Propinsi Sumatera Utara/Bab 10

MEMBANGUN TENTERA NASIONAL INDONESIA

MEMBANGUN TENTERA NASIONAL INDONESIA.

SEDJARAH pertumbuhan Tentera Nasional Indonesia di Sumatera Utara adalah berliku-liku dan susah sekali untuk dituruti kembali dengan bahan-bahan seperti jang tersediakan sekarang. Sebab itu djalan sebaiknja jang kita tempuh ialah dengan menundjukkan beberapa peristiwa ketenteraan setjara chronologia dimana perlu, moga- moga dengan demikian dapat djugalah kita menangkap kembali sedjarah pertumbuhan itu sekedarnja.

Sebagai diketahui pada tanggal 5 Oktober 1945 dibentuk Tentera Keamanan Rakjat (T.K.R. ).

T.K.R. di Sumatera Timur pada taraf mulanja dipimpin oleh Ahmad Tahir dan H. Sitompul ; T.K.R. di Atjeh dipimpin oleh Sjamaun Gaharu ; T.K.R. di Tapanuli dipimpin oleh Pandapotan Sitompul.

Pada tanggal 7 Djanuari 1946 , nama Tentera Keamanan Rakjat diganti mendjadi Tentera Keselamatan Rakjat, dengan singkatan tetap T.K.R.

Atas instruksi Djenderal Major Suhardjo Hardjowardjojo, selaku Pimpinan Tertinggi Tentera di Sumatera, pada waktu itu berkedudukan di Palembang, disertai dengan pendjelasan jang diberikan oleh Dr. M. Amir sebagai Gubernur Muda, maka T.K.R. di Sumatera Timur dibagi dalam 3 resimen : jaitu Resimen I, berkedudukan di Brastagi dengan komandannja Major Djamin Gintings ; Resimen II berkedudukan di Kisaran dengan komandannja Major M. Kasim Nasution dan Resimen III bertempat di Pematang Siantar dengan komandannja Major Ricardo Siahaan.

Disamping itu, untuk Sumatera Timur dibentuk pula satu bataljon istimewa, jang disebut T.K.R. bahagian Persendjataan, dengan nama Bataljon „B”, komandannja Kapten Nip M. Xarim.

Serentak dengan terbentuknja T.K.R. ini , dibentuk pula Polisi Militernja dengan kependekan M.P. , jang kemudian untuk menghindarkan kekeliruan-kekeliruan dengan M. P., pihak Sekutu, achirnja dirobah mendjadi P.T. ( Polisi Tentera).

Untuk penjelenggaraan pembangunan T.K.R. di Sumatera Timur, antara lain guna mengadakan hubungan dengan Pemerintah, partai dan organisasi rakjat lainnja, diangkat mendjadi Koordinator T.K.R. Sumatera Timur Abdul Xarim M.s.

Pada tanggal 24 Djanuari 1946 Tentera Keselamatan Rakjat berganti nama Tentera Republik Indonesia (T.R.I. ).

T.R.I. Sumatera Timur mendjadi Dipisi IV, Atjeh mendjadi Dipisi V dan Tapanuli mendjadi Dipisi VI Sumatera. Pada tanggal 12 Maret 1946, T.R.I. di Atjeh mengalami perobahan susunan atas maklumat T.R.I. No. 4 tahun 1946, jang dikeluarkan oleh anggota staf umum T.R.I. Sumatera, Djenderal Major Amir Husin al Mudjahid, sebagai berikut :

„Sesudah selesai berdjalannja Revolusi Sosial didaerah Atjeh dengan tenteram, terhitung mulai tanggal 28 Pebruari 1946, atas pemilihan rakjat sendiri jang diwakili oleh Tentera Perdjuangan Rakjat Daerah Atjeh, dalam sidangnja tanggal 2 Maret 1946 telah Mengangkat dan Menetapkan susunan Putjuk Pimpinan T.R.I. daerah Atjeh sebagai tersebut dibawah ini :

  1. Anggota staf umum T.R.I. Sumatera berkedudukan di tanah Atjeh Major Amir Husin al Mudjahid dengan pangkatnja Djenderal Major (tadinja chef adjudan dipisi T.R.I. Atjeh).
  2. Dipisi komandan kelima dan kepala pertahanan daerah Atjeh, Major Husin Jusuf dengan pangkatnja Kolonel (tadinja wakil dipisi komandan T.R.I. Atjeh).
  3. Wakil dipisi komandan dan wakil Kepala pertahanan, Kapten Nurdin Sufi dengan pangkatnja Letnan Kolonel (tadinja chef resimen staf kedua di Bireun).
  4. Kepala staf dipisi kelima, Major Bachtiar (tadinja chef keuangan Dipisi).

T.R.I. Atjeh, jaitu Dipisi V Sumatera mendjadi T.R.I. Dipisi Gadjah I dengan komandannja Kolonel Husin Jusuf ; T.R.I. Sumatera Timur, Dipisi IV Sumatera mendjadi T.R.I. Dipisi Gadjah II dengan komandannja Kolonel Ahmad Tahir, dan Dipisi VI (Tapanuli ) mendjadi Dipisi Banteng I Sumatera dengan komandannja Kolonel Pandapotan Sitompul.

Dalam konperensi T.R.I. jang pertama di Bukittinggi, Kolonel Ahmad Tahir ditetapkan mendjadi Komandan Polisi Tentera se-Sumatera, dan sebagai gantinja memimpin Dipisi Gadjah II diangkat Kolonel H. Sitompul.

Dalam bulan April 1947, Dipisi Gadjah I dan Gadjah II digabungkan mendjadi T.R.I. Dipisi X Sumatera dengan komandannja Kolonel Husin Jusuf, dan kepala staf umum Kolonel H. Sitompul. Markas Dipisi X Sumatera berkedudukan di Bahdjambi (Pematang Siantar).

T.R.I. Dipisi Banteng I di Tapanuli digabungkan dengan T.R.I. Dipisi Banteng II di Sumatera Barat mendjadi T.R.I. Dipisi IX Sumatera.

