Propinsi Sumatera Utara/Bab 22
MEMELIHARA DAN MEMBANGUN KEBUDAJAAN.
- Kebudajaan dan Kesenian.
- Pendidikan dan Pengadjaran.
MEMELIHARA DAN MEMBANGUN KEBUDAJAAN.
A. KEBUDAJAAN DAN KESENIAN.
Dikota Medan didapati Kantor Perwakilan Djawatan Kebudajan Sumatera Utara jang dalam melaksanakan tugas-tugasnja tidak selamanja menempuh djalan datar. Hal ini tidak mengherankan karena djawatan ini adalah djawatan baru dan tugas-tugasnja pun lebih sukar dimengerti kegunaannja, karena tak dapat menundjukkan paedah jang langsung dan njata berupa benda-benda konkrit jang diminta suasana sekarang
Djawatan ini mempunjai daerah jang menurut garis besarnia dapat dibagi atas 4 daerah kebudajaan (cultuurgebieden), jaitu :
1. daerah kebudajaan Batak, jang meliputi kabupaten-kabupaten Tanah Karo, Simelungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan.
2. daerah kebudajaan Atjeh, jang meliputi kabupaten-kabupaten Atjeh Besar, Atjeh Pidie, Atjeh Utara, Atjeh Timur, Atjeh Barat, Atjeh Selatan dan Atjeh Tengah.
3. daerah kebudajaan Melaju, jang meliputi kabupaten-kabupaten DeliSerdang, Langkat, Asahan dan Labuhan Batu.
4. daerah kebudajaan Pesisir, jang meliputi daerah pantai Barat Tapanuli dan Atjeh.
Tiap daerah kebudajaan ini disana-sini mempunjai warna-warninja dengan latar serupa tentang adat istiadat, bahasa ataupun seninja. Pada daerah-daerah perbatasannja kedapatan pertemuan-pertemuan dari berupa ragam mata budaja. Pada pulau-pulau seperti Nias dan pulaupulau lainnja dibarat Sumatera Utara kelihatan hal-hal jang sungguh berlainan dari pada jang ada didaratan.
Untuk menghadapi daerah ini dalam melaksanakan tugas jang dipikulkan oleh Kementerian P.P.K. pada Djawatan Kebudajaan, dipropinsi pada Perwakilannja, djawatan membahagi tugasnja atas:
a. Kesenian daerah dan umum .
b. Bahasa Daerah dan Indonesia.
c. Purbakala, Makam Pahlawan sebelum 1945.
d. Dokumentasi , sedjarah, Arsip Negara.
e. Pentjak.
Pegangan Perwakilan dalam segala usahanja ialah tidak mentjampuri pertumbuhan dari sesuatu usaha kesenian tetapi selalu memberi dorongan dan petundjuk agar jang tidak melanggar demokrasi dari kebatinan jang hendak dibajangkan dengan bentuk seni jang tersimpan dalam sesuatu bakai jang dimiliki oleh manusia-manusia pentjipta dapat mengemukakan diri setjara bebas mentjari penerima dari sekitarnja. Kelandjutannja atau peniadaannja bebas tergantung pada hukum rasa jang akan diberikan oleh sekitarnja.
Bila disana-sini ditemui kekandasan atau kesulitan jang disebabkan oleh keuangan, sedang sesuatu perkumpulan atau prbadi kelihatannja mempunjai harapan atau dapat turut memberikan bahagiannja dalam pembinaan seni, maka dalam hal serupa ini Perwakilan dapat mengusulkan agar pada perkumpulan atau pribadi tadi diberikan bantuan sesewaktu sebulan atau setahun.
Dari pemberian kesempatan untuk bertumbuh setjara bebas inilah diharap akan diperoleh nilai-nilai baru dari tiap-tiap daerah, jang nanti akan dapat ditimbang dan dirasa oleh masjarakat ramai tentang kesanggupannja untuk diterima mendjadi kepunjaan bersama.
Untuk mentjapai maksud ini Perwakilan membagi sasaran kerdjanja atas dua bahagian ;
1. Masjarakat umum.
2. peladjar-peladjar sekolah landjutan.
Pembagian ini didasarkan pada pendapat, bahwa tjalon-tjalon masjarakat ialah berada disekolah landjutan. Sebelum mereka ini mentjempelungkan dirinja ke-tengah-tengah masjarakat, hendaklah mereka terlebih dahulu dipersiapkan tentang pendirian dan sikapnja terhadap budajanja sendiri. Dengan djalan ini diharapkan dapat mengembalikan djumlah pemuda jang hendak tersesat dan terasing kepada djumlah jang se-ketjil-ketjilnja. Kekurangan minat dan tidak tahu akan budaja sendiri dan sesewaktu meletjehkan keagungan kebudajaan daerah kepunjaan orang lain, jang sekarang ada kelihatannja dalam masjarakat, adalah tantangan jang akan mereka hadapi bila mereka nanti memasuki masjārakat. Sifat atjuh ta'atjuh inilah jang hendak diusahakan menolaknja dari peladjar sekolah landjutan jang nanti akan menentukan hari kemudian Negara.
Usaha Perwakilan mengenai Kesenian dan Bahasa adalah antara lain ditudjukan untuk memberikan tempatnja kembali pada hati masjarakat.
KESENIAN DAERAH.
Setelah R.I. berkuasa kembali diseluruh Sumatera Utara umumnja kelihatan didaerah bekas pendudukan, suatu keadaan jang tidak ada menundukkan kemadjuan dalam kalangan seni, Bila ada usaha kearah ini pada segolongan jang dapat membagi waktunja untuk itu, alamnja sangat terbatas, jaitu berkisar pada orang-orang jang pada masa itu telah mempunjai kebebasan djiwa. Didaerah Republik untuk ini boleh dikatakan tak ada perhatian jang sengadja. Walaupun demikian didaerah-daerah seperti Tapanuli pada waktu itu disana-sini ada djuga terdapat tjetusan-tjetusan batin, disebabkan oleh dorongan rasa seni jang dinjatakan dengan suara dan sadjak, menjanjikannja dengan tarikan napas bila mengalami kesedihan, dan meluap bernjala melepaskan marah semangat berdjuang terhadap pendjadjah.
Memang diwaktu-waktu jang serupa ini, dimana selalu diatami duka dan suka, tiap-tiap pribadi seni akan menjatakannja pula dengan djiwa seninja. Pengolahan jang sengadja pada waktu itu tidak ada, tetapi oleh sebab diantara pedjuang-pedjuang banjak jang berbakat seni, maka timbullah lagu-lagu dengan sadjak-sadjaknja setjara spontaan didorong oleh bakat jang ada pada penjairnja dan dipengaruhi oleh masa dan tjita-tjitanja, seperti lagu-lagu :
1. Mariam tomong
2. Butet
3. Si-dua-dua
4. Sitoga nahehe
5. Sele-sele, dsb.
Kekurangan jang kelihatan pada seluruhnja adalah karena tekanan kekatjauan dan kesukaran hidup. Untuk menggerakkan masjarakat kembali menudjukan perhatiannja pada seninja jang pada mulanja bertumbuh bebas, sedang dizaman pendjadjahan terbatas menurut kehendak jang memerlukan, Perwakilan sedjak semula mengadakan penjeiidikan untuk dapat menetapkan tjara-tjara bekerdja. Penjelidikan jang mendalam sebetulnja baru dilakukan di Tapanuli berhubung dengan Perwakilan jang di Sibolga dahulu telah dibuka kembali segera setelah pemulihan daerah R.I. untuk seluruh Sumatera Utara. Eoleh dikatakan keadaan kesenian kita mengalami keadaan jang serupa, jakni pada umumnja sukar didapat suatu perkumpulan kesenian jang baik organisasinja maupun administrasinja. Jang djadi pokok pada perkumpulanperkumpulan kasenian ini ialah chusus pelaksanaan seni itu sendiri. Pengolah-pengolahnja tidak merasa begitu terikat pada perkumpulannja dan selalu bertindak sebagai pelaku insidentil. Tentu sadjalah pengolahan setjara ini selalu memberikan ketjanggungan dan mutu jang kurang dan lebih sukar meningkat dari pada suatu perkumpular jang melakukannja dengan pelaku- pelaku jang tetap. Supaja perkumpulan ini menudju kepada suatu perkumpulan jang teratur, maka diadakanlah perhubungan dengan mereka, dengan andjuran, agar:
a. tiap-tiap perkumpulan mempunjai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
b. mempunjai pengurus jang tersusun baik dan anggota jang tertentu
c. disamping pengolahan seni sebagai kesukaan, djuga mentjari ichtiar untuk meninggikan mutunja dengan djalan memperhatikan: musik, suara, sadjak dan pakaian.
Pada mulanja andjuran ini boleh dikatakan tidak diatjuhkan dan disana-sini mendapat sambutan jang tidak menggembirakan, oleh sebab dari Perwakilan jang utama diharapkan oleh perkumpulan ialah bantuan wang, sedang ini tidak begitu sadja dapat diberikan. Andjuran-andjuran terus djuga didjalankan. Ada jang mengatakan bahwa Djawatan ini tidak berguna, karena ta'sanggup memberikan bantuan. Walau bagaimana otjeh-otjehan itu ta' dapat diladeni sebab untuk memperoleh bantuan insidentil, hendaklah perkumpulan dengan melalui pengurusnja dapat memasukkan permohonan untuk menerima dan mepertanggung-djawabkan otorisasi jang diperoleh. Maka oleh sebab itu perkumpulan hendaklah memperbaiki rumah tangganja baik organisatoris maupun administratif, karena pengolahan kesenian jang dilakukan tidak dengan organisasi, sukar dapat mempertinggi mutunja.
Selain itu ia tersingkir dari perhubungannja dengan perkumpulan lain sedang ladenan dari Pemerintah sangat sukar diberikan.
Kesenian daerah dalam perkembangannja menemui kesulitan-kesulitannja tersendiri, karena :
a. perhubungannja dengan kepertjaan purba jang bertentangan dengan agama
b. kekurangan alat- alat, sedang pembuatan baru tak dilakukan lagi
c. peminatnja jang makin berkurang karena mutu jang makin merosot
d. dorongan dari musik barat, langgam, krontjong d.l.l. jang lebih menarik umum.
Djika tak diichtiarkan agar seni daerah dapat mengatasi kesulitan ini dan mentjari djalan penjelarasan dengan masa dan masjarakat, maka peminat-peminatnja jang telah amat terbatas itu dari saat-kesaat akan terus berkurang djuga. Kesenian daerah itu lambat laun akan menghilang begitu sadja. Hal ini tentulah merugikan seni kita, karena sesuatu keindahan seni satu-satu daerah dapat djuga dirasakan oleh masjarakat Indonesia diluar daerah itu, dan bukan tak mungkin pula ia mendjadi suatu keindahan jang dapat diterima oleh seluruh bangsa kita. Sudahlah selajaknja tiap- tiap daerah budaja, djuga jang berada dipropinsi Sumatera Utara turut berusaha memberikan hasil seninja guna memberi bahan untuk mengisi mata budaja „seni" jang kelak akan mengalami penjaringan oleh masjarakat kita seluruhnja.
Agar pribadi ataupun perkumpulan-perkumpulan seni lebih menumpahkan perhatian mereka untuk mentjapai tjita-tjita ini, usaha-usaha Perwakilan adalah seperti berikut:
1. dibeberapa ibukota kabupaten dan tempat lain jang dianggap perlu telah mengadakan perhubungan dengan pamongpradja dan tjerdik-pandai guna mengandjurkan agar mereka turut membantu dan mentjempelungkan diri kedalam perkumpulan-perkumpulan kesenian
2. mengadakan pertundjukan film mengenai seni suara dari daerah itu sendiri dan daerah Indonesia lainnja, istimewa dari Bali dan Djawa
3. mengadakan konser-konser piringan hitam mengenai lagu-lagu daerah asli, gubahan baru, langgam dan krontjong untuk umum dan peladjar-peladjar
4. mengandjurkan peladjar-peladjar mempeladjari lagu-lagu dan tari daerah dan meng-opname lagu-lagu itu untuk diperdengarkan ke-sekolah-sekolah, sehingga dengan djalan ini antara peladjar-
Dengan djalan ini diharapkan agar :
а. perkumpulan kesenian mempunjai organisasi jang lebih teratur, dan lebih mementingkan usaha mempertinggi nilai seni jang diolahnja.
b. angkatan muda lebih sadara tentang kepentingan pengolahan seninja sendiri dan lebih tahu menghargainja sebagai penghargaan jang diberikan pemuda bangsa jang telah merdeka pada sesuatu sebagai kepunjaannja sendiri.
SENILUKIS.
Senilukis adalah satu-satunja mata seni jang masih sukar mendapat penghargaan dari bangsa kita. Mungkin oleh karena dari semendjak zaman pendjadjahan mulai dari sekolah rendah sampai kepada sekolah atasannja mata peladjaran menggambar selalu dianak-tirikan. Seorang peladjar jang ada bakatnja melukis tetapi kurang pada mata peladjaran lainnja akan terdampar dari bangku sekolah. Manusia-manusia jang mempunjai bakatnja ini paling mudjur mendjadi tukang pembuat gambar reklame atau membesarkan potret untuk didjual. Mereka jang men-tjobatjoba membuat lukisan, walaupun telah sanggup mentjapai taraf jang boleh diketengahkan tidak akan mendapat kepuasan komersil. Kepuasan baginja berarti hanja melepaskan gaja dan warna nukilan jang menggeletar diucjung djarinja pada setjarik canvas. Bila ada orang-orang jang djuga dapat mengetjap lukisannja hal itu sudah mendjadi keluar biasaan Para pemuda di Sumatera Utara jang mempunjai bakat senilukis biasanja sehabis sekolah rendah atau H.I.S. hanja pergi kesekolah I.N.S. Kajutanam apalagi kalau mereka tak lulus kesekolah lainnja. Mentjari sekolah jang sesuai dengan bakat pada umumnja belum mendjadi pedoman.
