Seni Patung Batak dan Nias/Bab 3

BAB III

TOPENG

Pandangan hidup sebagai gaktor utama yang melandasi sikap masyarakat Batak yakni setia kepada tata krama tradisional, setia dan taat kepada adat istiadat (dalihan na tolu), setia dan hormat kepada nenek moyang. Kesetiaan inilah yang menyebabkan kebuda­yaan masyarakat Batak itu pada umumnya tetap langgeng sampai saat sekarang.

Pada setiap upacara adat kepercayaan tradisional masih tetap menyertainya, seperti upacara turun kesawah, upacara memanggil hujan, dan memasuki rumah baru. Dalam hal ini, topeng selamanya tidak pemah tertinggal dalam setiap upacara.

Topeng adalah salah satu bagian dari seni patung dan mempu­nyai kebutuhan spiritual sebagai sarana kepercayaan kepada nenek moyang. Oleh karenanya topeng-topeng itu selalu menyertainya pa­da upacara-upacara adat. Kalau pada seni patung seperti contoh gam­bar-gambar yang diterakan pada buku ini adalah gambaran tentang nenek moyang atau para leluhur yang mempunyai kekuatan magis, maka topeng-topeng itu juga mengandung nilai simbolis. Topeng yang terdapat di daerah Batak Karo disebut gundala-gundala sedang di daerah Simalungun huda-huda. Oleh masyarakat Pakpak Dairi disebut mangkuda-mangkuda. Topeng itu ditampilkan pada upacara memanggil hujan di samping sebagai hiburan raja-raja, baik yang ma­sih hidup atau yang sudah mati, terlebih-lebih oleh masyarakat Ba­tak, raja dianggap sebagai pelindung kerajaan.

Penampilan topeng-topeng baik topeng yang terdapat di daerah Batak Karo, daerah Simalungun, di daerah Tapanuli dan daerah Pakpak Dairi yang masih ada, cenderung kepada bentuk-bentuk teater seperti tari topeng yang kita dapati di daerah Jawa, Bali, dan Madura, yang menggambarkan tentang falsafah kehidupan se­cara estetis dengan iringan musik dan lagu.

Berhubung topeng-topeng yang terdapat di daerah Batak sudah sangat langka, namun masih perlu dilestarikan, akan diuraikan secara ringkas dalam beberapa seginya. Betapa sebenarnya peran topeng di tengah-tengah masyarakat Batak, kiranya bisa dijadikan bandingan dengan peranan topeng di beberapa daerah lainnya di Indonesia.

1. Pengertian seni topeng

Menurut bentuk dan kegunaannya topeng adalah alat yang dipakai sebagai penutup muka sedemikian rupa dibentuk menyerupai muka manusia atau binatang.

Istilah ini sudah umum diketahui orang, hanya bentuk dan mo­tifnya yang berbeda. Di daerah Batak seni topeng yang masih ada hanya terdapat di daerah yakni di daerah Simalungun, Tapanuli, Pakpak­ Dairi dan Karo. Jika diperhatikan bentuk ataupun motifnya topeng yang terdapat di empat daerah itu antara satu daerah dengan daerah lainnya mempunyai perbedaan baik bentuk ataupun fungsi kegunaannya di samping beberapa segi kesamaannya.

Bentuk seni topeng yang terdapat di daerah Batak pada umum­nya berbentuk patung kepala manusia, hanya pada bahagian tengah dibuat berongga cukup untuk disarungkan pada kepala manusia biasa.

Jenis pertokohannya tidak sebanyak seperti corak topeng yang terdapat di pulau Jawa. Bali dan Madura.

Demikianlah pengertian seni topeng yang terdapat di daerah Batak adalah alat penutup muka yang menyerupai manusia atau bi­natang digunakan untuk memanggil roh nenek moyang yang digam­barkan dalam ujud topeng. Dengan demikian kehadiran topeng jelas bahwa pada mulanya dibuat sebagai penghormatan terhadap nenek moyang di samping dipakai pada upcara-upacara adat dan kematian.

2. Asal mula topeng Batak.

Kehadiran seni topeng di daerah Batak usianya belum menca­pai ratusan tahun bahkan seni topeng (gundala-dundala) di daerah Karo dikenal pertama kalinya pada tahun 1905. Hal ini diceritakan oleh Almarhum Pirei Depari kepada pewancara Sdr. J. Tarigan yang penulis hubungi.

Seperti yang telah diuraikan terdahulu bahwa topeng yang ada

di daerah Simalungun, Tapanuli, Pakpak Dairi dan Karo bentuk dan coraknya berbeda. Oleh karenanya perlu diungkapkan tentang latar belakang sejarah kehadirannya. Topeng yang terdapat di dae­rah Simalungun, Tapanuli, Pakpak Dairi Karo sama halnya dengan topeng-topeng yang terdapat di daerah-daerah lain di Indonesia menurut kami kesemuanya berasal dari pengaruh kebudayaan Cina.
Penegasan dari yang telah dibicarakan di atas kita lihat pada kutipan di bawah ini:

" ...bahwa kebudayaan Chelon atau perunggu dibawa orang dari dataran Asia ke kepulauan Indonesia pada lebih kurang 500 Sebelum Masehi. Teori ini dapat dibuktikan penemuan-penemu­an di daerah Teluk Tonkin di Dongson menunjukkan persama­annya dengan masa itu di Indonesia. Bahkan kemudian zaman Chelcolith di sini sering disebut pula Zaman Dongson.

Tentang keseniannya, di zaman ini seni hias tampak maju sekali. Benda yang dibuat masa itu umumnya selalu dikenakan perhias­an perhiasan, bahkan artur pada nekara atau moko perhiasan mana hampir memenuhi bidangnya.

Mesti saja beberapa motif perhiasan yang khas zaman Dongson tampil ke depan turut memperkaya seni hias Indonesia."10)
Pengaruh kebudayaan yang datang dari luar di samping kebudayaan Dongson yang datang ke Indonesia jelasnya turut membantu memperkaya seni rupa Indonesia. Demikian halnya dengan seni to­peng yang ada di Indonesia.
Barongsai yang sering diperagakan pada setiap acara tahun baru Cina, juga membawa pengaruh kepada perkembangan seni topeng di wilayah tanah air.
Penegasan selanjutnya terdapat pada kutipan di bawah ini:
"Mengenai hiasan kodok/topeng yang temyata motif ini terda­pat hampir pada semua bangsa dimasa prasejarah, maka topeng ini kadang digambarkan hanya sepasang mata.
Hal ini mungkin karena menganggap bahwa mata mempunyai daya sakti/magis yang paling banyak".11)

––––––––––––––––––––––––

10). Drs. J. Manurung, Diktat Apresiasi Seni hal. 17 IKIP, Medan.