Pada tanggal 5 Mei 1947 keluar penetapan Presiden Sukarno untuk mempersatukan Tentera Republik Indonesia dengan lasjkar-lasjkar mendjadi satu tentera resmi, jang dinamakan Tentera Nasional Indonesia (T.N.I. ).

Di Sumatera Timur dan di Atjeh, djumlah banjaknja orang dan persendjataan jang ada pada lasjkar rakjat melebihi dari pada keadaan T.R.I. Pemimpin- pemimpin Lasjkar Rakjat menuntut supaja T.R.I. mengalami seleksi untuk didjadikan T.N.I. Dengan demikian, hasil seleksi terhadap Lasjkar Rakjat dan terhadap T.R.I. diharapkan mendjadi teras penjusunan Tentera Nasional Indonesia.

Usaha-usaha kedjurusan ini mendjadi terbengkalai dengan adanja agressi militer Belanda pada 21 Djuli 1947. Dengan keputusan Paduka Jang Mulia Wakil Presiden Republik Indonesia, tertanggal Bukittinggi 23 September 1947, No. 12/JKP/Sum/ 47, maka Wakil Presiden Negara Republik Indonesia, dengan mendjalankan kekuasaan Pemerintah Pusat dan memimpin Kementerian Pertahanan untuk sementara waktu di Sumatera telah menetapkan, bahwa untuk kepentingan pertahanan negara, Tentera Nasional Indonesia di Sumatera perlu dengan lekas diselenggarakan atas dasar ,, Satu Tentera, Satu Komando” .


Dengan diselenggarakannja Tentera Nasional Indonesia , maka berdirinja Biro Perdjuangan diseluruh Sumatera tidaklah perlu lagi , dan dihapuskan.


Segala surat kuasa jang diberikan oleh Biro Perdjuangan kepada badan-badan kelasjkaran atau orang-seorang, tidak berlaku lagi.


Kepada Gubernur Militer Tengku M. Daud Beureueh dan kepada Gubernur Militer Dr. Gindo Siregar ditugaskan untuk mendjaga keamanan serta pembelaan negara dan menjelenggarakan pembentukan Tentera Nasional Indonesia dari kesatuan-kesatuan jang ada didaerah militernja masing-masing.


ATJEH.


Pada tanggal 30 Agustus 1947 berlangsung rapat pengresmian keresidenan Atjeh mendjadi daerah militer digedung Dewan Perwakilan Atjeh dengan dihadiri oleh anggota -anggota Dewan Pertahanan, Badan Pekerdja DPA, Gubernur Militer serta anggota-anggota stafnja.


Pada tanggal 20 September 1947 , panglima Dipisi Rentjong (Pesindo) menjatakan : „ Kepada Bapak Gubernur Militer sebagai pemimpin tertinggi dalam soal pertahanan dalam daerah ini , saja akan memberikan tundjangan sebanjak mungkin dan saja akan patuh dan taat kepada perintah-perintah beliau" .


Pada tanggal 21 September 1947 , badan Koordinasi Keresidenan Atjeh tjabang dan rantingnja dibubarkan, berhubung segala pekerdjaan-pekerdjaan koordinasi ini akan dilakukan oleh Gubernur Militer dan sedang Gerakan Mobilisasi Umum akan didjalankan oleh pamɔngpradja .


Pada tanggal 24 September 1947 berlangsung upatjara pengresmian berdiri Tentera Peladjar jang terdiri dari peladjar- peladjar Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Guru dan Sekolah Technik Kutaradja . Hadir wakil Gubernur Militer Major Sofjan Harun.


Pada tanggal 4 Oktober 1947, Gubernur Militer Tengku M. Daud Beureueh menjampaikan seruan kepada seluruh rakjat Tentera dan Lasjkar : supaja tabah dalam perdjuangan sekarang, dan sesuatu tindakan jang dilakukan hendaklah disesuaikan dan diselaraskan dengan kepentingan negara kita jang berda ditengah-tengah pandangan dunia internasional.

165

Pada tanggal 8 Oktober 1947, oleh Dewan Pertahanan Daerah Atjeh

dikeluarkan maklumat mengenai larangan kepada badan-badan pemerintahan jang tidak berhak mengambil hasil-hasil pemerintah, berbunji sebagai berikut : 1. Kepada Badan-badan Pemerintah , alat-alat perlengkapan Pemerintah, orang-orang jang bertanggung djawab atas sesuatu tjabang pemerintahan, orang-orang partai atau Lasjkar tidak dibolehkan mengambil hasil-hasil kebun Pemerintah, Tambang, Pabean, Kantorpos , dll. diatas nama Pemerintah, djika tidak ada persetudjuan terlebih dahulu dari jang berwadjib. 2. Kepada badan-badan Pemerintah, alat-alat perlengkapan Pemerintah, orang-orang jang bertanggung djawab atas sesuatu tjabang pemerintahan, orang-orang partai atau lasjkar tidak dibolehkan berhutang atas nama Pemerintah dan Pemerintah tidak bertanggung djawab atas hutang piutang jang sematjam itu. 3. Kepada kepala-kepala tjabang pemerintahan, Tentera, Polisi, Partaipartai dan lasjkar-lasjkar diminta agar usaha Dewan Pertahanan Daerah ini dapat perhatian dan sokongan sebagai jang diharapkan.