A.S.R.I. (Akademi Seni Rupa Indonesia) di Jogjakarta jang menerima siswa jang berbakat melukis lepasan S.M.A. sampai pada penerimaan siswa jang terachir belum mendapat minat dari Sumatera Utara. Mengusahakan agar perhatian masjarakat dapat djuga ditudjukan kepada melukis adalah suatu pekerdjaan jang sukar dilaksanakan. Sekadar perhatian jang tidak mempunjai dasar penghargaan jang disadari tentulah tidak ada artinja untuk perkembangan senilukis. Usaha jang dianggap tepat untuk ini ialah mengadakan:
a. sajembara melukis sekali setahun untuk sekolah Landjutan agar minat untuk melukis dapat digerakkan kembali pada peladjar-peladjar
- pameran dari hasil sajembara Sekolah Landjutan tersebut untuk menarik perhatian peladjar umum pada pemegang-pemegang sajembara, jang dapat mendorong mereka lebih bergiat mempertinggi nilai lukisannja.
- bantuan guna pelaksanaan pameran lukisan-lukisan dari pelukis-pelukis atau Perkumpulan-perkumpulan pelukis di Sumatera Utara hingga segala buah tangan pelukis-pelukis ternama dari daerah itu dapat kesempatan untuk dinilai menurut kritik ahli pelukis dan peminat di Medan
- pameran lukisan-lukisan dari luar Sumatera Utara untuk dapat dibanding dengan hasil jang telah ditjapai didaerah ini.
Mendjelang tiap-tiap achir tahun sedjak tahun 1950 telah diadakan sajembara melukis untuk segala Sekolah Landjutan. Minat untuk menuruti sajembara ini menurut djumlah Sekolah Landjutan negeri dan partikelir di Sumatera Utara adalah besar sekali. Pada sajembara pertama jang dilakukan pada th. 1950 hasil pemeriksaan baru dilakukan atas dasar kwaliteit. Walaupun begitu keadaannja sudah menggembirakan, karena pada taraf pertama ini sebenarnja sudah diperoleh perhatian. Banjak soal-soal jang menghalangi untuk menilai sesuatu dari segi seni, misalnja ketiadaan kertas gambar jang baik tjat, conte, d.l.l. Pimpinan melukis pada sekolah-sekolah waktu itu boleh dikatakan setjara sambil lalu sadja.
Dengan selesainja pemeriksaan sajembara pertama ini, maka pada kota jang terbanjak sekolahnja jang menurut sajembara diadakan pameran lukisan-lukisan jang terbaik.
Pameran ini diusahakan disegala tempat dengan dikunjungi oleh peladjar-peladjar kepada siapa diberikan andjuran-andjuran dan keterangan-keterangan. Setelah diadakan pula sajembara kedua pada th. 1951, maka kenjataan bahwa usaha dan andjuran pada sajembara kesatu tidaklah sia-sia. Sengadja pada sajembara kedua ini diusahakan memberi alat pelukis jang diperlukan. Keasjikan pada sekolah-sekolah kelihatan meningkat, Ragam- ragam lukisan tidak hanja terbatas dalam hal meniru, tetapi telah ada pula kelihatan pentekeningen, sedang anatomie dan perspectief lukisan-lukisan bertambah baik. Tjara menggunakan tia* sudah mulai memperlihatkan kemadjuan. Kekurangan pengalaman pimpinan dan alat-alat masih tetap mendjadi penghalang. Fada achir tahun 1952 diadakan pula sajembara ketiga jang pemeriksaannja baru dilakukan pada awal Maret 1952. Djumlah lukisan jang masuk untuk golongan S.M.P. adalah 272, sedang untuk golongan S.M.A. 138 buah, Kalau sajembara kedua pada th. 1951 menundjukkun kemiskinan dalam idee pelukisnja, maka sekarang telah kelihatan adanja aliran-aliran jan ditempuh. Walaupun menurut pendapat seorang ahli masih banjak lagi jang akan ditegur, tetapi kelihatan bahwa usah-usaha diantara sajembara kedua dan ketiga sedikit-banjaknja telah membawa hasil djuga. Usaha-usaha jang telah dilakukan itu antara lain ialah perdjalanan kelling mengadakan tjeramah tentang melukis, prosa dan puisi dengan memakai perekam suara atau taperecorder, menjampaikan risalah dan madjallah-madjallah tentang melukis dan mempertundjukkan smallfilm tentang melukis. Dalam hal ini tak dapat dilupakan kerdjasama jang diberikan oleh guru-guru sekolah jang bersangkutan. Bila lukisan-lukisan dahulunja dilakukan pada kertas biasa dan kertas gambar sadja, sekarang telah kelihatan werkstukken jang dikerdjakan pada triplex dan canvas dengan tjat air dan minjak. Walaupun djumlah lukisan-lukisan jang diterima tidak begitu banjak, tetapi kwaliteitnja adalah lebih terpilih. Agar tjara menilainja djuga lebih mendalam dari pada jang sudahsudah, maka para penilainjapun diambil dari para pelukis jang ada di Medan. Pada beberapa Sekolah Menengah Atas kelihatan kemadjuan jang mendadak. Kalangan A.S.R.I. (Angkatan Seni Rupa Indonesia) sendiri sebagai satu-satunja perkumpulan pelukis di Sumatera Utara, telah menjatakan pendapatnja, bahwa beberapa pelukis benar-benar memberikan harapan jang baik.
Untuk Pameran Seni Lukis jang dilakukan A.S.R.I. pada achir bulan Djanuari 9593 di Medan, telah diusahakan bantuan insidentil sebsar Rp. 2000,-. Bantuan ini dianggap perlu diberikan, karena A.S.R.I. adalah satu-satunja pula perkumpulan pelukis-pelukis jang sampai sekarang masih terus mendjalankan usahanja. Pada pameran ini dipertundjukkan sedjumlah 80 buah lukisan dari anggota-anggotanja. Dengan adanja pameran ini para pelukis jang selama ini onproductief mendapat dorongan agar melukis jang kembali djuga para peladjar jang baru sadja menurut sajembara ketiga. Mereka dapat memperhatikan aliran-aliran jang dianut oleh pelukis-pelukisnja, pemakaian warna, anatomie, perspectief dan object-object jang dipakai. Pengundjung jang terbanjak dari pameran ini adalah djuga peladjar- peladjar, jang dibelakang hari diharapkan akan lebih memberikan penghargaan pada senilukis.
Pada bulan September 1952 berkundjung ke Medan Sdr. Kusnadi untuk mengadakan pameran lukisan-lukisan pelukis muda dari Djawa. Maksud kundjungan ini ialah agar pelukis-pelukis di Sumatera Utara mendapat gambaran tentang kemadjuan melukis di Djawa. Antara pameran ini dengan jang diadakan oleh ASRI kelihatan suatu djarak pemandangan keindahan. Lukisan-lukisan dari Djawa menundjukkan expressionisme dalam tjoret-tjoretnja sedang Sumatera Utara masih tinggal pada naturalismenja. Ini merupakan suatu keuntungan dengan adanja tukar menukar kundjungan, sehingga aliran jang ada diseluruh Indonesia dapat kenal-mengenal. Kesan-kesan dari pameran itu sekarang telah ada kelihatan pada peladjar-peladjar jang mengirimkan vignetten (tjoretan-tjoretan) untuk menjertai sajembara ketiga untuk Sekolah Landjutan, sedang keindahan lukisan dari luar negeri jang mengandung berupa matjam aliran seperti surrealisme dan expressionisme itu masih sukar dirasakan oleh pelukis-pelukis Sumatera Utara.
Djuga diusahakan untuk membantu pelukis Tino, jang mempunjai keistimewaan tentang membuat tjoret-tjoretan dan sket-sket dan sekarang berada di Tebingtinggi Deli. Maksud jang utama ialah untuk merembukkan djalan jang se-baik-baiknja baginja agar bakat jang ada padanja itu dapat dituntun mentjapai tingkatan jang lebih tinggi. Dalam pada itu masih banjak pelukis- pelukis jang terpentjar-pentjar diseluruh propinsi jang belum diketahui alamatnja. Hanja lukisan-lukisannja sadjalah jang baru diketahui sedangkan orang-orang jang tidak ternama ini selalu sekali tergolong pada manusia jang se-hari-hari mesti bertempur dengan kesulitan hidup.
SENI UKIR.
Seni ukir, pahat dan patung di Sumatera Utara sedikit sekali diusahakan. Bilapun ada dilaksanakan bukanlah berdasarkan tjara-tjara jang dipeladjari, tetapi adalah karena kebiasaan dan keperluan. Ukiran terutama kelihatan pada rumah adat, sedang pahatan dan patung diperbuat untuk menghiasi makam-makam. Techniknja sudah barang tentu tidak mendalam. Jang melakukannja adalah orang-orang tua, jang pada masa mudanja masih hidup dizaman kepertjajaan berhala. Oleh sebab pembuatan patung dan ukir-ukiran adalah suatu bahagian dari adat dan kepertjajaan, maka dengan bertambah sedikitnja memeluk kepertjajaan purba ini dan bertambah lepasnja orang-orang dari adat jang selalu dianggap sebagai sisa feodalisme, perhatian untuk ini bertambah merosot. Angkatan baru sekarang belum dapat merasakan arti pengolahan mata seni ini, mungkin diakibatkan oleh pemandangan jang terlampau tadjam dari sudut, keuangan. Pada perkumpulan ASRI jang pada programnja djuga mentjantumkan mata seni ini akan diadakan kerdjasama jang erat guna mentjari suatu modus untuk membangkitkar. perhatian pada usaha ini. Ukir-ukiran jang masih kelihatan ialah pada rumah-rumah adat Batak di Tapanuli dan Tanah Karo, sedang patung-patung pada makam-makam di Tapanuli Utara. Patung-patung lainnja jang bersangkutan dengan kepertjajaan berhala sebahagian besar didapati didaerah Simelungun, Seni pahat boleh dikatakan belum lagi ada pengolahpengolahnja.
SENI MUSIK.
Dikota Medan semendjak achir tahun 1951 S. Michaeloff memberi kursus njanji pada l.k. 200 orang, terutama peladjar-peladjar dari S.G.A. Peladjaran ini diberikan petang hari 4 × dalam sepekan, Kursus ini dilakukan atas andjuran Perwakilan dan untuk ini tiap-tiap bulan Pada achir- achir ini kelihatannja dikeluarkan biaja sebesar Rp. 400.- Pada achir-achir ini kelihatannja perhatian tambah berkurang.
Kursus mengadjar pengikut-pengikutnja mengenal notebalk nilai suara dan menjanji korus. Kursus seperti ini bagi mereka jang ada bakatnja untuk menjanji penting sekali artinja, karena keadaan jang kelihatan sekarang pada penjanji- penjanji kita bukanlah menjanji dengan mempunjai scholing terlebih dahulu, tetapi mereka menjanji ialah karena kesukaan dan bakatnja sadja. Kursus jang sekarang diberikan baru sadja dituruti oleh peladjar-peladjar S.G.A. dan beberapa orang lainnja. Memimpin tjalon guru kearah ini mempunjai effek jang lebih besar untuk kemudian hari, bila mereka telah mendjadi guru. Sedjak April 1952 telah diperoleh persetudjuan Djawatan Kebudajaan Pusat untuk membentuk Panitia Penjelidik kemungkuan Pendirian Sekolah Musik di Sumatera Utara. Segera setelah memperoleh persetudjuan ini ditemui dan dipinta kesediaan pribadi-pribadi jang dirasa lajak duduk dalam panitia ini. Oleh sebab pada waktu itu di Sumatera Utara masih ada dua Perwakilan, jaitu: Perwakilan Djawatan Kebudajaan Sumatera Utara sementara di Medan seakan-akan mendjadi soal, apakah Djawatan Kebudajaan Sumatera Utara di Sibolga tidak melanggar daerah kerdjanja bila menempatkan panitia ini di Medan, Didalam keadaan mentjari djalan tengah agar tudjuan itu dapat dilaksanakan dengan menghindarkan soal jang tidak penting jang dapat menghalang- halanginja, maka tiba pulalah keputusan Kementerian P.P. dan K. jang menjatukan kedua Perwakilan tersebut dan menempatkannja di Medan. Berhubung dengan penjatuan itu usaha ini diundurkan kembali. Untuk melandjutkan usaha ini telah pula dipikirkan tentang kemungkinan untuk memperoleh gedungnja, guru-gurunja dan alatnja.
Melihat minat dan tenaga-tenaga jang ada di Medan dan disekitarnja, setidak-tidaknja Sumatera Utara sudah selajaknja mempunjai „Kursus Musik". Langkah kearah ini diharap dapat diselesaikan pada triwulan kedua dari tahun 1953.
R.R.I. Studio Medan memberikan kesempatan pada Perwakilan untuk mengadakan tjeramah 2 kali dalam sebulan, Keadaan ini telah berdjalan selama dua tahun. Tjeramah-tjeramah diberikan oleh pegawai dari Perwakilan Djawatan Kebudajaan. Agar siaran-siaran lebih effektif, siaran-siaran jang diadakan dibahagi atas 2 bahagia:
1. keterangan-keterangan tentang tugas, usaha-usahanja dan peraturanperaturan djawatan jang dilakukan oleh Perwakilan sendiri
2. tjeramah mengenai mata-mata budaja, dilakukan oleh pegawai Perwakilan dan djuga oleh seniman-seniman dan sastrawansastrawan.
Pembahagian ini didasarkan pada pendapat bahwa pemberian tjeramah mengenai mata-mata budaja djuga banjak sekali paedahnja bila diberikan oleh anggota- anggota perkumpulan, kesenian dan sastrawan sehingga dengan djalan ini dapat pula kerdjasama jang erat antara Perwakilan dan perkumpulan-perkumpulan. Lain dari pada itu pokokpokok pembitjaraan diuraikan oleh orang-orang jang sengadja mengusainja, sedang bila ini dilakukan oleh Perwakilan sadja belumlah dapat didjamin bahwa mutunja lebih baik dari pada jang diberikan oleh pribadi-pribadi jang se-mata-mata asik dalam satu- satu mata budaja. Dengan djalan demikian tjeramah tentang sastra diberikan olen orangorang dari kalangan sastrawan dan tjeramah mengenai seni suara, oleh orang-orang dari perkumpulan seni suara.
Didaerah perhatian pada kesenian bertambah merosot karena keasikan masjarakat dari sehari-kesehari dipengaruhi oleh kesenian jang diimport jang lepas dari susila dan djiwa Timur. Karena itu pula ditjoba mendjalankan suatu usaha untuk mempopulerkan kembali seni-suara dan tari daerah. Perkumpulan-perkumpulan jang tertentu dengan penabuh jang tertentu untuk ini tidak ada.