11). Ibid, hal. 18.

Uraian pada kutipan di atas memperjelaskan kembali tentang uraian-uraian yang terdahulu bahwa seni topeng yang terdapat di daerah Simalungun, Tapanuli, Pakpak Dairi dan Karo mempunyai daya magis, sekalipun bentuk ataupun coraknya berbeda-beda.

Di lain hal perlu dicatat bahwa proses perbedaan bentuk itu ter­jadi akibat proses perkembangan kebudayaan yang terus mendesak hingga di penghujung abad XX sekarang ini. Dari awal tulisan ini kami telah kemukakan bahwa fungsi seni rupa (seni patung) yang terdapat di daerah Batak dan Nias mem­punyai peranan yang sangat fundamental, demikian juga halnya de­ngan seni topeng itu sendiri.

Ditinjau dari kehadiran seni topeng di daerah Batak jelas ber­asal dari kebudayaan Dongson. Pengaruh dari kebudayaan ini akhir­nya memberi warna kepada kebudayaan Batak umumnya. Di daerah Batak Tapanuli bukti peninggalannya masih dapat kita lihat pada omamen-ornamen yang bertaburan pada dinding-dinding rumah adat tradisional, hanya seni topeng di daerah tersebut tidak berkembang seperti halnya seni topeng yang terdapat di daerah Simalungun dan Karo.

Untuk membicarakan perkembangan seni topeng selanjutnya kami awali dengan seni topeng yang terdapat di daerah Simalungun, sebagai awal dari kehadiran seni topeng di daerah Batak.

a. Seni Topeng di daerah Simalungun.

Topeng yang terdapat di Simalungun mulanya diawali pada za­man kekuasaan raja-raja Simalungun. Disebabkan oleh mangkatnya putra tunggal raja, suasana kerajaan diliputi kesedihan terlebih-le­bih bagi permaisuri raja (puang bolon). Penderitaan yang dialami raja membuat kekhawatiran selurruh keluarga dan rakyat negeri, sampai kepelosok Pakkalan Bolon daerah tempat pengambilan nira (bargot).

Oleh keluarga istana berusaha untuk menghibur raja nemun usaha itu sia-sia. Akhimya timbul ide, untuk mengadakan sebuah pertunjukkan dengan lakon yang lucu di hadapan baginda raja yakni tari topeng.

Bahannya terdiri dari pelepah bambu yang dibentuk menyeru­pai tampang manusia yang lucu, bahkan ada juga yang membuatnya

dengan pelepah enau. Penyajiannya dilakonkan dengan gerakan-ge­rakan tari yang sangat lucu. Usaha ini kiranya dapat menghibur raja dan permaisuri (Puang bolon).

Terakhir tarian-tarian ini menjadi kesenian rakyat yang diberi nama tari huda-huda.

Demikianlah topeng-topeng yang pada mulanya dibuat dengan sangat bersahaja itu, akhimya dibuat dengan bahan kayu yang tahan lama, diukir dengan pewarnaan sedemikian rupa sehingga kelihatan agak lucu. Menurut data dokumentatif topeng-topeng yang terdapat di daerah Simalungun inilah sebagai awal dari kehadiran topeng­ topeng yang terdapat di daerah Batak pada umumnya

Gaya Seni Topeng Simalungun.

Topeng Simalungun terdiri dari empat jenis saja, sesuai dengan tokoh yang melakonkannya, yakni sebuah topeng wanita dan dua buah topeng pria serta sebuah topeng burung. Bentuknya mencer­minkan sikap suku Batak Simalungun secara estetis dalam bentuk wajah yang bujur telur, cukup untuk penutup muka. Sikap karak­teristik gaya topeng Simalungun dapat dilihat dari polesan warna, se­demikian rupa sehingga tampak romantik. Pada topeng tidak digam­barkan wajah-wajah seran atau menakutkan seperti topeng-topeng Batak lainnya, sesuai dengan fungsinya yakni topeng yang diperge­larkan untuk menghibur raja yang ditimpa musibah. Namun demi­kian bentuk topeng dilihat secara frontal termasuk seni plastik yang tergolong kepada kesenian rakyat dengan gaya lokal yang tetap terpelihara.

Ciri-ciri lain dari gaya seni topeng Simalungun dapat pula dilihat dari ekspresi wajahnya yang cukup berendah hati, tidak dinamik namun memberi kesan optimisme ekspresif dan mempesona. Selain dari pada itu topeng sebagai bentuk teater tradisional mendapat tempat di hari rakyat dengan gayanya yang spesifik serta mampu me­nyampaikan kesan tentang hasil kesenian yang sifatnya tradisional itu sebagai hasil kesenian rakyat di forum nasional.


Gambar 70
Seperangkatan topeng-topeng Simalungun setelah mendapat penga­ruh ke arah konsepsi topeng masa kini. Topeng diukir dari bahan kayu lunak, tampak ekspresif dekoratif dengan hiasan-hiasan lainnya ditempelkan serat nanas dan ijuk yang dapat memberi kesan natu­ralistis.
Gambar 71

Topeng Simalungun I detail wajah tampak sebuah ekspresi raut muka memberikan kesan-kesan kegembiraan. Bentuk topeng ini tampak natural, proporsi anatomis, sesuai dengan wajah manusia biasa. Ini dapat kita lihat letak susunan mata, hidung, mulut dan telinga serta ram­but, kumis, dan jenggot yang ditempelkan dengan ijuk secara aplikatif. (Keterangan gb. 71)

Gambar 72










Topeng Simalungun II. Eks­presi wajah seirama dengan karakter yang sedang mem­bujuk untuk tidak memikir­kan lebih dalam atas musi­bah yang dideritanya. Sebab yang hilang dan pergi tidak akan kembali, sesuai dengan konsep lakon topeng itu. (Keterangan gb. 72)
Gambar 73

Topeng Simalungun III
Dua buah ilustrasi pada hala­man ini, kita melihat materi yang lebih lengkap. Kain me­rah yang dibuat sebagai keru­dung kepala memberi perlam­bang dan makna yang tinggi. Warna merah dengan variasi topeng putih keabu-abuan, tam­pak kompleks dengan sifat topeng secara menyeluruh. Se­dang makna symbolis warna merah itu sendiri bagi suku Batak umumnya selain lam­bang keberanian, juga mencerminkan karakter/perwatakan suku-suku Batak pada umumnya. (Keterangan gb. 73)