Pada tanggal 13 Oktober 1947 sebuah kapal perang Belanda merek JT I ( Hrms Bankert ) memasuki pelabuhan Lho' Seumawe dan menembak kedarat dengan peluru meriam 25 menit lamanja. Tongkang-tongkang Tionghoa jang berada dipelabuhan diserobot, dan dengan mempergunakan pistol dipaksa semua jang empunja tongkang supaja memunggah barang-barang kedalam kapal. Angkatan Perang kita terpaksa bertindak mempertahankan keamanan, dan dalam satu tembakan sadja tepat mengenai belakang kapal, sehingga kapal itu tidak bisa bergerak lagi. Peluru-peluru jang ditembakkan dari laut mengenai pemondokanpemondokan orang Tionghoa miskin dan mengambil korban 1 orang meninggal, 2 orang luka parah dan 3 orang luka agak enteng. Dikalangan penduduk Indonesia, 1 orang tewas dan banjak hewan ternaknja mati. Djam 19.10 kemudian kapal tersebut baru dapat berandjak perlahan-lahan meninggalkan perairan Lho' Seumawe.
Sebelum kedjadian ini, kapal tersebut telah djuga melakukan pengatjauan- pengatjauan diperairan Sigli.
Pada tanggal 14 Oktober 1947 pukul 20.15 sebuah kapal perang Belanda dalam djarak 4 kilometer dari pantai melepaskan tembakan meriam 12 kali dekat Kuala Atjeh. Sebentar kemudian kelihatan lagi 2 buah kapal perang lain, melepaskan 3 bunga api keudara. Pagi-pagi kapal tersebut berangkat ke Sabang.
Pada tanggal 14 Desember 1947, berlangsung konperensi Mudjahidin seluruh Atjeh untuk me- reorganiseer kembali Barisan tersebut. Pada hari itu djuga berlangsung konperensi kilat Ksatria Pesindo Dipisi Rentjong antara komandan-komandan Resimen seluruh Atjeh. Dalam konperensi diperbintjangkan soal-soal sekeliling pembentukan Tentera Nasional Indonesia.
166 Pada tanggal 18 Desember 1947, Instruktur Pesindo Daerah Sunatera mengumumkan :


a. Mulai tanggal pengumuman, segenap angkatan perang Ksatria Pesindo seluruh Sumatera serentak turut mengambil bagian dalam usaha pembentukan Tentera Nasional Indonesia setjara resmi.


b. Tentang penglaksanaan dalam praktek berkenaan dengan technik, organisasi, administrasi dll. , dilaksanakan dengan saksama dan bidjaksana atas dasar perundingan bersama diseluruh daerah-daerah Keresidenan oleh pimpinan-pimpinan Dewan Daerah dengan penuh setjepat tanggung-djawab kepada Dewan Pusat dalam waktu mungkin.


Sebagai langkah pertama menudju kearah pembentukan Tentera Nasional Indonesia jang sebenar-benarnja, maka pada tanggal 1 Djanuari 1948 dibentuk satu dewan jang dinamakan Dewan Pimpinan TNI sementara dengan ketua merangkap Kepala Staf Umum Letnan Kolonel tituler Tengku Abd . Wahab. Wakilnja Kolonel S. Suryo Surarso.


Pada tanggal 14 Djanuari 1948 susunan Staf Dipisi X Tengku Tjhi' di Tiro mengalami beberapa perobahan dan sebagai Kepala Dipisi baru diangkat Kolonel Tjik Mat Rahmany.


Pada tanggal 17 Djanuari 1948 , dengan ketetapan Wakil Presiden, Gubernur Muda Mr. S.M. Amin untuk sementara waktu dibebaskan dari penglaksanaan kewadjibannja sebagai Gubernur Muda dan diberatkan dengan pekerdjaan anggota Mahkamah Tentera Agung dengan pangkat Djenderal Major tituler.


Pada tanggal 25 Djanuari 1948 , rombongan Delegasi Angkatan Perang Republik Indonesia Sumatera Utara berangkat dari Telaga Tudjuh ke Tandjung Pura dengan sebuah kapal Belanda untuk melangsungkan perundingan gentjatan sendjata. Rombongan ini terdiri dari Kolonel R. Suryo Surarso, Letnan Kolonel M. Nazir dan Letnan II Surjadi.


Pada tanggal 28 Djanuari 1948, pukul 15.35 sebuah kapal perang Belanda merek Tidore berlabuh 38 meter dari pelabuhan Lho' Seumawe. Penggeladahan dilakukan atas empat buah motorboot dan tongkang jang sedang berlabuh. Pukul 16.25 kapal perang tersebut mengatjuhkan mulut meriamnja kepantai sambil bergerak menudju ke Barat kirakira 200 meter dari pelabuhan . Pengawal kita jang sedjak tadi tinggal diam tak sabar lagi dan terpaksa mempertahankan diri dengan melepaskan tembakan dua kali kearah kapal itu . Kapal tersebut mengundurkan diri sambil melepaskan tembakan balasan dua kali pula. Setelah menukar haluan mereka menembak pula 19 kali berturut-turut dengan hauwitser. Pelornja berdjatuhan kedalam kota mengenai rumah- rumah Tionghoa, sekolah-sekolah dan rumah-rumah pegawai. Baru pada djam 17.20 meninggalkan perairan Lho' Seumawe. Korban dipihak kita : seorang penduduk tiwas dan dua orang luka berat.

167

Pada tanggal 26 April 1948, sebuah terpedojager Belanda ( Morotai )

pada djam 8.00 menurunkan sebuah sekotji jang berisi sembilan serdadu diperairan Meulaboh. Mereka memeriksa perahu dan motorboot kepunjaan orang Tionghoa . Ketika beberapa orang Polisi Tentera TNI menanjakan maksud-maksud mereka, kesembilan orang tentera Belanda itu tidak memberikan djawaban jang memuaskan. Pada djam 10.40 baru kapal tersebut berdjalan kembali. Pada djam 18.30 motorboot tadi melakukan lagi pemeriksaan-pemeriksaan pada perahu- perahu jang berhenti diperairan Susoh Blang Pidie. Untuk mempertahankan diri dari tindakan -tindakan serdadu Belanda , pihak pengawal pantai terpaksa melepaskan beberapa kali tembakan. Ketika pihak Belanda membalas tembakan ini, lalu terdjadilah suatu pertempuran.


Pada tanggal 23 Mei 1948, panglima Dipisi Rentjong dan Ketua Umum Pesindo Daerah Atjeh mengumumkan, bahwa mulai 1 Djuni 1948 , Ksatria Pesindo Dipisi Rentjong bergabung dalam Tentera Nasional Indonesia .


