Pengawal Tambang Emas/7
- * * * * * * * * * * * * * * * * * 36
P E N G A W A L T A M B A N G E M A S .
* * *
P U K U L tujuh malam persiapan akan memulai serangan dimulai. unggun diperkecil. Alat-alat yang perlu disembunyikan. Ijuk dan alat-alat yang diperlukan untuk menciptakan hantu-hantu dibawa. Tu' Layau memmkan beberapa petunjuk yang akan dilaksanakan nanti. Dalam seksi hantu ini dia rupanya menjadi kommdannya.
Sibarani patuh saja. Dalam hatinya ia tertawa. Tetapi ia tidak mau ahkan hati kawan-kawannya.
Tubuh Sibarani kekar dan tegap. Anak muda pula. Sedang kedua temanya h setengah baya. Intan Badaring sendiri sudah lewat berumur 40 tahun. ialah nanti jadi kepala dari hantu-hantu itu. MEnjadi hantu yang pa menakutkan. Melihat hantu yang satu ini saja mereka akan lari terbirit-birit, berlepotan tahinya dan berpencaran kencingnya. Begitu pernngan Tu' Layau sebagai komandan hantu-hantu.
Mereka lalu berjalan dalam gelap malam itu, hanya bintang-bintang langit saja yang jadi pedoman dan menerangi. Sibarani berjalan paling muka sebab ia paling menguasai daerah itu sebab siang kemarin ia sudah menyelidiki situasi tempat itu.
Berjalan dalam hutan seperti itu walaupun pada siang hari kalau salah-salah tingkah bisa menyesatkan. Kadang-kadang kita hanya berputar-putar suatu tempat saja tidak bertambah maju dan tidak pula mundur. orang kampung hal seperti itu dikatakan: ' dibawa hantu aru-aru'. ka mengikuti Air Sirah sebab sudah jelas itu menuju ke daerah Tambang. Kira-kira satu jam kemudian Sibarani memberi isyarat bahwa mereka udah t. Mereka harus lebih hati-hati, siapa tahu disana sini ada penjagaan. ah tambang itu sendiri rata dan bersih. 'Dipinggirannya ada semak-k yang berperdu kecil seperti keremunting, jambu perawas, dan lainnya. Dan disana sini terdapat juga pohon yang agak besar. Mereka sudah sampai disebuah bukit kecil. Kalau tidak malam hari da-ana akan jelas kelihatan seluruh daerah lokasi tambang itu. MEreka la-erhenti sebentar melepaskan lelah dan menetapkan rencana.
Kemudian mereka lalu bergerak lagi mendekati pondok mereka. Mereka
engambil jalan membelit arah kebelakang pondok mereka. Mereka melang-ah dengan sangat hati-hati dan memperhatikan jalan yang ditempuh. eberapa lamanya kemudian kelihatanlah unggun dimuka pondok itu dan ayangan pondok itu.
Mereka lalu berhenti dibalik sebatang pohon yang besar. Tu' Layau erbisik kepada temannya:
" Coba periksa keadaan mereka dan bagaimana kita harus mendatangi mereka." Maka Sibarani pula mendapat tugas itu. Ia lalu melangkah kedepan dengan hati-hati. Dimana perlu ia merangkak atau kadang-kadang tiarap memperhatikan situasi. Tidak berapa lama sampailah ia kesuatu tempat dari mana lokasi tempat itu jelas terlihat semuanya.
Pondok itu dibuat agak kokoh dan pintar sekali tekniknya. Tiangnya dari kayu pelangai yang besar dan cabang-cabang pada ujungnya tidak dibuang. Pada cabang itu dipasang peran pondok. Atapnya terbuat dari sikai yang banyak terdapat ditempat itu. Dindingnya terbuat dari belahan-belahan bambu dan tidak semua bahagian di dinding. Yang didinding hanya sebelah belakang dan sebelah arah ke Taram. Sebelah ari mana Sibarani datang tidak didinding hanya separonya saja. Sehingga selesai saja Sibarani mengintip kedalamnya. Alat-alatnya centang erenang saja dalam pondok itu terletak sebelah arah kesebelah sini.
Setelah di hitung-hitung Sbarani ternyata ada delapan orang jumlah semua kelompok pendulang itu. Yang dua orang sedagn berdiang menghadapi unggun. Tiap sebentar ditambahnya kayu sehingga api unggun itu semakin marak. Apinya membesar dan asapnya membubung tinggi keudara. Yang lain-lainnya ada dalam pondok. Dua orang sudah rebah-rebahan. Yang seorang asyik menyusun-nyusun perian. KElihatannya cukup berat juga perian itu. sudah banyak emas terkumpul didalamnya. Hati Sibarani mendongkol.
