Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 5 Tahun 1996

Peraturan Daerah Kota Semarang
Nomor 5 Tahun 1996
 (1996) 

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 



PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II

SEMARANG

NOMOR : 5 TAHUN 1996

TENTANG

PAJAK PEMBANGUNAN I

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH TINGKAT II SEMARANG


Menimbang :
  1. bahwa tuntutan kemajuan Pemerintahan dan Pembangunan selalu menghendaki dukungan pembiayaan yang makin meningkat, sehingga hakekat pengertian obyek Pajak Pembangunan I sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kota Madya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 15 Tahun 1988 perlu ditinjau kembali agar dapat menjabarkan pengertian keadilan menajdi semakin merata ;
  2. bahwa untuk melaksanakan hal tersebut diatas dipandang perlu untuk menerbitkan Peraturan Daerah.


Mengingat :
  1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1947 tentang Pajak Pembangunan I (diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1948, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Drt Tahun 1957 Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 84);
  2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar Dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Himpunan Lembaran Negara Tahun 1950);

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 1287);
  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1850);
  3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037);
  4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan dan Tatacara Perpajakan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan Pertanggung Jawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 5);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1976 tentang Perluasan Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3079);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1992 tentang Pembentukan Kecamatan di Wilayak Kabupaten-kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga, Cilacap, Wonogiri, Jepara dan Kendal serta Penataan Kecamatan di Wilayah Daerah Tingkat II Semarang dalam Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 89);


  1. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1993 tentang Pemungutan Pajak Pembangunan I dan Retribusi Izin Membangun Hotel di Daerah Tujuan Wisata;
  2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 970-893 tanggal 21 Desember 1981 tentang Manual Administrasi Pendapatan Daerah;
  3. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan'
  4. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 55 Tahun 1994 tentang Pemungutan Pajak Pembangunan I dan Retribusi Izin Membangun Hotel di Daerah Tujuan Wisata;
  5. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 3 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang;
  6. Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 10 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang;



Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang.


MEMUTUSKAN :


Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG TENTANG PAJAK PEMBANGUNAN I



BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


  1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang;


























  1. Walikotamadya Kepala Daerah adalah Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Semarang;
  2. Pajak adalah Pajak Pembangunan I yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dari semua pembayaran di Rumah Makan dan atau Hotel;
  3. Pembayaran adalah penyerahan sejumlah uang guna pembelian makanan dan minuman dan atau sewa kamar, termasuk pula semua tambahan-tambahan dengan nama apapun juga kecuali untuk pembayaran Pajak kepada Rumah Makan dan Hotel;
  4. Rumah Makan adalah perusahaan yang memakai bangunan yang bersifat tetap atau sementara untuk menjual makanan dan atau minuman dengan menyediakan tempat untuk menyantapnya atau dimaksudkan juga perusahaan yang melakukan usaha melayani pesanan makan dan atau minuman;
  5. Hotel adalah usaha yang menggunakan suatu bangunan atau sebagai daripadanya yang khusus disediakan, dimana setiap orang dapat menginap dan makan serta memperoleh pelayanan dan fasilitas-fasilitas lainnya dengan pembayaran. Termasuk dalam pengertian Hotel adalah Gubuk Pariwisata (cottage), Motel, Rumah Penginapan atau Losmen, Wisma Pariwisata, Pesanggerahan (Hostel), Penginapan Remaja (Youth Hostel), Pondok Pariwisata (Home Stay) dan sejenisnya;
  6. Wajib Pajak adalah orang atau badan hukum yang menurut ketentuan peraturan perundangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajibanan perpajakan;
  7. Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan hukum yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
  8. Badan Hukum adalah PT, CM, BUMD/BUMN dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perseroan atau perkumpulan lainnya, firma, kongsi, perkumpulan koperasi, yayasan atau lembaga dan bentuk usaha tetap;
  9. Masa pajak adalah jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terhutang;
  10. Surat Pemberitahuan yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terhutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan;