Pada tanggal 13 Djuni 1948 , dikeluarkan penetapan Gubernur Militer Tengku M. Daud Beureueh No. GM/59/S-Pen, berbunji sebagai berikut :


I. Mulai tanggal 1 Djuni 1948 dalam daerah kemiliteran Atjeh, Langkat dan Tanah Karo telah ditetapkannja ,,TENTERA NASIONAL INDONESIA" , jang buat sementara waktu dinamakan Angkatan Perang Nasional Indonesia Dipisi X Sumatera.


II. Mulai tanggal tersebut diatas Tentera R.I. dan seluruh kesatuan Kelasjkaran Mudjahidin Dipisi X Tgk. Tjhi' Ditiro , Ksatria Pesindɔ Dipisi Rentjong, Dipisi Tgk . Tjhi' di Paja Bakong dan lain -lain kesatuan bersendjata dalam daerah Kemiliteran Atjeh, Langkat dan Tanah Karo mendjadi lebur dan digabungkan mendjadi Angkatan Perang Tentera Nasional Indonesia Dipisi X Sumatera .


III. Mulai tanggal terbentuknja komando dan Staf Komandɔ dari Angkatan Perang Tentera Nasional Indonesia Dipisi tersebut, pimpinan Ketenteraan seluruhnja berada dibawah pimpinan Komando dan Staf Komando Angkatan Perang Tentera Nasional Indonesia Dipisi X Sumatera.


Berkenaan dengan ini diumumkan pula staf pimpinan dari TNI ini, sebagai berikut :


I. Komandan A.P.T.N.I. Dipisi X, untuk sementara dirangkap oleh Gubernur Militer sendiri.


II. Staf Komando terdiri dari :

  1. Tje' Mat Rahmany (Komandan Mudjahidin Dipisi X Tgk.Tjhi' Ditiro) .
  2. Abdul Mutalib (Kepala Staf Umum idem ) .
  3. Major Abubakar Madjid (Komandan Sub Seksi III TRI .Dipisi X ) .

168 4. Major Nja' Neh (Komandan Ksatria Pesindo Dipisi Rentjong ) .


5. Major Hasan Ahmad (Komandan Bataljon V Res. III TRI. Dipisi X).


6. Major Burhanudin (Komandan Bataljon XII Resimen KSBO TRI. Dipisi X ) .


7. Kapten M. Husin (Kepala Keuangan TRI, Dipisi X ) .


8. Major-tituler Dr. Sudono ( Kepala Djawatan Kesehatan TRI. Dipisi X ) .


9. Ahmad Adam (Kepala Keuangan Ksatria Pesindo Dipisi Rentjong ) .


10. Letnan I Usman Amin (Kepala Organisasi pada Seksi IV TRI. Dipisi X ).


11. Major Abdullah Muzakir Walad ( Komandan Polisi Dipisi X ) .


Atas kebidjaksanaan Gubernur-Militer Tengku M. Daud Beureueh beserta bantuan pemimpin- pemimpin rakjat Atjeh lainnja , maka Tentera Nasional Indonesia mendjadilah satu kenjataan di Atjeh, Langkat dan Tanah-Karo.


TAPANULI.


Penjelenggaraan pembentukan Tentera Nasional Indonesia didaerah Gubernur Militer Dr. Gindo Siregar (jang meliputi Tapanuli , Labuhan Batu, Asahan , Simelungun dan Deli Serdang ) telah berlangsung dengan melalui peristiwa- peristiwa jang membawa penumpahan darah .


Sebahagian dari T.R.I. Dipisi X Sumatera jang mundur ke territorium Gubernur Militer Dr. Gindo Siregar telah disatukan mendjadi satu brigade, jaitu Brigade XII komandan Ricardo Siahaan dan Lahiradja Munthe.


T.R.I. Dipisi IX jang ada di Tapanuli , didjadikan Brigade X dibawah pimpinan Pandapotan Sitompul. Sebahagian besar dari pada Lasjkar Napindo, ditambah dengan sebahagian dari Barisan Harimau Liar, dengan kesatuan-kesatuan dari Pesindo, Hisbullah dan Barisan Merah telah bergabung didalam kesatuan Brigade B jang dipimpin oleh Major Bedjo. Kesatuan ini bermula bertempur menghadapi musuh dibahagian timur Pematang Siantar dan disekitar Bahbirong.


Sebahagian besar dari Barisan Harimau Liar ditambah dengan bahagian-bahagian dari Napindo bergabung didalam kesatuan Brigade A jang dipimpin oleh Pajung Bangun dan Saragih Ras. Sebahagian dari kesatuan dari Brigade A jang dipimpin oleh Pajung Bangun bermula bertempur menghadapi musuh di Tanah Karo, sekitar Kabandjahe. Sebahagian lagi dari kesatuan Brigade A, jang dipimpin oleh Saragih Ras, bermula bertahan dibahagian barat Pematang Siantar, dengan markasnja jang disebut ,,Markas Langit", kemudian mundur ke Tapanuli.

169

Kesatuan Legioen Penggempur jang dipimpin oleh Timur Pane

mendjadi petjah. Sebahagian dari L.P. jang dipimpin oleh Radjin Simamora mengambil tempat disekitar Balige, terutama pada perbatasan antara Sumatera Timur dan Tapanuli. Bahagian lain, jang terbesar, mengambil tempat di Asahan dan Labuhan Batu , dengan markasnja di Gunung Melaju .


Bahagian kesatuan dari L.P. jang dipimpin oleh Radjin Simamora terus-menerus melakukan tindakan liar disekitar Balige. Keadaan jang ditimbulkan oleh Radjin Simamora dengan pasukannja mengganggu dialannja Femerintahan di Balige, dan mengganggu ketenteraman pengungsi-pengungsi dan rakjat umumnja disana .


Oleh karena tindakan-tindakan ini , maka dari Markas Komando Tentera Sumatera di Bukittinggi berangkat Djenderal Major Sutopo dengan beberapa opsir tinggi lainnja pada bulan Oktober 1947 untuk melakukan pemeriksaan dibahagian Tapanuli Utara.