Fertundjukan seni suara dan tari hampir-hampir tak kelihatan dan kedengaran lagi, bilapun ada terbatas dalam bentuk jang mempunjai hubungan dengan adat dan diadakan sewaktu peralatan. Pengolahan sebagai kegemaran dan mengadakan latihan-latihan tersendiri untuk mempertinggi mutunja, baik tentang suara ataupun tarinja tidak ada kelihatan. Gerak-gerik jang ditudjukan pada irama dan suara pada seni daerah ini, bila dipandang dari djurusan seni, sukarlah didapat keindahannja. Tentu sadja orang lebih tertarik kepada rjanji-njanjian dan tari-tarian jang lebih berisikan keindahan gerak dan pemelihara, suara jang bermutu seni. Tetapi didalam keindahan jang dimasukkan ini banjak terselip anasir-anasir jang tidak baik untuk djiwa bangsa jang akan membawanja kesuatu taraf rasa jang mengelak dari apa jang disebutkan seni. Sebagai pertjobaan dengan Kepala Daerah Tapanuli Utara di Tarutung diadakan usaha untuk menarik perhatian penduduk kembali kepada seninja sendiri, kembali mengolahnja dan berusaha memberikan gaja baru jang sesuai dengan rasa seni sendiri. Dari Kementerian telah dipintakan wang sebanjak Rp. 10.000.- untuk pembeli alat-alat kesenian daerah ; penabuh dan penarinja adalah pegawai dari Kabupater. Dengan djalan serupa ini pengolah-pengolah amateur ini, tidak akan lekas berserak-serak dan nafkahnja tidak tergantung pada usaha kesenian ini. Pentjinta seni jang tidak menggantungkan hidupnja sesehari pada hasil seni itu, tetap hanja mengolahkan karena ketjintaan dan bakatnja, tentu akan lebih sanggup memberi gaja baru.
Kalau nanti terbukti bahwa usaha serupa ini banjak gunanja untuk perkembangan seni daerah, tentu akan ia dilandjutkan dikabupaten lain.
Perkumpulan-perkumpulan kesenian jang sampai sekarang telah terdaftar djumlahnja 168 buah, jaitu, di Sumatera Timur 69 buah, di Atjeh 65 buah dan di Tapanuli 34 buah.
Di Sumatera Timur perkumpulan jang banjaknja 65 buah itu terdiri dari 55 perkumpulan kesenian di Kota Besar Medan dan 10 perkumpulan pentjak diluar Kota Medan . Berhubung Perwakilan Djawatan Kebudajaan baru sadja ditempatkan di Medan , maka pendaftaran dikabupaten belum dapat dilaksanakan. Tjorak-tjorak perkumpulan itu ialah :
50 perkumpulan seni suara/tari/drama
1 perkumpulan seni lukis/pahat/foto
3 perkumpulan seni sastra
11 perkumpulan pentjak.
Jang pernah memperoleh bantuan dari Perwakilan jaitu :
1. JAJASAN BUDAJA, selama tahun 1952, Rp. 500.- sebulan.
2. A.S.R.I. untuk pamerannja pada bulan Djanuari 1953, Rp. 2000.- sekali gus.
3. Sandiwara Realis „DINAMO " untuk pertundjukannja „Awal dan Mira" dan „Lorong Belakang" Rp. 500.- sekali gus.
lagu-lagu langgam, krontjong, Melaju dll. Umumnja pemain-pemain dari perkumpulan ini memandang usahanja selain dari pada kesukaan djuga sebagai suatu tjabang mata pentjaharian. Perkumpulan Jajasan Budaja disamping mengadakan pertundjukan-pertundjukan konser mengadakan pertundjukan sandiwara seperti „Tjempaka Biru", tjeramah-tjeramah mengenai seni-tari, bekerdja-sama dengan Delische Kunstkring jakni perkumpulan kesenian orang-orang Belanda.
Pada achir-achir ini 2 kali diadakan pertundjukan sandiwara oleh „Panitia Pemuda Penggemar Sandiwara". Dengan adanja pertundjukan mereka seperti lakon-lakon klasik „Mekar Bunga Madjapahit" dan „Tjindur Mato" perhatian umum tertarik akan lakon-lakon lama itu jang penuh mengandung nilai- nilai kebudajaan jang tinggi.
Oleh sebab perkumpulan ini melakukan pertundjukan dengan berdasarkan ketjintaannja pada seni, maka soal materiil bagi mereka tidak mendjadi soal pokok. Pada mereka sekadar diberikan bantuan pengangkutan dan alat- alat sandiwara jang dapat diberikan atau dipindjamkan.
Satu-satunja perkumpulan seni lukis/pahat/patung/foto di Medan dan djuga di Sumatera Utara jang masih aktif ialah A.S.R.I. Anggota-anggotanja adalah pegawai-pegawai dan orang-orang jang mempunjai usaha sendiri, suatu sebab jang dapat mendjamin landjutnja usia perkumpulan ini. Sebuah perkumpulan jang bernama Gabungan Pelukis Indonesia tak menundjukkan activiteitnja lagi . Dari perkumpulan sastrawan, jang kelihatannja masih bernafas lagi, ialah „Badan Pertemuan Sastrawan" Medan. Usaha-usaha jang njata belum ada. Pada perkumpulan ini akan ditjarikan satu djalan jang memungkinkan anggota-anggotanja dapat bekerdja menundjukkan hasilnja. Satu perkumpulan sastrawan di Sumatera Utara jang mempunjai madjallah berisikan karangan-karangan, novellen, essay, puisi atau pendapat tentang sastra, jang kira-kira dapat memberikan pandangan tentang dunia sastra sungguh sangat diharapkan.
Di Atjeh djumlah perkumpulan jang tertjatat adalah 69 buah, jaitu: 55 perkumpulan seni suara/tari dan 14 perkumpulan pentjak.
Pada djumlah jang 55 ini telah termasuk perkumpulan seudati dan didcng. Seudati mempertundjukkan beberapa susunan gerak jang meminta kelintjahan untuk melakukannja dan diiringi pula oleh njanjian. Permainan didong dilakukan di Atjeh Tengah. Jang terbesar dari perkumpulan ini ialah „Lembaga Purbakala" jang didirikan mendjelang achir tahun 1952. Perkumpulan ini mementingkan penggerakan usaha agar pada segala sesuatu jang mengandung sedjarah kebesaran tanah air dan kepahlawanan diberikan penghargaan jang selajaknja. Sampai sekarang perkumpulan-perkumpulan ini belum ada memadjukan permohonannja untuk memperoleh bantuan, selain dari pada Lembaga Purbakala, jang telah memperoleh Rp. 32.000.- untuk memperbaiki makam dari Tgk. Tjhi' Ditiro dan Panglima Polem. Di Tapanuli djumlah perkumpulan seluruhnja 34 buah jaitu 26 perkumpulan seni tari/suara dan 8 perkumpulan pentjak.
Jang benar aktif adalah 11 perkumpulan seni suara/tari dan 3 perkumpulan pentjak.
Seni suara/tari daerah di Tapanuli umumnja agak berlainan kedudukannja di-tengah-tengah masjarakat. Oleh sebab seni tari /suara didaerah ini adalah suatu bahagian dari alat istiadat maka perkumpulan jang tertentu untuk melaksanakan seni tari/suara tidaklah ada. Penabuhnja dan bunji-bunjiannja ada terdapat di-tiap-tiap kampung, sedang pemainnja ialah orang-orang pengundjung peralatan.
Untuk mempeladjari tarinja dan menabuh bunji-bunjiannja, tidak begitu banjak diminta keahlian sehingga untuk keluar pada peralatanperalatan tidak diperlukan mengadakan latihan-latihan terlebih dahulu. Kalau tak diadakan usaha untuk memperindah suara bunji-bunjiannja, gerak-gerak penari dan pemeliharaan suara penjanji, untuk masa sekarang ini, bila seni daerah ini hendak turut dimasukkan kegolongan seni, sukarlah diterima oleh masjarakat sekitarnja. Usaha untuk melakukan ini mendapat halangan :
1. dari jang masih memakainja pada peralatan, karena mereka tidak dapat menjetudjui pengobahan gerak jang sudah ditetapkan dari semula,
2. dari mereka jang sama sekali tidak setudju lagi melakukannja menurut larangan agamanja.
Setelah sejak tahun 1950 diberikan penerangan beberapa perkumpulan diantaranja Sinondang jang didirikan semendjak tahun 1938 telah menundjukkan kegiatannja. Disamping mempeladjari tari-tarian menurut tjara lama, anggota-anggotanja mentjoba mengadakan perubahan-perubahan dalam gerak-gerik.
Sebagai pertjobaan pada perkumpulan „Sinondang" di Sipirok telah diberikan bantuan sebanjak Rp. 3000,- agar anggota-anggotanja dapat memperbaiki mutu seni tari/suara jang diasuhnja itu.
KESUSASTERAAN.
Pada mulanja Balai Bahasa adalah suatu bahagian dari Djawatan Kebudajaan Pusat. Kemudian dipetjah dua mendjadi Lembaga Bahasa dan Budaja dipimpin oleh Prof. Dr. Prijono sebagai suatu usaha dari Fakulteit Sastra dan Filsafah dan Bahagian Bahasa jang tetap mendjadi bahagian dari Djawatan Kebudajaan Pusat jang dipimpin oleh Sdr. Mangatas Nasution. Bahagian Bahasa ini mengambil lapangan jang mengenai budaja dan masjarakat, sedang Lembaga Bahasa ditugaskan untuk melaksanakan :
a. tata bahasa,
b. lexicografie,
c. penetapan dan penjiaran istilah,
d. penterdjemahan kitab -kitab untuk Perguruan Tinggi.
Kesukaran mentjari orang-orang jang tepat mendjabat pekerdjaan ini menghalangi dapatnja segera bekerdjanja seksi-seksi ini. Bahasa daerah seperti bahasa Batak jang mempunjai abdjad sendiri tentu banjak artinja bila dipelihara dan dipeladjari kembali, sehingga dapat memberikan bahan-bahan untuk memperkaja bahasa Indonesia dan mendjadi bahan peladjaran pada S.M.A. bahagian A. Keindahan sastranja djuga dapat mempengaruhi bahasa tjerdas umum kita. Membiarkan sadja bahasa-bahasa daerah ini hilang tentulah merugikan pertumbuhan bahasa Indonesia, jang menghimpun bahasa2 daerah dengan mengambil bahanbahan penting dari padanja, baik mengenai kata-kata maupun susunannja atau keindahannja.
Guna memulai usaha ini Perwakilan telah :
a. mengadakan pengumpulan buku-buku bahasa Batak, jaitu bukubuku batjaan untuk Sekolah Rakjat dan Sekolah Guru dan bukuouku tjeritera jang ditulis dengan huruf Batak dan Latin.
b. mengusahakan naskah-naskah mengenai adat Batak.
c. membuat terdjemahan mythen, sagen dan legenden dari bahasa Batak Toba dan Simelungun kebahasa Indonesia.
d. mengumpulkan sadjak- sadjak Simelungun dan keterangannja.
e. tiap-tiap tahun mengadakan sajembara prosa dan puisi dalam bahasa Indonesia untuk Sekolah Landjutan.
f. mengumpulkan karangan-karangan prosa dan puisi jang menang pada tiap-tiap sajembara.
g. memberikan bantuan setjara hadiah-hadiah dan tenaga pada Malam Deklamasi Hari Pahlawan/Pemuda 10 Nopember 1952.
h. mengusahakan adanja tjeramah-tjeramah radio tentang keindahan bahasa Indonesia, prosa, puisi dan riwajat pudjangga tanah air.
Sajembara prosa, puisi pada setiap achir tahun bersamaan dengan sajembara senilukis diadakan untuk Sekolah-sekolah Landjutan diseluruh Sumatera Utara. Dari kiriman jang diterima, bila dibandingkan hasii dari tahun 1950 sampai pada tahun 1952, njatalah kelihatan hasil dorongan jang diberikan oleh sajembara-sajembara ini untuk mengadjak peladjar-peladjar menumpahkan perhatiannja pada prosa dan puisi. Beratus-ratus puisi jang masuk pada tahun 1950 menundjukkan kekurang-pahaman tentang apa jang disebutkan puisi, bagaimana bentuknja, dimana keindahannja, bagaimana tjara mempuisikan sesuatu maksud d.l.l . Demikian pula prosa-prosa jang belum berisikan tjara-tjara untuk menuturkan jang terkandung dalam hati tentang pemilihan kata-kata untuk menarik pembatja kedjalan tjeritera jang dikehendaki. Hasil tahun 1952 sudah dapat menundjukkan mutu jang memberikan kepertjajaan pada kita, bahwa dari pengasikan pada prosa dan puisi dapat mentjapai hasil seperti jang diharapkan. Karangan-karangan jang diterima dalam tahun 1952 kurang banjak dari pada jang sudah-sudah, tetapi kelihatan karangan-karangan jang telah disaring itu isinja adalah lebih padat dari pada jang sudah-sudah dan dapat dengan djelas menundjukkan alirannja.
Setiap tahun karangan-karangan dari pemenang sajembara dikumpulkan mendjadi suatu madjallah dengan membubuh pendapat- pendapat
tentang hasil sajembara itu. Madjallah-madjallah ini disampaikan kesegala Sekolah Landjutan di Sumatera Utara. Sadjak-sadjak jang terindah
disiarkan dengan perantaraan radio. Dengan djalan demikian diharapkan
semangat berlomba jang sehat dikalangan peladjar-peladjar.
Dalam tahun 1952 djumlah prosa dan puisi jang masuk pada sajembara ketiga adalah untuk :
golongan S. M. P. | puisi 201 buah dan |
prosa 65 buah, | |
golongan S. M.A. | puisi 159 buah dan |
prosa 61 buah. |
Oleh sebab mutu prosa dan puisi jang diterima telah djauh lebih
tentang hasil sajembara itu. Madjallah-madjallah ini disampaikan kesemaka anggota panitia penilainja pun disusun begitu rupa, sehingga
pemeriksaan dan penilaian jang lebih teliti dapat dilaksanakan.
