Reglemen Acara Perdata/Buku Pertama/Bab II/Bagian 2
Bagian 2. Jawaban Dan Penjelasan Perkara. (s.d.u. dg. S. 1908-522.)
Pasal 107.
Tergugat dapat mempersingkat tenggang waktu yang diberikan dalam pemberitahuan gugatan dengan suatu akta yang diberitahukan kepada pengacara penggugat, sekaugus menunjuk pengacara serta menentukan hari yang lebib awal dari yang disebut dalam pemberitahuan gugatan.
Panggilan dilakukan sedikitnya lima hari sebelum hari yang ditentukan dalam akta tersebut, dengan ancaman batal. Dalam hal ada tergugat-tergugat peserta, maka panggilan sepanjang tidak merupakan kemauan mereka, diberitahukan kepada mereka juga dengan suatu surat panggilan juru sita dengan mengindahkan tenggang waktu antara panggilan dan hari untuk menghadap yang diajukan itu sesuai hak masing-masing tergugat menurut undang-undang.
Jika oleh lebih dari satu tergugat yang tidak bertindak bersama-sama digunakan bait pengajuan hari pengadilan, maka berlaku panggilan yang paling awal dengan mengingat alinea kedua dan ketiga pasal ini. (Rv. 8, 10 dst., 15, 108, 349.)
Pasal 108.
Kecuali dalam hal seperti disebut dalam pasal yang lain, maka oleh pengacara yang bertindak atas nama tergugat hal ini dinyatakan di dalam sidang. Pernyataan itu disebut dalam berita acara sidang.
Tergugat dianggap memilih tempat tinggal di tempat kedudukan pengacara.
Pasal 106 alinea ketiga berlaku dalam hal ini. (KUHPerd. 24; Rv. 106, 349, 413; F 118.)
Pasal 109.
Tergugat yang tidak menunjuk pengacara diputus verstek dan selanjutnya diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan dalam Bagian 6 Bab I. (Rv. 78, 248.)
Pasal 110.
Kepada orang-orang Indonesia yang datang menghadap sendiri dan tidak segera dapat menunjuk pengacara untuk mewakilinya diberikan kesempatan untuk dalam waktu singkat menunjuk seorang pengacara, kecuali dalam hal gugatan yang batal atau dalam hal berlaku pasal 94 alinea kedua. Bila waktu yang diberikan lampau tanpa ada seorang pengacara yang ditunjuk, maka perkara tanpa diberikan penundaan lagi diputus verstek. (Rv. 46, 77 dst.)
Pasal 111.
Jika pendaftaran gugatan tidak terjadi seperti dimaksud dalam pasal 23, maka pengacara tergugat berhak untuk meminta agar perkara itu dimasukkan di dalam daftar dengan menyampaikan panggilan gugatan dan surat panggilan pengajuan hari sidang, jika memang itu terjadi.
Terhadap penggugat yang tidak datang menghadap, maka perkaranya diputus verstek dan selanjutnya perkara berjalan seperti diatur dalam Bagian 6 Bab 1, kecuali jika dalam hal permohonan pengajuan hari sidang tidak diperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 107. (Rv. 77.)
Pasal 112.
Pada hari sidang atau pada hari lain yang telah ditentukan, pengacara penggugat mengemukakan gugatannya yang disertai alasan-alasannya dan pada waktu itu juga di sidang ia menyerahkan turunan surat gugatnya kepada pengacara tergugat. (Rv. 8, 106, 113, 117, 120.)
Pasal 113.
Setelah itu pada hari itu juga atau pada hari lain yang telah ditentukan, pengacara tergugat mengajukan jawabannya disertai alasan-alasannya dan turunannya disampaikan kepada pengacara penggugat. (Rv. 107 dst., 120.)
Pasal 114.
Pengacara tergugat berkewajiban mengajukan semua tangkisan dan jawaban mengenai pokok perkaranya bersama-sama dengan ancaman tangkisan yang tidak diajukan gugur dan jika tidak dijawab pokok persoalannya ia akan kehilangan hak untuk mengajukannya. Namun para waris, janda dan wanita-wanita, baik yang bercerai maupun pisah meja dan ranjang atau pisah harta kekayaan yang mendapat waktu untuk mempertimbangkan menerima atau menolak warisan, cukup dengan menunjuk kepada keadaan itu dalam pembelaannya. (KUHPerd. 133 dst., 138, 232, 243, 1023 dst.; Rv. 128, 130, 241.)
Pasal 115.
Setelah jawaban diberikan dalam persidangan, maka pengacara penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya kembali (replik) yang dapat dijawab lagi oleh pengacara tergugat (duplik). (Rv. 343.)
Pasal 116.
Hakim atas permintaan bersama para pihak dapat memberi kesempatan untuk saling menjawab.
Pasal 117.
(s.d.u. dg. S. 1925-198jo. 273.) Hakim menentukan waktu-waktu pengajuan jawaban, bila perlu setelah mempelajari surat-surat.