Gambar 74


Topeng Simalungun IV
Topeng yang dilengkapi dengan memberi tempelan (aplikatif) ijuk enau sebagai

rambut, tergambar apa yang diilhami oleh pembuatnya yakni form muka dengan ekspresi yang berbeda dise­suaikan denga lakon topeng sebagai teater rakyat, di­samping fungsinya sebagai sarana tarian menghibur raja dari duka nestapa. (Keterangan gb. 74)
Gambar 75,

Topeng Burung pada ilustrasi gambar ini dibuat sebagai pelengkap tari huda-huda. Bahannya dibuat asli dari paruh burung enggang yang diikat pada sebatang kayu sedemikian rupa dibalut dengan kain merah sebagai lambang keberanian. Mobiel design yang diikatkan pada paruh dan kepala memberi arti tersendiri pula sesuai dengan makna yang terkandung pada warna-warna yang diterakan.
Secara universal warna-warna itu memberi arti dan perlambang ter­sendiri yakni:
merah lambang keberanian;
putih lambang ketulusan hati, sedang warna hitam lambang magis, relegius.

b. Seni Topeng di Daerah Tapanuli

Seni topeng yang terdapat di daerah Tapanuli semula berasal dari sebuah legenda berkisar tahun 1906, yakni tentang kisah seorang ibu yang kematian putranya yang tercinta. dari legenda ini jelas adanya kesamaan dengan kehadiran seni topeng di daerah Sima­lungun. Justru kehadiran topeng itu semata-mata untuk menghibur para musibah yang ditinggalkan oleh seseorang yang sangat dikasihi.  Topeng-topeng yang terdapat di daerah Batak Tapanuli umum­nya dibuat sepasang yakni Topeng pria dan topeng wanita, dengan ukuran sekedar cukup untuk penutup muka.

 Topeng ini dipergelarkan lewat tarian-tarian dengan iringan tetabuhan Batak tanpa dialog yang khusus, namun memberi kesan yang dapat menggembirakan bagi yang ditimpa musibah. Dari kenyataan sejarah perkembangan topeng-topeng itu tidak berkembang seperti topeng (tembut-tembut) yang terdapat di daerah Karo.

Topeng si Gale-Gale:

Adalah sebuah kayu yang dibentuk sedemikian rupa menyeru­pai manusia dilengkapi dengan kostum tradisional batak.

Boneka/patung si Gale-Gale jika diperhatikan bentuknya sama dengan topeng biasa, hanya pada boneka/patung si Gale-Gale diberi kerangka yang dibalut dengan kostum yang lengkap kemudian pada bahagian-bahagian tertentu diberi bertali untuk dapat digerak­-gerakkan menuruti irama tetabuhan yang dikendalikan oleh seorang dalang. Dengan demikian si Gale-Gale sama dengan Teater Boneka (Puppet theater).

Si Gale-Gale dalam bahasa Indonesia diartikan lemah lembut, namun dapat mempesona. Sejarah kehadirannya dibuat sebagai peng­hibur seorang ibu yang kematian putra satu-satunya yang telah me­ningkat remaja. Dalam hal ini sang ibu benar-benar mengalami duka nestapa yang sangat dalam, sehari-harian putranya yang ia cintai itu diratapinya.

Sebagaimana lazimnya seseorang yang telah meninggal harus dikebumikan, namun putra yang menjadi idaman hatinya itu tidak diperkenankan untuk dikuburkan. Sang ibu terus memeluknya dan meratapinya. Ia tidak menyadari bahwa mayat putranya itu kian hari kian membusuk dan dapat mengganggu kesehatan orang lain.

Orang-orang tua, pengetua-pengetua adat sudah cukup memberi nasehat, namun sang ibu tidak ingin dipisahkan dengan putranya itu. Akhirnya oleh seorang pandai (pengukir) berusaha membuat sebuah patung (boneka) kayu yang menyerupai wajah putra sang ibu yang ditimpa kemalangan itu sebagaimana bentuk patung (boneka) si gale-gale . Sewaktu si ibu dalam keadaan tidak sadar, mayat itu digantikan dengan patung yang dibuatnya. Kemudian mayat itu diam­bil lalu dikuburkan. Setelah sang ibu sadar kembali dinyatakan bah­wa putra yang dikasihinya telah berangsur sembuh.

Demikianlah akhirnya hal kejadian itu tersiar keberbagai desa, bahwa putra sang ibu yang dicintainya itu sudah hidup kembali, kendatipun mayat itu masih dalam keadaan lemah.

Penjelasan ini kiranya sama dengan arti si gale-gale seperti yang diuraikan terdahulu yakni si lemah lembut. Akhirnya legenda rakyat masyarakat Batak itu berubah menjadi teater rakyat yang cukup digemari oleh semua masyarakat Batak, pacia umumnya.

Legenda tentang si gale-gale menurut perkiraan masyarakat Batak yang penulis peroleh dari informan menyatakan bahwa keha­dirannya bersamaan dengan seni topeng yang terdapat di daerah itu.

Oleh karenanya legenda itu tidak diketemukan di dalam hika­yat-hikayat lama suku Batak Toba ataupun pustaka Batak.

Daerah asal terjadinya si gale-gale bermula terdapat di Toba Holbung di sekitar Soposurung Balige Tapanuli Utara, kemudian menyebar ke daerah Samosir dengan sebutan Raja Mangulape.

Upacara si Gale-Gale sebenarnya tidak menjadi kebiasaaan di daerah-daerah lain di Tapanuli, tetapi berhubung permainan (lakon) si gale-gale sudah sangat populer akhirnya si gale-gale menjadi salah satu bagian dari kebudayaan masyarakat Batak.

Fungsi si gale-gale bagi masyrakat Batak Toba dibuat sebagai pengisi upacara adat kematian, memanggil roh nenek moyang, de­ngan tujuan memuliakan roh-roh nenek moyang yang dianggap baik. Setelah masuknya agama Kristen upacara si gale-gale dilarang karena si gale-gale dianggap sebagai bagian dari kepercayaan animisme, oleh karenanya pada saat sekarang seandainya si gale-gale dipagelar­kan fungsinya terlepas dari aslinya yakni hanya sebagai hiburan atau tontonan biasa.

Sarana Pendukung

Upacara si gale-gale dipertunjukkan di halaman rumah orang yang ditimpa kemalangan, dilengkapi dengan peralatan gondang yang dibuat sebagai musik pengiring. Patung (boneka) si gale-gale itu didi­rikan di sebuah peti empat persegi panjang dengan memakai roda

112 guna memudahkan membawa ketempat mana akan dipertunjukkan. Pada bahagian peti yang menghubungkan bagian anggota patung si gale-gale dibuat tali-tali yang fungsinya sebagai alat menggerak-ge­rakkan patung (boneka) itu dengan cara tarik ulur.