Maksud mengumpulkan kembali buku-buku bahasa daerah dengan menterdjemahkan tjeritera-tjeriteranja jang terbaik kebahasa Indonesia ialah agar buku-buku itu kembali dibatja disekolah-sekolah sebagai pengganti sagen, mythen dan legenden Barat. Demikian pula dengan menterdjemahkan sadjak - sadjak dari bahasa daerah dengan memberikan
keterangannja ialah agar peladjar kita dapat mengadjuk kedalam watak
dan susila bangsa kita jang tersimpul didalamnja.
Naskah mengenai adat Batak telah ada jang selesai, tetapi oleh
karena isinja perlu lagi diperiksa oleh kalangan jang lebih mengetahui
hingga dapat dipertanggung djawabkan, maka pentjetakannja masih
meminta waktu lagi .
Dalam malam deklamasi jang diadakan oleh Panitia Hari Pahlawan/
Pemuda pada bulan Nopember 1952, Perwakilan turut menghadiri pembatjaan sadjak-sadjak dan dengan menjertakan djuga pegawainja
dalam penilaian sadjak dan tjara mendeklamasikannja. Agar hubungan
antara para pengarang- pengarang dan deklamator dengan Perwakilan
bertambah erat, maka Perwakilan menjediakan piala-piala dan bukubuku untuk pemenang-pemenang. Pada malam deklamasi ini selain
dari pada peladjar-peladjar djuga turut pentjinta-pentjinta puisi jang
bukan peladjar lagi.
MAKAM PAHLAWAN DAN PUDJANGGA.
Bagaimana tentang makam Pahlawan dan Pudjangga kita ?
Oleh sebab pahlawan-pahlawan kita bagi pemerintah Belanda adalah
pengchianat, maka makam-makam itu tentu tidak mendapat pemeliharaan
732 jang selajaknja. Pemerintah Belanda dengan kitab-kitab sedjarahnja jang disuruhnja pakai di-sekolah-sekolah berusaha mendjauhkan rakjat dari para pahlawannja. Makam Si Singamangaradja XII di Tarutung ditempatkan dipekarangan tangsi Belanda dan dilarang dikundjungi oleh siapapun djuga. Demikian pula makam Sultan Iskandar Muda di Kutaradja ditjoba Belanda menghilangkannja dari hati rakjat dengan djalan mendirikan kantor diatasnja. Makam-makam dari pedjuang-pedjuang tahun 1928 di Atjeh Selatan terbudjur tersia-sia dipinggir djalan antara Tapaktuan dan Bakongan.
Perdjuangan kemerdekaan jang dipelopori oleh pahlawan-pahlawan ini dengan mengorbankan djiwanja dari saat kesaat sampai tertjapainja kemerdekaan telah mendjadi pendorong untuk menggerakkan djiwa kita terus berdjuang sampai belenggu pendjadjahan dapat diputuskan. Sudah sepantasnja pahlawan-pahlawan ini mendapat penghargaan dari bingsanja sendiri. Salah satu dari penghargaan ini ialah dengan memperbaiki dan memperindah makam itu hingga lajak bagi seseorang pahlawan. Dengan djalan ini pula perhatian generasi nanti tetap dapat dipusatkan terhadap pahlawan-pahlawan tanah air itu jang psychologis besar artinja dalam memperkokoh rasa kenasionalan.
Sedjak tahun 1950 telah diadakan rentjana dalam bentuk usul perbaikan beberapa makam pahlawan. Jang terdekat waktu itu pada kantor Perwakilan Djawatan Kebudajaan Sumatera Utara ialah makam Si Singamangaradja XII di Tarutung. Tidak ada orang jang membantah bahwa Si Singamangaradja XII adalah pahlawan tanah air. Bersamaan dengan maksud perbaikan makam pahlawan, pahlawan Si Singamangaradja itu perlu djuga dikumpulkan bahan-bahan keterangan tentang kepahlawanannja. Tetapi untuk keberesan pekerdjaan keterangan-keterangan tentang kepahlawanannja perlu dikumpulkan.
Dengan selesainja pekerdjaan ini disediakan ontwerp makam dengan usul biaja sebesar Rp 30.000,-.
Dengan bantuan Lembaga Purbakala di Kutaradja telah pula didapat keterangan-keterangan mengenai pahlawan Tgk. Tjhi' Ditiro dan T. Panglima Polem. Untuk makam-makam ini telah dinantikan biaja sebesar Rp 32.000,-. Semua pengeluaran jang diusulkan untuk ketiga makam ini telah disetudjui oleh Djawatan Kebudajaan Pusat. Hanja tinggal pelaksanaannja sadja lagi. Diharapkan agar pekerdjaan seluruhnja akan dapat diselesaikan pada bulan Mei 1953.
Pada bulan Pebruari 1953 tiba surat dari keluarga pahlawan Si Singamangaradja XII jang mengusulkan agar djenazah almarhum itu dipindahkan dari Tarutung ke Soposurung di Balige dan agar makamnja didirikan disana pada bulan Djuni bertepatan dengan hari meninggalnja.
Jang masih dalam penjelidikan dan penjelesaian tentang kepahlawan dan kepudjanggaannja ialah makam dari :
1. Sultan Iskandar Muda di Kutaradja. Oleh sebab makam ini berada dibawah suatu kluis kantor Pemerintah di Kutaradja, maka perlu diadakan terlebih dahulu pembitjaraan dengan Gubernur Sumatera
- Utara tentang gedung tersebut. Kemungkinan-kemungkinannja ialah :
a. Gedung itu dibongkar dan diatas makam diadakan bangunannja.
b. Gedung seluruhnja dipandang sebagai gedung bersedjarah dan pada bagian makamnja diadakan perbaikan-perbaikan.
2. Teuku Umar di Atjeh (pahlawan).
3. Teuku Angkasah di Atjeh (pahlawan).
4. Amir Hamzah di Sumatera Timur (pudjangga).
Usaha pertama mengenai pudjangga ini ialah mengumpulkan puisipuisinja dan memperoleh riwajat hidupnja. Sebagai diketahui pudjangga iri adalah satu-satunja pudjangga Indonesia jang dalam puisinja dan gajabahasanja mentjari kata-kata jang bernilai dan merebut hati. Dalam bukunja „Voltooid voorspel" Dr. Teeuw mengatakan: „Als ergens in de moderne Indonesische literatuur het oude tot nieuw leven gekomen is (maar dan ook werkelijk tot leven), dan is het wel in de poëzie van Amir Hamzah. De oude vormen, de oude taal zijn blijkbaar toch niet dood — ja, zij blijken zelfs van een verrassende rijkdom en veelzijdigheid".
5. Hamzah Fansuri, tempat makamnja mungkin didekat Barus, Tapanuli (pudjangga).
6. St. Kamidun, Tapanuli (pudjangga).
Jang memegang Bahagian Purbakala dizaman pemerintahan Belanda íalah Oudheidkundige Dienst. Dulunja dinas ini berdiri sendiri dan dalam pelaksanaannja didaerah-daerah langsung berhubungan dengan Pemerintah. Didaerah-daerah Dinas ini waktu itu tidak mempunjai tjabang. Semendjak tahun 1950 Pemerintah kita meletakkan Dinas ini sebagai bahagian dari Djawatan Kebudajaan Pusat jang oleh Djawatan diberi hak penuh untuk mengurus diri sendiri. Oleh sebab Djawatan Kebudajaan dipropinsi mempunjai Perwakilannja, maka Dinas Purbakala sebagai bahagian dari Djawatan Kebudajaan Pusat mengadakan hubungan dipropinsi dengan Perwakilan.
Pemeliharaan benda-benda dan bangunan purbakala adalah besar sekali artinja untuk sedjarah tanah air-kita. Benda-benda mati ini sepintas lalu seakan-akan tidak ada artinja. Tetapnja terpelihara benda purbakala ini dapat mentjeriterakan kembali tentang sedjarah tanah air kita dizaman dahulukala, dengan tulisan-tulisannja, patung-patungnja, bentuk bangunannja, dan lain-lain sebagainja.
Bangunan-bangunan purbakala di Sumatera Utara terutama didapat di Padanglawas (Tapanuli) jang disebut disana biara. Biara-biara ini letaknja diudik Sungai Barumun dan pada anak-anak Sungai Panai dan Barumun. Fiara-biara ini adalah bangunan-bangunan dari keradjaan Panai jang pada tahun 1024 tunduk pada Radja Rajendracoladewa, seorang radja dari India Selatan, jang kemudian tunduk pula pada Keradjaan Modjopahit. Sebelum orang Eropah datang, pada achir abad ke 16 Keradjaan Panai telah rubuh sama sekali. Djumlah biara-biara dan bekas-bekasnja jang ada di dekat Gunungtua ialah 20 buah; jaitu di :
- Gunungtua
- Sitopajan
- Haloban
- Rondaman
- Pulo (Bahal I )
- Bahal (Bahal II dan III)
- Sipamutung
- Djoreng
- Sangkilon
- Pordakdolok
- Pagaranbiri
- Batugana
- Padangbudjar
- Nagasaribu
- Mangaledang
- Sisoldop
- Haruaja
Biara-biara jang terbaik ialah Bahal I, II, III dan Sipamutung. Bahal I letaknja di puntjak sebuah bukit jang tingginja ± 500 m, sebelah barat laut dari Bahal II. Biara inilah jang terbagus dan jang terlebih menarik dari biara-biara jang masih ada di Padanglawas dan jang seimbang dengan stupa Maligai di Muara Takus (Sumatera Tengah). Menurut keterangan jang diperoleh diantara Gunungtua dan Portib, waktu mengtjangkul di kebun-kebun, selalu terdapat benda purbakala seperti talam d.l.l., jang mungkin kalau dilakukan pemeriksaan lebih jauh akan ditemui lagi benda-benda dan patung-patung purbakala.
Tiap-tiap biara mempunjai halaman jang diwatasi oleh dinding tembok jang sekarang seluruhnja sudah mengalami keruntuhan.
Semendjak pemerintah Djepang benda purbakala ini tiada diurus lagi. Pagar-pagarnja dan sebahagian dari patungnja telah beralih tempat dari biara ke kampung-kampung. Memang kegunaan biara-biara ini, jang bentuknja disana-sini hanja menjerupai tumpukan batu-batu sadja, tidak akan mudah dimengerti. Bila tidak diperhatikan dengan saksama biara-biara jang telah runtuh dengan batu-batu temboknja jang berserak sekelilingnja tidak kelihatan lagi karena telah ditumbuhi oleh belukar. Melihat keadaan ini dengan memperbandingkannja dengan jang dilakukan di Djawa maka, telah diusulkan pada Dinas Purbakala dengan perantaraan Djawatan Kebudajaan Pusat agar biara-biara ini dipelihara dan diperbaiki kembali. Untuk ini, Dinas Purbakala telah mengirimkan seorang opzichter bangunan purbakala guna memimpin pembersihan beberapa biara-biara di Padanglawas. Dari djumlah seluruhnja pada awal tahun 1952, telah selesai dibersihkan Bahal I, II dan III, Sipamutung dan Sitopajan. Sajang sekali usaha ini terbatas pada pembersihan sadja sedang bahagian-bahagian biara sudah bertambah banjak jang runtuh. Sungguh sangat diharapkan agar pada taraf pertama salah satu dari biara-biara ini dapat diperbaiki dan dibangun kembali seperti keadaan tjandi Prambanan di Djawa atau setidak-tidaknja memulihkan keadaannja seperti pada waktu pemerintahan Belanda jaitu dengan djalan memagar, membersihkan, memperbaiki biara-biara jang terpenting dan menjtari serta mengembalikan bahagian-bahagian atau patung-patung jang telah beralih tempat. Dari maksud-maksud ini, jang telah diperoleh persetudjuannja ialah melanajutkan pemeliharaan pembersihan dari biara-biara jang telah dibersihkan oleh Dinas Purbakala sendiri, jaitu Bahal I, II , III di Sipamutung. Sedjak bulan 1952 telah diterima tiap-tiap bulan Rp. 950.— untuk keperluan ini. Menurut hemat kami akan lebih besar effeknja apabila pemeliharaan dari biara-biara tersebut dilakukan oleh pekerdja-pekerdja tetap jang diangkat oleh Dinas Purbakala sebagai pegawai Pemerintah.
Guna melaksanakan pekerdjaan Perwakilan dalam usaha Purbakala telah dilakukan observasi ke-lain-lain tempat seperti ke Simangambat (Sipirok), Simangambat (Mandailing), Pidoli (Penjabungan), Sibuhuan, jang djuga mempunjai bekas bangunan purbakala. Di Pagaranbira dekat Sibuhuan masih ada kedapatan batu jang bertulis sedang di Sangkilon ditengah-tengah batu jang ber-serak-serak kelihatan pahatan bunga lotus. Pengaturan batu-batu ini kembali ketempatnja semula, mengganti bahagian-bahagian jang telah hilang atau mengerdjakan pekerdjaan restaurasi tentulah meminta tenaga-tenaga ahli purbakala.
Di Tapanuli Utara dan Simelungun ditemui sarcophaag-sarcophaag, jaitu tempat penjimpanan tulang belulang dari djenazah sesckuturunan, jang digali kembali setelah beberapa tahun lamanja dikuburkan. Terlebih-lebih dikabupaten Simelungun banjak sekali didapat patung-patung jang disebut Pangulubalang. Patung-patung ini adalah bertalian dengan kepertjajaan menjembah berhala.
MUSEUM.
Tentang Museum atau tempat penjimpanan benda purbakala sebenarnja di Sumatera Utara belum ada lagi.
Tempat penjimpanan benda purbakala didapat di:
1. Kutaradja
2. Pematang Siantar
3. Sipoholon dan
4. Sibolga
Jang di Kutaradja selama ini disebut Atjeh Museum dan pemeliharaannja dilakukan oleh Kotapradja.
Menurut keterangan jang diperoleh, selama agressi kedua banjak barang-barang jang hilang dari museum tersebut. Sekarang barangbarang dalam museum ini sedang dikumpulkan kembali.
Bagaimana tentang Museum Simelungun?
Sampai pada waktu ini Gedung Artja Simelungun, disebutkan lagi sebagai „Lopou" Kaju-kaju (halang) tempat tiang-tiang berdiri penuh dengan lobang-lobang karena dimakan oleh bubuk. Tiap-tiap lobang ini garis menengahnja kira-kira 5 cm. Jang tidak dimakan bubuk bahagian kaju-kajunja adalah pintu dan birainja.
