Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2020

Peraturan Daerah Kota Jambi
Nomor 5 Tahun 2020
 (2020) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI
NOMOR 5 TAHUN 2020
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA JAMBI,

Menimbang:
  1. bahwa pertumbuhan kota, pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat, berdampak bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam, sehingga perlu dilakukan upaya pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan;
  2. bahwa penyelengaraan pengelolaan sampah yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, sehingga perlu dilakukan penyesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah.
Mengingat:
  1. Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 09 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20);
  3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 69);
  4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
  5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5659);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347);
  4. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tetang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 223);
  5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Pedoman Materi Muatan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 933);
  6. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle Melalui Bank Sampah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 804);
  7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 470);
  8. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan roduk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157).

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
dan
WALIKOTA JAMBI

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
  1. Daerah adalah Daerah Kota Jambi.
  2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  3. Walikota adalah Walikota Jambi.
  4. Dinas Lingkungan Hidup adalah Dinas Lingkungan Hidup Kota Jambi.
  5. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Pengelolaan Sampah sesuai dengan peraturan perundang-undangan Daerah.
  6. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha, yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif.
  7. Unit Pelaksana Teknis Daerah yang selanjutya disingkat UPTD, adalah satuan organisasi yang bersifat mandiri yang melaksanakan tugas teknis operasional dibidang pengelolaan sampah;
  8. Badan Layanan Unit Daerah yang selanjutya disingkat BLUD adalah Organisasi Perangkat daerah atau Unit Kerja pada Organisasi Perangkat daerah di lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
  9. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh Daerah.
  10. Camat adalah kepala kecamatan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan kecamatan.
  11. Lurah adalah kepala kelurahan sebagai unsur penyeleggara pemerintahan kelurahan.
  12. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah.
  13. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat daerah di bawah Kecamatan.
  14. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum yang didirikan dan tunduk pada Hukum Indonesia serta berkedudukan hukum serta melakukan kegiatan di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sendiri atau bersama-sama melakukan kegiatan usaha.
  1. Pedagang kaki lima adalah penjual barang dan/atau jasa yang secara perorangan berusaha dalam kegiatan ekonomi yang menggunakan jalan milik daerah atau fasilitas umum dan bersifat sementara/ tidak menetap dengan menggunakan benda bergerak maupun tidak bergerak.
  2. Petugas kebersihan adalah orang yang diberi tugas menjalankan pelayanan kebersihan oleh Pemerintah Daerah dan/atau badan usaha di bidang kebersihan.
  3. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang dan/atau badan hukum.
  4. Masyarakat adalah semua orang yang secara alami dan hukum memiliki hak dan kewajiban atau menjadi subyek hukum.
  5. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
  6. Sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.
  7. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.
  8. Sampah Spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
  9. Sumber Sampah adalah asal timbulan sampah.
  10. Penghasil Sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.
  11. Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
  12. Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah adalah kegiatan merencanakan, membangun, mengoperasikan, dan memelihara serta memantau dan mengevaluasi pengelolaan sampah.
  13. Pengurangan sampah adalah kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah dan/atau pemanfaatan kembali sampah.
  14. Pemilahan sampah adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan/atau sifat sampah.
  15. Pengumpulan sampah adalah kegiatan mengambil dan memindahkan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R atau ketempat pengolahan sampah terpadu.
  16. Pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R atau dari tempat pengelolaan sampah terpadu menuju ketempat pemrosesan akhir dengan menggunakan kendaraan bermotor yang di desain untuk mengangkut sampah.
  17. Pengolahan sampah adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi dan/atau jumlah sampah.
  18. Pemrosesan akhir sampah adalah proses pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
  1. Tempat Penampungan Sementara yang selanjutnya disebut TPS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
  2. Reduce, Reuse dan Recycle yang selanjutnya disingkat degan 3R, adalah kegiatan pengurangan sampah dengan cara mengurangi, memakai atau memanfaatkan kembali dan mendaur ulang.
  3. Tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (Reduse, Reuse, Recycle) yang selanjutnya disebut TPS 3R adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan.
  4. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu yang disingkat TPST adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, pendauran ulang, penggunaan ulang, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah.
  5. Tempat Pemrosesan Akhir yang selanjutnya disebut TPA adalah tempat untuk memproses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
  6. Prasarana persampahan yang selanjutnya disebut prasarana adalah fasilitas dasar yang dapat menunjang terlaksananya kegiatan penanganan sampah.
  7. Komposter adalah sebuah metode pengolahan sampah organik menjadi kompos yang kemudian bisa digunakan sebagai pupuk. Sebenarnya, konsep komposter ini sederhana saja, yaitu memanfaatkan kerja bakteri untuk menguraikan sampah.
  8. Biodigester adalah suatu sistem yang mempercepat pembusukan bahan organik. Darinya terbentuk biogas dan senyawa-senyawa lain yang dihasilkan melalui pembusukan anaerob. Biogas tersebut dapat digunakan untuk bahan bakar memasak, memanaskan, pembangkit listrik, juga menjalankan mesin.
  9. Sarana persampahan yang selanjutnya disebut sarana adalah peralatan yang dapat dipergunakan dalam kegiatan penanganan sampah.
  10. Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
  11. Insentif adalah upaya untuk memotivasi suatu lembaga, pelaku usaha, dan perorangan secara positif agar mentaati ketentuan di bidang pengelolaan sampah guna lebih meningkatkan pemeliharaan lingkungan.
  12. Disinsentif adalah upaya memberikan penghukuman bagi suatu lembaga, pelaku usaha, dan perseorangan yang melanggar ketentuan di bidang pengelolaan sampah untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan dan pencemaran lingkungan.
  13. Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
  14. Sistem Tanggap Darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
  1. Lahan Fasilitas Umum adalah lahan yang dipergunakan untuk fasilitas umum sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah.
  2. Fasilitas umum adalah lahan, bangunan dan peralatan atau perlengkapan yang disediakan oleh pemerintah daerah untuk dipergunakan oleh masyarakat secara luas.
  3. Jalur Hijau adalah setiap lahan terbuka yang ditumbuhi rumput atau pepohonan tanpa ada bangunan diatasnya.
  4. Taman adalah lahan dan jalur hijau yang dipergunakan dan diolah untuk pertamanan.
  5. Bank Sampah adalah suatu sistem pengelolaan sampah kering secara kolektif yang mendorong masyarakat untuk berperan serta aktif di dalamnya. Sistem ini akan menampung memilah, dan menyalurkan sampah bernilai ekonomi pada pasar sehingga masyarakat mendapat keuntungan ekonomi dari menabung sampah.
  6. Bank Sampah Unit/Sektor yang selanjutnya disebut BSU/S adalah bank sampah yang skala pelayanan maupun kegiatan pengolahannya terbatas, yaitu dimasyarakat ditingkat RT, sekolah, pondok pesentren, perguruan tinggi, hotel, instansi/perkantoran, industri maupun di pertokoan/perdagangan.
  7. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh Izin


BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN


Pasal 2
  1. Maksud disusunnya Peraturan Daerah ini adalah untuk menyediakan instrumen kebijakan guna melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan dalam Pengelolaan Sampah oleh Pemerintah Daerah.
  2. Pengelolaan sampah bertujuan untuk:
    1. mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih dari sampah;
    2. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan menjaga kesehatan masyarakat;
    3. menjadikan sampah sebagai sumber daya, yang memiliki nilai ekonomis dan mewujudkan kinerja pelayanan sampah yang efektif dan efisien; dan
    4. meningkatkan peranserta masyarakat dan pelaku usaha untuk secara aktif mengurangi dan/atau menangani sampah yang berwawasan lingkungan.


BAB III
ASAS-ASAS

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas:
  1. tanggung jawab;
  2. kelestarian dan berkelanjutan;
  3. keterpaduan;
  4. manfaat;
  5. keadilan;
  6. kesadaran;
  7. kebersamaan;
  8. keselamatan;
  9. kehati-hatian;
  10. partisipatif;
  11. kearifan lokal;
  12. keamanan;
  13. nilai ekonomi;
  14. tata kelola pemerintahan yang baik; dan
  15. pencemar membayar;


BAB IV
RUANG LINGKUP


Pasal 4
Ruang lingkup Pengelolaan Sampah, terdiri atas:
  1. kebijakan, strategi, dan perencanaan pengelolaan sampah;
  2. tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah;
  3. perizinan;
  4. penyelenggaraan pengelolaan sampah;
  5. pengelolaan sampah spesifik;
  6. perbuatan yang dilarang;
  7. lembaga pengelola;
  8. pembiayaan dan kompensasi;
  9. kerjasama dan kemitraan;
  10. insentif;
  11. sistem informasi;
  12. retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan;
  13. peran masyarakat;
  14. pembinaan dan pengawasan;
  15. penyelesaian sengketa; dan
  16. sanksi administratif.


BAB V
KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PERENCANAAN


Bagian Kesatu
Kebijakan dan Strategi


Pasal 5
  1. Pemerintah daerah menyusun dan menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah.
  2. Kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. arah kebijakan pengurangan dan penanganan sampah; dan
  1. program pengurangan dan penanganan sampah.
  1. Program sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus memuat:
    1. target pengurangan timbulan sampah dan prioritas jenis sampah secara bertahap; dan
    2. target penanganan sampah untuk setiap kurun waktu tertentu.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah, sebagimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur dengan Peraturan Walikota.