Dalam hal kedua pihak mempunyai pendapat yang sama, maka hakim mengabulkan permohonan mereka, kecuali jika hal itu akan menimbulkan hambatan yang tidak patut dalam pelaksanaan pemeriksaan.
Terhadap ketetapan-ketetapan hakim semacam itu tidak ada upaya hukum lain. (Rv. 112 dst., 120, 241, 343.)
Pasal 118.
Setelah diadakan pertukaran surat jawab-menjawab, maka para pihak diberi kesempatan mengajukan pembelaan atau ditentukan hari lain untuk keperluan itu, kecuali jika para pihak menghendaki putusan hakim berdasarkan surat-surat. (Rv. 249.)
Pasal 119.
Hakim dalam tahap pembelaan berhak untuk minta penjelasan kepada para pengacara tentang apa yang dimaksud dalam jawaban-jawaban tertulis maupun lisan yang telah mereka sampaikan. (Rv. 112 dst., 120, 241, 249, 343.)
Pasal 120.
Bila gugatan ditetapkan untuk diperiksa dalam waktu singkat menurut pasal 10 sebelum, alinea terakhir reglemen ini (dalam keadaan yang mendesak), maka pada hari yang telah ditentukan oleh pengacara penggugat diajukan tuntutannya yang disertai alasan-alasannya dan sekaligus dalam sidang itu disampaikan turunannya kepada pengacara tergugat.
Pengacara tergugat segera mengajukan jawabannya yang disertai alasan-alasannya dan menyerahkan turunannya kepada pengacara penggugat.
Hakim atas permintaan para pihak atau karena jabatannya untuk kepentingan jawaban-jawaban atau pembelaan dapat memberikan penundaan. (Rv. 47, 107 dst., 117, 249, 285, 605.)
Pasal 121.
Jika pengacara yang mewakili orang yang semula datang menghadap tetapi kemudian pada sidang lanjutan tidak hadir, maka hal itu tidak dapat menjadi alasan untuk dijatuhkan putusan verstek, tetapi putusan itu dianggap sebagai putusan itu yang dijatuhkan atas bantahan.
Pasal 122.
Para pihak tidak dapat menarik kembali penunjukkan seorang pengacara tanpa menunjuk seorang pengacara lain sebagai penggantinya; selama belum ditunjuk pengacara baru, maka acara berjalan atas nama pengacara yang ditunjuk pertama kali. (KUHPerd. 1813 dst., 1974; Rv. 106, 108, 248 dst., 256, 343.)
Pasal 123.
Pihak yang jawabannya mendasarkan atas suatu surat, wajib menyebutkan dalam jawaban itu bahwa surat itu diajukan di dalam sidang.
Seorang pengacara, bila dipandangnya perlu, dapat meminta turunan semua surat-surat yang diajukan dalam perkara oleh pihak lawan dan turunan-turunannya harus disampaikan dalam waktu delapan hari sesudah permintaan itu. Kecuali itu maka pihak yang bersangkutan wajib, jika lawannya menyatakannya dengan perantaraan pengacara kepada pengacara lawannya, meminta untuk melihat surat-surat aslinya yang diajukan dalam sidang dengan meletakkan suratsurat itu di kepaniteraan ataupun menyerahkannya kepada pengacara pihak lawan, dengan memberi tanda terima.
Jika suatu pihak setelah ditentukan hari untuk mengajukan pembelaan masih mengajukan suatu surat, maka ini dilakukannya dengan memberikan turunan kepada pengacara pihak lawan di samping menyampaikan satu turunan kepada panitera dengan tanda terima. Jika mengenai suatu surat tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, atau dibiarkan begitu adanya sehingga lawan tidak sempat memberikan jawaban terhadapnya, maka ia hanya dapat menyinggung keadaan itu pada waktu pembelaan. Hakim dapat mengesampingkan surat semacam itu dan dalam putusannya tidak perlu memperhatikannya. (KUHPerd. 1886, 1888; Rv. 106, 112 dst., 120, 125 dst., 140 dst., 241, 343, 416.)
Pasal 124.
surat-surat dapat disampaikan kepada panitera tanpa meterai.
Pasal 125.
surat-surat harus dikembalikan dalam waktu delapan hari sesudah tanggal tanda terima atau sejak pemberitahuan kepada pihak lawan bahwa surat-surat sudah disampaikan kepada panitera, (Rv. 241.)
Pasal 126. Jika surat-surat itu tidak dikembalikan dalam tenggang waktu itu, maka pihak yang lalai dapat dipaksa oleh ketua dengan suatu surat perintah, bahkan dengan paksaan badan (lijfsdwang) dengan tidak mengurangi tanggung jawab atas penggantian biaya, kerugian dan bunga, di mana perlu. (KUHPerd. 1243 dst., 1365 dst.; Rv. 241, 580 dst., 607 dst.)
Pasal 127.
Penggugat berhak untuk mengubah atau mengurangi tuntutannya sampai saat perkara diputus, tanpa boleh mengubah atau menambah pokok gugatannya. (Rv. 8, 344, 503; KUHPerd. 1900.)