  1. Surat Setoran Masa Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan melakukan pembayaran pajak yang terhutang di Kas Daerah;
  2. Surat Ketetapan Pajak yang selanjutnya disingkat SKP adalah surat keputusan yang menentukan besarnya pajak yang terhutang, jumlah pengurangan pembayarna pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang masih harus dibayar serta tanggal jatuh tempo pembayaran pajak terhutang;
  3. Surat Ketetapan Pajak Sementara yang selanjutnya disingkat SKPS adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak sementara yang wajib disetorkan oleh penanggung pajak;
  4. Surat Ketetapan Pajak Rampung yang selanjutnya disingkat SKPR adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak rampung setelah diadakan pemeriksaan pajak;
  5. Surat Ketetapan Pajak Rampung Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPRT adalah surat keputusan yang menambah jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam SKPR, berhubung ditemukan bukti-bukti kekurangan pajak yang shearusnya dibayar;
  6. Pajak yang terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suat saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan;
  7. Pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas perpajakan dalam rangka untuk mencari bahan-bahan guna perhitungan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar;
  8. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lamprian-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya. Penelitian juga dapat dilaksanakan berupa penungguan di lapangan/ditempat guna memperoleh kesimpulan yang benar terhadap pemungutan pajak dan omzet penjualan/pendapata;
  9. Instansi yang ditunjuk adalah instansi yang ditunjuk oleh Walikotamadya Kepala Daerah;
  10. Dinas Pendapatan Daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang;
  11. Kas Daerah adalah Kas Daerah Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang;


BAB II
NAMA, WILAYAH, OBYEK, SUBYEK DAN WAJIB PAJAK


Pasal 2
  1. Semua pembayaran kepada rumah makan dan atau hotel dikenakan yang dinamakan "Pajak Pembangunan I"
  2. Wilayah Pajak adalah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang.
  3. Yang menjadi obyek pajak adalah setiap pembayaran sebagaimana dimaksud Pasal 1 huruf d Peraturan Daerah ini.
  4. Subyek pajak adalah setiap orang atau badan hukum yang melakukan pembayaran.
  5. Subyek pajak tersebut ayat (4) Pasal ini ditetapkan menjadi wajib pajak.



BAB III
WAJIB PUNGUT, PENANGGUNG PAJAK DAN WAJIB PAJAK PENGGANTI


Pasal 3
  1. Pajak, terhutang oleh pengusaha.
  2. Pengusaha dikukuhkan dan ditunjuk sebagai wajib pungut Pajak, serta diwajibkan menyetorkan pajak ke Kas Daerah.



Pasal 4
  1. Penanggung pajak adalah pengusaha.
  2. Apabila wajib pajak tidak atau kurang membayar pajak terhutang maka penanggung pajak bertanggung jawab atas pembayaran pajak sepenuhnya.



Pasal 5
Untuk dapat melaksanakan ketentuan pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah ini penanggung pajak ditetapkan sebagai wajib pajak pengganti.


BAB IV
TARIP PAJAK


Pasal 6
Besarnya pajak ditetapkan 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah pembayaran dengan pembulatan keatas sejumlah Rp. 100,00 (seratus rupiah).



BAB V
TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PENYETORAN PAJAK


Pasal 7
  1. Dalam melaksanakan pemungutan pajak, pengusaha diperkenankan menambahkan sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah pembayaran yang semestinya.
  2. Dalam hal pengusaha menambahkan jumlah pembayaran yang semestinya dengan 10% (sepuluh perseratus) maka orang yang melakukan pembayaran diwajibkan membayar jumlah tambahan tersebut.
  3. Apabila pengusaha tidak menambahkan pembayaran sebesar 10% (sepuluh perseratus) sebagaimana tersebut ayat (1) Pasal ini, maka semua jumlah pembayaran yang diterima tersebut, ditetapkan sudah termasuk pajak.



Pasal 8
Pajak juga dipungut terhadap semua jumlah pembayaran harga makanan dan atau minuman dirumah makan yang tidak dinikmati ditempat.



Pasal 9
  1. Walikotamadya Kepala Daerah menetapkan rumah makan dan atau hotel yang dikenakan pajak dengan memasang tanda-tandanya yang dapat dilihat dan dibaca oleh umum.

























  1. Walikotamadya Kepala Daerah menetapkan bentuk dan ukuran nota penjualan yang wajib dipergunakan pengusaha



Pasal 10
  1. Dalam pemungutan Pajak, pengusaha dapat mempergunakan mesin cash register/komputer dengan persetujuan Walikotamadya Kepala daerah dalam hal ini Dinas Pendapatan Daerah.
  2. Dalam hal pengusaha mempergunakan mesin cash register/komputer maka pajak diprogramkan pada pengoperasian mesin cash register/komputer tersebut.
  3. Terhadap penggunaan mesin cash register/komputer, Walikotamadya Kepala Daerah berhak untuk memeriksa pengoperasian dan catatan-catatan yang berkaitan dengan mesin cash register/komputer tersebut.



Pasal 11
  1. Bagi pengusaha yang baru, diwajibkan memungut dan menyetorkan Pajak selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah tanggal mulai melakukan kegiatan.
  2. Walikotamadya Kepala Daerah, berhak menentukan waktu pemungutan dan penyetoran Pajak selain yang diatur didalam ayat (1) Pasal ini.



BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA


Pasal 12
  1. Pengusaha berhak menolah petugas-petugas Pajak yang akan melaksanakan pemeriksaan/penelitian tanpa dilengkapi surat tugas.
  2. Jika wajib pajak tidak memenuhi kewajibannya membayar jumlah tambahan sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (2) Peraturan Daerah ini, maka pengusaha mendapat hak utama atas barang-barang bergerak milik wajib pajak tersebut yang nilainya sama dengan jumlah tambahan yang harus dibayarnya sampai pajak dipenuhi yang pelaksanaanya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 13
  1. Pengusaha wajib mempergunakan nota penjualan atau tanda bukti pembayaran yang sah yang disediakan oleh Walikotamadya Kepala Daerah dan menyimpan duplikat nota penjualan atau tanda bukti pembayaran tersebut.
  2. Duplikat nota penjualan atau tanda bukti pembayaran dapat dimusnakan setelah disimpan selama 2 (dua) tahun.
  3. Pengusaha wajib melayani dengan baik, memperlihatkan nota penjualan atau tanda bukti pembayaran, pembukuan dan catatan-catatan lain yang diselenggarakannya kepada pejabat atau petugas pajak yang sedang melaksanakan pemeriksaan dan atau penelitian ditempat usaha.
  4. Dalam melaksanakan penyetoran ke Kas Daerah, Pengusah wajib melampirkan lembar kedua dari nota penjualan.
  5. Pengusaha yang mempergunakan mesin cash register/komputer dalam melaksanakan penyetoran ke Kantor Dinas Pendapatan Daerah wajib melampirkan rol mesin cash register/hasil catatan komputer secara rekapitulasi harian, mingguan dan bulanan.



BAB VII
KETETAPAN PAJAK


Pasal 14
  1. Pengusaha wajib mengisi dan menyampaikan kembali SPT setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Dinas Pendapatan Daerah.
  2. Berdasarkan SPT, Walikotamadya Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk menetapkan dan menunjuk pengusaha untuk menghitung dan menyetor pajak sendiri (MPS), menerbitkan SKPS dan SKP bulan ataupun triwulanan.
  3. SKPR diterbitkan pada triwulanan atau pada akhir tahun setelah diadakan pemeriksaan.
  4. Terhadap kekurangan-kekurangan SKPR diterbitkan SKPRT.



Pasal 15
Walikotamadya Kepala Daerah dapat menunjuk pengusaha untuk melaksanakan perhitungan dan penyetoran pajak sendiri (self assesment) dengan menggunakan formulir surat setoran yang sudah disediakan dan masa setorannya telah ditetapkan, terhadap pengusaha yang:


  1. Sudah menyelenggarakan pembukuan secara lengkap dan tertib, dan atau ;
  2. Mengoperasikan cash register dengan tertib, menyelenggarakan nota penjualan secara lengkap, tertib dan disiplin, dan atau;
  3. Menggunakan tempat/bangunan yang bersifat permanen.



Pasal 16
Walikotamadya Kepala Daerah dapat menetapkan pemungutan pajak dengan SKPS triwulan yang pelaksanaan penyetorannya secara mingguan terhadap pengusaha yang:


  1. Belum dapat menyelenggarakan pembukuan secara lengkap, dan atau;
  2. Penggunaan nota penjualan tidak tertib, dan atau;
  3. Menggunakan tempat/bangunan bersifat semi permanen (khususnya rumah makan).



Pasal 17
Walikotamadya Kepala Daerah dapat menetapkan pemungutan pajak dengan SKP yang pelaksanaan pembayarannya secara harian atau mingguan terhadap pengusaha rumah makan yang :


  1. Tidak dapat mengadakan catatan penerimaan atau pembukuan secara lengkap dan tertib, dan atau ;
  2. Jumlah pajaknya untuk 1 (satu) hari kurang dari Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah), dan atau;
  3. Menggunakan tempat/bangunan bersifat tidak tetap.



BAB VIII
KEBERATAN KETETAPAN PAJAK


Pasal 18
  1. Pengusaha dapat mengajukan keberatan atas penetapan pajak kepada Walikotamadya Kepala Daerah.

























  1. Keberatan diajukan secara tertulis dengan menyatakan alasannya secara jelas.
  2. Dalam hal pengusaha mengajukan keberatan atas ketetapan pajak, maka yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidak benaran ketetapan pajak tersebut.
  3. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal penerimaan SKP.
  4. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak.