Bagian Kedua
Perencanaan


Pasal 6
  1. Pemerintah Daerah selain menetapkan kebijakan dan strategi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), juga menyusun Dokumen Rencana Induk (DRI) dan studi kelayakan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
  2. Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    1. pembatasan timbulan sampah;
    2. pendauran ulang sampah;
    3. pemanfaatan kembali sampah;
    4. pemilahan sampah;
    5. pengumpulan sampah;
    6. pengangkutan sampah;
    7. pengolahan sampah;
    8. pemrosesan akhir sampah; dan
    9. pendanaan.
  3. Dokumen Rencana induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.


BAB VI
TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DAERAH


Bagian Kesatu
Tugas


Pasal 7
  1. Pemerintah Daerah bertugas untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
  1. Tugas Pemerintah Daerah, terdiri atas:
    1. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran, budaya masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah;
    2. mengalokasikan dana untuk pengelolaan sampah;
    3. melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pengurangan serta penanganan sampah;
    4. memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya pengurangan, dan penanganan sampah;
    5. melakukan pengelolaan pendapatan dan perizinan pengelolaan sampah;
    6. memfasilitasi pengembangan pengelolaan sampah;
    7. melaksanakan pengelolaan sampah serta memfasilitasi sarana dan prasarana pengelolaan sampah;
    8. mendorong, memfasilitasi dan melakukan pengembangan atas manfaat yang dihasilkan dari pengelolaan sampah;
    9. mendorong dan memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah;
    10. memfasilitasi kurikulum sekolah tentang pengelolaan sampah sebagai muatan lokal; dan
    11. melakukan koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.


Bagian Kedua
Wewenang


Pasal 8
  1. Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan meliputi:
    1. melakukan pengelolaan sampah dari sumber sampah ke TPS, kemudian ke TPA, dengan mengacu kriteria dan standar minimal lokasi penanganan akhir sampah;
    2. menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
    3. menyelenggarakan pengelolaan sampah sesuai dengan norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
    4. membentuk lembaga pengelola sampah;
    5. melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
    6. menetapkan lokasi TPS, TPST dan/atau TPA;
    7. membina Bank Sampah Unit, TPS 3R milik pemerintah daerah beserta pengembangannya sesuai dengan kebutuhan;
    8. mengangkut, mengelola dan memelihara TPS 3R/TPST ke TPA milik pemerintah daerah beserta pengembangannya sesuai dengan kebutuhan;
    9. menyediakan sarana angkutan residu sampah dan dilengkapi dengan pewadahan khusus untuk sampah spesifik;
    10. menyediakan sarana di TPS 3R/TPST dan TPA yang dilengkapi dengan fasilitas pemilahan sampah.
    11. memberikan bantuan dan pendampingan kepada TPS3R berbasis institusi dan berbasis masyarakat.
  1. memberikan bantuan dan pendampingan kepada TPS 3R berbasis masyarakat agar dapat memungut iuran dari masyarakat/pelanggan.
  2. melakukan pemantauan dan evaluasi berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dan atau sesuai kebutuhan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah;
  3. melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dan atau sesuai kebutuhan terhadap TPA dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup;
  4. menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; dan
  5. melakukan kerjasama antar daerah, kemitraan dan jejaring dalam pengelolaan sampah.
  1. Penetapan lokasi TPST dan tempat pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan bagian dari Rencana Umum Tata Ruang Kota.
  2. Menetapkan lokasi penempatan dan/atau pengolahan sampah spesifik merupakan bagian dari Rencana Umum Tata Ruang Kota.


Bagian Ketiga
Tanggungjawab Pemerintah Daerah


Pasal 9
  1. Pemerintah Daerah bertanggungjawab terhadap pengelolaan sampah.
  2. Dinas Lingkungan Hidup serta OPD terkait, bertanggungjawab melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan sampah dan melakukan pembinaan di daerah dengan melibatkan Ketua RT
  3. Camat, Lurah, dan Ketua RT bertanggungjawab atas pembinaan masyarakat di bidang pengelolaan sampah di wilayah kerjanya masing-masing
  4. Lurah bertanggungjawab atas pembinaan masyarakat di bidang pengelolaan sampah dengan melibatkan Ketua RT di wilayah kerjanya.
  5. Pembinaan sebagimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) meliputi pembinaan terhadap kepatuhan masyarakat mengenai pengelolaan sampah di wilayahnya masing-masing.