Lukisan dengan tjat jang diperbuat dari tanah liat, tanah merah, ditjampur dengan air bunga-bungaan lazim disebutkan „purbadjclma", dipakai mendjadi lemnja, tapi sekarang sudah mulai malis atau hilang.
Pada waktu konperensi dinas Djawatan Kebudajaan tanggal 1 Desember 1952 jang baru lalu, hal gedong artja ini telah dibitjarakan, karena mengetjewakan dan perlu diganti dibuat rumah bolonnja, berhubung karena barang-barang masih banjak disimpan dalam lemari-lemari. Kalau nanti biaja mengizinkan untuk mendirikan rumah bolon dan mengganti lopou jang sekarang hendaknja dipilih kaju-kaju jang tidak disukai oleh bubuk, agar gedong jang dimaksud tahan lama. Dalam gedong tersebut kedapatan 5 buah lemari tempat barang-barang, berpintu dari katja, supaja kain-kain jang didalamnja dapat dilihat dari luar. Kuntjinja tiada baik lagi. Diantara kuntji-kuntjinja ada jang hilang, sewaktu pendudukan Djepang. Ada sebuah lemari tempat topeng, tiga lemari penjimpanan barang-barang dan diatasnja didudukkan lemari katja. Diantara katja (dinding) sebelah samping ada jang petjah dan kuntjinja tidak lengkap lagi.
Barang-barang jang ada dalam Museum Simelungun ada jang djadi hak milik, ada pindjaman, dan banjak pula barang-barang tawanan rakjat, jang kelak dikembalikan kepada orang-orang jang empunja kalau mereka datang memintanja.
Diantara barang-barang Museum Simelungun ada jang rusak misalnja lontjeng jang telah petjah. Ini perlu diganti karena lontjeng tersebut digantungkan pada rotan bulat pegangan naik ke Museum Simelungun. Dengan djalan demikian apabila lontjeng tersebut berbunji, maka pendjaga Museum tahu, bahwa ada tamu.
Tempat nira dari bambu telah rusak dimakan bubuk. Banjak lagi barang-barang lain jang rusak jang perlu diganti oleh orang jang pandai membuatnja. Untuk memperbaiki barang-barang jang rusak perlu diangkat seorang tukang djadi pegawai Museum, jang djuga dapat membuat barang jang belum ada ditempat itu.
Selain dari pada itu guna pendjagaan pada kaju, artinja barang-barang jang diperbuat dari kaju supaja djangan dimakan oleh bubuk sedikit sekali perusak, perlu digosok dengan cylamon paling sebulan. Untuk bambu-bambupun serupa halnja, cylamonlah anti bubuk tadi. Barang-barang besi misalnja meriam, senapan, pedang, pisau, parang, perlu digosok dengan vaseline paling sedikit sekali sebulan, mendjaga supaja besi-besi itu djangan berkarat. Untuk barang-barang kaju, bambu, kulit, supaja tetap berkilat hendaknja digosok dengan boenwas jang dilakukan dengan kain lap jang terbuat dari wol atau kain jang halus. Untuk kain perlu disediakan beberapa kilogram paradichloorbenzol anti lipas dan lain-lain, dimasukkan dalam sebuah mangkuk dan ditaruh dalam lemari barang.
Menurut pengalaman, perlu pula barang-barang jang diperbuat dari bambu dan kaju dimasukkan dalam sebuah peti semen jang berisi benda tjair jang mengandung stikstof, maksudnja supaja stikstof tadi memasuki benda-benda jang disimpan dalam peti tadi melalui lobanglobang benda-benda tadi (poriën). Dengan djalan demikian, barang-barang Museum dapat tahan lama, berpuluh atau beratus tahun. Lamanja disimpan dalam peti kira- kira 1 atau 2 minggu, Bahan-bahan jang tersebut diatas belum ada.
Pekerdjaan se-hari-hari bagi pendjaga Museum Simelungun adalah menerangkan hal ichwal barang-barang Museum jang dipertundjukkan kepada tamu-tamu. Bila tamu tidak ada, barang-barang itu digosok, mendjaga supaja djangan lapuk.
Tamu-tamu jang masuk dalam tahun 1952 sampai bulan Nopember 1952 kira-kira 3200 orang, diantaranja bangsa Tionghoa, bangsa Eropah, selainnja adalah bangsa Indonesia sendiri. Diantara bangsa Indonesia jang masuk, kebanjakan anak-anak sekolah, baru orang-orang dewasa.
Taksiran wang masuk sampai bulan Nopember 1952 kira-kira Rp. 314,50 sadja, dan wang keluar untuk lampu dan air sampai bulan Nopember 1952 kira-kira Rp. 304,_. Dari sini njata keuntungan tidak ada, malahan sebaliknja. Tetapi walaupun demikian, makin banjak para pengunjung gedung ini makin bertambah pula kegembiraan Bahagian Purbakala dari Perwakilan Djawatan Kebudajaan Sumatera Utara.
Tentang menjalin pustaka-pustaka dapat dikatakan, bahwa penterdjemahannja hampir selesai, demikian djuga penterdjemahan surat-surat buluh dengan bantuan beberapa Kamus Angkola, Simelungun dan kamus jang diperbuat oleh van der Tuuk pada tahun 1861.
Terdjemahan itu telah dikirimkan kekantor Perwakilan Djawatan Kebudajaan Medan.
Disamping Museum Simelungun ada djuga tempat penjimpanan berda-benda purbakala jang lain. Antaranja Museum Sipoholon kepunjaan H.K.B.P. sebagai tempat penjimpanan benda-benda jang berasal dari daerah Batak. Melihat dari barang- barang jang ada sekarang pada museum tersebut dapat dikatakan bahwa barang-barang itu bertambah kurang. Orang-orang jang sengadja mengurus museum ini tidak ada. Barang-barangnja adalah dibawah penilikan Direktur Sekolah Theologie H.K.B.P. Sipoholon.
Kemudian ada pula tempat penjimpanan benda purbakala di Sibolga. Benda-benda purbakala itu jang dikumpulkan atas usaha Perwakilan ditempatkan dikantor Djawatan Kebudajaan/Kesenian Sibolga. Pengumpulan-pengumpulan ini adalah sebagai persiapan untuk mengadakan koleksi dari benda-benda purbakala jang didapat di Tapanuli. Sampai sekarang jang dapat dikumpulkan ialah:
a. beberapa pakaian dan benda-benda adat dari Tapanuli Utara dan Selatan.
b. pustaka-pustaka dan bambu bertulis.
c. rupa-rupa sendjata-sendjata
d. rupa-rupa topeng
e. benda-benda jang berhubungan dengan kepertjajaan purba jang dianggap pada waktu itu mempunjai tenaga tersembunji.
Berhubung dengan keadaan Museum Simelungun sekarang dikandung maksud mengadakan perembukan dengan instansi jang berkepentingan di Sumatera Utara guna membitjarakan nasib Museum ini. Gedungnja jang sudah rusak dan terlampau ketjil itu supaja diperbaiki dan diperbesar. Djalan lain jang djuga dapat ditempuh ialah meminta pada Dinas Purbakala agar untuk ini dikeluarkan biaja. Melihat keadaan Sumatera Utara dengan daerah-daerah kebudajaannja, sudah pada tempatnja bila dipropinsi ini ada suatu museum jang berisikan benda-benda purbakala dari daerah budaja Batak, Atjeh dan Melaju. Bila segala rupa benda dari lingkungan budaja dikumpulkan disuatu museum umpamanja di Medan, banjak sekali paedahnja untuk peladjar-peladjar, mahasiswa-mahasiswa dan umum sebagai bahan peladjaran untuk memperdalam rasa kebangsaan, untuk mengkonstatir kemadjuan bangsa dan agar orang-orang dari luar Indonesia dapat mempersaksikan bagaimana Indonesia dulu dan sekarang.
Agar untuk kemudian hari pertautan sedjarah dari zaman Djepang melalui saat Proklamasi Kemerdekaan sampai pada masa timbang-terima dengan Belanda dapat terkumpul riwajatnja, maka telah dimulai mengusahakan pentjatatan kedjadian-kedjadian penting jang berhubungan dengan pengolahan perdjuangan -perdjuangan kemerdekaan dalam djarak masa tersebut. Keterangan ini nanti setelah kebenarannja dapat terdjamin akan dikumpulkan mendjadi suatu buku, jang dapat dipergunakan untuk memberikan bahan dalam penentuan sedjarah Indonesia seluruhnja.
Demikianlah usaha-usaha jang telah dilaksanakan dipropinsi Sumatera Utara, jang mudah-mudahan di-tahun-tahun jang akan datang dapat berdjalan lebih lantjar.
————
B. PENDIDIKAN DAN PENGADJARAN.
Kalau bab ini kita mulai dengan pengertian, bahwa pendidikan dan pengadjaran ialah alat-alat jang terutama untuk mentjerdaskan dan memadjukan rakjat, disamping itu sebagai alat atjuan pembentuk djiwa manusia kedjurusan jang dikehendaki oleh Pemerintah jang berkuasa, maka tidak akan kita dapati gambaran jang sewadjarnja dari sedjarah perkembangan pendidikan dan rengadjaran di Sumatera Utara ini chususnja, kalau dimulai harja dari sesudah Indonesia Merdeka. Djustru perkembangan pendidikan dan pengadjaran sesudah Indonesia Merdeka ini tidak sunji dari pengaruh-pengaruh jang diwariskan oleh perkembangan jang mendahuluinja dizaman sebelum Indonesia Merdeka.
Lebih memadai dari sekadar mengutarakan pesatnja perkembangan pendidikan dan pengadjaran di Sumatera Utara ini sesudah Indonesia Merdeka, ialah dengan menindjau lagi pengaruh-pengaruh jang dikandung sedjarah, jang membuka djalan sebenarnja bagi adanja kepesatan perkembangan jang datang kemudian itu.
Kita memang sudah selajaknja merasa bangga, bahwa sesudah Indonesia Merdeka, Medan sebagai ibukota propinsi dapat pula mendjadi kota perguruan tinggi disamping Djakarta sebagai ibukota Negara. Akan tetapi kebangsaan ini tentunja lebih-lebih dirasakan dalam perbandingan bahwa jang demikian itu tadinja dizaman kolonial adalah suatu hal jang tiada terpikirkan, kalaupun tidak dapat dikatakan mustahil sama-sekali.
Pemerintah-pemerintah sebelum Indonesia Merdeka jang bertukar berganti dengan masing-masing pandangan politik, jang antara satu sama lain sangat ber-beda-beda, telah mengakibatkan pula, bahwa perkembangan pendidikan dan pengadjaran didaerah propinsi ini chususnja mengalami peralihan-peralihan, jang tak dapat dipandang ketjil artinja sebagai pendahuluan perkembangan pendidikan dan pengadjaran sesudah Indonesia Merdeka.
Dengan demikian, dalam uraian ini kita harus memulai tindjauan lebih djauh kebelakang, jaitu kezaman kolonial Hindia-Belanda.
DIZAMAN HINDIA-BELANDA.
Bermula untuk memutar roda peralatan tatausahanja jang lambat laun tak dapat diisinja semuanja dengan tenaga-tenaga bangsanja sendiri, maka pemerintah kolonial Hindia-Belanda dahulu terpaksa memerlukan tenaga-tenaga dari bangsa kita sendiri jang terdidik Akan tetapi untuk keperluan tersebut, tenaga-tenaga kita jang disebutkan „inlanders" itu
sudah dipadakan, bila sudah tahu sekadar membatja, menulis dan berhitung sadja.
Mereka jang terdidik „minimaal" itu dipekerdjakan dilapisan terendah selaku djurutulis atau krani pada kantor-kantor Gubernemen (Pemerintah) dan kantor-kantor perusahaan partikelir kaum modal asing.
Selebih dari jang diperlukan sebagai djurutulis atau krani itu, dilepaslah mereka , jang dengan pengetahuannja membatja, menulis dan berhitung itu, dapat memahami seperlunja surat-surat pemberitahuan atau pengumuman jang dikeluarkan oleh pihak berkuasa, demikian pula mengenai surat-surat padjak. Dan mereka tahu pula mentjatat dan menghitung banjaknja labarugi, bila mereka berdjualan dipinggir djalan, membuka kedai nasi atau warung kopi.
Itulah tiada lebih asal-mula maksud dan tudjuan pemerintah kolonial Hindia-Belanda dahulu mendirikan sekolah-sekolah ditanah-air kita ini, chususnja di Sumatera Utara, jang dimulainja dengan mendirikan sekolahsekolah berderadjat pengetahuan jang minimaal itu, jaitu dikota-kota besar (ibukota residentie), ber-angsur-angsur kemudian di- ibukotaibukota afdeeling, seterusnja di-tempat-tempat kedudukan controleur (onderafdeeling) dan di-tempat-tempat jang lebih rendah kedudukannja.
Pertama-tama kali sekolah itu dibuka di Sumatera Utara ini ialah di Tapanuli.
Sekolah itu dinamai „Sekolah Kelas II" (Inlandsche School 2e klasse) dengan 3 buah kelas. Beberapa tahun kemudian didjadikan 4 buah kelas. Kemudian lagi 5 buah kelas, hingga sesudah tahun 1902 semua Sekolah Kelas II itu mempunjai 5 buah kelas. Peladjarannja ditambahi dan mutunja diperbaiki sesuai menurut kepentingan pihak berkuasa dan masjarakat.
Untuk guru-guru Sekolah kelas II, jang kemudian dibuka lebih banjak itu, didirikanlah sebuah Sekolah Guru (Kweekschool di Padangsidempuan (Tapanuli Selatan). Guru-guru tamatan sekolah ini juga disebarkan ke-daerah-daerah Sumatera Timur dan Atjeh. Merekalah sebenarnja jang mendjadi pelopor, perintis djalan jang mulai menguakkan kegelapan dilapangan pendidikan dan pengadjaran di Sumatera Utara ini.
Suatu panitya jang dinamai „Inlandsche Schoolcommissie" dibentuk pula berikutnja, jaitu untuk mendjaga agar peraturan-peraturan jang ditetapkan untuk keselamatan dan kebaikan sekolah serta pengadjaran didjalankan dan diturut oleh guru-guru dengan se-baik-baiknja.