Di Tarutung, Djenderal Major Sutopo melakukan perundingan dengan kesimpulan terpaksa melakukan penangkapan terhadap beberapa pemimpin-pemimpin dari kesatuan Legioen Penggempur. Kesatuan Legioen Penggempur jang tadinja sebelum agressi Belanda di Pematang Siantar telah resmi diakui oleh Komandemen Tentera Sumatera di Prapat, oleh Djenderal Major Sutopo dibatalkan.


Keputusan untuk melakukan penangkapan itu botjor kepada jang bersangkutan dikalangan Legioen Penggempur, sehingga kesatuan Legioen Penggempur dibawah pimpinan Radjin Simamora bergerak dari Balige menjerang ke Tarutung , jang menjebabkan Djenderal Major Sutopo dengan rombongannja tergesa-gesa meninggalkan Tarutung dan langsung berangkat kembali ke Bukittinggi.


Bahagian-bahagian dari Legioen Penggempur jang ada di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu melutjuti barisan-barisan lainnja jang ada di Asahan dan Labuhan Batu , termasuk Polisi, serta membubarkan bataljon dari Brigade XII dibawah pimpinan Kapten Sukardi jang bertempat di Rantau Prapat. Seluruh Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu dikuasai oleh Legioen Penggempur. Bupati Labuhan Batu Gosei Gautama dengan beberapa orang stafnja ditangkap dan ditahan dimarkas L. P. di Gunung Melaju.


Dari Rantau Prapat L.P. bergerak menudju ke Padang Lawas, dan bergerak menudju ke Sipirok , dan dapat menguasai Sipirok.


Kedudukan tempat Gubernur Militer Dr. Gindo Siregar di Padangsidempuan terantjam untuk dikuasai oleh L.P. dari Sipirok.


Brigade B jang dipimpin oleh Major Bedjo digerakkan dari Padangsidempuan dan dari Sibolga . Bahagian Brigade B dari Padangsidempuan digerakkan menudju ke Sipirok dan ke Padang Lawas. Bahagian Brigade B dari Sibolga digerakkan menudju ke Tarutung .


Terdjadilah pertempuran disekitar Sipirok, Gunung Tua, Langga Pajung, Wingfoot, Rantau Prapat, Tarutung dan Balige.


Sipirok, Gunung Tua dan Balige silih-berganti dikuasai oleh Brigade B dan Legioen Penggempur.


170 Suasana keadaan kemudian dapat diredakan atas kebidjaksanaan tindakan jang diambil dalam suatu permusjawaratan di Sibolga, jang diketuai oleh Gubernur Militer Dr. Gindo Siregar dengan dihadiri oleh Residen Mr. Abu Bakar Djaar, Residen Dr. F. Lumbantobing dengan beberapa pegawai tinggi lainnja dari Gubernur Militer dan pemerintahan Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli.

Dalam pada itu, Brigade B dengan dibantu oleh Mobile Brigade dibawah pimpinan Kadiran telah dapat menguasai kembali seluruh Labuhan Batu, Asahan dan Tapanuli Utara.

Hampir semua pemuda-pemuda didalam Legioen Penggempur terdiri dari anak-anak Tapanuli. Bermula anak-anak Tapanuli ini tidak pernah berdiam di Sumatera Timur. Setelah terdjadi pertempuran di Medan melawan tindakan-tindakan tentera Inggeris, jang kemudian disusul dengan adanja garis lingkaran pertahanan di Medan Area, maka banjaklah pemuda-pemuda Tapanuli datang ke Medan Area dan mengambil tempatnja disana.

Pemuda-pemuda Tapanuli ini mengalami keleluasaan dan kebebasan bertindak di Medan Area, dan kebebasan inilah jang dibawa oleh pemuda-pemuda Tapanuli itu kembali kekampungnja masing-masing setelah Belanda melantjarkan agressi ke Sumatera Timur.

Dasar dan susunan perkampungan di Tapanuli jang diikat oleh azas pertalian kekeluargaan jang kokoh tidak dapat menerima kebebasan bertindak dari pemuda-pemuda Tapanuli jang kembali pulang kekampung itu. Fun pemuda-pemuda jang berasal dari Tapanuli itu tidak merasa kerasan lagi dikampungnja, terpengaruh oleh kebiasaan jang dapat dialaminja pada waktu adanja garis pertahanan di Medan Area. Antara penduduk-penduduk kampung di Tapanuli dengan pemuda-pemuda Tapanuli jang sempat beberapa waktu mengalami kehidupan di Medan Area terdjadi ketegangan. Penduduk-penduduk kampung itu tidak menjukai lagi sikap dan tindakan-tindakan jang dilakukan oleh pemuda Tapanuli jang mundur dari front di Medan Area itu.

Penduduk Tapanuli, terutama sekali di Tapanuli Utara, menjukai dan memudji sikap dan tindakan jang diperlihatkan oleh Brigade B dibawah pimpinan Major Bedjo.

Oleh sebab itulah, maka bermula Brigade B mendapat sambutan jang sangat baik discantero kalangan penduduk di Tapanuli Utara.

Keadaan ini kemudian berobah.

Setelah terdjadi pertumpahan darah, maka azas kekeluargaan menguasai djalan fikiran dan kehidupan di Tapanuli Utara, sehingga anak Tapanuli jang bermula dianggap nakal itu diterima kembali dengan sambutan ditengah-tengah masjarakat Tapanuli.

Legioen Penggempur bubar, dan diatas pembubaran ini ditambah dengan kesatuan Napindo jang dipimpin oleh Liberty Malau, terbentuklah satu kesatuan baru, jaitu „Banteng Negara", dipimpin oleh Liberty Malau. Maka Gubernur Militer Dr. Gindo Siregar dalam menjelenggarakan pembentukan Tentera Nasional Indonesia didaerahnja haruslah menghadapi kesatuan-kesatuan sebagai berikut :

1. Brigade XI.
2. Brigade XII.
3. Brigade A.
4. Brigade B.
5. Brigade Banteng Negara.

Gubernur Militer dengan stafnja melakukan pendaftaran djumlah pradjurit dari masing-masing brigade dengan djumlah serta djenis persendjataannja masing-masing.