BAB VII
PERIZINAN


Pasal 10
  1. Setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah, wajib memiliki izin dari Walikota.
  2. Kegiatan pengelolaan sampah yang wajib memiliki izin meliputi:
    1. pengepul sampah;
    2. daur ulang sampah;
    3. pengangkutan sampah;
    4. pengolahan sampah;
    5. pemrosesan akhir sampah; dan
    6. pengelolaan sampah kawasan.
  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan izin diatur dengan Peraturan Walikota.


BAB VIII
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 11
Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah meliputi:
  1. pengurangan sampah; dan
  2. penanganan sampah.

Pasal 12
  1. Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah Pemerintah Daerah berkewajiban:
    1. menetapkan target pengurangan sampah; dan
    2. menetapkan target penanganan sampah.
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan target pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana di maksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota.


Bagian Kedua
Pengurangan Sampah


Pasal 13
  1. Setiap orang dan pelaku usaha berkewajiban melakukan pengurangan sampah.
  2. Pengurangan sampah sebagimana yang dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan:
    1. pembatasan timbulan sampah;
    2. pendauran ulang sampah; dan/atau
    3. pemanfaatan kembali sampah.

Paragraf 1
Pembatasan Timbulan Sampah

Pasal 14
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a berkewajiban melakukan kegiatan pembatasan timbulan sampah sebagai berikut :
  1. membatasi penggunaan produk berbahan plastik dan untuk tidak sekali pakai;
  2. pembatasan penggunaan alat makan & minum sekali pakai; dan
  3. kegiatan lainnya yang dilakukan masyarakat dalam rangka pembatasan timbulan sampah dari sumber.

Pasal 15
Setiap orang sebagai pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a berkewajiban melakukan kegiatan pembatasan timbulan sampah sebagai berikut :
  1. pusat perbelanjaan dan toko swalayan menyediakan berbahan yang ramah lingkungan dan untuk tidak sekali pakai; dan
  2. kegiatan lainnya yang dilakukan pelaku usaha dalam rangka pembatasan timbulan sampah dari sumber.

Pasal 16
Setiap perkantoran milik pemerintah atau swasta serta lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a berkewajiban melakukan kegiatan pembatasan timbulan sampah sebagai berikut :
  1. penggunaan alat makan dan minum tidak sekali pakai yang ramah lingkungan saat rapat/sosialisasi/workshop atau kegiatan yang dilakukan di ruang publik bagi penyelenggara kegiatan; dan
  2. Penggunaan pembatasan kemasan plastik pada makanan dan minuman pada lingkungan perkantoran pemerintahan atau swasta, lembaga pendidikan.

Paragraf 2
Pendauran Ulang Sampah

Pasal 17
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)

huruf b berkewajiban melakukan kegiatan pendauran ulang sampah sebagai berikut :

  1. menyediakan komposter bagi setiap orang atau kelompok;
  2. mengembangkan biodigester skala komunal/kawasan;
  3. mengembangkan Bank Sampah Unit dan Bank Sampah Sektor;
  4. pembuatan produk daur ulang dari sampah; dan
  5. kegiatan lainnya yang dilakukan masyarakat dalam rangka pendauran ulang sampah dari sumber.

Pasal 18
Setiap orang sebagai pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b berkewajiban melakukan kegiatan pendauran ulang sampah sebagai berikut :
  1. mengembangkan biodigester skala komunal/kawasan;
  2. mengembangkan Bank Sampah Unit dan Bank Sampah Sektor;
  3. pembangunan Tempat Pengolahan Sampah 3R (TPS3R) berbasis masyarakat;
  4. pembuatan produk daur ulang dari sampah; dan
  5. kegiatan lainnya yang dilakukan pelaku usaha dalam rangka pendauran ulang sampah dari sumber.

Paragraf 3
Pemanfaatan Kembali Sampah

Pasal 19
Setiap orang dan/atau kelompok sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c berkewajiban melakukan kegiatan pemanfaatan kembali sampah sebagai berikut :
  1. pemanfaatan kembali barang/kemasan ;
  2. pemanfaatan kembali barang/kemasan skala komunitas;
  3. penarikan kembali sampah kemasan untuk dimanfaatkan ulang; dan
  4. kegiatan lainnya yang dilakukan masyarakat dalam rangka pemanfaatan kembali sampah.

Pasal 20
  1. Setiap pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c berkewajiban melakukan kegiatan pemanfaatan kembali sampah sebagai berikut :
    1. pemanfaatan kembali barang/kemasan;
    2. pemanfaatan kembali barang/kemasan skala badan usaha;
    3. penarikan kembali sampah kemasan untuk dimanfaatkan kembali oleh badan usaha; dan
    4. kegiatan lainnya yang dilakukan pelaku usaha dalam rangka pemanfaatan kembali sampah.
  2. Setiap pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal melakukan kegiatan pemanfaatan kembali sampah juga berkewajiban :
    1. melakukan upaya penggantian terhadap produk atau kemasan yang menjadi produk yang telah dipasarkan; atau
    2. memberikan kompensasi terhadap pemulihan lingkungan sebagai akibat kemasan produk dipasarkan.