Oleh sebab guru-guru jang terdidik lambat-laun tiada lagi mentjukupi, jaitu tiada sebanding dengan perkembangan djumlah murid jang terus djua ber-tambah-tambah, maka diangkatlah berikutnja guru-guru jang beridjazah guru-bantu.
Didaerah Tapanuli mulai dari kelas 1 sampai dikelas 3 dipakai bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, sedang dikelas 4 dan 5 dipakai bahasa Melaju (Indonesia).
Lain halnja didaerah Sumatera Timur dan Atjeh. Meskipun dikedua daerah ini ada bahasa -bahasa daerah Simelungun, Karo, Atjeh dan Gajo, namun karena dalam bahasa-bahasa daerah itu tiada diterbitkan buku-buku peladjaran, maka bahasa Melaju-lah jang dipakai sebagai bahasa pengantar. Tambahan pula guru-guru jang didatangkan dari luar daerah hanja pandai mengadjar dalam bahasa Melaju sadja.
Berhubung dengan maksud dan tudjuan pihak berkuasa diwaktu itu mendirikan sekolah-sekolah itu terutama untuk keperluan dan kepentingannja, maka kepada murid-murid tiada dikenakan pemungutan uang sekolah. Buku-buku dan alat-alat peladjaran diberikan dengan tjuma-tjuma.
Baru setelah rakjat mengerti dan sedar akan paedah sekolah, uang sekolah dipungut, ketjuali dari murid-murid, jang orang tuanja tiada mampu atau masuk golongan orang miskin.
Selain dari Sekolah Kelas II, ada lagi jang dinamai „Sekolah Desa" (Volksschool) dengan sedjarah pertumbuhannja jang tersendiri pula Pada tahun 1909, oleh Uleebalang Meuraksa Teuku Teungoh, didirikan ditempat kediamannja di Uleelheue sebuah sekolah jang dimaksud pada mulanja untuk pertjobaan. Uleelheue waktu itu tiada mempunjai sekolah, sedang anak-anak jang hendak bersekolah harus pergi ke Kutaradja dengan kereta api atau berdjalan kaki 4 km djauhnja.
Adapun sekolah jang didirikannja itu, mulai dari medja dan bangku sampai gurunja dibiajai oleh Teuku Teungoh sendiri.
Sesudah pihak berkuasa melihat hasil pengadjaran sekolah tersebut, maka pada tahun 1910 Gubernur Sipil dan Militer Atjeh H.N.A. Swart memerintahkan mendirikan sekolah-sekolah desa di-tempat-tempat kedudukan ulecbalang-uleebalang atau zelfbestuurders di Atjeh.
Berhubung dengan daerah Atjeh belum aman dan sebentar-bentar rakjat mengadakan perlawanan-perlawanan jang hebat, maka mernurut hemat djenderal Belanda itu, perlu sekali adanja sekolah desa itu untuk menghilangkan kebodohan dan fanatisme pada agama.
Tiap-tiap kali ia mengadakan inspeksi, ia menerima uleebalanguleebalang di-rumah-rumah sekolah itu. Diperhatikannja kebersihan murid-murid, didengarkannja murid-murid membatja. Kadang-kadang ditjobanja kepandaian murid-murid berhitung.
Kepada uleebalang-uleebalang diperintahkannja, supaja sekolahsekolah itu dipelihara dan didjaga dengan se-baik-baiknja.
Lepas dari hubungan-hubungan lain, maka dengan tindakannja itu adalah djenderal Swart tersebut mendjadi „bapa" sekolah desa ditanah Atjeh.
Sementara itu didaerah Sumatera Timurpun digiatkan pula oleh pihak berkuasa pendirian sekolah-sekolah desa itu, jaitu berkelas 3 buah, jang disebut pula „Sekolah Landschap".
Murid-murid Sekolah Desa jang telah tamat peladjarannja dikelas 3 dapat diterima masuk dikelas 4 Sekolah Kelas II.
Berhubung dengan banjaknja Sekolah Desa dan djauh-djauh pula tempatnja, maka dalam lingkungan beberapa buah Sekolah Desa didirikanlah „Sekolah Sambungan" „Vervolgschool" dengan 2 buah kelas, setaraf dengan kelas 4 dan 5 pada Sekolah Kelas II.
Pada tahun 1926 oleh gubernemen Hindia Belanda dimulai pemisahan Sekolah Kelas II mendjadi dua buah sekolah. Dari kelas 1 sampai kelas 3 dinamai Sekolah Desa (Volksschool) dan kelas 4 dengan kelas 5 didjadikan Sekolah Sambungan (Vervolgschool). Pada tahun 1934 semua Sekolah Kelas II sudah terpetjah mendjadi Sekolah Desa dan Sekolah Sambungan.
Disamping Sekolah Desa jang biasa, banjak pula jang didirikan chusus untuk murid-murid anak gadis sadja, jaitu dinamai Meisjesvolksschool (Sekolah Desa untuk anak-anak gadis). Di-sekolah-sekolah ini diadjarkan djuga peladjaran pekerdjaan tangan djahit-mendjahit.
Untuk sambungannja didirikan pula Meisjesvervolgschool atau Kopschool (Sekolah sambungan untuk anak-anak gadis), jaitu hanja dikota-kota jang agak besar.
Tapanuli dan Atjeh masing-masing mempunjainja 7 buah, sedang Sumatera Timur 6 buah.
Didaerah-daerah dan tempat-tempat jang penduduknja bergiat dilapangan pertanian dan bertjotjoktanam, maka diantara Sekolah-sekolah Sambungan jang sudah ada itu, ada jang ditambahi sekelas lagi, jaitu kelas 6 atau kelas-pertanian (landbouwklas), jang mengadjarkan hal-hal bertjotjoktanam.
Sumatera Timur mempunjainja 5 buah, masing-masing di Pantjurbatu, Bindjai, Kabandjahe, Tiganderket dan Pematangsiantar.
Atjeh 2 buah di Blangdjruen dan Takengon.
Tapanuli 3 buah: di Padangsidempuan, Siborong-borong dan Sidikalang.
Demikianlah, kesedaran rakjat untuk mentjapai kemadjuan dengan beladjar dan menjekolahkan anaknja itu njata tjukup banjak, sebab di-mana-mana kesempatan untuk itu ada, maka segeralah pula dipergunakan.
Berikutnja bukan sadja lagi gubernemen Hindia-Belanda jang mengusahakan pendidikan dan pengadjaran bagi rakjat itu, akan tetapipun disamping itu tidak kurang pula terdapat usaha-usaha dari golongangolongan partikelir.
Di Tapanuli Utara giat pula kaum agama Nasrani mendirikan sekolah-sekolah, jang berdasarkan agama, jaitu dibawah pendjagaan, perlindungan dan pengawasan „Rijnsche Zending Genootschap".
Untuk guru-guru buat sekolah-sekolah itu didirikan pula sekolahsekolah guru di Sipoholon dan Narumonda.
Diperkebunan-perkebuna di Sumatera Timur, sekolah-sekolah desa didirikan oleh perkebunan-perkebunan itu sendiri untuk anak-anak buruhnja, jang dianggap sebagai suatu pertolongan sosial, sebab buruh jang beribu-ribu itu tinggalnja terasing dan djauh-djauh dari kota dan tempat-tempat jang mempunjai rumah sekolah gubernemen. Sebahagian besar pula dari sekolah - sekolah perkebunan itu mendapat bantuan subsidi dari gubernemen.
Karena buruh-buruh berasal dari Djawa, maka sebagai bahasa pengantar di-sekolah-sekolah perkebunan itu dipakai bahasa Djawa. Buku-buku peladjaranpun semuanja dalam bahasa Djawa. Hanja dibeberapa buah diantara sekolah-sekolah itu, jang ada kelas 4-nja, maka dikelas ini diadjarkan bahasa Indonesia.
Guru-gurunja semuanja didatangkan dari Djawa. Sampai pada masanja pemerintah Hindia-Belanda membutuhkan tenaga-tenaga jang lebih tjerdas, jang dapat mendjalankan pekerȧjaanpekerdjaan jang memerlukan bahasa Belanda serta dapat pula menggantikan tenaga-tenaga bangsa Belanda seperti dalam djabatan klerk dan lain-lain, maka barulah dibuka sekolah jang mengadjarkan bahasa Belanda atau dengan sekaligus memakai bahasa Belanda itu sebagai bahasa pengantar. Sekolah ini pada mulanja diuntukkan chusus bagi anak-anak dari lingkungan jang terpandang sadja, terutama dari sudut kepegawaian Negeri atau orang-orang tuanja mampu benar.
Karena sjarat jang demikian itu, hanja sedikitlah anak-anak jang dapat turut pada sekolah-sekolah jang berbahasa Belanda itu.
Di Sumatera Timur sekolah-sekolah seperti itu dinamai pada mulanja menurut nama wilajah tempat sekolah itu, seperti „Delische School", „Asahansche School".
Kebanjakan jang beladjar di-sekolah-sekolah tersebut ialah anakanak bangsawan dan hartawan sadja.
Akan tetapi, seperti sudah dikatakna dimana rakjat sudah menginsafi apa arti dan faedah sekolah, maka disitu hasrat beladjar dan mempeladjarkan anak itu terdapat dengan tiada mengenal surut lagi, melainkan memerlukan saluran jang lebih sempurna.
Demikian pulalah halnja dengan sekolah-sekolah jang berbahasa Belanda, jang dimulai chusus untuk anak-anak orang jang terpandang itu, kesudahannja harus djuga membuka pintunja bagi anak-anak dari kalangan jang lebih luas.
Dari „Delische School" dan lain-lainnja itu didjadikanlah sekolahsekolah umum jang dinamai „Hollandsch-Inlandsche School" (H.I.S.). Sekolah-sekolah ini di Sumatera Timur didapati di Medan, Tandjungpura, Bindjai, Pematangsiantar, Tebingtinggi, Perbaungan dan Tandjungbalai. Di Atjeh ada 6 buah, jaitu di Kutaradja, Sigli, Lho'Seumawe, Langsa, Meulaboh dan Tapaktuan.
Di Tapanuli didapati di Sibolga, Balige, Padangsidempuan, Hutanopan dan Doloksanggul.
Namun sjarat-sjarat untuk diterima beladjar dan mengikuti peladjaran pada H.I.S.-H.I.S. itu tidaklah tjukup dilonggarkan. Padahal sekolah jang berbahasa Belanda inilah diwaktu itu jang mendjadi djendjang pertama dan terutama bagi anak-anak jang diharapkan dapat meneruskan peladjarannja kesekolah menengah dan selandjutnja kesekolah tinggi. Sjarat-sjarat jang diatur sengadjalah djua terasa membatasi djalan kemadjuan dan ketjerdasan bangsa kita.
Disinilah pula timbulnja suatu panggilan kesedaran kebangsaan jang dirasakan semakin deras dikalangan para pemimpin kita dilapangan pendidikan dan pengadjaran bagi rakjat.
Organisasi-organisasi rakjat lantas bergerak, berusaha memperluas pendidikan dan pengadjaran jang di-batas-batasi oleh pihak berkuasa itu. Diantaranja tumbuhlah perguruan-perguruan „Taman Siswa" dan „Muhammadijah”, tersebar dari pusatnja di Djawa.
Bukan sadja pintu sekolah dibukakan bagi anak-anak dari kalangan rakjat jang lebih luas, akan tetapipun djiwa pengadjaran jang diberikan adalah ditudjukan kepada membangun semangat kenal-diri sebagai bangsa jang achirnja bisa berdiri sendiri dengan pertolongan sendiri.
Dalam hal ini perguruan Taman Siswa telah menabur bakti-djasanja, sedang perguruan Muhammadijah menjematkan pula dalam rentjana pengadjarannja peladjaran-peladjaran keagamaan.
Kegiatan-kegiatan perguruan partikelir ini terdapat pula dalam lingkungan jang lebih terbatas (lokal), seperti Josua-Instituut, Instituut voor Neutraal Onderwijs (Ivoorno), Schoolvereniging Bumi Putra dan Taman Pendidikan Islam, semuanja berpusat di Medan.
Sekolah-sekolah inilah jang mendjadi saluran penampung murid-murid, baik jang berhasrat mendapat peladjaran jang setaraf dengan jang diberikan di H.I.S.-H.I.S. gubernemen, maupun jang dikeluarkan dari H.I.S.-H.I.S. gubernemen karena kurang madju dalam peladjaran atau karena sebab jang lain-lain.
Sekolah-sekolah partikelir itu pulalah jang boleh diumpamakan sebagai bengkel tempat memperbaiki, menjepuh dan mengasah kembali otak anak-anak jang dikeluarkan dari sekolah-sekolah gubernemen itu, sehingga achirnja dapat djua berhasil dengan peladjarannja. Ada sebahagian, jang dapat meneruskan peladjarannja, selainnja mendjadi anggota masjarakat jang berguna, se-tidak-tidaknja sudah dibekali persediaan seperlunja.
Di Tapanuli organisasi -organisasi agama Nasrani giat dilapangan pendirian sekolah-sekolah jang sederadjat dengan H.I.S.-gubernemen jang berbahasa Belanda itu. Misalnja Rijnsche Zending mendirikan H.I.S.-nja di Sigompulan (Tarutung) dan Narumonda (Porsea), kedua-duanja mendapat bantuan subsidi dari gubernemen.
Bagaimana pintjangnja pendidikan dan pengadjaran dizaman kolonial Hindia-Belanda dahulu tjukup pula terlihat pada kesempatan untuk melandjutkan peladjaran dari sekolah rendah H.I.S. kesekolah landjutan pertama — Mulo, jang hanja ada sebuah di Medan, sungguhpun kota ini pernah mendjadi ibukota satu Gouvernement Sumatra ! Dalam hal inipun usaha-usaha partikelir tidak dapat tinggal diam . Disamping Mulogubernemen jang sebuah itupun didirikan pula Mulo-Mulo partikelir, seperti Mulo Taman Siswa, Mulo Josua dan Mulo Ivoorno.
Lebih dari Mulo, maka murid-murid jang berhasrat meneruskan peladjaran lebih landjut, haruslah berangkat meninggalkan Sumatera, beladjar di A.M.S. jang hanja terdapat dipulau Djawa. Suatu kesempatan jang tidak dapat dikatakan murah harganja.