Gerakan-gerakannya disesuaikan dengan irama gondang, sede­mikian rupa kelihatan seolah-olah gerakan manusia biasa.


Gambar 76

Topeng Batak Tapanuli ( ano­nim). Bentuk topeng dengan elemen-elemen garis yang di­tampilkan kita teringat kepada motif hiasan totem dari ( Afri­ka dan Irian Jaya), yang mem­beri kesan dinamik dan mena­kutkan. (Keterangan gb. 76)


Gambar 77



Topeng pada gambar berikut kita melihat penampilan wajah yang lebih ekspresif kaku namun ber­wibawa. (Keterangan gb. 77)


Gambar 78



Dua buah topeng Ba­tak (tapanuli), buatannya lebih halus dengan gaya naturalis anatomis. Eksresi wajah mengarah pada ekspresi manusia biasa.

(Keterangan gb. 78)
Gambar 79

Topeng sigale-gale versi Batak Si­malungun.
Bentuk topeng ini bersamaan motif dengan topeng si gale-gale versi Batak Toba. Hanya dalam kostum kita melihat perbedaan disesuaikan dengan kostum pakaian daerah masing-masing.
Detail wajah tampak memvisua­lisasikan tempramen wajah yang dapat memberikan kegembiraan orang lain. (Keterangan gb. 79)

Gambar 80














Topeng si gale-gale versi Batak Toba pada elustrasi ini tergambar sifat-sifat lain selain fung­sional tampak sifat magis, ekspresif dekoratif.
(Keterangan gb. 80) c. Seni Topeng di Daerah Pakpak Dairi

Di daerah Pakpak Dairi seni topeng tidak berapa berkembang ji­ka dibandingkan dengan seni topeng di Simalungun di Karo. Keha­dirannya diperkirakan sekitar abad XIX.

Fungsi topeng dipertunjukkan untuk keperluan upacara ritual di samping upacara khusus sebagai hiburan raja-raja. Pada zaman dahulu pertunjukan tari topeng dipakai juga pada upacara kematian dan penobatan raja disamping sebagai penolak bala. Hal itu dapat disaksikan dari pakaian dan perlengkapan yang disebut Katumbut atau sejenis topeng yang bermuka ramah dan bijaksana.

Jelasnya fungsi topeng yang terdapat di daerah Pakpak Dairi lebih mengarah kepada ritual magis.

d. Seni Topeng di Daerah Karo

Seni topeng (gundala-gundala) seperti yang dimukakan sebe­lumnya usianya lebih muda jika dibandingkan dengan seni topeng di daerah Simalungun dan Pakpak Daari.

Daerah-daerah di Kabupaten Karo topeng masih banyak dapat kita temui.

Oleh karenanya seni topeng yang terdapat di daerah Batak umumnya, sebagai contoh diambil Tanah Karo justru potensi seni topeng sampai saat ini masih banyak, kendatipun kegunaanya sudah terlepas dari fungsi semula. Desa-desa di Karo yang masih memiliki topeng tradisional diantaranya:
 desa Sukanalu,
 desa Juma Padang,
 desa Guru Singa,
 desa Siberaya,
 desa Kubu Colia, dan
 desa Lingga.

Seni topeng yang terdapat di daerah Karo diperuntukan bagi keperluan pertunjukan hari-hari besar Nasional di samping keper­luan upacara-upacara adat dan tontonan rakyat yang bersifat pen­didikan.  Selain upacara itu topeng juga dipertunjukkan untuk upacara penolak bala, upacara penanaman benih, penyambutan tamu agung, bagian dari tari dengan iringan gendang tradisional Karo. Pertunjuk­kan tari topeng tradisional Karo dilakonkan oleh para pemainnya dengan gaya komedi tanpa dialog.
 Pertunjukkan topeng,1 dimainkan oleh lima orang yang berperan sebagai:
 raja/panglima,.
 permaisuri (kemberahen),
 putri raja (anak perempuan),
 menantu (kaila), dan
 musuh (burung si gurda-gurdi).

Gambar 81
Seperangkatan topeng basil karya Pa Trupung, ekspresi wajah dari ke empat macam topeng kelihatan berbeda satu dengan yang lain disesuaikan dengan lakon cerita yang dibawakan, namun jika di­perhatikan detail wajah pada topeng itu jelas senimannya meng­ekspresikan raut muka penuh dengan ambisi terhadap kemenanganuntuk menaklukan musuhnya si gurda-gurdi.

Selain fungsi dari yang telah diuraikan di atas, seni topeng tra­disional:Karo juga mempunyai fungsi simbolik (perlambang) tersen­ diri diantara topeng-topeng tradisional Batak lainnya.

Dari hasil ciptaan Pa Trupung yang terkenal dengan seni topeng

seberaya, kita dapati beberapa fungsi yang mengandung pengertian simbolik, seperti yang terdapat pada topeng raja (panglima).

Warna hitam yang disapukan pada wajah topeng merupakan ma­nifestasi yang memberikan kesan magis dan menakutkan, sedang pa­da bahagian gigi yang ompong dengan alis, kumis, dan jenggot yang memutih adalah simbul ketuaan.

Sapuan warna kuning pada wajah topeng wanita dan perhiasan seperti anting-anting serta gigi yang kelihatan masih sempurna adalah lambang kecantikan dari seorang wanita.

Patung burung si gurda-gurdi (burung enggang) pelengkap dari topeng-topeng di atas adalah lambang kejahatan, dan secara tuntas harus dimusnahkan. Topeng-topeng yang fungsinya sebagai simbol (perlambang) tentang kehidupan (kritik sosial) banyak diungkapkan lewat tari topeng karya Karim Ginting. Jelasnya topeng-topeng buat­an Karim Ginting lebih banyak mengantarkan kita kepada dunia pen­didikan, moral yang tinggi yang harus diteladani baik anak-anak, re­maja dan dewasa.

Gaya Seni Topeng Tradisionil Karo

Topeng dalam istilah Karo disebut gundala-gundala. Topeng ini memiliki gaya (tipe) yang berbeda-beda, walaupun pada garis be­sarnya mempunyai bentuk dan ujud yang sama.

Dari keseluruhan topeng-topeng yang diketemukan, ditilik dari bentuk dan gayanya dapat dibedakan atas lima macam.

Perbedaan dari ke lima macam bentuk ini didasari oleh daerah dari mana topeng itu diketemukan.