Tiga orang sedang bermain, entah apa permainannya dibawah kelap kelip cahaya pelita yang sinarnya selalu menari-nari ditiup angin. Setelah puas melakukan pemeriksaan dan penyelidikan Sibarani kembali menemui teman-temannya. Dengan berbisik-bisik SIbarani melaporkan apa-apa yang sudah dilihatnya. Tak lupa tentang perian-perian yang berat itu.
"Ya, sudah sampai waktunya," kata tu'Layau yang bernada memberi perintah "Untuk jadi hantu ?” tanya Intan, Sibarani tertawa dalam perutnya. Sandiwara apa pula ini yang akan diciptakan Tu' Layau, dalam hutan, dilarut malam pula.
Sebagai sudah di instruksikan tadi oleh Tu' Layau masing-masing mengembangkan ijuk itu sehingga bertambah luas lalu diikatkan dengan tali kebadan masing-masing. Kemudian ada sepotong kayu disisipkan dipinggang lewat baju kaus, pada potongan kayu itu dibelitkan kain putih. Pada puncaknya dibuat pula bundar berbentuk kepala orang. Dua buah terung peringgi, ( terung berwarna merah,- dipasangkan pada kepala-kepalaan itu sehingga seperti dua buah bola mata yang menakutkan. Kini masing-masing sudah jauh berbeda dari yang tadi. Benar-benar serupa hantu yang mengerikan sehingga masing-masing menjadi takut pula melihat temannya. Yang lebih menakutkan Sibarani. Sebab ia yang lebih tinggi an lebih besar maka hantunya lebih perkasa dan menakutkan pula. Dan ketika digerak-gerakkannya tubuhnya sebagai orang menari caca, rasanya kalau ada wanita melihat pasti mereka akan mati kejang melihatnya. Anak-anak akan bertemperasan lari adan ter berak-berak.
Kini mereka benar-benar sudah menjelma menjadi sebangsa hantu. Hantu apa namanya, entahlah. Pokoknya sudah ada tiga orang,.. atau tiga ekor hantuyang sudah siap beraksi.
Hantunya ber belang-belang putih dan tinggi, meliuk-liuk. maka bersebarlah ketiga hantu itu dari tiga penjuru dan mendekat ke pondok pendulang emas itu. Sudah berlenggok-lenggok dan bersuara pula sedikit " Uuuuu....uuuu,....."
Dua orang yang sedang berdiang mula-mula belum mengetahui bahwa ada hantu datang mendekati mereka. mereka duduk juga bertinggung sambil mengedangkan kedua tangannya diatas api unggun. Memang udara malam sudah bertambah dingin. Tetapi kemudian entah bagaimana yang seorang menoleh ke kelapan, dan mendengar juga suara' uu,..uuu,... itu. Matanya semakin nanap melihat makhluk yang datang mendekat tak tentu ujud dan rupanya itu dan ia tak dapat memeri nama apa namanya makhluk itu. Heee, dari arah yang lain datang pula satu lagi....
Malam hutan ber simfoni juga hampir tak berubah-ubah nyanyiannya dan cuaca malam sudah agak bertambah terang dari yang tadi. Awan kian terbuka sehingga bintang semakin banyak mengintip kebumi.
Pada mulanya orang itu mengira yang dilihatnya ialah pohon kayu enau matanya salah lihat karena hari malam. Tetapi setelah diperamatikan sosok-sosok yang datang itu barulah berdiri dan meloncat masuk ke dalam pondok dengan teriakan yang keras:
" Hantuuuuu....!" Temannya membuntuti dibelakangnya setelah dilihatnya pula berdatangan makhluk-makhluk ajaib itu.
Dua orang yang sedang main terkejut pula dan melihat kepada kedua temannya serta bertanya:
" Ada apa?"
" Hantuuuu,..." sambil menuding keluar pondok. Masih kelihatan hantu itu membelok kearah yang lain. Mendayuk-dayuk, tinggi ber belang-belang. Ketiganya lantas terkejut pula, kartunya berserakan dilantai. ang sedang menyusun-nyusun perian ikut kaget dan malahan yang sedang tidur terbangun dan sambil menggosok-gosok mata bertanya apa yang terjadi.