Bagian Ketiga
Penanganan Sampah


Pasal 21
Penanganan sampah sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf b, meliputi kegiatan:
  1. pemilahan sampah;
  2. pengumpulan sampah;
  3. pengangkutan sampah;
  4. pengolahan sampah; dan
  5. Pemrosesan akhir sampah

Paragraf 1
Pemilahan Sampah

Pasal 22
  1. Pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a meliputi:
    1. pemilahan sampah dari sumber;
    2. pemilahan sampah pada fasilitas publik dan pedesterian;
    3. pemilahan sampah di TPS dan TPS3R; dan
    4. pemilahan di Bank Sampah
  1. Setiap orang dan pelaku usaha berkewajiban melakukan pemilahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  2. Setiap orang sebagai Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengelola kawasan permukiman, kawasan komersil, fasilitas umum, fasilitas sosial, atau fasilitas lainnya.
  3. Setiap Pedagang Kaki Lima (PKL) wajib menyediakan tempat sampah, dari hasil kegiatan usahanya yang residunya dibuang ke TPS.
  4. Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri dan kawasan khusus, wajib menyediakan TPS dan/atau fasilitas pemilahan sampah.
  5. Pengelolaan kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus yang belum menyediakan TPS pada saat diundangkannya Peraturan Daerah ini , wajib membangun atau menyediakan TPS paling lama 1 (satu) tahun.

Paragraf 2
Pengumpulan Sampah

Pasal 23
  1. Pengumpulan sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf b meliputi :
    1. pengumpulan sampah di sumber;
    2. pengumpulan sampah di TPS;
    3. pengumpulan sampah di Bank Sampah;
    4. pengumpulan sampah di TPS3R;
    5. pengumpulan sampah di fasilitas publik;dan
    6. pengumpulan sampah di jalan.
  2. Setiap orang dan pelaku usaha berkewajiban melakukan pengumpulan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Setiap orang sebagai Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengelola kawasan permukiman, kawasan komersil, fasilitas umum, fasilitas sosial, atau fasilitas lainnya.

Paragraf 3
Pengangkutan Sampah

Pasal 24
  1. Pengangkutan sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf c meliputi :
    1. pengangkutan sampah dan/atau residu dari sumber sampah;
    2. pengangkutan sampah dan/atau residu dari TPS;
    3. pengangkutan sampah dan/atau residu dari TPS3R; dan
    4. pengangkutan sampah dan/atau residu dari fasilitas publik ke tempat pemrosesan akhir.
  2. Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah.
  3. Dalam pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan oleh pelaku usaha atau pihak swasta dengan syarat memiliki izin.

Paragraf 4
Pengolahan Sampah

Pasal 25
  1. Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf d meliputi:
    1. pemadatan sampah;
    2. komposting skala rumah tangga;
    3. komposting skala kawasan pada TPS 3R;
    4. mengolah sampah menjadi bahan baku daur ulang;
    5. mengolah sampah menjadi produk daur ulang;
    6. mengolah sampah menjadi energi terbarukan/alternatif; dan
    7. industri daur ulang pada dunia usaha yang dilakukan oleh swasta.
  2. Pengolahan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh setiap orang dan pelaku usaha.
  3. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan pengelola kawasan permukiman, kawasan komersil, fasilitas umum, fasilitas sosial, atau fasilitas lainnya.
  4. Setiap pelaku usaha di bidang perumahan atau pengembang wajib menyediakan TPS.

Paragraf 5
Pemrosesan Akhir Sampah

Pasal 26
  1. Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c meliputi:
    1. pengolahan sampah di lokasi TPA;
    2. mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia dengan metode lahan urug saniter (sanitary landfill);
    3. memproses sampah dengan teknologi ramah lingkungan atau sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
    4. pemanfaatan gas metan.
  2. Pemrosesan akhir sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Daerah atau pihak swasta yang ditunjuk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.


