• 32


P E R S I A P A N

L E W A T lohor sampailah Sibarani di desa Lurah Bukit. Ia terus ada ke dangau Tu' Layau. Kebetulan pula Intan Badaring sedang berada ula disana. Keduanya sedang sibuk.

" ah, kau datang Barani?" tanya Tu' Layau. " ada berhasil?"

" Begitulah Tu'."

" Tadi malam kau dimana?"

Sibarani tertawa.

" Saya menadi tamu agung di Tambang emas itu."

" Apa? Kau pergi kesana? Tidak apa-apa?"

" Kan mereka tidak makan orang. Tu'. Saya sempat bermalam disana. aya melihat dengan mata kepala saya sendiri apa-apa yang mereka kerjaan disana. Dan sudah ada tujuh buah perian yang sudah siap akan mereka awa ke kampungnya. Saya duga banyak juga isinya sebab sudah beberapa ari mereka disana."

" Tahu kau kapan agaknya mereka akan pulang ke desanya?"

" Tahu Tu'. Saya dengar dari mulut mereka sendiri. Dua malam lagi ereka akan pulang. Jadi kalau kita erlambat kita kan menemui gelangang sudah usai."

" Kita agaknya belum terlambat Barani. Kami memang sudah mempersipkan sesuatunya. Besok kita berangkat."

" Tepat!"

Maka Sibarani melihat semua persiapan dan perlengkapan kedua teannya. baik berupa alat perkakasa ataupun perbekalan. Alat perkakas eperti cangkul, linggis, urik, tembilang, kuali besi ganti pendulang an lain-lainnya. Perbekalan seperti: beras, sambal, minyak tanah, embakau, garam, dan sebagainya.

Sibarani melihat pula seberkas ijuk.

" Ijuk itu untuk apa Tu'?"

Tu' Layau tertawa.

" Kau lihat saja nanti permainannya, Barani, ini rencana kita se-

ula dan tetap akan kita laksanakan."

"Kita akan membuat hantu-hantu?" tanya Sibarani. Dia tidak memberi omentar dan tidak pula membantah rencana kawan-kawannya itu.

"Dan nasehat abangmua bagaimana?" tanya Intan Badaring.

"Ya, saya memang ada pula punya rencana, tetapi biarlah disana saja lihat nanti. Jadi baiklah sama-sama kita laksanakan permainan ini an semoga berhasil dan kemudian kita dapat menggarap sendiri tambang cu. Bila nanti ditemuinya kita disana kan kita dapat menjawab, dan ngkin mereka tidak akan mau lagi ikut mengusahakannya."

Sibarani tidak menyampaikan apa rencananya, kuatir kalau-kalau ncana itu gagal. Atau misalnya Urang Gadang itu tidak datang pada ktunya, apalagi abangnya menyuruh rahasiakan lebih dahulu tentang ncana itu.

"Dan lihat ini!" kata Sibarani pula sambil memperlihatkan dua tir emas murni yang diberi oleh orang Mungo itu.

"Lihatlah berapa harta kekayaan yang akan lenyap bilamana tidak ta sendiri mengusahakannya.

Kalau ada orang bertanya nanti, mereka akan menjawab: Akan pergi ke Subayang akan mencari jengkol dan menangkap ikan. Tetapi kalau dipereksa alat-alat yang mereka bawa tidak satupun alat penangkap ikan. Tidak ada angguk, jala, bubu atau pancing.

Kemudian Sibarani baru pulang kerumahnya akan mempersiapkan perbekalannya pula. Terutama yang dicarinya banyak-banyak ialah: tembakau.

B E S O K kafilah hutan yang kecil itu berangkat memasuki Rimba Mangkisi. Agak sarat beban mereka agak sarat beban mereka sebab rencana mereka kalau pengusiran rang Mungo itu berhasil merkea akan tinggal agak lama disana. Jika tidak maka bilana mereka berangkat maka mereka segera mengambil alih tempat itu dan mengusahakannya. Tekad mereka: kalau tidak dengan alasat dengan kasar akan direbut juga daerah itu. Takkan dibiarkan lagi orang-orang Mungo itu mengusakan tambang emas itu.

Sekitar waktu lohor mereka sudah sampai di Bukit Indo Jawo, Lalu mereka berhenti disana.