" Ada hantu,... ada hantu datang......" teriak yang datang dari luar tadi. Mereka lalu berkumpul, memegang apa saja yang terjangkau, parang, linggis, sepotong kayu dan membentuk pertahanan untuk menghadapi bahaya yang datang itu. Tetapi mereka hanya bergerombol saja dan tidak ada kelihatan niat mereka akan melarikan diri meninggalkan temat itu. ereka bergerombolan saja sebagai sekawanan anak ikan mengitari pelita an menatap juga keluar kesegala pihak.
Dalam pada itu ketiga hantu tadi sudah berkumpul kembali. Masing-masing lalu menanggalkan pakaian hantunya. Tu' Layau yang mulai buka uara dengan nada kecewa besar:
" Mereka kelihatannya takut tetapi mereka tidak lari......"
" Kalau kita dekati lebih jauh mungkin kita akan dilempari mereka ata Intan Badaring. Kemudian terdengar suara-suara lain dari dalam pondok a suara-suara menyebut nama Tuhan, ada suara tahlil keras-keras dan ada ang membaca ayat-ayat dari Kitab Suci, semuanya dilakukan dengan suara keras. Ketiga hantu mendengar demikian, entah akan merasa geli, ntah akan merasa lucu atau merasa sakit hati, entahlah!
" Bagaimana lagi?" tanya Tu' Layau sebagai seorang sutradara yang ehilangan pamornya. Ia duduk diatas tanah dan tampak ia sangat kecewa engan permainannya yang gagal itu. Hanya Siberani yang tenang-tenang aja. Ia menghadap ke tengah hutan kearah pondok darurat mereka.
Malam semakin larut juga.
Dalam pondok itu sudahmulai agak tenang kembali. Mereka memang takutan tetapi tidak melarikan diri. Ini berlainan dari yang dituju Layau. Atau artinya: rencana Layau mengalami kegagalan.
Mungkin ketua rombongan pendulang itu pandai menenangkan hati anak ahnya atau mereka memang tidak takut dengan hantu-hantu. Kini yang rdengar dari pondok itu hanya suara orang membaca ayat Kitab Suci dengar keraskan. Yang dibacanya ialah ayat Qursi.
Dalam pada itu Tu' LAyau dan Intan Badaring duduk bersandari ke hon kayu dengan lesu dan tak bersemangat. SIbarani hanya mondar mandir dan melihat ke kegelapan hutan malam seakan-akan sedang menunggu suatu. Dikepitnya sesuatu yang sejak tadi dibawanya dan diletakkannya atas pohon sikeduduk.
Tiba-tiba terdengar suara lengkingan dari tengah hutan, arahnya ersis dari arah pondok darurat mereka tadi. Sibarani berjalan menurun ah kebawah menutukan aliran AIr SIrah yaitu mak air yang mengalir daerah pertambangan itu. Tu' Layau dan Untan Badaring terkejut karna mendengar balasan suara lengkingan dari arah tempat Sibarani berri. Tidak berapa lamanya terdengar ada suara-suara aneh juga sebagai u yang di henta-hentakkan diatas tanah. ramai sekali.
Dibawah tebing Sibarani tertegun sebentar dan entah apa yang dikerkannya disana. Tetapi beberapa menit kemudian beberapa pohon kayu,- kahnya bergerak dengan cepat menuju pondok pendulang emas itu.
Rombongan pendulang yang mulai tenang itu kembali tersentak kaget. ni bukan oleh hantu-hantu. Tetapi oleh kedatangan makhluk-makhluk ng berbentuk manusia tetapi sangat besar,. ... ya amat besaaaaar,.... npir setinggi puncak masjid yang agak kecil. Satu,... dua,... tiga.. tah berapa yang datang.
Dan kini benar-benar mata mereka terbeliak, tubuh gemetar, dan ndelik menatap keluar dimana ada beberapa orang makhluk bear itu rdiri dan bersikap mengancam,......
Dua orang tadi yang berdiang, menghambur keluar sambil berteriak:
"Lari ......!!" Ia disusuloleh temannya yang lain. Dan manusia-nusia besar itu tetap menuruti langkah-langkah mereka setapak demi tapak, tetapi setapak mereka sama dengan satu depa ukuran manusia bia..........
Akhirnya yang jadi ketua mereka juga ikut melarikan diri. semua- tunggang langgang melarikan diri ke jalan arah ke Taram. Tidak satupun yang dapat dibawa mereka. Yang terpegang ditanganpun habis berserakan se sepanjang jalan seperti: parang, baju, kain sarung, linggis dan sebagainya Yang memburu bangkit pula lucunya. Mereka berdiri diujung jalan dan menepuk-nepuk pahanya bunyinya tak ubahnya dengan bunyi beduk. Tetapi rombongan itu sudah jah melarikan diri tak tentu arah lagi.
