pemvataan atau Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang telah diucapkan oleh Soekarno-Hatta itu disambut seluruh rakyat dengan perasaan gembira dan berita tersebut kemudian menyebar luas keseluruhan pelosok tanah air dan akhirnya didengar oleh rakyat Irian Barat. Berita Kemerdekaan

23

24

tersebut terus menerus disiarkan oleh putra-putra Indonesia melalui kantor berila Domei dan berita tersebut dapat ditangkap di Australia. Atas inisiatif dan usaha orang-orang Indonesia, khususnya para pejuang cks Digulis yang sudah berada di Australia, segera menyebarluaskan berita proklamasi tersebut lewat pamflet-pamflet. Selanjutnya Pamflet tersebut disebarluaskan antara lain ke Brisbane, Kamp Kasino, Sidney, Melbourne, Merauke dan bahkan sampai ke Ujung Pandang (dahulu Makassar) dan Balikpapan. Dari kota Merauke inilah berita proklamasi kemerdekaan Indonesia diketahui para pejuang kemerdekaan di Irian Barat.

Sementara itu pihak Kolonial Berusaha untuk mendapatkan kepercayaan dari rakyat Irian Barat agar dapat menegakkan kembali dominasi kolonialnya di Irian Barat, maka Pemerintah Kolonial Belanda (PKB) membujuk para pejuang eks Digulis yang melarikan diri ke Australi pada masa penduduk Jepang untuk ditarik kembali bekerja di Irian Barat. Hal tersebut karena Pemerintah Kolonial Belanda sangat membutuhkan tenaga mereka itu dalam bidang pemerintahan. Sehubungan dengan itu maka para pejuang eks Digulis diserahi beberapa jabatan dalam bidang pemerintahan, Namun di sisi lain tanpa sepengetahuan Pemerintah Kolonial Belanda, para pejuang eks Digul ini menggunakan kesempatan yang baik itu untuk menanamkan benih kebangsaan dalam jiwa para pejuang Irian Barat.

Salah satu eks pejuang Digul adalah yangbernama Soegoro Atmoprasodjo. Ia adalah seorang bekas pemuka Taman Siswa yang diangkat oleh Pemerintah Kolonial sebagai Penasehat Direktur Pendidikan dan Agama untuk daerah-daerah yang dibebaskan. Di samping jabatan tersebut Soegoro Atmoprasodjo dipercayai juga untuk memipin sebuah lembaga pendidikan yaitu Sekolah Bestuur (Pamong Praja) di Kampung Harapan yang semula bernama Kotanica. Salah seorang murid sekolah tersebut adalah Frans Kaisiepo. Dan di sekolah inilah Frans Kaisiepo berkenalan dengan tokoh-tokoh pejuang bangsa. Penyelenggaraan pendidikan Bestuur ini telah dimanfaatkan oleh Soegoro Atmoprasodjo untuk menanamlan paham kebangsaan kepada murid-muridnya dan ajaran-ajaran tentang arti kemerdekaan serta menumbuhkan semangat petriotisme dalam rangka menyambut Indonesia merdeka.

25

Dalam usaha menyampaikan cita-cita tersebut Soegoro Atmoprasodjo mengadakan rapat-rapat pertemuan secara rahasia dengan pemuda Irian Barat, diantaranya dengan Frans Kaisiepo, Silas Papare, Corinus Krey, Lukas Rumkorem, dan Marthen Indey guna membahas tentang penyatuan Nederlands Nieuw Guinea ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu usaha untuk mencapai tujuan tersebut para pemuda dilatih menyanyikan lagu Indonesia Raya .

Hasil nyata dari kegiatan-kegiatan tersebut terlibat adanya sambutan rakyat Irian Barat yang ditandai dengan terjadinya insiden pengibaran bendera merah putih pada tanggal 31 Agustus yang bertepatan dengan hari kelahiran Ratu Belanda Wilhelmina. Ketika Senior Officer Nica yaitu R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo mempersiapkan perayaan hari ulang tahun Ratu Belanda, maka seluruh rakyat diperintahkan untuk mengibarkan bendera tiga warna yaitu Merah Putih Biru . Akan tetapi didalam kenyataannya yang terjadi adalah rakyat di Irian Barat mengibarkan bendera Sang Merah Putih secara penuh , sedangkan bendera Belanda dan bendera Amerika dikibarkan setengah tiang.