BAB IX
PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK


Pasal 27
  1. Sampah spesifik meliputi:
    1. sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3);
    2. sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3);
    3. sampah yang timbul akibat bencana;
    4. puing bongkaran bangunan;
e. sampah yang secara teknologi belum dapat diolah;

dan/atau f. sampah yang timbul secara tidak periodik. (2) Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Walikota. BAB X PERBUATAN YANG DILARANG Pasal 28 Setiap orang, pelaku usaha, dan atau badan usaha dilarang: a. membuang sampah di luar tempat/ lokasi yang telah ditentukan dan disediakan; b. mengimpor atau memasukkan sampah ke dalam wilayah daerah; c. mencampur sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dengan sampah B3 rumah tangga; d. membuang, menumpuk, menyimpan sampah atau bangkai binatang di jalan, jalur hijau, taman, sungai, fasilitas umum, fasilitas sosial dan tempat lain yang sejenis; e. membuang sampah dan/atau kotoran lainnya dari atas kendaraan; f. membuang sampah ke TPS dengan menggunakan kendaraan bermotor yang volumenya lebih dari 1 (satu) meter kubik; g. membakar sampah dan/ atau kotoran lainnya di jalan, jalur hijau, taman, sungai, saluran drainase dan tempat umum lainnya; h. membuang air besar (hajat besar) di jalan, jalur hijau, taman, sungai, saluran drainase dan tempat umum; i. mengeruk atau mengais sampah di TPS, kecuali oleh petugas untuk kepentingan dinas; j. membuang sampah di TPS diluar waktu yang telah ditentukan; k. membuang sampah klinis dan limbah B3 lainnya ke TPS dan TPA; l. mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan; m. melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA; n. mengotori, merusak, membakar, atau menghilangkan tempat sampah yang telah disediakan; o. mencampur sampah yang sudah terpilah; p. membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah, sehingga mengganggu kenyamanan penduduk sekitar tempat pembakaran sampah dan menyebabkan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup; dan q. melakukan pemrosesan akhir sampah menggunakan metode yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB XI LEMBAGA PENGELOLA Pasal 29 Pemerintah daerah dalam melakukan pengurangan sampah dan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dapat membentuk lembaga pengelola sampah. Pasal 30 (1) Lembaga pengelola sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dapat berbentuk: a. Kelompok Swadaya Masyarakat; b. UPTD; c. BLUD; dan d. BUMD. (2) Selain lembaga pengelola sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah daerah dapat menunjuk pihak lain sebagai pengelola sampah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XII PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI Bagian Kesatu Pembiayaan Pasal 31 (1) Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan sampah. (2) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bersumber dari APBD dan sumber pembiayaan lainnya yang sah dan tidak mengikat. Bagian Kedua Kompensasi Pasal 32 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan kompensasi kepada orang sebagai akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di TPA. (2) Dampak negatif sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pencemaran air; b. pencemaran udara; c. pencemaran tanah; d. longsor; e. kebakaran; f. ledakan gas metan; dan g. hal lain yang dapat menimbulkan dampak negatif. (3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: a. relokasi; b. pemulihan lingkungan; c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau d. kompensasi dalam bentuk lain. (4) Kompensasi harus dianggarkan dalam APBD. (5) Untuk memberikan jaminan kompensasi, Pemerintah Daerah dapat bekerjasama dengan perusahaan asuransi. (6) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) dilaksanakan oleh OPD terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh Pemerintah Daerah, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. BAB XIII KERJA SAMA DAN KEMITRAAN Bagian Kesatu Kerja Sama Pasal 33 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten/kota lainnya dalam pengelolaan sampah. (2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diwujudkan dalam bentuk perjanjian kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Kemitraan Pasal 34 (1) Pemerintah Daerah dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam bentuk perjanjian antara Pemerintah Daerah dan badan usaha yang bersangkutan. (3) Tata cara pelaksanaan kemitraan, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB XIV INSENTIF Pasal 35 (1) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif pada setiap lembaga, pelaku usaha, perseorangan yang melakukan, berupa: a. inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah; b. pelaporan atas pelanggaran pembuangan sampah c. pengurangan timbulan sampah; dan/atau d. tertib penanganan sampah. (2) Insentif yang diberikan dapat berupa: a. uang pembinaan kepada masyarakat; b. bantuan sarana dan prasarana pengolahan sampah; c. layanan pengobatan gratis; dan/atau d. piagam penghargaan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pemberian insentif diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XV SISTEM INFORMASI Pasal 36 (1) Pemerintah Daerah menyediakan informasi mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. (2) Informasi pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. sumber sampah; b. timbulan sampah; c. komposisi sampah; d. karakteristik sampah; e. fasilitas pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga; dan f. informasi lain terkait pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang diperlukan dalam rangka pengelolaan sampah. (3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat diakses oleh setiap orang. (4) Pemerintah Daerah mengembangkan sistem informasi pengelolaan sampah. BAB XVI RETRIBUSI PELAYANAN PERSAMPAHAN/KEBERSIHAN Pasal 37 (1) Dalam memberikan pelayanan di bidang persampahan Pemerintah Daerah memungut retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan. (2) Ketentuan mengenai retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah. BAB XVII PERAN MASYARAKAT Pasal 38 (1) Masyarakat dapat berperan dalam menangani masalah pengelolaan sampah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. (2) Peran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui: a. pemberian usul, pertimbangan dan saran kepada Pemerintah Daerah; b. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan; c. pengelolaan sampah pada lingkungan RT/Kelurahan melalui pembuatan tempat sampah terpisah, pengumpulan, pengambilan dan pemindahan sampah dari sumbernya ke TPS serta pembentukan kader-kader pengolah sampah.; d. meningkatkan kemampuan, kemandirian, keberdayaan dan kemitraan dalam pengelolaan sampah; e. menumbuhkembangkan kepeloporan masyarakat dalam pengelolaan sampah; f. meningkatkan ketanggapdaruratan atau tindakan yang sifatnya gawat darurat dalam pengolahan sampah, seperti terjadi kebakaran di TPS/Bank Sampah/ TPS3R TPST atau TPA yang mebahayakan; dan g. menyampaikan informasi, laporan, pengaduan, saran dan/atau kritik yang berkaitan dengan pengelolaan sampah. (3) Pelaku usaha dapat berperan aktif dalam kegiatan pengolahan sampah melalui kegiatan; a. penyediaan dan/atau pengembangan teknologi pengolahan sampah; b. bantuan sarana dan prasarana; c. bantuan inovasi teknologi pengolahan sampah; dan d. pembinaan pengolahan sampah kepada masyarakat. (4) Setiap orang yang mengetahui, menduga dan/atau menderita kerugian akibat dampak negatif yang ditimbulkan dalam kegiatan pengelolaan sampah dan/atau perbuatan larangan dalam Peraturan Daerah ini, dapat menyampaikan pengaduan kepada Walikota melalui Lurah, Camat dan/atau perangkat daerah yang membidangi persampahan, baik secara lisan maupun tertulis. (5) Untuk lebih mengaktifkan peran masyarakat dalam pengelolaan sampah, maka Pemerintah Daerah dapat melaksanakan kegiatan berupa : a. sosialisasi pengelolaan sampah pada masyarakat dan pihak-pihak terkait; b. publikasi dalam bentuk reklame di lokasi-lokasi strategis; c. lomba-lomba terkait dengan kebersihan lingkungan; dan d. serta memfasilitasi pembentukan kader-kader pengolah sampah di tingkat RT, Kelurahan dan Kecamatan. BAB XVIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 39 (1) Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah. (2) Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada DLH. (3) DLH dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibantu oleh Tim. (4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 40 Dalam upaya peningkatan kualitas lingkungan, pemerintah daerah memfasilitasi kegiatan penyelenggaraan pengelolaan pengurangan dan penanganan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dalam bentuk: a. sosialisasi; b. peningkatan kapasitas; c. penyediaan sarana dan prasarana; dan d. penguatan kelembagaan. BAB XIX PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 41 (1) Sengketa yang dapat timbul dari pengelolaan sampah, terdiri atas: a. sengketa antara Pemerintah Daerah dengan pengelola sampah; b. sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat; dan c. sengketa antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat. (2) Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan melalui penyelesaian di luar Pengadilan ataupun melalui Pengadilan. (3) Penyelesaian sengketa di luar Pengadilan dilakukan dengan musyawarah, untuk mencapai kesepakatan tentang bentuk dan besarnya kompensasi serta penyelesaiannya. BAB XX PENYIDIKAN Pasal 42 (1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran di bidang pengelolaan sampah dalam Peraturan Daerah ini, sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud: a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang pengelolaan sampah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana pengelolaan sampah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana pengelolaan sampah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat periksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Pengelolaan Sampah; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan; dan k. menghentikan penyidikan. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Hukum Acara Pidana. Pasal 43 (1) Pada saat melakukan operasi pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, Penyidik dapat menyita Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari pelanggar yang ditemukan. (2) Penyitaan KTP sebagaimana maksud dalam ayat (1) dapat diambil oleh pelanggar setelah putusan sidang dan atau dihentikannya penyidikan.