Berdasar atas keterangan-keterangan ini, dimulai penjusunan bataljon-bataljon menurut djumlah pradjurit jang semestinja, dengan alat perlengkapan persendjataan jang sewadjarnja harus ada pada sesuatu bataljon.

Brigade XI akan dipetjah mendjadi 3 bataljon, Brigade XII dibagi dalam 2 bataljon, Brigade A mendjadi 2 bataljon, Brigade B mendjadi 3 bataljon dan Brigade Banteng Negara mendjadi 3 bataljon. Menurut rentjana, maka djumlah bataljon tentera jang ada di territorium Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan berdjumlah 13; perbekalan, peralatan dan komando terhadap ke-tigabelas bataljon itu akan langsung diselenggarakan oleh Gubernur Militer Tapanuli/ Sumatera Timur Selatan.

Bataljon I, dari Brigade XI, dapat diresmikan berdirinja di Padangsidempuan dengan komandannja Koima Hasibuan.

Menjusul pengresmian Bataljon III di Tarutung dan Bataljon II di Sibolga.

Brigade A diresmikan mendjadi Bataljon IV dan Bataljon di Sipirok. Bataljon IV dipimpin oleh Pajung Bangun dan Bataljon V dipimpin oleh A. E. Saragih Ras.

Kemudian tumbuh ketegangan menghadapi penjelesaian terhadap Brigade B, Brigade B menuntut supaja dibagi dalam 5 bataljon.

Dalam pada itu Brigade Banteng Negara bersedia dibagi dalam 3 bataljon, akan tetapi ke-tiga bataljon itu diikat dalam suatu hubungan resimen. Komando terhadap ketiga bataljon itu melalui komandan resimen.

Penjelenggaraan pembentukan bataljon-bataljon T.N.I. di territorium Gubernur Militer Dr. Gindo Siregar buat sementara mendjadi tertegun pula.

Atas surat ketetapan Panglima Tentera Territorium Sumatera, Mr. A. Abas melakukan timbang terima pimpinan dan pertanggungandjawab dari tangan Dr. Gindo Siregar.

Mr. A. Abas menjanggupi penjelenggaraan penjelasaian pembentukan bataljon-bataljon T.N.I. di Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan. Letnan Kolonel A.E. Kawilarang menunggu-nunggu di Bukittinggi penjelesaian pembentukan Tentera Nasional Indonesia di Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan untuk memegang komandannja . Dalam keadaan demikian, Djuni 1948 tibalah Paduka Jang Mulia Presiden Republik Indonesia di Tapanuli, menggembleng dan mengobarhan semangat persatu-paduan rakjat di Kota Nopan, Padangsidempuan, Sibolga, Tarutung, Balige, dan dari lapangan terbang Silangit menurut kan perkundjungannja ke Kutaradja.

Dengan putusan Wakil Presiden, Djokjakarta 27 Djuli 1948, No. 65/WKP/SUM/48, semua instruksi-instruksi untuk Gubernur Militer Daerah Keresidenan Tapanuli, bahagian Keresidenan Sumatera Timur jang meliputi Kabupaten Deli Serdang, Simelungun, Asahan dan Labuhan Batu ditjabut.

Kolonel Mr, A. Abas langsung menghadapi keterangan dengan Brigade B.

Mr. A. Abas mengatur siasat untuk melutjuti Brigade B, akan tetapi siasat ini tidak dapat didjalankan, sebaliknja Brigade B bersatu dengan Brigade A dan bersatu dengan Brigade Banteng Negara jang menimbulkan peristiwa 10 September 1948 di Tapanuli, Pada mendjelang subuh 10 September 1948, Bataljon I di Padangsidempuan digempur oleh Bataljon dari Brigade A. Kapten Koima Hasibuan tiwas dalam pertempuran ini.

Pada waktu jang bersamaan, Bataljon dari Brigade B di Sibolga melutjuti Bataljon II di Sibolga, dan Bataljon dari Banteng Negara d Tarutung menjerkap III di Tarutung.

Mr. A. Abas dengan beberapa opsir lainnja dari bekas Brigade XI ditangkap, demikian djuga terdjadi penangkapan-penangkapan di Sibolga dan Tarutung.

Mr. A. Abas dengan tangkapan-tangkapan lainnja kemudian atas usaha Komisariat Pemerintah Pusat di Bukittinggi diangkut ke Sawahlunto.

Seluruh Tapanuli dikuasai oleh Brigade A, Brigade B dan Brigade Banteng Negara. Hal ini menimbulkan kegemparan diseluruh Tapanuli. Pemerintah dan pemimpin-pemimpin rakjat di Tapanuli mendjadi tjemas, terutama sekali oleh sebab ke-tiga kesatuan itu berasal dari Lasjkar Rakjat di Sumatera Timur.

Dewan Perwakilan Rakjat Tapanuli mengadakan sidang kilat untuk membitjarakan keadaan jang genting itu. Keputusan jang diambil ialah supaja Panglima Tentera Territorium Sumatera dan Komisariat PeIcerintah Pusat di Bukittinggi dengan setjepatnja menjelesaikan keadaan di Tapanuli .

Mendjalar saran-saran seolah-olah pemimpin-pemimpin dari Sumatera Timur hendak menggantikan kedudukan pemimpin-pemimpin rakjat di Tapanuli. Oleh sebab pada tanggal 18 September 1948 terdjadi perebutan kekuasaan oleh „P.K.I. Muso" di Madiun, maka lidah-lidah jang tidak bertanggung-djawab mentjoba-tjoba waktu itu mentjari pertautan antara jang satu dengan jang lain.

Dalam pada itu, tumbuh pertikaian diantara kalangan Brigade B bersama Brigade A contra Brigade Banteng Negara jang berkedudukan di Tarutung. Brigade Banteng Negara menjerang kedudukan Brigade B di Sibolga, sehingga bahagian kesatuan dari Brigade B jang ada di Sibolga mundur ke Padangsidempuan.