1. Gaya (tipe) seni topeng di desa Lingga.

Ciri yang menyolok dari topeng ini dapat kita lihat pada ben­tuk wajah yang persegi. Kedua rahang kiri dan kanan sudutnya naik lurus ke atas, bertemu pada bagian kepala yang diiris hori­sontal sedemikian rupa dengan sudut depan terdapat sapuan­-sapuan lengkung sehingga tidak terdapat pinggiran-pinggiran yang tajam.
Batang hidung kelihatan seolah-olah menyatu dengan kening, mata dibentuk agak natural dengan biji mata yang ditembuk (dilobang) berfungsi untuk tempat melihat. Sekeliling mata di­cat hitam membentuk elips sehingga memberi kesan yang me­nyeramkan. Mulut dicukil lurus agak membuka dan melebar kesamping sehingga kelihatan bentuk gigi yang dipahat rata, disebut dalam bahasa Karo gigi kiker. Dagu dipahat segi sehing­ga kelihatan segi dengan sudut-sudut yang tumpul. Materi to­peng terdiri dari dua macam bentuk dengan ekspresi wajah yang berbeda, disesuaikan menurut peran (lakon) topeng yang di­pagelarkan.

GAYA TOPENG LINGGA.

Gambar 82a
Tampak Depan
Gambar 82 b
Tampak samping


Gambar 83 a
Tampak depan
Gambar 83 b,
Tampak samping

2. Gaya Seni Topeng Seberaya Karya Pa Terupung

Gambar 84
1. Topeng hitam.
Topeng ini dipagelarkan sebagai peran raja (panglima), datu atau guru mbelin. Bentuk topeng digambarkan seorang raja yang sudah lanjut usia. Rambut, alis, kumis, dan jenggot ditempel dengan bulu kambing putih, sedang giginya dibuat ompong. Ekspresi wajah mem­beri kesan kekerasan watak (solide) dan kekuasaan "power full" dengan jiwa nervus dan ketegangan emosi yang kuat.
Gambar 85

Pada topeng ini kita melihat ekspresi wajah digambarkan oleh pemahatnya karakter to­koh seorang wanita sebagai maisuri raja yang berbudi lu­hur. Ia mangagumi suaiminya sebagai panglima yang dapat menaklukan seekor burung yang ganas namun dapat diji­nakkan, kendatipun akhirnya burung yang menjadi kesayang­an putrinya terpaksa dibunuh­nya, karena putri raja yang sangat disayanginya nanar menjadi mangsa burung yang ganas itu. (Keterangan gb. 85)





2. Topeng Kemberahen (Permaisuri Raja)

Gambar 86
3. Patung Putri Raja

Gaya pada topeng ini memperli­hatkan ekspresi wajah yang lemah lembut, luwes dalam sikap, dan periang. Putri yang ditokohkan pada topeng ini dilengkapi dengan perhiasan anting-anting (kudung-kudung) sehingga kelihatan manis

tampan sebagai putri raja. (Keterangan gb. 86)
Gambar 87
4. Topeng Kaila (menantu raja)

Pada topeng ini kita melihat perwatakan seorang laki-laki, patuh dan setia pada titah raja. Ekspresi wajah topeng ke­lihatan penuh ketegangan namun berwibawa.
(Keterangan gb. 87)


Menurut leganda Karo burung ini adalah burung raksasa pemakan manusia. Bentuk paruhnya menye­rupai paruh burung raksasa, dengan ekor yang cukup panjang. Burung ini dalam lakon dapat digerakkan oleh pelakonnya sendiri.
(Keterangan gb. 88)

Gambar 88
5. Patung burung (manok si gurda-gurdi).
Gambar 89

Bagian-bagian lain selain topeng sebagai penutup muka, terdapat patung tangan yang terbuat dari bahan kayu denganposisi jari di­ bentuk lurus.

Gambar 90
Jika diperhatikan bentuk/ corak topeng (gundala-gundala) yang ter­dapat di daerah Karo, umumnya mengarah pada corak dekoratif. Daya cipta serta variasi pemahatnya menyederhanakan bentuk se­demikian rupa digayakan tanpa mengubah pola dasamya, dan peng­ambilan gambar ditonjolkan kearah keutuhan motif.
Gambar 91

Tari gundala-gundala (tari topeng) dipagelarkan di tengah-tengah masyarakat dalam menyambut hari kemerdekaan 17-8-1945.

3. Gaya Seni Topeng di Desa Kubu Colia (Kabanjahe)
 Seni topeng di desa Kubu Colia Karya Pa Milo, ciri-cirinya berbentuk bujur telur terdiri dari topeng pria dan topeng wanita. Pada topeng ini mulai dari kepala sampai kebagian dagu secara keseluruh­ an terdapat sapuan-sapuan lengkung yang artistik, dalam perwujud­ an seni topeng plastik.

 Ekspresi wajah tergambar pada pewarnaan topeng di samping perwatakan lewat mata, hidung dan mulut yang dipahat melebar pada bagian kiri dan kanan, sehingga susunan gigi jelas terlihat.

 Pada topeng pria diberi warna dasar hitam, kemudian warna putih dibuat pada alis, kumis, dan jenggot ditempel secara aplikatif dengan bulu beidar (sejenis kambing hitam), sehingga pada topeng itu memberi warna karakter seorang tokoh ksatria, disamping kesera­man wajah dan kewibawaan. Bentuk dagu dibuat memanjang keba­wah hingga kebagian dada, seolah-olah seperti lebah bergantung.  Simbolisme warna hitam pada topeng buatan Pak Milo mempunyai nilai dan makna yang tinggi, karena sesuai dengan ujud to­peng itu, dimana kaitannya mempunyai hubungan dengan kehidup­an manusia yang ketergantungan hidupnya pasrah kepada kemurah­an dari sesuatu yang lebih tinggi yakni yang dapat memberi sumber air pada waktu kemarau panjang.
 Tokoh lain kita melihat topeng wanita (istri raja) dengan sa­puan warna dasar kuning, alis dicat hitam melengkung dengan ta­tapan mata yang mempesona, sehingga ekspresi wajahnya tergam­bar seorang wanita cantik.
 Sesuai dengan kedudukan raja zaman dahulu, atas dasar kekuasaannya ia mudah untuk mendapat permaisuri (istri) gadis-gadis yang masih muda belia.