BAB XXI SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 44 (1) Setiap orang atau pelaku usaha yang melakukan pelanggaran dibidang pengelolaan sampah dikenakan sanksi administratif berupa: a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. uang paksa; d. denda; dan/atau e. pencabutan izin. (2) Sanksi administratif sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap atau sesuai dengan pelanggaran administratif yang dilakukan. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan seseorang atau pelaku usaha dari tanggungjawab pemulihan lingkungan dan sanksi pidana.

Pasal 45 (1) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan Pasal 15, Pasal 18, atau Pasal 20 dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh puluh juta rupiah). (2) Setiap pelaku usaha dengan sengaja melaksanakan kegiatan yang bertentangan dengan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). (3) Setiap pelaku usaha/kegiatan yang dengan sengaja tanpa melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka pemerintah daerah dapat mencabut izin usaha. (4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), wajib disetorkan ke kas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 46 (1) Penanggung jawab dan/atau pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, yang lalai atau dengan sengaja tidak menyedikan prasarana dan sarana pengurangan dan penanganan sampah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, dan Pasal 26 dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), dan paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Pengelola fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya yang lalai atau dengan sengaja tidak menyediakan prasarana dan sarana pengurangan dan penanganan sampah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 25, dan Pasal 26 dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), dan paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (3) Walikota dapat memberikan sanksi administratif berupa denda terhadap pelanggaran Pasal 29 kepada : a. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang sampah diluar jadwal yang ditentukan, dikenakan denda minimal Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah); b. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang, menumpuk sampah dan/atau bangkai binatang ke sungai/kali/kanal, waduk, situ/danau, saluran air, di jalan, taman, atau tempat umum, dikenakan denda minimal Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah); c. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang sampah dari kendaraan, dikenakan denda minimal Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah); d. setiap orang dengan sengaja atau terbukti mengeruk atau mengais sampah di TPS 3R/TPST/TPST Kawasan dan TPA yang berakibat sampah menjadi berserakan, membuang sampah diluar tempat/lokasi pembuangan yang telah ditetapkan, dikenakan denda minimal Rp. 100.000,(seratus ribu rupiah); e. setiap orang dengan sengaja atau terbukti membakar sampah yang tidak sesuai persyaratan teknis yang telah ditentukan, dikenakan denda minimal Rp. 1.000.000,(satu juta rupiah); f. pengelola sampah yang melanggar ketentuan dan persyaratan yang ditetapkan dalam izin, dikenakan sanksi administratif sesuai ketentuan dalam perizinan yang berlaku; g. apabila sanksi sebagaimana dimaksud huruf f, tidak dilaksanakan, dikenakan denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah); dan h. apabila sanksi sebagaimana dimaksud huruf g, tidak dilaksanakan oleh pemegang izin, maka dikenakan pencabutan izin. (4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara operasional ditetapkan oleh pengawas kebersihan dan dapat didampingi aparat penegak hukum. (5) Uang paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disetorkan ke kas daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 47 (1) Lembaga usaha yang terbukti melakukan usaha pengelolaan sampah tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), kepada penanggungjawab Lembaga Usaha bersangkutan, dikenakan sanksi administratif berupa denda paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), dan paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), dengan ketentuan wajib memproses Izin Usaha Pengelolaan Sampah. (2) Lembaga usaha dibidang pengelolaan sampah dengan sengaja dan terbukti tidak memberikan jaminan perlindungan kepada Petugas Kebersihannya, maka penanggungjawab lembaga usaha yang bersangkutan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha pengelolaan sampah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Walikota. BAB XXII KETENTUAN PIDANA Pasal 48 (1) Setiap orang atau badan yang tidak memenuhi ketentuan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3) dikenakan sanksi pidana dengan ancaman pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/ atau denda setinggi tingginya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 49 Setiap pelaku usaha yang melakukan kegiatan pengelolaan sampah tanpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), diancam pidana kurungan paling sedikit 3 (tiga) bulan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

Pasal 50 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 29 huruf b, huruf c, huruf d, huruf l, huruf m, huruf o, dan huruf q, diancam dengan pidana penjara paling sedikit 6 (enam) bulan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 29 huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, huruf k, huruf n, dan huruf p, diancam dengan pidana penjara paling sedikit 1 (satu) bulan atau denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). BAB XXIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 51 Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini segala Peraturan Walikota yang pernah ada terkait tentang teknis Pengelolaan Sampah, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan dengan Peraturan Daerah ini. Pasal 52 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kota Jambi Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah (Lembar Daerah Kota Jambi Tahun 2013 Nomor 8)

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 53
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Jambi.

Ditetapkan di Jambi
pada tanggal 24 April 2020

WALIKOTA JAMBI,


ttd.

SYARIF FASHA

Diundangkan di Jambi
pada tanggal 24 April 2020

SEKRETARIS DAERAH KOTA JAMBI,


ttd.

BUDIDAYA

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI TAHUN 2020 NOMOR 5

NOREG PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI PROVINSI JAMBI : ( 5-8 / 2020 )

Salinan sesuai dengan aslinya

KEPALA BAGIAN HUKUM DAN
PERUNDANG-UNDANGAN SETDA KOTA JAMBI,


ttd.

AMIRULLAH, SH
Pembina T.k I
NIP. 19650929 199602 1 001