Dalam keadaan jang demikian ini, dikeluarkan siaran pamfletpamflet oleh Dinas Penerangan Bataljon VI Sub Komando Tapanuli/Sumatera Timur Selatan di Tarutung, bertanggal 28 Oktober 1948, jang menjatakan bahwa „Bedjo cs. tetap bertindak mendjadikan Tapanuli lautan api dan darah". Dinjatakan dalam surat selebaran itu, bahwa „Bedjo cs. tidak mau berunding, tidak perduli kepada perintah resmi dari Pemerintah Negara Republik Indonesia, tidak suka mena'ati permintaan Residen Tapanuli, tidak ambil perduli kepada perintah Komisaris Negara Sumatera. Bedjo cs . tetap terror, anarsis, bertindak liar, tidak patuh kepada perintah dan peraturan Negara. Dia tetap mau berkuasa dan pembakar dan mengalirkan darah sebanjak-banjaknja di Tapanuli".

Surat Residen Dr. F. Lumbantobing kepada Major Bedjo, bertanggal 27 Oktober 1948, No. 9677, diumumkan seluruhnja, adalah sebagai berikut :


Jth. Paduka Tuan Majoor Bedjo,

1. Surat Paduka Tuan tanggal 25 Oktober 1948 dari Padangsidempuan saja telah terima tadi malam jang dibawak oleh Pegawai Polisi Pentji. Dalam surat Tuan, Tuan njatakan, bahwa Tuan tidak akan berunding dan mengadakan perembukan dengan pendjahat-pendjahat dan pengatjaupengatjau dalam Republik Indonesia, walaupun siapa dianja, akan tetapi bersedia berunding dan berembuk dengan siapapun djuga jang bernegara Republik dan mematuhi peraturan hukumnja.

2. Didalam surat saja jang saja kirim pada Paduka Tuan tanggal 23 Oktober 1948, tidak ada saja mintak jang Tuan harus adakan perundingan atau perembukan, hanja saja mintak, supaja Tuan, berhubung dengan kedatangannja, Komisariaat Pemerintah Pusat serta Panglima Sumatera dan rombongan beliau-beliau:
menghentikan pertempuran
menghentikan segala offensief dan supaja
masing-masing tinggal dulu pada tempatnja jang sekarang, sampai urusan landjutan.
Sebetulnja saja mengharap, menerima surat dari Tuan jang berisi, bahwa Tuan sedia memenuhi permintaan kita itu, dan seterusnja melakukan usaha, agar tudjuan itu selekas mungkin dapat tertjapai.
Tetapi saja tidak melihat kerelaan Tuan tentang itu dalam surat jang Tuan kirim pada saja.
Itulah jang membikin saja amat ketjewa.

4. Pada tanggal 25 Oktober 1948 saja suruh pula sampaikan pada Paduka Tuan salinan kawat dari Panglima Tertinggi Territoriaal Sumatera no. 1470/5 tanggal 23 Oktober 1948, jang berisi :

„Rombongan saja dan Ketua Komisariaat Negara hari Senen tanggal 25-10-'48 berangkat ke Tapanuli".
Tembak-menembak supaja sebelum kita datang diberhentikan.
Siapa jang menjerang saja anggap melanggar perintah saja. Itulah jang diperintahkan oleh Panglima, dan salinan kawat itu Tuan djuga telah terima kemaren:
tetapi djuga saja tidak dapat kepastian, bahwa Tuan akan taati perintah itu.

4. Berhubung dengan jang tertulis diatas ini, saja serukan terus menerus pada Tuan:

hentikanlah dulu tembak-menembak, segala offensief, serangan-serangan, tindakan-tindakan jang menimbulkan pertambahan kekalutan.
Kekalutan sudah tjukup, lebih dari tjukup besarnja.
Pemeriksaan dari atasan sudah tiba di Tapanuli.
Hentikanlah sifat dan sikap untuk meneruskan faham Tuan sendiri.
Orang-orang lain, Pemerintah Tapanuli dan Rakjat Tapanuli pun ada mempunjai faham, jang Tuan patut harus hormati.
Tuan sendiri telah bilang dalam surat Tuan, jang Tuan bersedia bernegara Republik dan mematuhi peraturan hukumnja. Njatakan itu dengan perbuatan jang selaras dengan peraturan hukum.
Salah satu dari itu ialah:

Mendengar permintaan dari Pemerintah Tapanuli dan mendengar permintaan Rakjat Tapanuli dan melaraskan diri dan langkah pada permintaan itu.

5. Dalam saat ini, untuk keselamatan dan ketertiban Rakjat dan Pemerintah Republik Indonesia saja tidak kehendaki jang Tuan memasuki Kota Sibolga. Suasana dan iklim tidak mengizinkan jang Tuan serta pengikut jang bersendjata datang di Sibolga. Lantaran itu tinggallah ditempat Tuan sekarang.
Inilah jang saja mau njatakan dengan tegas.
Dan saja harap sangat jang Paduka Tuan sebagai seorang Opsir Republik Indonesia musti dapat menafsirkan pernjataan ini, jang diberikan oleh seorang Residen dari Republik Indonesia.

6. Saja berseru pula:
Sabarlah Tuan sabarlah Tuan.
Pemeriksaan atasan telah tiba di Tapanuli.
Pemeriksaan dari Negara kita telah dimulai.
Tuan harus memberi kesempataan jang sebalik-baiknja, agar pemeriksaan-pemeriksaan itu dapat berlaku setjepat-tjepatnja, sedalamnja dan seteliti-telitinja.
Inilah salah satu kewadjiban Tuan sebagai Opsir dari Republik Indonesia jang saja harap Tuan akan benarkan sepenuh-penuhnja.
Demikianlah permintaan, seruan dan nasehat saja.


M E R D E K A.

Residen Tapanuli dari Republik Indonesia

Ketua Dewan Pertahanan Daerah Tapanuli.

Dr. F. Lumbantobing.