" Kita akan membuat pondok di seberang Ai Sirah," kata Tu' Layau, dari ana tak jauh lagi dari tambang. sebab kita akan memasuki daerah

tu pada malam hari. Langau seekorpun tak usah tahu."

"Sesuai benar," jawab Sibarani, "tetapi saya akan menemui abang ahulu di ladangnya."

"Tidak apa, "kata Tu' Layau. "Dahulupun kami kesana 'kan tidak pa bukan? Kau kan sudah tahu dimana kira-kira kita akan membuat markas."

"Ya, sudah tahu. Kalau beban saya tak terbawa biar saya sembunyian dahulu dekat tempat ini. Nanti saya susul kesana....."

Setelah istirahat di Bukit itu dan makan lohor mereka lalu berpencar.

Sibarani pergi ke ladang abangnya dengan hanya membawa selempeng embakau. Yang lain-lain disembunyikannya disatu tempat.

Tu' Layau dan Intan Badaring meneruskan perjalanannya menuju daeah Tambang. Sibarani membelok ke kanan menuju ladang abangnya. Kira-ira satu jam kemudian sampailah Sibarani di ladang abangnya.

"Bagaimana Berani, sudah selesai persiapannya?"

"Sudah wan," jawab Sibarani, "bisakah nanti malam kita undang anak-sanak kita untuk mengusir mereka yang bercokol di Tambang itu?"

"Bisa saja, tapi malam ini lama bulan terbit. Saya akan menyuruh ereka sebelum bulan terbit. Mungkin mereka dua orang dan mungkin juga iga atau empat. Kau ada membawa tembakau?"

"Ada wan. Saya kesini akan memberi kabar itu saja dan mengantarkan embakau ini. Tu' Layau dan Intan menanti di Air Sirah."

"Dan rencana mereka akan dilangsungkan juga?"

"Iya."

"Akan ramai jadinya saya haapkan berhasil. Kabarilah saya nanti agaimana asilnya."

"Tentu saja, wan." Sibaani menyerahkan tembakau itu kepada abangnya. Ia hanya berhenti sebentar di pondok abangnya kemudian kembali untuk menyusuli teman-temannya yang sudah dahulu menuju Tambang.

Kira-kira pukul lima sore baru Sibarani sampai di tempat teman-temannya menunggu. Didapatinya kedua temannya sudah siap membuat sebuah pondok darurat. Yang akan menjadi markas mereka untuk sementara. Dari sana sudah dekat ke Tambang dan mereka yang di tambang itu tidak akan mengetahui kehadiran Sibarani dan teman-temannya disana.

Intan dan Tu' Layau sudah selesai mendirikan sebuah pondok darurat. Ditancapkan empat buah tiang diatas tanah kemudian diberi kasaunya dari kayu-kayu kecil juga. Kemudian diatap dengan daun puar. Dimana lu diikat pula dengan batang puar itu

Kemudian Tu' Layau membuat sebuah unggun. Unggun serba guna.

" Tidakkah nanti mareka mengetahui tempat kita?" tanya Intan Badaring.

" Tidak," jawab Tu' Layau. " Mereka berada diseberalh barat sedang kita disebelah selatan. Apalagi tampak benar oleh mereka tidak akan disangkanya bahwa disini ialah markas musuh yang akan menghancurkan benteng mereka. Andaikata salah seorang dari mereka kesasar sampai disini dengan dah kita akan menjawab bahwa kita akan mencari rotan ke Marayu. Tetapi rasanya kita tak perlu kuatir atau curiga apa-apa."

Maka dibuatlah sebuah unggun.

Dikumpulkan kayu-kayu lalu dibakar. Tak berapa lamanyaa api dan uap mendulang keudara. Timbul juga rasa cemas mereka kala-kalau ketahuan oleh pihak musuh. Tetapi setelah apinya besar asapnya jadi berkurang. ggun api sangat perlu bagi orang yang menginap dalam hutan. Untuk mengusir nyamuk dan mempertakut binatang buas. Namun bagi Sibarani mempunyai kegunaan lain. Apa gunanya dialah yang tahu.

Kemudian salah seorang menanak nasi. Bertanak nasi dalam hutan tidak sama dengan bertanak nasi di desa. Di hutan dengan mempergunakan sepotong bambu paring dan dibuat seperti membuat lemang. Nasi yang ditanah dengan cara begini harum baunya.

Kemudian mereka menuggu dari D-Day mereka dengan sabar....






.///.