 Dilihat dari segi seni plastik topeng buatan Pak Milo mempunyai nilai estetis tersendiri dari beberapa topeng yang terdapat di daerah Karo pada umumnya, justru topeng-topengnya sudah lebih banyak mengarah kepada cita rasa seni abad ini (lihat gambar).
Gambar 92
Ilustrasi patung karya Pak Milo

Bentuk topeng hitam divisuali­sasikan oleh senimannya kepada karakter (tokoh) seorang raja. Detail topeng kelihatan tata­pan mata tajam kedepan se­dang alisnya dicat putih sehing­ga tampak wajah yang menakutkan sesuai dengan fungsi topeng, kumis ditempelkan (aplikasif) dengan bulu kambing hi­tam, dagunya memanjang keba­wah seolah-olah bagai motif topeng yang dekoratip (Keterangan gb. 92)


Gambar 93

Topeng berikut diberi warna kuning (Lambang keagungan sela­ras dengan kedudukannya seba­gai puteri raja). Detail topeng di­beri hiasan (anting-anting) sedang bentuk wajah oleh senimannya dibuat mengarah kepada seni naturalis, dalam unsur dekoratif, ekspresi , magis. (Keterangan gb. 93) 4. Gaya Seni Topeng Desa Barus Jahe.
 Bentuk lain yang hampir bersamaan dengan topeng buatan Pak Milo namun lebih mengarah kepada bentuk naturalis, adalah to­peng yang dibuat oleh Pakih Barus. Topeng karya Pakih Barus tidak diberi warna sebagaimana lazimnya topeng-topeng yang biasa dilihat. Selain rautan-rautan yang cukup halus pemahatnya menonjolkan tek­tur bahan (kayu) sebagai warna. Ekspresi wajah oleh pemahatnya dibentuk sedemikian rupa tanpa mengubah keaslian ekspresi wajah manusia biasa.

Gambar 94 a
Tampak depan
Gambar 94 b
Tampak samping









llustrasi topeng karya Pakih Barus, dibuat sebagai duplikat topeng­-topeng yang terdahulu, dengan melepaskan fungsi aslinya yakni ri­tual magis. Topeng ini hanya dibuat sebagai dekorasi disamping me­lestarikan kedudukan seni topeng Batak Karo di tengah-tengah seni topeng Nusantara.
Gambar 195
Tampak bawah

Gaya Seni Topeng Jarang uda Berastagi
Dari hasil observasi berdasarkan data dokumentatif perwajahan seni topeng hasil karya Karim Ginting fungsinya khusus yakni sebagai pelengkap peran tentang cerita rakyat dalam penampilan kesenian Karo (teater rakyat).
Lakon topeng dipagelarkan secara humor, namun bertujuan kepada pendidikan, dan sindiran-sindiran ironis, tingkah laku yang kurang senonoh yang sering terjadi di kalangan masyarakat, sombong, ang­kuh dan lain sebagainya.

Kelompok topeng terdiri dari :

Ale-Ale Jombo  : Jenis topeng ini dipagelarkan lewat peran yang berpembawaan (lakon) lucu.
Mata hihim  : Jenis topeng yang bentuk matanya me­nonjol (melotot), peran. yang berpembawaan (lakon) orang yang sombong.
Kera simodong-modong : Jenis topeng yang menyerupai wajah kera berperan sebagai tukang ngintip.
Propusaga : Jenis topeng yang menyerupai orang hutan (mawas) berperan sebagai juru damai.
Impal Ale-ale Jombo : Jenis topeng wanita sebagai partner (pacar) ale-ale Jombo.
Bentuk atau gaya topeng karya Karim Ginting mengarah segi empat yang agak memendek dengan proporsi wajah yang berbe­dan sesuai dengan sifat dan karakter menurut peran yang dilakon­kan.
Tehnik pemakaian topeng sama dengan pemakaian topeng tradisional Simalungun yakni sekedar diikatkan dibahagian wajah, sedangkan topeng-topeng lain seperti topeng karya Pak Ndokar, Pak Milo, dan Pokih Barus pemakaiannya disarungkan di kepala.

Gambar 96

Seperangkat topeng hasil ciptaan Karim Ginting. Bentuk topengnya membawa kita kembali ke alam primitif. Diukir seadanya namun mempunyai fungsi yang kuat dan sangat menentukan sebagai peleng­kap lakon cerita yang dibawakan.
Gambar 97

Propusaga digambarkan dalam peran (lakon) orang yang selalu meng­inginkan perdamaian, sesuai dengan cerita topeng yang disuguhkan dalam judul:

Kacingangngang Kacimbuah tarum Erngangngang luah yang artinya kira-kira pertengkaran yang tidak membawa hasil. Oleh karenanya untuk mengetengahi hal itu diperlukan lakon penegak kebenaran.
Gambar 98a

Kera Simondong-mondong (mo­nyet yang kusut pikiran). Topeng divisualisasikan oleh senimannya sebagai lakon tukang ngintip. Pengolahan disain tampak seder­hana namun memberi kesan kearah ekspresi wajah yang kusut sesuai tatapan seni primitif. (Keterangan gb. 98)


Gambar 98b




Mata hihim (mata melotot) Bentuk topeng (wajah) diolah mendekati bentuk proporsi a­natomis, sekalipun disana-sini kita masih melihat unsur-un­sur dekoratif, ekspresif. Lakon (peran) topeng gambaran sese­orang yang suka mengadu domba sehingga menimbulkan perselihan dan pertengkaran. (Keterangan gb. 98 b)
Gambar 99

Ale-Ale Jambo.
Topeng ini diilhami oleh pencptanya sebagai lakon (peran) seorang yang penuh humor(lucu). Namun demikian ia masih mengerti masalah kehidupan kemanusiaan. Bentuknya pahatannya masih terasa gara primitif sungguhpun konsep pengolahannya bertolak dalam bentuk topeng naturalis (Kerangan gb. 99)

Gambar 100





Impal Ale-Ale Jambo (kekasih/pacar Ale-Ale Jambo) Lakon topeng ini adalah pendamping ke­kasihnya (Ale-Ale Jambo), searah sehaluan dalam ide dan pendapat dalam menyelesaikan permasalahan. Diilhami oleh penciptanya peran topeng ini seba­gai cermin, kedudukan peradaban seorang wanita, dipahat se­derhana tanpa meninggalkan unsur-unsur dekoratif sebagai pola seni primitif.

(Keterangan gb. 100)

Sebagai seorang seniman yang kreatif, Karim Ginting masih terus menciptakan topeng-topeng barunya, ini berarti terciptanya pula sebuah lakon cerita yang disesuaikan dengan bentuk topeng yang dibuat empat buah ilustrasi yang diterakan pada halaman berikut ini, Karim Ginting lebih banyak menggambarkan cerita-cerita yang bertujuan untuk pendidikan. Konsepsi topeng oleh senimannya deformasi bentuk hewani, monyet, babi, dan sebagai melengkapi topeng-topengnya ia juga membuat topeng manusia raksasa dengan penonjolan gigi-gigi yang dibuat bertaring dikomposisikan dengan topeng manusia yang tampaknya lebih naturalis, sedemikian rupa menunjukkan hasil kreatifitas seni disamping mempunyai arti yang simbolis.