Dalam keadaan begini, Ketua Komisariat Pemerintah Pusat Mr. Teuku M. Hassan dan Panglima Tentera Territorium Sumatera Djenderal Major Suhardjo Hardjowardjojo sampai di Padangsidempuan.

Pada waktu Ketua Komisariat Pemerintah Pusat dan P.T.T.S. sampai di Padangsidempuan, Brigade B telah sempat madju ke Sibolga, memasuki dan menguasai keadaan di Sibolga.

Brigade Banteng Negara mundur dari Sibolga, dan dengan mundurnja Brigade Banteng Negara dari Sibolga turut serta Residen Dr. F. Lumbantobing.

Wakil Residen Binanga Siregar dengan staf Pemerintahan Keresidenan Tapanuli lainnja tinggal di Sibolga.

Ketua Komisariat Pemerintah Pusat dan Panglima Tentera Territorium Sumatera meneruskan perdjalanannja ke Sibolga. Panglima Tentera Territorium Sumatera langsung berangkat ke Tarutung untuk mendjumpai Residen Dr. F. Lumbantobing, dan mengadakan pembitjaraan dengan pimpinan Brigade Banteng Negara di Tarutung.

Sehabis melakukan pembitjaraan di Tarutung, Panglima Tentera Territorium Sumatera kembali ke Sibolga.

Pada malamnja, Brigade Banteng Negara menjerang Sibolga sehingga menjebabkan Brigade B mengosongkan Sibolga dan mundur kearah Sidempuan.

Panglima Tentera Territorium Sumatera menjingkir melalui djalan laut dan mendarat di Pariaman untuk kembali ke Bukittinggi. Ketua Komisariat Pemerintah Pusat pada besok harinja melalui djalan darat kembali ke Bukittinggi.

Suasana di Tapanuli mendjadi teganglah, terutama antara Tapanuli Utara dengan Tapanuli Selatan. P.N.I. di Tapanuli Utara menjokong Brigade Banteng Negara. P.N.I. di Tapanuli Selatan berdiri dibelakang Brigade B. Perkindo di Tapanuli Utara menjokong Brigade Banteng Negara. Masjumi di Tapanuli Selatan menjokong Brigade B. Pada waktu Brigade Banteng Negara dari Sibolga terus madju ke Fadangsidempuan, akan tetapi dapat ditolak oleh Brigade B, Pemerintah Kabupaten di Padangsidempuan sudah bersiap- siap untuk mengungsi.

Dalam keadaan jang demikian ini, pada pertengahan Nopember 1948, Paduka Jang Mulia Wakil Presiden sampai di Padangsidempuan terus ke Sibolga dengan membawa serta Letnan Kolonel A. E. Kawilarang dan beberapa opsir lainnja.

Keadaan ketenteraan langsung diselesaikan oleh Wakil Presiden, dan dengan penjelesaian ini keadaan di Tapanuli dapat reda kembali dan Pemerintahan dapat didjalankan sebagaimana mestinja.

Daerah Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan mendjadi Sub Territorium VII dari Komando Tentera Territorium Sumatera dibawah pimpinan Letnan Kolonel A. E. Kawilarang.

Penjempurnaan penjelesaian susunan Tentera Nasional Indonesia di Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan tidak dapat berdjalan terus scbab pada tgl. 19 Desember 1948 Belanda telah melakukan pula agressi militernja jang kedua.

x-small

Pada tanggal 12 Djuni 1946, di Sidikalang telah diresmikan berdirinja PolisiTentara Detasemen IV. Ditengah-tengah bertanda X, Sdr. T. V. Siregar, Kamandan dari P.T. tersebut.

Gangguan2 keamanan di Tapanuli jang ditimbulkan oleh gerombolan2 dan anasir-anasir jang tidak bertanggung djawab dipadamkan dengan bidjaksana oleh Pemerintah daerah dengan mengeluarkan siaran-siaran jang mengandung seruan jang sehat. Gambar ini menundjukkan suatu seruan Residen Tapanuli dalam mengatasi kesulitan disekitar peristiwa Bedjo cs. jang banjak menggelisahkan masjarakat dizaman bergerilja.

Gubernur Militer Tgk. Mohd. Daoed Beureueh bersama-sama dengan stafnja dengan mengendarai sebuah jeep sedang mengadakan inspeksi kedaerah-daerah dibawah pengawasannja. Dibaris belakang kelihatan t.t. Osman Raliby Kepala Djawatan Penerangan Sumatera Utara,, Residen T. M. Daoedsjah, Major Said A. Bakar dan Bupati Husin.


Bukan sadja Angkatan Muda dan kaum laki-laki jang turut bertempur, tetapi Barisan Puteri kita di Atjeh pun tidak ketinggalan mengangkat sendjata. Gambar ini menundjukkan satu barisan puteri dari Pasukan „Potjut Baren", lengkap dengan pakaian seragam dan sendjata otomatisnja. Pasukan Potjut Baren" ialah sajap kiri dari Divisi Rentjong barisan pelopor Pesindo didaerah Atjeh.

x-small

Kundjungan Presiden Sukarno ke Tapanuli pada tanggal 12 Djuni 1948 disambut dengan upatjara diwatas daerah Tapanuli Sumatera Barat.


Ketika Bung Karno memengundjungi daerah Tapanuli. rakjat di Balige

menjerahkan sehelai kain Ulos Batak sebagai persembahan kenang-kenangan tanda ketjintaan rakjat kepada pemimpin besarnja.

x-small

Presiden Soekarno sewaktu perkundjungan jang pertama ke-Atjeh pada bulan Djuni 1948 tampak sedang memperhatikan barisan meriam penangkis dan berbagai-matjam perlengkapan Angkatan Perang dalam suatu defile militer ditanah lapang Esplanade Kutaradja. Pertahanan Atjeh boleh dibanggakan.


Presiden Soekarno berserta opsir-opsir dan pembesar-pembesar negara lainnja ketika menghadiri suatu upatjara perhormatan militer di Kutaradja pada bulan Djuni 1948.