Insiden tersebut jelas mencerminkan manifestasi gejolak hati putra-putri Irian Barat untuk menghirup alam kemerdekaan Indonesia. Pengibaran bendera Merah Putih ini dilakukan di Bosnik Timur, bertempat di halaman rumah Lukas Rumkorem dan dihadiri oleh Frans Kaisiepo, Corinus Krey, Marcus Kaisiepo dan M. Youwe. Dalam upacara pengibaran bendera tersebut dinyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipimpin oleh M. Rumkabu.

Kegiatan-kegiatan tersebut terus diselenggarakan oleh para pemuda pejuang kemerdekaan Irian Barat dengan melakukan rapat-rapat pertemuan di Jayapura. Bahkan sebenarnya aktivitas rakyat Irian Barat telah terlihat tiga hari sebelum proklamsi kemerdekaan Republik Indonesia, yaitu pada tanggal 14 Agustus 1945. Frans Kaisiepo bertempat di kampung Harapan Jayapura telah berani mengumandangkan lagu Indonesia Raya bersama pemuda-pemuda militan lainnya seperti : Marcus Kaisiepo, Nicolas Youwe dan kawan-kawan. 26

Dari aktivitas aktivitas yang dilakukan oleh Frans Kaisiepo bersama teman-teman murid-murid Kursus Sekolah Bestuur pimpinan Soegoro Almoprasodjo, lepasan Digul, telah menunjukkan dirinya bahwa mereka itu adalah pejuang pejuang yang militan. Murid-murid lepasan sekolah ini telah turut herperan aktif, mereka itu telah ditempa menjadi manusia terdidik dan terpelajar dan yang paling penting bahwa mereka itu telah berperan sebagai eksponen pejuang dalam memperjuangkan kemerdekaan . Mereka itu telah berjasa besar dalam melakukan kegiatan, teristimewa dalam usaha menyampaikan pesan pesan kemerdekaan

Untuk meraih cita-cita kemerdekaan itu, pemuda-pemuda berusaha mengikat tali rasa persatuan kebangsaan dan ini ditandai dengan terbentuknya Dewan Purwa Kelan Suku yang anggotanya datang dari berbagai suku Irian Barat. Berdirinya badan ini bukan saja untuk kepentingan sekolah dalam arti kepentingan mereka untuk memperoleh ilmu belaka tetapi melainkan juga telah dimanfaatkan sebagai forum kontak untuk tukar pikiran antara murid dan murid antara murid dengan guru, sehingga karenanya wawasan mereka semakin luas dalam menjiwai cita-cita kemerdekaan. Kesemua aktivitas tersebut telah menjadi bahagian hidup yang tak terpisahkan dari kehidupan Frans Kaisiepo bersama rekannya Lukas Romkorem, Yan Waromi, Corinus Krey, Marthin Indey, Silas Papare, G. Saweri, SD Kawah Mereka telah menyebarkan semangat kemerdekaan kepada seluruh lapisan rakyat Irian Barat agar dapat disambut dengan dada lapang dan ditegakkan bersama-sama.

Bertolak dari faham kebangsaan yang telah diserap dan dihayati oleh Frans Kaisiepo telah pula membangkitkan semangat yang ditandai masuknya gerakan tersebut ke dalam tubuh Batalyon Papua. Badan ini sebelumnya telah dibentuk bertepatan dengan pendaratan Sekutu di Irian dengan semangat kemerdekaan itu putra-putra Irian Barat baik yang menjadi anggota Batalyon Papua, maupun Polisi serta Sipil telah bersepakat dan bersatu dalam satu barisan untuk melakukan gerakan perlawanan. Untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan, maka diadakan kontak dengan para tokoh pejuang lainnya seperti Silas Papare, Marthen Indey dan Corinus Krey. Dengan memperoleh kata dan sesuai dengan kesepakatan diputuskan bahwa gerakan perlawanan akan dilakukan pada tanggal 25 Desember 1945.

27

Pemberontakan ini merupakan suatu aksi yang sebenarnya bertujuan untuk mewujudkan kemerdekaan di Irian Barat. Namun demikian rencana pemberontakan ini telah dapat tercium oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Dan dengan bantuan pasukan dari Rabaul (Irian Timur yang sekarang bernama Papua New Guinea melakukan penangkapan terhadap 250 orang pemberontak termasuk Soegoro Atmoprasodjo, Silas Papare, dan Marthen Indey. Sedang sebagai pananggungjawab dari pemberontakan ini adalah Silas Papare, Soegoro Atmoprasodjo dan Marthen Indey. Mereka ini dijatuhi hukuman penjara, sedangkan anggota lainnya dibebaskan dari tuduhan.