Ada di Medan sebuah H.B.S. jang sederadjat dengan A.M.S. Akan tetapi ini hanja teruntuk bagi peladjar-peladjar bangsa Belanda sadja. Tipis sekali kemungkinan untuk memasukinja bagi peladjar-peladjar bangsa Indonesia. Sebagai pusat suatu didaerah jang terbanjak didiami oleh bangsa Belanda di Sumatera Utara ini, maka H.B.S. itu diadakan di Medan bagi anak-anak tamatan E.L.S. (Eerste Lagere School, sekolah rendah untuk anak-anak Belanda) jang hendak melandjutkan peladjarannja kepengadjaran menengah.
Demikianlah keadaan pendidikan dan pengadjaran umum di Sumatera Utara selama pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Adapun pengadjaran vak (kedjuruan) bagi rakjat dizaman itu hanjalah terdapat pada sekolah-sekolah pertukangan rendah (Ambachtsscholen), bahagian kaju dan bahagian besi. Djumlah sekolah-sekolah inipun tidak banjak, malah terbatas sekali, djika dibandingkan dengan djumlah sekolah-sekolah rendah pengadjaran umum.
DIZAMAN DJEPANG.
Dalam bulan Maret 1942 dengan mendaratnja pasukan-pasukan Djepang ditanah-air kita, maka hapuslah kekuasaan gubernemen Hindia Belanda dalam segala-galanja, tidak terketjuali dilapangan pendidikan dan pengadjaran.
Dengan perintah Kepala Pemerintahan Balatentera Djepang semua sekolah-sekolah Belanda dan sekolah-sekolah jang memakai bahasa Belanda ditutup, sehingga sekolah-sekolah H.I.S., djuga kepunjaan partikelir turut kena palang pintu. Segera sadja terasa kedjamnja tindakan ini dari sudut kepentingan pendidikan dan pengadjaran, oleh sebab pengadjaran anak-anak kitapun lalu terhalanglah oleh ketiadaan tempat beladjar.
Lebih kurang 3-4 bulan lamanja murid- murid H.I.S. terpaksa tiada bersekolah.
Setelah didjelaskan, bahwa peladjaran bahasa Belanda dan bukubuku bahasa Belanda tiada akan diadjarkan dan tiada akan dipakai lagi, barulah sekolah-sekolah itu diizinkan kembali dibuka.
Berhubung dengan kata-kata bahasa Belanda tiada dibolehkan lagi dipakai, maka nama-nama perguruan jang bertentangan dengan ketentuan itupun harus diganti. Demikianlah Josua-Instituut mendjadi Perguruan Josua dan Ivoorno mendjadi Kesatria.
Buku-buku bahasa Belanda disuruh kumpulkan, diantaranja banjak jang disuruh bakar mendjadi umpan api dengan begitu sadja. Jang amat menjedihkan ialah buku -buku penuntun, kamus, peta dinding, atlas-atlas dan perpustakaan turut mendjadi korban.
Inilah suatu kerugian besar jang menimpa lapangan pendidikan dan pengadjaran.
Rumah-rumah sekolah jang ditempati tentera, habis rusak-rusak, medja, kursi dan bangkunja terkadang dengan semaunja sadja didjadikan kaju api. Dalam hal demikian mudjur benar sekolah-sekolah rendah jang berbahasa Indonesia, jaitu sekolah-sekolah desa dan sekolah-sekolah sambungan tiada diganggu, terhindar dari pengrusakan-pengrusakan. Sekolah-sekolah inipun dibuka terus dengan tiada mengalami kesulitan. Gubernur Djepang lalu mengangkat seorang Kepala Kantor Pendidikan, jaitu seorang bangsa Djepang pula. Perubahan jang mendadak ialah pembebasan wang sekolah.
Batas pengadjaran atau leerplan diubahnja. Dalamnja dimasukkannja peladjaran bahasa Nippon, bernjanji lagu-lagu Nippon, berbaris dan bersenam tjara militer.
Mulai dari kelas 1, murid-murid beladjar membatja dan menulis huruf Katakana. Supaja peladjaran-peladjaran itu dapat diberikan dengan lantjar, maka tiap-tiap petang guru-guru diharuskan pula beladjar pada guru-guru bangsa Djepang jang sengadja disediakan.
Dilarang benar-benar mengadjarkan sedjarah. Dalam matapeladjaran ilmu bumi hanja Indonesia dan Keradjaan Nippon sadja jang boleh diadjarkan.
Tiap-tiap sekolah mendapat berdera ,,matahari", jang harus dihormati setiap pagi dengan upatjara, sebelum murid-murid masuk kedalam sekolah.
Oleh sebab guru-guru dan murid-murid selalu sibuk dengan peladjaran-peladjaran jang asing itu, lagi pula penghidupan guru-guru tak dapat lagi dikatakan ,,teratur" karena desakan-desakan ekonomis, maka keadaan pengadjaran disekolah-sekolah mendjadi mundur.
DIZAMAN INDONESIA MERDEKA
Demikianlah dari sedjarah pendidikan dan pengadjaran ditanah-air kita, chususnja di Sumatera Utara, selama pendudukan balatentera Djepang itu tiadalah sesuatu jang dapat dikemukakan sebagai buah kemadjuan, malah kemunduran-kemunduran djua , hingga terbitlah fadjar kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Akan tetapi Proklamasi Kemerdekaan jang segera ditentang oleh kedatangan Belanda jang kembali hendak mendjadjah, tiada pula dapat membukakan kita peluang jang langsung untuk memulihkan dan memperbaiki kembali kemunduran-kemunduran dilapangan pendidikan dan pengadjaran akibat tindakan -tindakan fascisme Djepang itu.
Pertahanan total rakjat meminta tenaga pula dari segenap lapisan dan kalangan untuk membela Proklamasi dari serangan-serangan agressi Belanda.
Malah didaerah Atjeh jang garis pertahanannja tiada tertembusi oleh agressor itupun, sekolah-sekolah tiada dibuka, berhubung dengan banjaknja guru-guru jang memasuki lasjkar-lasjkar rakjat. Demikian pula keadaannja di Sumatera Timur dan Tapanuli, jaitu ditempat-tempat pat jang berdekatan dengan daerah-daerah jang diduduki oleh tentera Sekutu dan kemudian oleh Belanda.
Akan tetapi didaerah Sumatera Timur, dimana kemudian didirikan Negara Sumatera Timur dengan sokongan Belanda jang telah dapat menduduki sebahagian besar daerah residensi Sumatera Timur lama, segera dipulihkan kembali sekolah-sekolah, mulai dari tingkatan rendah sampai tingkatan landjutan, jaitu menurut dasar jang telan berlaku semasa pemerintahan kolonial dahulu. Kehausan beladjar semakin njata kelihatan, dibandingkan dengan sebelum perang.
Orang-orang tua tjukup sedar pula, bahwa pendidikan anak-anak mereka jang sudah terlantar semasa pendudukan Djepang, demikian djuga selama pertempuran-pertempuran dengan Belanda, sekarang harus diusahakan kembali. Dan rupanja tidaklah usah sampai mendjadi halangan jang prinsipiil untuk menjekolahkan anak-anak pada sekolah-sekolah jang dipulihkan kembali semasa N.S.T. itu, dimana urusan-urusan pengadjaran adalah dipusatkan di Djakarta pada Departement van Onderwijs, Kunst & Wetenschappen (O.K.W.), jang dikemudikan oleh Belanda.
Rumah-rumah sekolah mulai ramai lagi oleh murid-murid, baik pada tingkatan rendah, maupun pada tingkatan landjutan.
Akan tetapi lebih-lebih ditingkatan rendah segera terasa kekurangan tenaga guru. Ini lebih tiada mengherankan, dimana guru-guru lama tidak atau belum kembali semuanja kelapangannja semula, sehingga untuk mentjukupkan djumlah guru jang kurang itu terpaksa pula dipadakan pemakaian tenaga-tenaga pengadjar jang tiada atau belum beridjazah disamping jang beridjazah.
Tentang pengadjaran landjutan, dibandingkan dengan sebelum perang, dapat ditjatat kemadjuan, jaitu bagi murid-murid tamatan Mulo, dibuka kemudian kesempatan untuk melandjutkan peladjaran pada V.H.O. (Voorbereidend Hoger Onderwijs), jang diadakan di Medan. Dengan demikian, peladjar-peladjar jang akan menempuh pengadjaran menengah, tak usah buat sementara waktu memikirkan bagaimana meninggalkan kampung halaman untuk meneruskan peladjaran diluar pulau Sumatera.
Sesudah sekolah-sekolah teratur kembali, maka pada tahun 1949 didjalankanlah kembali peraturan pembajaran wang sekolah.
Dalam pada itu didaerah-daerah jang masih tetap dikuasai oleh Republik, berlangsunglah kegiatan jang menjapu bersih kembali segala peraturan Djepang jang militair-fascistis itu. Lalu disusunlah kembali pengadjaran sebagaimana dahulu, akan tetapi ditambahi dengan pengadjaran dan pendidikan ,,nasional" (langkah pertama nasionalisasi pendidikan dan pengadjaran !) untuk menghapuskan dan mengikis habis perasaan-perasaan rendah diri, jang telah ditanamkan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda dan pemerintah fasis pendudukan Djepang.
Pengadjaran buat Sekolah Rendah Umum (H.I.S. lama) ditetapkan lamanja 6 tahun dengan menghilangkan bahasa Belanda. Disamping itu sekolah rendah lama jang berbahasa Indonesia (Sekolah Desa dan Sekolah Sambungan) disatukan kembali dengan ditambahi 1 kelas mendjadi pengadjaran rendah 6 tahun, sehingga terdapatlah perpaduan pengadjaran umum untuk tingkatan rendah, jang oleh Kementerian Pendidikan, Pengadjaran & Kebudajaan (P.P.K.) diberi nama „Sekolah Rakjat".
Oleh karena selama masa-masa pergolakan, jaitu sedjak pendaratan Djepang hingga berketjamuknja bertempuran-bertempuran dengan tentera pendudukan Belanda, banjak kelihatan tanda-tanda kerusakan achlak, maka untuk memperbaiki itu kembali dan untuk mentjegahnja djangan sampai terwarisi oleh generasi jang datang, dimasukkanlah pula pengadjaran achlak di-sekolah-sekolah.
Dan oleh karena achlak, budi-pekerti dan sopan-santun itu termasuk dalam kesusilaan jang bersumber pada agama, maka Pemerintah mengizinkan pula peladjaran agama diadjarkan disekolah-sekolah. Malah didaerah-daerah jang istimewa kejakinan pendudukannja beragama, peladjaran agama itu dibolehkan diadjarkan mulai dikelas 1.
Di N.S.T. sungguhpun sekolah-sekolah seperti tadi sudah dikatakan, diatur menurut dasar-dasar peraturan jang telah ditetapkan oleh Belanda, namun disamping itu tidaklah pula tertutup sama sekali kesempatan untuk memilih sekolah-sekolah jang memberikan peladjaranpeladjaran menurut batas pengadjaran jang sudah ditetapkan oleh N.R.I.
Sekolah-sekolah ini ialah sekolah-sekolah partikelir jang dibuka kembali oleh perguruan-perguruan Taman Siswa, Josua dan Kesatria, jang melandjutkan pula aktiviteitnja.
Setelah Negara Kesatuan Republik Indonesia diresmikan mendjelang ulang tahun kelima Proklamasi Kemerdekaan, maka dapatlah pula dimulai penjatuan seluruh rentjana pendidikan dan pengadjaran, chususnja dipropinsi Sumatera Utara.
Pengadjaran dibekas N.S.T., terutama dibagian landjutannja, seperti Mulo jang berbahasa Belanda, bahasa Belandanja dihapuskan dan selebihnja disamakan dengan S.M.P. seperti jang sudah diatur semasa N.R.I. Sedang V.H.O. sebagai landjutan Mulo dilebur mendjadi S.M.A. — djuga menurut rentjana peladjaran jang sudah diatur semasa N.R.I., jang padanja bahasa Belanda tidak diadakan lagi.
Perkembangan dilapangan pendidikan dan pengadjaran sesudah terbentuknja Negara Kesatuan, chususnja dipropinsi Sumatera Utara dimana tiada lagi pertentangan-pertentangan bersendjata, adalah terutama ditandai oleh hasrat beladjar jang semakin deras dan bergelora, mulai dari anak-anak sekolah rendah sampai pada pemuda-pemuda peladjar sekolah menengah.
Djika dibandingkan dengan masa sebelum Indonesia Merdeka, lebih dimasa mula-mula sekali sekolah dibuka, dimana anak-anak ada jang oleh orang tuanja dipaksa dengan rotan supaja bersekolah, maka keadaan sesudah Indonesia Merdeka sungguh berbeda djauh sekali. Sekarang murid-murid bukan dipaksa, malah minta sekolah !
Rumah-rumah sekolah kebandjiran murid. Tidak sedikit jang ditolak berhubung dengan kekurangan tempat, sekalipun sore-sore sekolah dibuka lagi.
Semasa pendjadjahan, djumlah murid sekolah rendah sebanjakbanjaknja 240 orang, terketjuali diantaranja ada jang meningkat djumlah sampai 300 orang. Akan tetapi sekarang djumlah itu berlipat-ganda sampai 700 orang diantaranja ada jang mentjapai 900 orang, sehingga sekolah-sekolah itu dipetjah mendjadi 3 buah. Selain dari kekurangan tempat beladjar terasa pula kekurangan tenaga guru.
Lalu Kementerian P.P.K. mengadakan kursus pendidikan guru dengan tjara besar-besaran, jang dinamai Kursus Pengadjar Kursus pengantar kewadjiban beladjar (KPKPKB) . Dalam tiap-tiap Kabupaten dibuka dua buah kursus dengan murid 40 orang. Jang diterima ialah murid-murid tamatan Sekolah Rakjat.
Karena peraturan tersebut datangnja dengan tiba-tiba dari Kementerian, maka tak dapatlah kursus-kursus itu dibuka dengan serontak ditempat-tempat jang ditetapkan. Ada jang dibuka pada bulan Agustus 1950, ada jang 2-3 bulan kemudian. Kursus ini lamanja 4 tahun.