Gambar 101.

Bentuk topeng diungkapkan secara impresif oleh senimannya kedalam pola primitif. Kulit kambing hitam, dibuat secara aplikatif membentuk rambut mata dicukil terbelalak, sehingga topeng kelihatan seram menakutkan. Namun dapat memberi inspirasi gaya kearah bentuk topeng yang ideal.

(Keterangan gb. 101 )
Gambar 102

Topeng pada ilustrasi gambar berikut ini diolah tanpa proporsi anatomis yang realis, ke­lihatan mata yang dibentuk menyatu dengan hidung mulut yang cukup lebar dengan menonjolkan bentuk gigi yang menerawang membuat topeng kelihatan angker. Pengungkap­an maupun ide memberikan inspirasi gaya kepada bentuk seni yang esensial serta arti yang cukup dalam sesuai dengan lakon topeng yang diperankan (Keterangan gb. 102)

Gambar 103





Pada gambar berikut ini ke­lihatan oleh seni seniman­nya pembentuk topeng yang naturalis anatomis dengan proporsi yang lengkap tanpa stillasi bentuk. Diilhami oleh penciptanya sebagai lakon orang yang dapat memberi­kan arah pikiran sebagai manusia terhadap yang lebih tinggi, serta keakraban hidup antara manusia dan manusia. (Keterangan gb. 103)

Gambar 104


Topeng pada ilustrasi gambar ini lain halnya. Bahan (media) aplikatif, ijuk, benang plastik, pengolahan ekspresi wajah yang digayakan kedalam bentuk manusia hewan, berperan sebagai seorang yang suka mengadudombakan sesamanya, berambisi, egoistis tanpa perduli terhadap orang lain. Form yang dieksploatir kedalam bentuk topeng ini, serta lakon yang diperankan senimannya mengajak kita untuk tidak meniru sifat-sifat yang kurang baik itu.

Dari data-data gambar yang ada jelas kita melihat bahwa seni topeng yang diketemukan di daerah Karo, bentuknya sama, terkecuali seni topeng hasil karya Karim Ginting, baik fungsi dan kegunaannya.

Pada uraian terdahulu, dijelaskan bahwa seni topeng dipakai sebagai persembahan guna menghormati nenek moyang, disamping tujuan lain guna tercapainya cita-cita seperti meminta hujan pada musim kemarau.

Upacara ritual seperti yang diuraikan di aatas umumnya dita­rikan dengan iringan gendang dan sarunai juga dinyanyikan lewat syair dan lagu sebagai berikut

Tembut-tembut Pak Ndokar
Mbiar aku matana
Matana si pinggan-pinggan
Dibata udan ko wari.

terjemahan:

Topeng-topeng Pa' Ndo kar
Takut aku melihat matanya
Yang melotot seperti pinggan
O Tuhan turunkanlah hujan.

Dengan demikian topeng-topeng yang telah diuraikan, memi­liki sifat perwatakan menurut peran yang dibawakan oleh jenis to­peng itu, sehingga lakon (cerita) itu tergambar melalui ekspresi wajah topeng-topeng yang ditampilkan seperti wajah yang manis, yang gagah, sedih, dan menyeramkan.

Bagian lain jika diartikan bait terakhir nyanyian dalam memin­ta hujan, jelas bahwa topeng adalah salah satu bagian dari keperca­yaan sesuai dengan fungsinya semula yang bersifat relegius, atau me­dia untuk melaksanakan ritus pemujaan terhadap nenek moyang disamping sarana untuk upacara kematian.

Pertunjukkan topeng sebagai teater tradisional karya Karim Ginting, justru tema yang diketengahkan banyak hubungannya dalam mencapai kesempurnaan hidup, sampai sekarang masih tetap dipertahankan sebagai salah satu hasil kesenian tradisional Karo.

Akhirnya teater topeng itu menjadi pertunjukkan rakyat yang sa­

ngat populer, mulai dari desa sampai kekota-kota.
Fungsi Topeng
Seni topeng digolongkan kepada seni plastik, diciptakan sebagai sarana pemujaan terhadap nenek moyang berdasarkan kepercayaan masyarakat Batak pada masa yang lalu.
"Jadi topeng adalah salah satu alat (media) untuk memanggil roh nenek moyang yang digambarkan dalam ujud topeng ter­sebut. Memang menghormati nenek moyang yang dianggap se­bagai suatu kepercayaan yang benar dan murni. Jadi dengan demikian sudah dapat kita rasakan bahwa adanya topeng itu mula-mula pada upacara kamatian"12)
Dilihat dari bentuknya topeng Batak selain mempunyai nilai estetis juga mempunyai ciri yang tersendiri jika dibandingkan dengan topeng-topeng lain di Indonesia.
Hal ini jelas terlihat dari bentuk dan gaya pada topeng (tembut) yang terdapat di daerah Karo.

Di segi lain seperti yang telah dikemukakan terdahulu bahwa pandangan hidup yang utama yang melandasi sikap masyarakat Ba­tak, menunjukkan kesetiaan akan adat dan tradisi disamping keper­cayaan di dalam mengisi kebutuhan spriritual, antara lain sarana pada waktu melakukan ritus keagamaan (kepercayaan) terhadap ritus ne­nek moyang, dan sarana-sarana lain seperti pendidikan dan etika kehidupan. Hal inilah yang menyebabkan bahwa fungsi topeng Ba­tak pada umumnya mengandung fungsi magis dan religius, lebih dari pada itu fungsi topeng itu dianggap sebagai alat yang dapat mem­beri keberkatan dan pelindung kerajaan. Kesenian tradisional masya­rakat Batak yang terdiri dari berbagai suku terutama di daerah pede­saan, seni topeng sebagai warisan leluhur nenek moyang tidak hanya dipakai sebagai ritus keagamaan, tetapi dibuat juga sebagai gambaran kehadiran nenek moyang, disamping alat (sarana) pemanggil roh­-roh leluhur yang dianggap sakti dikala masyarakat (penduduk) di pedesaan itu ditimpa malapetaka seperti kemarau yang panjang yang dapat memusnahkan hasil pertanian, penyakit, dan kematian.

––––––––––––––––––––––––

12) Kuswadji Kawindra Susanto dan Rachma di RS, Sekelumit Sejarah Topeng Indone­sia, Topeng-topeng Klasik Indonesia, Panitia Topeng Klasik Indonesia, Art Gallery Seni Sono, Yogyakarta, 20 - 31 Mai 1970, halaman 7.