Meskipun mereka itu ditahan dalam penjara tetapi para pejuang tersebut secara diam-diam terus melanjutkan kegiatannya dengan melakukan aksi. Berikutnya mereka menetapkan pada tanggal 17 Juli 1946. Pemberontakan kali ini ditetapkan akan dipimpin oleh Penggoncang Alam, seorang pejuang asal Minangkabau. Sasaran pemberontakan direncanakan adalah melucuti persenjataan tentara KNIL, menangkap pembesar -pembesar Belanda, menduduki stasiun radio dan tempat vital lainnya. Akan tetapi rancana yang telah terinci dan matang ini tercium lagi , karena ada oknum yang membocorkan, maka sebelum dilakukan aksi Pemerintah Kolonial Belanda telah mengadakan pembersihan. Sehubungan dengan hal ini, Silas yang sudah mendekam dalam penjara dianggap sebagai tokoh penggeraknya, maka dipindahkan dari Jayapura ke Serui.

Melihat kenyataan yang demikian, bahwa setiap adanya usaha untuk menggerakkan aksi pemberontakan selalu mengalami kegagalan, maka para kaum penggerak kemudian membentuk suatu organisasi yang tersusun rapi. Hal ini disadari bahwa untuk dapat mencapai suatu tujuanharuslah dapat menghimpun serta menggerahkan seluruh kekuatan rakyat dan untuk itu agaknya diperlukan suatu wadah organisasi politik. Tanpa wadah yang baik sebagai alat penampung aspirasi rakyat, maka akan sedikit sekali hasil yang akan dapat diperolch untuk mengatur gerak langkah perjuangan menegakan cita-cita kemerdekaan.

Dalam usaha mencapai tujuan tersebut atas bimbingan para pejuang cks Digul, seperti Haryono dan Suprapto telah berperan 28

membentuk organisasi Komite Indonesia Merdeka (KIM). Komite Indonesia Merdeka ini dibentuk berpusat di Melbourne yang didirikan pada tanggal 29 September 1945 dengan diketahui oleh Jamaluddin Tamin, sedang anggota-anggotanya antara lain adalah Maskun. Kandur Maryono dan lain-lain. Berdirinya Badan ini di samping untuk membela dan mempertahankan proklaması 1945, Komite Indonesia Merdeka juga bertugas dalam urusan repatriasi atas pemulangan orang-orang Indo ke tanah airnya dan menolak campur tangan Belanda. Selanjutnya Komite Indonesia didirikan di Jayapura pada bulan Oktober 1946 yang diketahui oleh Dr. J.A. Gerungan, yang disebut terakhir ini adalah seoorang dokter wanita yang bertugas untuk mengepalai rumah sakit di Abepura Jayapura. Sebagai wakil adalah Lattuparisa , Sekretaris I Corinus Krey, sekarang II: Subroto. Sedangkan Marthen Indey pada saat itu hanya sebagai anggota biasa. Dalam perkembangan selanjutnya pengurus Komite Indonesia Merdeka ini beralih dipegang oleh putra Irian, dengan ketuanya Marthen Indey, Corinus Krey sebagai wakilnya, dan Petrus Watebossy sebagai sekretaris.

Sementara itu di Biak, di kampung halaman Frans Kaisiepo kedatangan Lukas Rumkorem telah membantu perjuangan kemerdekaan yang diawali dengan kegiatan yang antara lain memberikan penerangan-penerangan kepada rakyat Biak tentang arti kemerdekaan sehingga mereka sadar dan semangatnnya bangkit untuk bersatu memperjuangakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Namun demikian kegatan yang dilakukan hanya secara diam-diam dan sangat rahasia, hal ini dikhawatirkan karena adanya pengawasan yang ketat dari Pemerintah Konolial Belanda. Akan tetapi dengan dorongan kuat semangat kemerdekaan, dalam suatu kesepekatan, yaitu ketika diadakan peringatan hari kelahiran Ratu Belanda, para aktivis kemerdekaan tersebut secara demonstratif mengadakan upacara dengan pengibaran bendera Merah Putih. Pengibaran bendera Merah Putih ini diadakan di Bosnik Timur, tepatnya di halaman rumah Lukas Rumkorem. Upacara tersebut dihadiri oleh anggota dari Komite Indo nesia Merdeka, seperti Frans Kaisiepo, Corinus Krey, Marcus Kaisiepo dan M. Youwe serta rakyat dan para simpatisan . Dalam upacara tersebut dinyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipimpin

29

oleh Lukas Rumkorem . Wakil ketuanya Corinus Krey, sedangkan mendapat tanggapan dari pihak Pemerintah Kolonial Belanda . Karena itu sebagai tindak lanjut , mereka kemudian mendirikan Partai Indonesia Merdeka ( PIM ) pada tanggal 10 Juli 1946 dengan diketuai oleh Lukas Rumkorem . wakil ketuanya Corinus Krey , sedangkan sekretarisnya ialah Petrus Warikar.