Pasal 19
  1. Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Keberatan, Walikotamadya Kepala Daerah memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan.
  2. Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah dapat menerima atau menolak atas pengajuan keberatan besarnya pajak sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) Peraturan Daerah ini.
  3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini Walikotamadya Kepala Daerah tidak memberikan keputusan, maka keberatan yang diajukan dianggap diterima.



BAB IX
KEDALUWARSA


Pasal 20
  1. Hak untuk menagih pajak maupun dendanya menjadi kedaluwarsa sesuah 5 (lima) tahun, terhitung mulai tanggal pajak itu harus dibayar.
  2. Tuntutan pengembalian kelebihan pajak, denda, biaya penagihan dan ongkos penuntutan menjadi kedaluwarsa sesudah 2 (dua) tahun, terhitung mulai saat terjadinya hak untuk menuntut.



BAB X
PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN


Pasal 21
Pelaksanaan dan pengawasan terhadap Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah.


BAB XI
SANKI ADMINISTRASI DAN DENDA PAJAK


Pasal 22
  1. Keterlambatan pembayaran penetapan pajak setelah tanggal jatuh tempat yang sudah ditentukan pada masa setor SKP, SKPS, SKPR dan SKPRT sampa dengan 10 hari (sepuluh hari) dan setiap bulan keterlambatan berikutnya dikenakan denda 25% (dua puluh lima perseratus) dari pajak yang terhutang.
  2. Apabila keterlambatan pembayaran pajak dimaksud ayat (1) pasal ini tidak dilakukan sampai batas waktu 4 (empat) bulan atau denda mengendap sampai dengan 100% (seratus perseratus) maka diberlakukan penagihan pajak dengan surat paksa.
  3. Pengusaha yang tidak memasukan SPT pada waktu yang telah ditentukan atau mengisi SPT tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dikenakan tambahan denda pajak 2% (dua perseratus) dari penetapan pajak secara jabatan.
  4. Pengusaha yang sudah ditunjuk dan ditetapkan untuk menggunakan nota penjualan yang disediakan tetapi tidak menggunakan nota penjualan yang sah tersebut pada setiap penerimaan pembayaran, dikenakan denda sebesar 100 (seratus) kali pajak yang seharusnya dibayar.



BAB XII
KETENTUAN PIDANA


Pasal 23
  1. Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (1), (3), (4) dan (5) Peraturan Daerah ini diancam pidanan kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah).
  2. Tindak pidana sebagaimana di maksud ayat (1) Pasal ini adalah pelanggaran.



BAB XIII
KETENTUAN PENYIDIKAN


Pasal 24
Selain oleh Pejabat Penyidik Umum yang bertugas menyidik tindak pidana, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 23 Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku


BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN


Pasal 25
Walikotamadya Kepala Daerah dapat menutup dan mencabut izin usaha bagi pengusaha yang :


  1. melalaikan kewajiban dan atau selama 2 (dua) bulan berturut-turut tidak membayar pajak, atau ;
  2. dengan sengaja memungut pajak dengan tidak menggunakan nota pembayaran yang sah, atau memungut pajak tidak disetorkan ke Kas Daerah, atau ;
  3. tidak melayani dengan baik petugas dan atau tanpa dasar alasan yang sah menolak untuk diadakan tindakan pemeriksaan dan melawan petugas pemeriksa yang sah yang dilengkapi dengan surat tugas dari Walikotamadywa Kepala Daerah atau instansi yang ditunjuk.



BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 26
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatus kemudian oleh Walikotamadya Kepala Daerah sepanjang mengenai peraturan pelaksanaanya.



Pasal 27
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 15 Tahun 1988 tentang Pajak Pembangunan I beserta ketentuan-ketentuan pelaksanaanya dinyatakan tidak berlaku.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 28
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang.


Ditetapkan di Semarang,
Pada tanggal 9 Mei 1996

WALIKOTAMADYA KEPALA DAERAH
TINGKAT II

ttd.
SOETRISNO S.

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SEMARANG

KETUA

ttd.
H. AYO SUKAHYA

D I S A H K A N

Dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia
No. : 973.33-804 Tgl. : 11-10-96
Direktorat Jenderal
Pemerintahan Umum Dan Otonomi Daerah
Direktur Pembincaan Pemerintahan Daerah,



ttd.

S U R A T M A N

DIUNDANGKAN DALAM LEMBARAN DAERAH
KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II
SEMARANG
NOMOR 10 TAHUN 1996 SERI A NOMOR 3
TANGGAL 8 OKTOBER 1996
SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH

ttd.
Drs. R. HERDJONO
PEMBINA TK. I

NIP. 010 038 225
PENJELASAN


ATAS

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II
SEMARANG

NOMOR : 5 TAHUN 1996

T E N T A N G

PAJAK PEMBANGUNAN I
I PENJELASAN UMUM
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan maka Ketentuan Umum dan Tatacara Pemungutan Pajak Pembangunan I yang diatu di dalam Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang perlu disesuaikan.