Berhubung dengan kebutuhan tenaga guru, maka setelah setahun beladjar, murid-murid jang dinaikkan ke kelas 2 terus dikirim ke kursuskursus pengantar, jaitu sekolah - sekolah rendah jang baru didirikan dikampung-kampung tempat menampung anak-anak jang tiada mendapat kesempatan masuk ke Sekolah Rakjat. Kursus-kursus pengantar itu banjaklah jang dibuka pada permulaan tahun kursus 1951/1952.
PENGADJARAN MENENGAH DAN PENGADJARAN TINGGI.
Kalau sebelum perang, sekolah-sekolah Mulo- gubernemen dan partikelir dapat dihitung dengan djari tangan, maka sesudah Indonesia Merdeka, jaitu sesudah terbentuknja Negara Kesatuan, terdapat dipropinsi Sumatera Utara 28 buah S.M.P. Negeri, diantaranja 13 buah di Tapanuli, 9 di Sumatera Timur dan 6 di Atjeh. Sedang S.M.P. partikelir
tidak kurang dari 87 buah, diantaranja adalah kepunjaan perguruanperguruan nasional seperti Taman Siswa, Josua dan Kesatria jang sudah dikenal sedjak sebelum perang, dan ada pula kepunjaan organisasiorganisasi keagamaan seperti Muhammadijah, H.K.B.P., golongan agama Nasrani/Masehi.
Dari segi banjaknja memang sudah pada tempatnja pertumbuhan S.M.P. jang bak djamur dimusim hudjan sesudah Indonesia Merdeka itu menggembirakan hati kita. Tetapi disebalik itu perlu pula diperhatikan, bahwa kekurangan tenaga guru jang tiada teratasi dengan seketika itu adalah menimbulkan akibat jang mengurangi hasil dan mutu pengadjaran landjutan itu sendiri.
Kalau kita renungkan kembali, bagaimana kikirnja pemerintah kolonial Hindia-Belanda dahulu membuka lapangan pendidikan dan pengadjaran bagi bangsa kita, akan tetapi njata ketelitian penjaringan dan pengawasan jang berlebih-lebihan itulah pula jang mendjamın nilai pengadjaran jang diterimakan. Dalam hubungan ini ada baiknja hal demikian kita hadapkan kepada keadaan pendidikan dan pengadjaran kita sekarang ini sesudah Indonesia Merdeka.
Harus ada keseimbangan jang ditjapai, jaitu bukan palang pintu bagi murid-murid jang haus akan peladjaran, tetapi sebaliknja bukan pula kerojalan jang sekedar memuaskan kehausan beladjar itu sadja, karena hal sedemikian tidak sunji dari risiko-risiko jang mendjatuhkan nilai-nilai atau mutu pengadjaran itu sendiri.
Memang tidaklah ringan tugas jang kita pikul dilapangan pendidikan dan pengadjaran ini. Disamping memelihara mutu pengadjaran, maka ada pula jang terpenting diperhatikan, jaitu masaalah pembangunan pendidikan nasional.
Seperti kata dr. Bahder Djohan selaku Menteri P.P. dan K. dari Kabinet-Natsir jang datang berkundjung ke Sumatera Utara dalam bulan Maret 1951 :
,,Meskipun udjud pendidikan kita tidak disangsikan lagi kenasionalannja, namun dengan terus terang harus dikatakan, bahwa pada waktu ini lapangan pendidikan belum mempunjai tudjuan jang tertentu.
Sistim pengadjaran waktu ini adalah merupakan pengambilan dari bahan apa jang sudah ada, kemudian di-Indonesia-kan,sedang isi nasionalnja samasekali belum ada.
Untuk masa depan inti tjita-tjita kenasionalan itu harus mendjadi dasar pengadjaran dan pendidikan kita".
Pada permulaan bab ini sudah dikatakan, bahwa pendidikan dan pengadjaran — selain merupakan alat jang terutama untuk pentjerdasan rakjat — merupakan pula alat atjuan pembentuk djiwa manusia kedjurusan jang dikehendaki oleh Pemerintah jang berkuasa.
Maka semula pemerintah kolonial Hindia-Belanda telah memberikan pendidikan dan pengadjaran itu untuk mendapatkan tenaga-tenaga terdidik jang akan diperalatnja bagi kelantjaran pemerintahan dan tatausaha perusahaannja. Akan tetapi hasilnja njata lebih banjak menimbulkan pengertian dan kesedaran dalam bangsa kita sendiri untuk bangkit kembali dan bergerak mentjapai kemadjuan. Inilah pula jang tiada dapat dilihat dengan ichlas oleh pemerintah kolonial itu, seperti terbukti dengan sistim ,,palang pintu" jang didjalankannja terhadap penerimaan dan tjara-tjara mengikuti peladjaran bagi anak-anak bangsa kita. Dalam tempoh perkembangan jang berpuluh-puluh tahun hanja tertjapai hasil jang minimaal sekali bagi kemadjuan rakjat jang berpuluh-puluh djuta.
Lebih buruk lagi nasib pendidikan dan pengadjaran dibawan belenggu facisme Djepang. Daripadanja samasekali tiada dapat dikemukakan sesuatu sebagai buah kemadjuan untuk perbaikan bagi apa jang sudah kita terima semasa pendjadjahan Belanda, selain dipihak kita sendiri semakin bergelora semangat untuk menolong diri sendiri, sebagai satusatunja djalan-keluar dari kegelapan dibawah pandji-pandji pendjadjahan itu.
Dizaman Hindia-Belanda kesempatan untuk menolong diri sendiri sekalipun sangat terbatas. Dan ini telah dipergunakan, itu masih ada seperti terbukti dengan perkembangan perguruan-perguruan nasional dan partikelir.
Maka sesudah Indonesia Merdeka, segala kepentingan pendidikan dan pengadjaran rakjat mengambil roman dan tampan jang berlainan dengan semasa kolonial dahulu.
Benar perguruan-perguruan partikelir masih ada, malah melantjarkan kegiatannja jang lebih besar dari sebelum Indonesia Merdeka, akan tetapi ini tidak lagi berarti, bahwa peranannja terhadap sekolah-sekolah Negeri merupakan landjutan dari sebelum perang. Kalau dulunja perguruan-perguruan nasional partikelir merupakan saingan jang gigih bagi sekolah-sekolah Negeri jang didirikan oleh pemerintah kolonial, maka bedanja jang sudah terang dengan sekarang ialah, bahwa sekolahsekolah Negeri sesudah Indonesia Merdeka dibuka dan diluaskan bukan dengan titikberat pada kepentingan penguasa (Pemerintah), melainkan pada melajani kebutuhan massa rakjat sendiri . Hal jang kemudian ini ternjata pula dari kesungguhan-kesungguhan untuk mengatasi rintangan-rintangan jang besar dalam waktu jang sedekat-dekatnja. Mulai dari memperluas ruangan tempat beladjar, memperlengkapi alat-alat peladjaran, mentjukupkan tenaga-tenaga guru, mempertahankan dan memFertinggi mutu pengadjaran, hingga untuk penjempurnaan itu semuanja dalam bentuk suatu pendidikan dan pengadjaran jang benar-benar berisi nasional dan jang benar-benar memenuhi keinginan bangsa Indonesia sendiri.
Mengisi idee demikian memanglah pada pertamanja harus dilaksanakan oleh Pemerintah (nasional) sendiri. Akan tetapi disamping itulah pula adanja tugas landjutan dari perguruan- perguruan nasional partikelir jang tidak ketjil artinja, jang padanja dapat diharapkan perkembangan kerdjasama dengan Pemerintah bagi mentjapai tudjuan tjita-tjita jang satu. Dengan pendek: perguruan nasional partikelir bukan lagi saingan gigih bagi perguruan Negeri, melainkan satu sama lain harus isi-mengisi.
Dimasa pembangunan Negara sekarang disamping kekurangan dalam pengadjaran umum terasa sekali kekurangan pengadjaran vak (kedjuruan).
Untuk mendapat ichtisar selajang pandang, baik kita turunkan disini angka-angka jang berdasar statistik, jaitu :
Di Sumatera Utara banjaknja sekolah rakjat pada tgl. 31 Desember 1952 ialah 2.244 buah, terdiri dari 1.086 S.R. 3 tahun dan 1.158 S.R. 6 tahun. Banjaknja murid S.R. Negeri diseluruh propinsi 504.026 orang dengan djumlah gurunja 9.205 orang. Banjaknja Kursus Pengadjar 45 buah.
Bagaimana dengan Sekolah Menengah ?
Djumlah S.M.P. Negeri 28 buah dan djumlah S.M.P. Partikelir 87 buah seperti jang telah diterangkan diatas.
Djumlah S.M.A. Negeri 5 buah dan djumlah S.M.A. Partikelir 11 buah. Jang 5 buah S.M.A. Negeri itu jaitu di Kutaradja, Medan (2 buah), Balige dan Padangsidempuan. Jang 11 buah kepunjaan Partikelir jaitu di Tarutung (1 H.K.B.P. dan 1 H.K.I.), Pematangsiantar (3 buah, jaitu Tagore, Masjarakat dan Pendidikan Masjarakat), Bindjei (Wampu), Medan (5 buah, jaitu Nasrani, Prijatna, Taman Siswa, Pembina dan Tagore) . Dalam pengadjaran tentang ekonomi didapati 1 S.M.E.A. Negeri di Medan, 1 S.M.E.A. Partikelir di Medan (Tagore) dan S.M.E.P. Negeri di Medan, Pematangsiantar, Balige, Sibolga dan Sigli.
Tentang pengadjaran dan pendidikan guru didapati 5 S.G.A. Negeri, jakni di Medan (2 buah) , Pematangsiantar, Balige dan Padangsidempuan, serta 3 S.G.A. Partikelir, jakni di Tarutung (2 buah masing-masing kepunjaan H.K.B.P. dan H.K.I. ) dan di Pematangsiantar (Kristen). Kemudian 17 buah S.G.B. Negeri dan 8 S.G.B. Partikelir.
Selain dari itu jang berhubungan dengan kepandaian putri didapati 6 S.K.P. Negeri dan 3 S.K.P. Partikelir, serta 1 S.G.K.P. Partikelir di Pematangsiantar.
Dalam lapangan tehnik didapati pula 7 S.T.P. Negeri, 3 S.T. Negeri dan 1 S.T.M. Negeri.
Demikianlah kesimpulan jang dapat kita ambil tentang ichtisar ringkas jang ada di Sumatera Utara sekarang.
Disamping usaha Pemerintah sendiri njata tidak pula kurang usahausaha partikelir jang baginja sudah dibukakan kesempatan jang se- luasluasnja, agar turut mengisi sebanjak-banjaknja kekurangan pengadjaran vak itu.
Pengadjaran vak pada tingkatan menengah dalam lapangan pertanian telah dapat diusahakan sebuah dikota Medan, jaitu Sekolah Pertanian Menengah Atas ( S.P.M.A. ) jang dibuka pada tanggal 1 September 1952. Disamping itu untuk menghasilkan tenaga-tenaga pamongpradja jang terdidik dan tjakap bagi usaha memperbaiki djalan pemerintahan, telah dibuka di Medan Kursus Pegawai Dinas B dan C masing-masing pada tgl. 24 Agustus 1952 dan tgl. 1 Oktober 1952.
Dalam keharusan memperganda pengadjaran-pengadjaran vak itu perlu pula perhatian para peladjar kedjurusan itu diperbesar.
Tahun 1952 adalah pula tertjatat sebagai tahun jang terpenting dalam sedjarah perkembangan pendidikan dan pengadjaran dipropinsi Sumatera Utara . Berturut-turut pada tanggal 7 Djanuari dan 20 Agustus telah dibuka di Medan Fakultet Hukum dan Ilmu Masjarakat dari Jajasan Perguruan Tinggi Islam Indonesia dan Fakultet Kedokteran dari Jajasan Universiteit Sumatera Utara, jang ke-dua-duanja diketuai oleh Gubernur Sumatera Utara Abdul Hakim.
Selain dari pada itu telah dibuka pula Fakultet Agama Perguruan Tinggi Islam Indonesia pada tgl. 8 Djanuari 1953 di Medan.
Revolusi dilapangan perguruan ini telah membongkar suatu keharusan jang berlaku selama ini, jaitu bahwa pemuda-pemuda peladjar tamatan sekolah menengah di Sumatera Utara jang hendak berstudi diperguruan tinggi, harus menjeberangi laut kepulau Djawa.
Terhadap pendirian fakultet-fakultet di Medan ini, baiklah djuga dinukulkan disini kata-kata Menteri P.P.K. dr. Bahder Djohan sewaktu berkundjung kekota ini pada tanggal 6 Maret 1951 (djadi sebelum fakultet-fakultet itu dibuka):
,,Untuk melaksanakan rantjangan pendirian sekolah- sekolah tinggi, Indonesia tidak akan meneladani Perantjis, di mana hanja Paris jang merupakan pusat kebudajaan. Dan Paris itulah Perantjis.
Sekolah-sekolah tinggi harus didirikan diseluruh Indonesia, sehingga tidak hanja Djakarta jang djadi pusat pendidikan dan kebudajaan dan tidak hanja Djakarta itulah Indonesia, Semua daerah di Indonesia harus merupakan pusat kebudajaan”.
Demikianlah sekadar gambaran sedjarah perkembangan pendidikan dan pengadjaran dipropinsi Sumatera Utara sebelum dan sesudah Indonesia Merdeka.
Kalau sebelum Indonesia Merdeka telah diperlihatkan, bahwa tempoh jang berdjalan berpuluh-puluh tahunan belum tjukup untuk persiapan bagi membuka sebuah sekolah menengah sadja, maka sesudah Indonesia Merdeka hal itu, chususnja di Sumatera Utara, telah dapat diselenggarakan dalam suatu masa pembangunan selama 2 tahun sadja. Malah jang didirikan adalah perguruan tinggi !
Akan tetapi ini djangan pula diartikan, bahwa kita memandang ringan masalah pembangunan perguruan jang terpelihara deradjatnja.
Soalnja jang terutama ialah kemauan jang keras dan bersungguh-sungguh. Itulah modal kita bagi memulai sesuatu, walau betapa djuga sulit dan sukarnja sesuatu itu. Dan usaha kita tidaklah terhenti pada sesuatu hasil sadja, melainkan senantiasa dipergiat untuk mentjapai perbaikan dan sekali lagi perbaikan!.
—
PENUTUP.