Perlu diingat bahwa salah satu pencetus gagasan berdirinya Partai Indonesia Merdeka ( PIM ) adalah Frans Kaisiepo yang waktu itu ia menjadi Kepala Distrik Biak Utara di Warsa. Misi organisasi ini seperti halnya Komite Indonesia Merdeka vang telah didirikan di jayapura juga bertujuan untuk memberi penerangan tentang arti dan tujuan Indonesia Merdeka. Selanjutnya kegiatan rutin partai ini diisi dengan mengadakan pertemuan -pertemuan anggota secara rahasia terutama untuk membicarakan ataupun mengatur rencana -rencana yang akan dilaksanakan dalam usaha mendukung terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut di bumi Irian Barat . Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka segeralah disusun suatu rencana untuk mengadakan perlawanan bersenjata terhadap kedudukan kolonial Belanda . Ternyata reencana tersebut telah tercium . Hal ini karena telah dapat diketahui oleh kaki tangan pihak Pemerintah Kolonial Belanda . Dan sebagai akibatnya Lukas Rumkorem ditangkap dan dijatuhi hukuman oleh Pemerintahan Kolonial Belanda dan mendekam dalam penjara di Jayapura dari tahun 1947 sampai pada akhir tahun 1948 .


Sementara itu pada tanggal 15 sampai dengan tanggal 25 Juli 1946 di Ujung Pandang ( dahulu namanya Makassar) diadakan Konperensi Malino. Konperensi ini dimaksudkan untuk mendukung gagasan Van Mook tentang pembentukan Negara Federal Indonesia. Bentuk negara federal ini di dalamnya akan bergabung satu uni dengan Kerajaan Belanda. Dalam konperensi tersebut, Frans Kaisiepo duduk sebagai wakil dari Irian Barat yang ditunjuk oleh Pemerintah Kolonial Belanda ( PKB ) untuk menghindari Konpcrensi Malino. Schelum keberangkatan ke Konperensi Malino, Frans Kaisiepo telah diberi bekal, terutama fikiran -fikiran yang mendukung kemerdekaan Republik Indonesia . Hal ini dilakukan dengan melalui pertemuan di Jayapura antara Frans kaisiepo dengan Corinus M. Krey serta Marcus 30

Keisiepo bersama Socgoro Almoprasodjo untuk membicarakan masalah keberangkatan wakil-wakil Irian Barat dalam Koperensi Malino itu. Salah satu masukan yang akan disampaikan dalam forum tersebut adalah untuk melontarkan kata Papua diganti dengan kata IRIAN. Hal ini agaknya merupakan peringatan bersejarah, karena di dalam kesempatan menyampaikan pidato dihadapan para peserta Konperensi Malino tanggal 18 Juli 1946, Frans Kaisiepo mengusulkan gagasan tersebut dan ini sangat mengejutkan pihak Belanda . Karena ia mengusulkan agar nama Papua dan Nederlands Nieuw Guinea yang dipakai selama ini ditiadakan dan diganti dengan kata atau nama IRIAN. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa pengertian IRIAN adalah Ikut Republik Indonesia Anti Nederlands. Pidato Frans Kaisiepo tersebut pada malam harinya disiarkan oleh Radio Makassar (Ujung Pandang) tentang penggatian nama Papua dan Nederlands Nieuw Guinea menjadi IRIAN.

Penggantian kata Papua dengan kata IRIAN itu mempunyai makna tersendiri , karena dengan itu rakyat Irian Barat hendak menunjukkan identitas yang bersumber dari budaya bangsanya. Kata IRIAN berarti panas dan kata ini berasal dari bahasa Biak, sedangkan kata Papua mula-mula digunakan oleh pelaut-pelaut Portugis dan Spanyol. Sejak diucapkan Frans Kaisiepo maka Pemerintah Indonesia terus menggunakan kata kata IRIAN dan tetap menggunakan kata Papua.