138
Jadi, jelaslah bahwa fungsi topeng Batak jangkauannya cukup luas, tidak terbatas pada ritus keagamaan (kepercayaan) saja, namun topeng itu sendiri dibuat sebagai benda keramat yang harus dipeli­hara. Oleh karenanya tari topeng pada masa yang lalu tidak sem­barang dipagelarkan, tetapi tari topeng itu ditarikan pada acara­-acara tertentu (khusus).
Hal yang sama menurut uraian di atas dapat dilihat pada kutip­an dibawah ini :
"Karena maksud-maksud akan pengharapan kesejahteraan, ke­makmuran, terhindarnya dari penjamuran, terhindarnya dari penyakit, kepercayaan hal kematian dan kembalinya roh yang meninggal ketengah masyarakat, penghormatan pada cikal bakal dan lain-lain yang sejenis, maka seni rakyat itu lahir atas dorong­an metafisik yang kompleks dan atas dasar kesadaran kolektif. Demikianlah kreasinya bersifat sakral".13)
Penjelasan lain dapat pula kita lihat dalam kutipan berikut ini:
"Dalam melakukan upacara-upacara, kesenian memainkan pe­ranan penting dan banyak dapat orang ikut dalam kesenian itu, kesenian seperti ini dapat disebut kesenian rakyat. Ciri-cirinya ialah, bahwa nilai-nilai yang terjalin dalam kesenian rakyat itu merupakan refleksi dari pada cara hidup sehari-hari atau bersumber kepada mitor-mitos"14)
Demikianlah akhirnya kesenian topeng itu berkembang secara evolusi berkat pengaruh yang terjadi secara eksternal dan internal di tengah-tengah kehidupan masyarakat Batak pada umumnya. Dasar ini pulalah akhimya bentuk topeng yang divisualisasikan oleh seni­mannya lewat seni ukir berfungsi simbolis magis.

––––––––––––––––––––––––

13). Sudaryono, Drs., Sarana-sarana Memeliharan Dan Melindungi Seni Rakyat Indonesia, Pidato pada upacara Dies Natalis ke 21 STSRI, ASRI Yogyakarta, Januari 1971 halaman 4.

14). A.W. Turnip, Drs., Primitive Art IKIP, Medan, 1976/1977, halaman 12
Pengolahan Mutu Artistik/Pola Penggarapan.
Pengolahan mutu artistik melalui pergelaran (pementasan) di­buat di alam terbuka "open teater", dilaksanakan secara sederhana tanpa embel-embel dekorasi. Penyajiannya diselenggarakan di ha­dapan umum dengan serentak yang diatur sedemikian rupa adegan demi adegan tanpa dialog.
Sarana pendukung
Pergelaran seni topeng (tembut-tembut) di daerah Karo dima­inkan (dilakonkan) langsung oleh manusia dengan cara ditarikan.

Property yang digunakan adalah topeng motif antropormofis dan motif zoomorfis diukir secara dekoratif oleh pemahatnya yang ter­diri dari:

topeng hitam (topeng raja atau penglima),

topeng wanita {permaisuri raja),

topeng putri raja,

topeng laki-laki (menantu raja), dan

topeng burung (berperan sebagai musuh).
Property yang lain ialah seperangkat kostum dan gendang yang disebut gendang lima sidalanen yang terdiri dari:

Sarunai

gendang

gendang penganak

gung

penganaki (gung kecil) canang.
Lagu pengiring untuk pertunjukkan tari topeng di daerah Karo terdiri dari:

Lagu persentabin (tari persembahan untuk roh leluhur nenek moyang).

lagu persembahan kepada pengetua adat/raja adat.

lagu perang-perang

lagu tak tergut

lagu perang tua-tua (lagu penutup)
Bahan, alat dan proses pembuatan topeng Batak
Dilihat dari hasilnya seni topeng Batak bahan-bahan yang dipa­kai terdiri dari bahan kayu yang keras disebut kayu sangketten. Un­tuk pembuatan paruh burung (burung si gurda-gurdi) dibuat dengan bahan kayu yang sama, sedang kerangka (badan burung) muat untuk satu orang terbuat dari bahan bambu, kemudian kerangka tersebut ditutup dengan kain dan diberi boneka yang terdiri dari bahan ijuk.
Proses pembuatannya, terdiri dari kayu bulat diukir dengan kebutuhan, kemudian pada bagian dalam dibuat berlubang muat untuk kepala orang. Setelah di disain kayu tersebut dipahat (ditatah) sedemikian rupa sebingga berbentuk wajah manusia. Tebal topeng di­buat setipis mungkin sehingga tidak terlalu berat.
Pada uraian-uraian yang kami kemukakan pada Bab III ini yakni seni topeng, baik fungsi dan tujuannya, maka dibawah ini penulis berkesimpulan sebagai berikut:
  1. Seni topeng dapat digolongkan kepada seni plastis diciptakan sedemikian rupa sebagi sarana pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang yang dapat memberikan keberkatan seperti meminta hujan dikala musim kemarau yang panjang;
  2. Seni topeng dibuat sebagai sarana pelengkap seni tari tradisio­nal Batak dalam upacara-upacara:

    Kematian,

    Hiburan rakyat,

    Penyambutan orang-orang terkemuka, dan

    Menyambut hari-hari besar Nasional.

    disamping dibuat sebagai alat dekorasi dan hasil kerajinan untuk konsumsi wisatawan-wisatawan dalam dan luar negeri (wisata­wan asing),
  3. Seni topeng dipergelarkan sebagai bahan apresiasi tentang ke­hidupan masyarakat zaman dahulu yang umumnya menganut agama (kepercayaan) animisme,
  4. Seni topeng sebagai seni tradisional masyarakat Batak khususnya, masyarakat Indonesia umumnya turut mempengaruhi wisatawan untuk lebih mengenal seni tradisional suku-suku di Indonesia,dan
  5. Seni topeng termasuk hasil kesenian daerah yang menjadi da­sar kebudayaan nasional.
Selanjutnya kehidupan seni topeng Batak pada umumnya pada tahun terakhir ini fungsinya tidak seperti pada aslinya.
Topeng dipergelarkan hanya sebegai hiburan untuk keperluan upacara-upacara hari besar nasional seperti menyambut 17 Agustus, serta upacara-upacara lain yang tidak ada hubungannya dengan ritus keagamaan (kepercayaan). Hal ini justru diakibatkan oleh berkembangnya pengaruh agama Islam dan Kristen yang menjadi anutan utama dalam kehidupan masyarakat Batak.
Demikian akhirnya fungsi topeng secara umum dibuat hanya sebagai alat untuk melengkapi seni tari sebagai hiburan rakyat, lebih dari pada itu topeng dibuat sebagai alat dekorasi (hiasan di dinding).