Tatacara pemungutan yang baru tersebut disamping untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak juga memberikan kepastian hukum bagi berbagai pihak yakni pihak fiskus wajib pajak dan wajib pungut Pajak Pembangunan I.

Disamping hal tersebut diatas suaha penyediaan jasa boga (catering) di wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang semakin meningkat dan selama ini belum terpungut pajaknya, sehingga mengurangi pendapatan yang semestinya dapat digali dari Pajak Pembangunan I.

meningkatnya usaha rumah makan dan usaha jasa boga (catering) juga diimbangi pula dengan meningkatnya penyediaan jasa persewaan kamar-kamar yang diusahakan pula secara komersial yang dalam hal ini usaha tersebut sama dengan usaha hotel. Usaha-usaha penyediaan jasa persewaan kamar tersebut juga perlu dikenakan pajak Pembangunan I.

Untuk melaksanakan maksud tersebut diatas dipandang perlu menerbitkan Peraturan Daerah yang baru dan mencabut Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Semarang Nomor 15 Tahun 1988 tentang Pajak Pembangunan I.

II PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
huruf a, s/d huruf d. :
Cukup jelas
huruf e :
pengertian rumah makan diperluas sehingga pengusaha jasa boga yang melayani pesanan makanan dan minuman dengan tidak menyajikan ditempat pengolahannya dipungut Pajak Pembangunan I.
huruf f :
pengertian hotel juga diperluas, termasuk usaha penyediaan persewaan kamar yang diusahakan secara komersial lainnya juga wajib dikenakan Pajak Pembangunan I.
huruf g s/d huruf v. :
cukup jelas

Pasal 2

cukup jelas

Pasal 3

ketentuan Pasal ini mengukuhkan kepada pengusaha bahwa setiap kali terdapat pembayaran harga makanan dan atau minuman serta pembayaran sewa kamar sudah terhutang Pajak Pembangunan I terlepas apakah pengusaha menambahkan kedalam harga pembayaran tersebut dengan Pajak Pembangunan I ataupun tidak menambah Pajak Pembangunan I.
Hal inni perlu ditegaskan bahwa sering timbul alasan pengusaha untuk mengelak menanggung dan membayar Pajak Pembangunan I dengan alasan tidak menambah Pajak Pembangunan I sebesar 10% (sepuluh perseratus) dari jumlah pembayaran.

Pasal 4

pengusaha sebagai penanggung Pajak Pembangunan I bertanggung jawab sepenuhnya untuk menyetor pajak yang seharusnya terhutang.

Pasal 5

Wajib Pajak pengganti mempunyai arti bahwa pengusaha bertindak sebagai wajib pajak di dalam membayar Pajak Pembangunan I.

:Ketentuan ini juga mempunyai maksud agar pengusaha senantiasa dapat menggeser beban pajak kepada konsumen.

Pasal 6 :

Cukup jelas

Pasal 7

ayat (1) dan (2) :
Cukup jelas
ayat (3):
dalam hal ini pengusaha yang tidak menambah Pajak sebesar 10% (sepuluh perseratus) jumlah pembayaran maka pembayaran yang diterima pengusaha sudah termasuk pajak.
Jadi tidak berarti pengusaha bebas dari kewajiban menyetor Pajak Pembangunan I ke Kas Daerah.

Pasal 8

ketentuan ini untuk menghindarkan praktek yang selama ini sering terjadi oleh karena pengusaha menyamakan bahwa dari usaha jasa boga (catering) juga tidak/belum terpungut pajak.

Pasal 9 s/d Pasal 10 :

cukup jelas

Pasal 11

untuk memberikan kesempatakan bagi pengusaha baru untuk menarik konsumen makan kepada pengusaha yang baru diberikan kelonggaran tidak memungut pajak.

Pasal 12 s/d Pasal 22

Cukup jelas

Pasal 23

apabila pelanggaran pada pasal ini dilakukan oleh Badan Hukum, maka denda administrasi pajak dikenakan kepada pengurusnya dan apabila terbukti terdapat tindak pidana berupa penggelapan pajak maka dapat diancam dengan ketentuan-ketentuan yang diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum pidana, tanpa menghilangkan kewajiban untuk menyetorkan hasil pajak yang telah dipungut dan digelapkan tersebut ke Kas Daerah.