Kata IRIAN yang diucapkan Frans Kaisiepo di depan sidang Konperensi Maino sebenarnya sudah lebih dahulu diberitahukan oleh Surat Kabar Penyuluh di Brisbane, Australia. Pengirim artikel tentang penggantian nama Papua menjadi IRIAN kepada surat kabar tersebut sebenarnya dilakukan oleh dua bersaudara yaitu Markus Kaisiepo dan Frans Kaisiepo. Gagasan untuk mengganti nama tersebut telah di cetuskan oleh Frans kaisiepo, sewaktu mengikuti Kursus Kilat Bestuur di Kota Nica Holandia. Ia tidak setuju dengan papan nama kursus/sekolah yang bertuliskan "PAPUA BESTUUR SCHOOL". Karena itu ia menyuruh saudaranya, Marcus Kaisiepo untuk mengganti dengan nama "IRIAN BESTUUR SCHOOL". Tercitusnya gagasan dua bersaudara tersebut adalah atas saran Soegoro Atmoprsodjo.

Kehadiran Frans Kaisiepo dalam Konperensi Malino telah mengeceawakan Pemerintah Kolonial Belanda, sehingga diadakan lagi

31

Konperensi Denpasar sebagai kelanjutan Konperensi Malino yang diselenggarakan pada tanggal 20-24 Desember 1946, Irian Barat tidak diperbolehkan mengirimkan wakilnya untuk mengikuti Konperensi tersebut. Agaknya tanpa wakil dari Irian Barat dalam konperensi tersebut dimaksudkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda agar tidak merintangi niatnya untuk memisahkan Irian Baral dari Indonesia.

Berhubung dengan usaha Belanda untuk memisahkan wilayah Irian Barat dari Indonesia secara nyata dalam konperensi Denpasar yang berlangsung pada tanggal 20 sampai 24 Desember 1946, para pejuang Irian Barat minta kepada Residen Van Eechoud agar ada wakil-wakil rakyat Irian Barat yang dikirim menghadiri konperensi tersebut. Akan tetapi permintaan itu ditolak, sehingga pada tanggal 12 Desember 1946 Marthen Indey, Corrinus Krey dan Nicolas Youwe mengirim telagram kepada H.J. Van Mook di Denpasar. Adapun isi telegram itu menyatakan agar Irian Barat tidak dipisahkan dari wilayah Republik Indonesia.

Dalam kaitan ini Frans Kaisiepo termasuk orang yang menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) sebab wilayah Irian Barat tidak dimasukkan ke dalam Negara Indonesia Timur. Sehubungan dengan itu Frans Kaisiepo mengusulkan agar Irian Barat juga dimasukkan ke dalam wilayah Karesidenan Sulawesi Utara.

Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949 dilangsungkan Konperensi Meja Bundar di Den Haag Negeri Belanda. Delegasi Indonesia diketahui oleh Drs. Mohammad Hatta, BFO dipimpin oleh Sultan Hamid Algadire, Delegasi Belanda diketahui oleh J.H. Van Maarseveen dan Delegasi UNCI diwakili oleh Critchley. Sedang Frans Kaisiepo menolok menjadi Ketua Delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konperensi Meja Bundar, sebab ia tidak mau didikte untuk berbicara sesuai dengan keinginan Belanda, dan sebagai konsekwensi dari penolakan itu dalam periode tahun 1954-1961 ia ditugaskan di distrik-distrik terpencil seperti di Ransiki, Manokwari, Ayamu-Taminabuan, Sorong dan di Mimika, Fak-Fak.

Pada tahun 1961 sewaktu menjabat Kepala Distrik Mimika, Fak-Fak Frans Kaisicpo mendirikan partai politik yang bernama Irian Sebagian Indonesia (ISI). Tujuan partai ini adalah untuk menuntut 32

penyatuan kembali Nederlands Nieuw Guinea ke dalam Negara Republik Indonesia Indonesia. Kemudian dalam masa Trikora ia memberikan bantuan dan melindungi para pejuang yang didaratkan di Mimika , sehingga tidak dapat diketahui oleh Pemerintah Kolonial Belanda.1)


1) Badan Pembina Pahlawan Daerah Tingkat I. Irian Jaya, Riawat Perjuangan Frans Kaisiepo (Naskah); Drs . Bondan Soedharto dkkk. Sejarah Perjuangan Rakyat Irian Jaya. Kerjasama Universitas Cenderawasih dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat 1 Irian Jaya. Jayapura. 1989, hal. 89. 110, 177. 201-218.