Barulah yang mengejar kembali. Sibarani menemui mereka dan berkata:
"Ma,.... sih Tuk Tang,... Tuk Bang Juga. .....yaaa,"
Sibarani membrikan bungkusan tembakau yang dibawanya lalu diberikannya kepada Urang Gadang itu. Sekejap merekapun sudah maherat dalam semak belukar yang rapat itu. Dibarani berdiri dengan bernafas lega. Tugasnya sudah selesai.
Sibarani melangkah dan mendekati unggun yang menjadi perdiangan oleh mereka. Ia berjongkok di unggun itu seakan-akan tidak satupun yang sudah terjadi. Dipanggilnya kedua temannya.
Tu' Layau dan Intan Badaring datang mendekat. Sibarani tertawa.
" Mereka sudah terbang. Sekarang kitalah menguasai tempat ini dengan semua apa yang tertinggal disini. "
Sambil berkata demikian dikeluarkannya dari kantongnya sebatang udut raksasa yang rupanya tidak terberikan kepada tamu-tamunya tadi.
Sibarani membakar udut itu dengan tertawa:
" Hanya dengan beberapa batang udut ini dan selempeng tembakau orang yang tidak kita senangi itu sudah kabur dari sini. Saya rasa mereka takkan berani kembali lagi. Bila mereka datang lgi akan saya suruh ur usir dengan pengawal-pengawal yang berani dan setia itu...."
" Memang hebat kau Barani, kau sudah bisa menjinak Urang Gadang itu, yaaa?"
" Bukan saya tetapi abang saya Tu' Atin. Kepadanya lah saya minta bantuan Urang Gadang itu....."
" Mungkin kau pun keturunan Urang Gadang itu," kata Tu' Lahau ambil melangkah memasuki pondok yang sudah dapat direbut dengan akal licik itu.
Yang mula-mula diperiksa Tu' Layau ialah perian-perian itu. Ada tujuh buah banyaknya. Semuanya berat isinya dan serat berisi emas. Sibarani hanya tertawa saja melihat tingkah lakuk kedua temannya.
" Yah," kata Sibarani, " moga-moga mereka tidak datang-datang la-i sehingga kita bebas dan leluasa menugsahakan tambang emas ini."
" Kami sangat berterima kasih atas jasa dan usahamu BArani. Kalau tidak maka kita belum dapat menguasai Tambang emas ini. Dan karena kedatangan kita tepat emas sebanyak ini tentu sudah terbang. Tetapi rupanya ini rezeki kita dan akan kita bagi-bagi secara adil....."
"Asal jangan datuk lupakan abang saya Tu' Atin, sebab dari dialah datang sebenarnya cara pengawalan ambang emas ini. "
" Baik,...baik,.." ujar Tu' Layau, " kita buatkan nanti Tina isteri kakakmu gelang sebesar kaki......" Mereka tertawa sambil mengaduk-aduk emas yang sudah ditumpahkan dari perian-perian itu. Mereka tak pandai menghitung berapa banyaknya emas itu."
Kemudian mereka berdoa menyampaikan syukur dan terima kasih kepada Tuhan. Dan berjanji akan mengusahakan tambang itu dengan sebaik-baiknya. Dan tetap mengeluarkan sakitnya sesuai dengan ketentuan agama.
- * * *
S E L A M A beberapa tahun Tu' Layau dengan keluarga dan teman-tem temannya berusaha menggali emas tambang itu dengan cara yang sederhana. Dan hasilnya dibagi mereka secara adil.
Ketika Tu' Layau meninggal ia meninggalkan warisan: empat pasang gelang gadang dari mas murni berpadu, beberapa untai dokoh emas, sebuah saluk penghulu yang terbuat dari kayu tetapi disalut dengan emas murni. Sebuah tengkolok dari kayu juga tetapi berpalut dengan mas. Juga beberapa perhiasan lainnya. Intan Badaring juga demikian. Hanya Sibarani yang kurang beruntung. Kemudian ia terperosok kepada perjudian, semua hasil yang didapatnya di tambang ludes di tikar perjudian. Mungkin pada Tina masih tinggal satu-satunya warisan dari hasil tambang emas itu sebuah gelang belah rotan.
Tetapi Urang Gadang itu tentu saja tidak memerlukan benda-bedada dari mas itu. Bagi mereka lebih penting tembakau dari mas.
LURAH BUKIT, 17 JANUARI 1993.-
- ------------------------oOo-------------------------